6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kajian yang Relevan Sebelumnya Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian tentang pengajaran satra telah
banyak dilakukan salah satunya, penelitian pengajaran sastra dapat peneliti sebutkan adalah penelitian yang dilakukan oleh Khoriyah tahun 2006 dengan judul penelitian “kemampuan peserta didik kelas VII SMP Negeri 8 Gorontalo menentukan tema dan amanat dongeng yang dibacakan”. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah (1) Mampu menentukan tema dan amanat dongeng yang dibacakan, (2) Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan peserta didik dalam dongeng yang dibacakan, (3) Upaya dalam pemecahan masalah.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa :(1) tingkat kemampuan peserta didik dalam menentukan tema dan amanat dongeng yang dibacakan masih pada tingkat atau kategori kurang hal ini dibuktikan dengan hasil skor yang diperoleh peserta didik yaitu skor 76-100 (baik) berjumlah 4 orang (16%), yang memperoleh 56-76 (cukup) berjumlah 6 orang (24%) dan yang memperoleh skor 0-55 (kurang) sebanyak 15 orang (60%)sedangkan sisanya masih kurang baik dalam menentukan tema dan amanat dongeng yang dibacakan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemampuan peserta didik dalam menentukan tema dan amanat dongeng yang dibacakan sebagian besar sudah masih kurang mampu, namun sudah ada yang mampu.
7
Berdasarkan hasil penelitian yang dikemukakan di atas, maka relevansi dengan penelitian ini adalah sebagai berikut: persamaannya penelitian yang dilakukan oleh Khoriyah dengan peneliti terletak pada menentukan tema dan amanat dongeng yang dibacakan. Penelitian tersebut lebih dititikberatkan kepada menentukan tema dan amanat dongeng yang dibacakan dan faktorfaktor yang yang mempengaruhi kemampuan peserta didik dalam dongeng yang dibacakan, sedangkan penelitian ini menitikberatkan pada “Kemampuan siswa kelas IX-9 SMP Negeri 2 Gorontalo menentukan tema dan amanat syair Abdul Muluk yang diperdengarkan”.
2.2
Hakikat Menyimak Tarigan (dalam Muttaqien, 2005:1) berpandangan bahwa menyimak
sudah barang tentu dapat dipastikan mendengar. Akan tetapi mendengar belum tentu menyimak. Mendengar saja tidak akan memberikan manfaat yang lebih ketimbang dengan menyimak. Hal ini karena menyimak memiliki beberapa proses yang harus dilalui mulai dari mendengar (hearing), memahami (understanding), menginterprestasi (interpreting), mengevaluasi (evaluating), dan menanggapi (responding). Mulyati (2008:110) mengemukakan bahwa menyimak keterampilan memahami bahasa lisan yang bersifat reseptif. Menurut Tarigan (2008:37), ragam menyimak dibedakan atas menyimak ekstensif dan menyimak intensif. Menurut Kamidjan(dalam Solhan, 2007: 109) menyimak adalah suatu proses mendengarkan lambang-lambang bahasa lisan dengan sungguh penuh perhatian, pemahaman, apresiatif yang dapat disertai dengan pemahaman makna komunikasi yang disampaikan secara nonverbal. Akan tetapi, patut
8
diperhatikan pula bahwa kegiatan menyimak yang dimaksudkan diatas merupakan kegiatan menyimak lisan bukan menyimak tulis.Dalam kegiatan menyimak (lisan) selain aspek-aspek segmental yang berwujud kata-kata ucapan/ujaran perlu diperhatikan pula aspek-aspek kinesik dan suprasegmental, yakni (1) tekanan atau keras lembutnya suara, (2) jeda atau panjang pendeknya suara, (3) nada atau tinggi rendahnya suara, (4) intonasi atau naik turunnya suara, dan (5) ritme atau irama dalam suara. Hal ini perlu diperhatikan karena keterampilan menyimak merupakan keterampilan menangkap pesan dan memahami pesan tersebut dengan sebaik-baiknya, baik pesan yang tersirat maupun pesan yang tersurat yang terkandung dalam bunyi bahasa. Kegiatan menyimak tulis terwujud dalam kegiatan menyimak bacaan (membaca). Oleh sebab itu, kurikulum yang berbasis kompetisi (KBK), yakni Kurikulum 2004 menggunakan istilah mndengarkan untuk menyebut aspek keterampilan berbahasa menyimak lisan (Idra, dkk dalam Solhan, 2007: 107). Untuk selanjutnya, kata menyimak yang ada dalam modul ini merupakan kata yang merujuk pada makna yang terkandung dalam menyimak lisan, dan perlu Anda perhatikan bahwa istilah menyimak lisan dalam kurikulum 2004 yang Anda gunakan sekarang mengunakan istilah mendengarkan. Dari uraian di atas, dapatlah dikatakan bahwa menyimak merupakan penerimaan pesan, gagasan yang merupakan respons terhadap pembicara.Jika hal itu terjadi maka dapat diartikan telah terjalin komunikasi antara pembicara dan penyimak.
9
2.3
Hakikat Syair Menurut Pratama, (2008:X-IX) syair, dinamakan juga dengan sajak/
(puisi), karena penyair adalah pengubah sajak. Kata `syair` berasal dari kata `syu`ur yang artinya perasaan, adapun bentuk syair adalah terdiri dari beberapa bait, tiap bait terdiri dari empat baris, tiap baris terdiri delapan sampai sepuluh suku kata, tidak terbagi atas sampiran dan isi, semua merupakan isi, dan biasanya beruntun, karena melukiskan cerita. Sedangkan Waluyo (1987:8) berpendapat Syair merupakan jenis puisi lama.Dalam syair tidak terdapat sampiran syair tidak selesai dalam satu bait, karena syair biasanya hanya untuk bercerita.Semua baris syair mengandung isi, karena syair tidak bersampiran. Empat baris syair merupakan satu bait adalah satu kesatuan sinteksis yang mengandung satu makna yang berkesinambungan. Biasanya makna syair ditentukan oleh bait-bait berikutnya mirip alinea-alinea cerita Waluyo, (1987: 8). Selanjutnya Waluyo (1987: 10-11) mengatakan bahwa ada beberapa unsur terdapat dalam struktur batin syair yaitu, (1) tema, merupakan gagasan pokok atau subjek materi yang dikemukakan oleh penyair atau pokok persoalan itu begitu kuat mendesak jiwa penyair sehingga menjadi landasan utama pengucapannya, (2) perasaan, dalam menciptakan atau membuat sebuah syair, suasana penyair ikut diekspresikan dan harus dapat dihayati oleh pembaca atau pendengar. Sikap simpati dan antipasti, rasa senang dan tidak senang, rasa benci, rasa rindu, setiakawan, dan sebagainya dapat penyair tuangkan kedalam syair-syairnya, (3) nada dan suasana, dalam menulis atau membuat syair, penulis mempunyai sikap tentu terhadap pembaca dan pendengar, apakah dia
10
ingin bersikap menggurui, menasehati, mengejek, menyindir, atau bersikap lugas hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca dan pendengar, maka suasana adalah keadaan jiwa pendengar setelah mendengar syair atau akibat psikologis yang ditimbulkan syair itu terhadap pendengar, (4) amanat, amanat yang hendak disampaikan oleh penyair dapat ditelaah setelah kita memahami tema, rasa dan nada.
2.4
Hakikat Tema Menurut Stanton (2007 : 36) tema merupakan aspek cerita yang sejajar
dengan `makna` dalam pengalaman manusia; yang menjadikan suatu pengalaman yang begitudi ingat, ada banyak cerita yang menggambarkan dan menelaah kejadian atau emosi yang dialami manusia seperti cinta, derita, rasa takut, kedewasaan, keyakinan, penghianatan manusia terhadap diri sendiri, disilusi, atau bahkan usia tua Tema dalam banyak hal bersifat “mengingat” kehadiran atau ketidakhadiran peristiwa-konflik-situasi tertentu, termasuk berbagai unsure instrinsik yang lain, karena hal-hal tersebut haruslah bersifat mendukung kejelasan tema yang akan disampaikan. Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka iapun bersifat menjiwai seluruh bagian cerita itu.Tema mempunyai generalisasi yang umum, lebih luas dan abstrak. Dengan demikian, untuk menemukan tema sebagai karya fiksi, ia haruslah disimpulkan dari keseluruhan cerita. Tema, walau sulit ditentukan secara pasti, bukanlah makna yang “disembunyikan”, walau belum tentu juga dilukiskan secara eksplisit.Tema sebagai makna pokok sebuah karya fiksi tidak (secara sengaja) disembunyikan karena justru hal inilah yang ditawarkan
11
kepada pembaca. Namun, tema merupakan makna keseluruhan yang didukung cerita, dengan sendirinya ia akan “tersembunyi” di balik cerita yang mendukungnya. Sebagai sebuah makna, pada umumnya tema tidak dilukiskan, paling tidak pelukisan yang secara langsung atau khusus.Eksistensi dan atau kehadiran tema adalah terimplisit dan merasuki keseluruhan cerita, dan inilah yang menyebabkan kecilnya kemungkinan pelukisan secara langsung tersebut. Hal ini pulalah antara lain yang menyebabkan tidak mudahnya penafsiran tema. Penafsiran tema (utama) diprasyarati oleh pemahaman cerita secara keseluruhan. Namun, adakalanya dapat juga ditemukan adanya kalimat-kalimat (atau: alinea-alinea, percakapan) tertentu yang dapat ditafsirkan sebagai sesuatu yang mengandung tema pokok. Menurut Kenny dalam Nurgiyantoro (2010: 67) tema merupakan makna khusus yang dikandung dalam sebuah cerita. Dalam defenisi yang sedikit berbeda
Hartokodalam Tuloli(2000: 42-43) menjelaskan bahwa tema
merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantic dan yang menyangkut persamaan-persamaan maupun perbedaan . Tema merupakan pokok permasalahan atau dasar penulisan cipta sastra, tema tersebut dibangun melalui tema menurut Scharback (Aminuddin, 2010: 91) mengungkapkan bahwa “Tema berasal dari bahasa Latin yang berarti “tempat meletakkan suatu perangkat”. Disebut demikian karena tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperanan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya”.
12
Selanjutnya dipertegas oleh Tarigan (1982: 125) bahwa “Setiap fiksi atau fiksi haruslah mempunyai tema data dasar yang merupakan tujuan.Penulis melukiskan watak dari para pelaku dalam ceritanya dengan dasar atau tema tersebut.Dengan demikian tidaklah berlebih-lebihan kalau kita katakan bahwa tema atau dasar ini suatu hal paling penting dalam suatu cerita yang mempunyai tema tertentu tidak ada guna dan artinya”.
2.5
Hakikat Amanat Tuloli (2000: 29) mengatakan bahwa amanat adalah sebuah karya sastra
yang adakalanya terangkat satu ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan pengarang kapada pembaca. Menurut Erneste dalam Tuloli (2000: 50) amanat juga menggambarkan pendirian,
sikap
dan
pandangan
pengarang mengenai
masalah
yang
dikemukakan dalam karyanya.Menurut Hasim dalam Amir, dkk (2000: 6) bahwa amanat dilukiskan secara halus, yakni melalui tingkah laku atau watak tokoh yang berpesan cerita. Sementara ituKosasih (2012:41) mengungkapkan bahwa amanat merupakan ajaran moral atau pesan didaktis yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca melalui karyanya itu.Amanat tersirat dibalik tema yang diungkapkan karena itu amanat selalu berhubungan dengan cerita itu. Misalnya, tema suatu cerita tentang hidup bertetangga, maka cerita amanatnya tidak akan jauh dari tema itu pentingnya menyantuni tetangga miskin dan sebagainya.
13
Berdasarkan pendapat para ahi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa amanat merupakan pesan yang hendak disampaikan oleh penyair kepada pembaca dalam menyikapi permasalahan yang dikerjakannya.
2.6 Cara Menentukan Tema dan Amanat Syair Langkah menentukan tema dan amanat syair yang dibaca tentulah berbeda dengan langkah menentukan tema dan amanat syair
yang
diperdengarkan. Jika tema dan amanat syair ditentukan dengan cara dibaca, tentu dapat dicermati ulang-ulang kata-kata di dalam syair. Sebaliknya, jika syairnya diperdengarkan, kita tidak dapat mencermati kata-katanya karena pembacaan hanya dapat kita dengarkan sekali saja.Oleh sebab itu, ketika mendengarkan syair, kita harus memusatkan perhatian agar dapat menangkap maksudnya.