BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Penelitian Terdahulu Penelitian tentang pengaruh Return On Asset (ROA), Price Earning Ratio (PER), Net Profit Margin (NPM), Gross Profit Margin (GPM) terhadap Return Saham telah banyak dilakukan oleh peneliti – peneliti sebelumnya baik para peneliti dalam maupun peneliti luar negeri. Penelitian- penelitian tersebut menghasilkan temuan yang masih inklusif atau dengan kata lain masih memiliki kesenjangan dalam penelitian tersebut (gap research). Dalam teorinya Ang (1997) yang mengatakan bahwa return (kembalian) adalah tingkat keuntungan yang dinikmati oleh pemodal atas suatu investasi yang dilakukannya, dalam hal ini ada beberapa faktor – faktor yang mempengaruhi return saham. Penelitian yang dilakukan Ulupui (2007) dengan judul “Analisis Pengaruh Rasio Likuiditas, Leverage, Aktivitas, dan Profatibilitas terhadap Return Saham (Studi Pada Perusahaan Makanan Dan Minuman Dengan Kategori Industri Barang Konsumsi di BEJ)”. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Current Ratio (CR), Return On Asset (ROA), Debt to Equity Ratio (DER), dan Total Asset Turn Over (TATO). Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa Current Ratio (CR), dan Return On Asset (ROA) memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Return Saham. Variabel lain yaitu Debt to to Equity Ratio (DER), dan Total Asset Turn Over (TATO) tidak berpengaruh
21
22
terhadap Return Saham. Penelitian yang dilakukan Prihantini (2009) yang berjudul “Analisis Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar, ROA, DER, dan CR, terhadap Return Saham”. Variabel independen yang digunakan Inflasi, Nilai Tukar, Return On Asset (ROA), Debt to Equity Ratio (DER), dan Current Ratio (CR). Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel Current Ratio (CR) dan Return On Asset (ROA) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Return Saham, sedangkan variabel inflasi, nilai tukar rupiah, dan Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Return Saham. Penelitian yang dilakukan Sugiarto (2011) yang berjudul “Analisa Pengaruh Beta, Size Perusahaan, DER, dan PBV Ratio Terhadap Return Saham”. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Beta, Company Size, Debt to Equity Ratio (DER) dan Price to Book Value (PBV). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Beta tidak berpengaruh terhadap Return Saham. Variabel Size (ukuran) perusahaan dan Price to Book Value (PBV) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Return Saham, sedangkan Debt to Equity Ratio berpengaruh negatif dan signifkan terhadap Return Saham. Penelitian yang dilakukan Absari (2012) yang berjudul “Analisis Pengaruh Faktor Fundamental Perusahaan dan Risiko Sistematis Terhadap Return Saham”. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Likuiditas, Asset size, Debt to Equity Ratio (DER), Return on Equity (ROE), Earning per Share (EPS), Price Earning Ratio (PER) dan Beta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Earning per Share (EPS) dan Beta berpengaruh positif dan signifikan terhadap Return Saham, sedangkan likuiditas, Asset size, Debt to Equity Ratio (DER), Return on Equity (ROE) dan Price Earning Ratio tidak terbukti berpengaruh terhadap
23
return saham. Penelitian yang dilakukan Malintan (2012) dengan judul “Pengaruh Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Price Earning Ratio, dan Return On Asset terhadap Return Saham Perusahaan Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2005-2010”. Penelitian ini menggunakan variabel Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), Price Earning Ratio (PER), dan Return On Asset (ROA). Penelitian menunjukkan bahwa variabel Price Earning Ratio (PER), dan Return On Asset (ROA) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Return Saham, sedangkan variabel Current Ratio (CR), dan Debt to Equity Ratio (DER) tidak berpengaruh terhadap Return Saham. Penelitian yang dilakukan Wibowo (2013) dengan judul “Analisis Pengaruh Variabel Fundemantal, Risiko Sistematik, dan Jenis Perusahaan terhadap Return Saham”. Penelitian ini menggunakan variabel Return On Asset (ROA), Debt to Equity Ratio (DER), Earning per Share (EPS), Inflasi, dan Jenis Industri. Penelitian ini menunjukkan bahwa Debt to Equity Ratio (DER), Earning per Share (EPS), dan Jenis Industri berpengaruh positif dan signifikan terhadap Return Saham, sedangkan variabel Return On Asset (ROA), dan Inflasi tidak berpengaruh terhadap Return Saham. Faktor fundamental perusahaan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap return saham. Faktor undamental yang terdiri dari Return On Asset (ROA) dan Price to Book Value (PBV) terbukti berpengaruh signifikan terhadap return saham (Hardiningsih, dkk;2002). Perubahan return saham dipengaruhi oleh variabel – variabel return on asset (ROA), Price to Book Value (PBV), earning per share (EPS) dan nilai tukar. Sedangkan variabel Debt to Equity Ratio (DER) terbukti tidak mempunyai pengaruh yanbg signifikan (Martoni ;2009). Hasil yang
24
berbeda ditunjukkan Rohmah dan Rina (2004) menyatakan bahwa variable Economic Value Added (EVA), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE) dan Return On Sales (ROS) baik secara simultan maupun parsial tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap return pemegang saham. Ratnawati (2009) menunjukkan hasil bahwa variable Debt To Equity Ratio (DER) dan Beta berpengaruh signifikan terhadap return saham sedangkan variable Return On Equity (ROE), Price To Book Value (PBV), Earning Per Share (EPS) tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham. 2.2
Landasan Teori 2.2.1
Pengertian Investasi Investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumberdaya lain yang dilakukan pada saat ini dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan di masa datang (Tandelilin, 2001). Menurut Hartono (2008) investasi merupakan suatu penundaan konsumsi sekarang yang dimasukkan ke dalam proses produksi yang efisien selama periode waktu tertentu yang hasilnya untuk konsumsi dimasa mendatang. Seorang investor membeli saham saat ini dengan harapan memperoleh keuntungan dari kenaikan harga saham ataupun sejumlah dividen di masa yang akan datang. Menurut Tandelin (2001), investasi terdiri dari dua bagian utama, yaitu: investasi dalam bentuk aktiva riil (real assets) dan investasi dalam bentuk surat-surat berharga atau sekuritas (marketable
25
securities atau financial assets). Investasi riil merupakan aktiva berwujud atau aset nyata seperti rumah, tanah, emas, dan mesinmesin. Sedangkan investasi finansial melibatkan surat-surat berharga, misalnya deposito, saham, ataupun obligasi yang pada dasarnya merupakan klaim atas aktiva riil yang dikuasai oleh suatu entitas Tujuan dari investasi secara umum adalah meningkatkan kesejahteraan investor. Kesejahteraan dalam hal ini adalah kesejahteraan yang dapat diukur dengan penjumlahan pendapatan saat ini ditambah nilai saat ini pendapatan masa datang. Menurut Tandelilin (2001) secara khusus tujuan investasi yaitu: a.
Mendapatkan kehidupan yang lebih layak di masa datang Seseorang
yang
bijaksana
akan
berfikir
bagaimana
meningkatkan taraf hidupnya dari waktu ke waktu atau setidaknya berusaha bagaimana mempertahankan tingkat pendapatannya yang ada sekarang agar tidak berkurang dimasa yang akan datang. b.
Mengurangi tekanan inflasi dengan melakukan investasi dalam pemilikan perusahaan seseorang dapat menghindarkan diri dari risiko penurunan nilai kekayaan atau hak miliknya akibat adanya pengaruh inflasi.
c.
Dorongan untuk menghemat pajak beberapa negara di dunia banyak melakukan kebijakan yang bersifat mendorong
26
tumbuhnya investasi di masyarakat melalui pemberian fasilitas perpajakan kepada masyarakat yang melakukan investasi. 2.2.2
Saham Pilihan Investasi Saham (stock atau share) dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau pemelikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas Saham berwujud selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut. Porsi kepemilikan ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan di dalam perusahaan tersebut (Darmadji dan Fakhruddin, 2006). Menurut Riyanto (2001) saham adalah tanda bukti pengambilan bagian atau peserta dalam suatu Perseroan Terbatas (PT), sedangkan menurut Husnan (2005) saham menunjukan bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT). Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan modal seseorang atau pihak (badan usaha) dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Dengan menyertakan modal tersebut, maka pihak tersebut memiliki klaim (hak tagih) atas pendapatan perusahaan, klaim atas asset perusahaan, dan berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) (www.idx.co.id). Saham merupakan surat berharga yang paling popular dan dikenal luas di masyarakat. Ditinjau dari segi kemampuan dalam hak tagih
27
atau klaim, maka saham terbagi atas (Darmadji dan Fakhruddin, 2006): 1.
Saham biasa (common stock), yaitu saham yang menempatkan pemiliknya pada posisi paling junior dalam pembagian dividen dan hak atas harta kekayaan perusahaanapabila perusahaan tersebut dilikuidasi setelah perusahaan melunasi kewajiban hutangnya.
2.
Saham preferen (preferred stock), yaitu saham yang memiliki karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa, karena bisa menghasilkan pendapatan tetap (seperti bunga obligasi), tetapi juga bisa tidak mendatangkan hasil seperti yang dikehendaki investor.
2.2.3
Konsep Return dalam Saham Return saham adalah tingkat keuntungan yang dinikmati oleh pemodal atas suatu investasi saham yang dilakukan (Ang, 1997). Return yang diterima oleh seorang pemodal yang melakukan investasi tergantung dari instrumen investasi yang dibelinya atau ditransaksikan. Menurut Hartono (2008) return saham dibedakan menjadi dua yaitu return realisasi (realized return) dan return ekspektasi (expected return). Return realisasi (realized return) merupakan return yang sudah terjadi yang dihitung berdasarkan data historis dan digunakan sebagai salah satu alat pengukur kinerja perusahaan,
28
sedangkan return ekspektasi (expected return) merupakan return yang diharapkan akan diperoleh oleh investor di masa mendatang. Berbeda dengan return realisasi (realized return) yang sifatnya sudah terjadi, return ekspektasi (expected return) sifatnya belum terjadi. Return realisasi (realized return) penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja keuangan dan juga berguna sebagai dasar penentuan return ekspektasi (expected return) dan risiko di masa mendatang. Dalam melakukan investasi investor dihadapkan pada ketidakpastian (uncertainty) antara return yang akan diperoleh dengan risiko yang akan dihadapinya. Semakin besar return yang diharapkan akan diperoleh dari investasi, semakin besar pula risikonya, sehingga dikatakan bahwa return ekspektasi memiliki hubungan positif dengan risiko (Hartono, 2008). Menurut Tandelilin (2001) return saham terdiri dari dua komponen yaitu, capital gain (loss) dan yield. Capital gain (loss) merupakan kenaikan (penurunan) harga suatu saham yang bisa memberikan keuntungan (kerugian) bagi investor. Yield merupakan komponen return yang mencerminkan aliran kas atau pendapatan yang diperoleh secara periodik dari suatu investasi saham. Menurut Hartono (2008) return saham merupakan pengukuran harga saham pada tahun t dengan harga saham tahun sebelumnya kemudian dibagi dengan harga saham sebelumnya.
29
Rumus untuk menghitung Return Saham adalah sebagai berikut (Hartono, 2008) Rit =
Pt – Pt-1 Pt-1
2.2.4
Rit
= Return saham masing-masing perusahaan
Pt
= Harga saham masing-masing perusahaan pada t
Pt-1
= Harga saham masing-masing perusahaan pada t-1
Laporan Keuangan Menurut Brigham dan Houston (2009) laporan keuangan melaporkan baik posisi perusahaan pada waktu tertentu maupun operasinya selama beberapa periode yang lalu. Akan tetapi, nilai riil dari laporan keuangan adalah fakta bahwa laporan keuangan dapat digunakan untuk membantu memprediksi laba dan dividen di masa depan. Dari sudut investor, analisis laporan keuangan digunakan untuk memprediksi masa depan, sedangkan dari sudut pandang manajemen analisis laporan keuangan digunakan untuk membantu mengantisipasi kondisi di masa depan dan yang lebih penting sebagai titik awal untuk perencanaan tindakan yang akan memengaruhi peristiwa di masa depan. Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas satu perusahaan dengan pihak-
30
pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas tersebut (Munawir, 2007). 2.2.5
Analisis Fundamental Investor dapat dilakukan melalui pendekatan fundamental, sedangkan risiko sistematis (market risk) dapat mengurangi besarnya tingkat keuntungan yang akan diperoleh investor Penilaian kewajaran harga saham yang terbentuk di pasar modal oleh Menurut Darmadji dan Fakhrudin (2003) analisis fundamental merupakan analisis yang berbasis pada berbagai data riil untuk mengevaluasi atau memproyeksi nilai suatu saham. Analisis fundamental merupakan analisis yang berhubungan dengan faktor fundamental perusahaaan. Faktor fundamental perusahaan berasal dari kinerja keuangan perusahaan dari tahun ke tahun seperti tingkat penjualan dan laba perusahaan, siklus perusahaan, dan rasio-rasio keuangan perusahaan (Fabozzi, 2001). Analisis fundamental berlandaskan kepercayaan bahwa nilai saham dipengaruhi oleh kinerja keuangan perusahaan
yang
menerbitkannya.
Jika
kinerja
perusahaan
meningkat maka harga saham akan merefleksikannya melalui peningkatan harga saham tersebut (Husnan, 2005). Menurut Tandelilin (2010) analisis fundamental merupakan analisis saham yang dilakukan dengan mengestimasi nilai intrinsik saham berdasar informasi fundamental yang telah dipublikasikan perusahaan (seperti laporan keuangan, perubahan dividen, dan
31
lainnya) untuk menentukan keputusan menjual atau membeli saham. Analisis fundamental mencari hubungan antara harga saham dengan kondisi perusahaan, dengan kata lain saham mewakili nilai perusahaan. Jika prospek suatu perusahaan sangat kuat dan baik, maka harga saham perusahaan tersebut diperkirakan akan merefleksikan kekuatan tersebut dan harganya akan meningkat (Ang, 1997). Menurut Sihombing (2008) terdapat empat tujuan utama untuk mempelajari analisis fundamental perusahaan. Keempat tujuan itu adalah sebagai berikut : a. Untuk membuat proyeksi usaha perusahaan di masa depan. b. Untuk melakukan evaluasi terhadap sebuah saham dan datang. c. Untuk melakukan
evaluasi
terhadap kinerja manajemen
perusahaan serta membuat keputusan internal. d. Memperkirakan risiko yang mungkin muncul terhadap sebuah perusahaan. Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa analisis fundamental merupakan analisis yang mempelajari faktor fundamental perusahaan seperti laporan keuangan perusahaan yang tercermin dalam rasio-rasio keuangan perusahaan, dengan tujuan untuk mengevaluasi atau memproyeksi nilai suatu saham, menganalisis kinerja keuangan perusahaan dengan mengetahui
32
kekuatan atau kelemahan perusahaan, dan menentukan keputusan investasi untuk menjual atau membeli saham. 2.2.6
Analisis Rasio Keuangan Analisis Rasio Keuangan merupakan bentuk atau cara yang umum digunakan dalam analisis laporan finansial. Rasio merupakan alat yang dinyatakan dalam artian relatif maupun absolut untuk menjelaskan hubungan tertentu antara faktor yang satu dengan faktor yang lain dengan dari suatu laporan finansial. Rasio dapat dihitung berdasarkan financial statement yang terdiri dari neraca (balance sheet) dan rugi-laba (income statement). Manfaat analisis rasio pada dasarnya tidak hanya berguna bagi kepentingan intern perusahaan melainkan juga bagi pihak luar. (pancawati dkk, 2001). Menurut Husnan (1992) (dalam fitri dkk, 2007), analisis rasio keuangan pada umumnya melibatkan dua jenis perbandingan, yaitu: 1. Perbandingan internal yang membandingkan rasio saat ini
dengan rasio masa lalu dan yang diharapkan di masa yang akan datang untuk perusahaan yang sama. 2. Perbandingan eksternal yang membandingkan rasio suatu
perusahaan dengan perusahaan lain yang sejenis atau dengan ratarata industry pada titik yang sama. Setiap laporan keuangan yang dibentuk memiliki tujuan yang ingin dicapai oleh masing-masing perusahaan. Rasio finansial dapat dikelompokkan dalam 4 kelompok yaitu Liquidty, debt,
33
profitability dan coverage ratio. Diantara empat jenis rasio yang dapat memberikan informasi yang cukup untuk mempertimbangkan kondisi keuangan dan kinerja perusahaan. Lain halnya jika melakukan analisis dengan satu kelompok rasio, analisis dapat mempertimbangkan kelayakannya, Ang (1997) mengelompokkan rasio keuangan berdasarkan ruang lingkup dan tujuan yang diinginkan menjadi 5 yaitu likuiditas, aktivitas, solvabilitas, rentabilitas (profitabilitas), dan rasio pasar. Secara garis besar pengelompokan rasio keuangan berdasarkan kedua pendapatan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Rasio
likuiditas (liquity ratios) dapat digunakan dalam
mempertimbangkan kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban jangka pendeknya. Rasio likuiditas terdiri atas current ratio, acid test ratio dan net working capital 2. Rasio aktivitas (activity ratios). Rasio ini menunjukkan
kemampuan serta efisiensiperusahaan dalam memanfaatkan aktiva yang dimilikinya atau perputaran (turnover) dan aktiva tersebut. Rasio aktivitas terdiri atas total asset turnover, fixed asset turnover, account receivable turnover, inventory turnover, average collection period dan day’s dales in inventory. 3. Rasio solvabilitas (solvency ratios) dan sering disebut leverage
ratio digunakan untuk menganalisis kemampuan likuiditas perusahaan jangka panjang (kemampuan perusahaan membayar
34
hutang jangka panjang) yang meliputi debt ratio, debt to net worth ratio, debt to equity ratio, cash flow to net income, cash flow to total liabilities ratio dan cash flow to long term debt ratio. 4. Rentabilitas atau profitabilitas (profitability ratio). Jenis rasio ini
menunjukkan keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan
dibedakan
menjadi
dua
yaitu
rasio
yang
menunjukkan profitability dalam hubungannya dengan sales dan dalam hubungannya dengan investment. Kedua rasio tersebut secara bersama – sama menyatakan efisiensi perusahaan. Profitability perusahaan dalam kaitannya dengan sales dapat ditunjukkan dengan gross profit margin dan net profit margin. Sedangkan profitability berkaitan dengan investment ditunjukkan dengan rate of return on equity (ROE) dan return on asset (ROA). 5. Rasio pasar (market ratio), rasio ini menunjukkan informasi
penting perusahaan yang diungkapkan dalam basis per saham. Rasio ini dibagi 7 jenis yaitu dividend yield, dividend per share, earning per share, dividend payout ratio, price earning ratio, book value per share dan price book value. Dalam penelitian ini analisis rasio keuangan yang digunakan
adalah
Pertama,
rasio
profitabilitas
yang
menggambarkan tingkat laba yang diperoleh perusahaan dengan tingkat investasi yang ditanamkan, diantaranya Return On Assets (ROA) dan Net Profit Margin (NPM) dan Gross Profit Margin
35
(GPM). Kedua, rasio pasar yang menggambarkan harapan-harapn investor terhadap investasi yang ditanamkan, yaitu Price Earning Ratio (PER). 2.2.6.1
Return On Asset (ROA) Return On Assets (ROA) sering juga disebut sebagai Return On Investment (ROI) yang digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan
dengan
memanfaatkan
aktiva
yang
dimilikinya. Menurut Hanafi dan Halim (2009) Return on Assets (ROA) merupakan rasio keuangan perusahaan yang berhubungan dengan profitabilitas mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan atau laba pada tingkat pendapatan, aset dan modal saham tertentu. Return On Asset (ROA) merupakan salah satu rasio profitabilitas yang digunakan untuk menggambarkan sejauh mana kemampuan aset-aset yang dimiliki perusahaan bisa menghasilkan laba (Tandelilin, 2001). Dengan mengetahui Return On Asset (ROA), kita dapat menilai apakah perusahaan telah efisien dalam menggunakan aktivanya dalam kegiatan operasi untuk menghasilkan keuntungan. Pengukuran kinerja keuangan perusahaan dengan Return On Asset (ROA) menunjukkan kemampuan atas modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva yang
36
dimiliki untuk menghasilkan laba. Return On Asset diperoleh dengan cara membandingkan laba bersih setelah pajak terhadap total aset. Return On Asset (ROA) yang negatif disebabkan laba perusahaan dalam kondisi negatif atau rugi, hal ini menunjukkan bahwa kemampuan modal yang diinvestasikan secara keseluruhan belum mampu untuk menghasilkan laba. Return On Asset (ROA) merupakan rasio profitabilitas
yang
menggambarkan
kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba atas total asset yang dimiliki perusahaan (Fakhruddin, 2008). Semakin besar Return On Asset (ROA) suatu perusahaan, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai perusahaan tersebut dan semakin baik perusahaan tersebut dari segi penggunaan aset. Rumus untuk menghitung Return On Asset (ROA) adalah sebagai berikut (Kasmir, 2008): Earning After Tax ROA =
Total Asset 2.2.6.2
Price Earning Ratio (PER) Price Earning Ratio (PER) merupakan rasio antara harga saham dengan pendapatan setiap lembar saham, dan merupakan indikator perkembangan atau pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang (prospects of the
37
firm). Semakin tinggi rasio PER, semakin tinggi pertumbuhan laba yang diharapkan oleh pemodal. Dalam Husnan
dan
Pudjiastuti
(2004)
rasio
PER
dapat
diformulasikan sebagai berikut : Harga Saham PER = Laba per Lembar saham Rasio ini menunjukkan seberapa tinggi suatu saham dibeli oleh investor dibandingkan dengan laba per lembar saham. Kalau PER perusahaan tinggi, berarti saham perusahaan dapat memberikan return yang besar bagi investor (Dharmastuti F, 2004). Sedangkan menurut Tendi dkk (2005), Price Earning Ratio merupakan rasio antara harga saham dengan pendapatan setiap lembar saham, dan merupakan indikator perkembangan atau pertmbuhan perusahaan di masa yang akan datang. Price Earning Ratio memiliki hubungan positif dengan harga saham, sehingga jika price earning ratio meningkat maka harga saham juga akan semakin besar, begitu juga tingkat pengembalian investasi saham, dan sebaliknya. Menurut Tendy dkk (2005) dan Mila Christanty (2009) PER berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham.
38
2.2.6.3
Net Profit Margin (NPM) Menurut Alexandri (2008: 200) Net Profit Margin (NPM) adalah rasio yang digunakan untuk menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bersih setelah dipotong pajak. Menurut Bastian dan Suhardjono (2006: 299) Net Profit Margin adalah perbandingan antara laba bersih dengan penjualan. Semakin besar NPM, maka kinerja perusahaan akan semakin
produktif,
sehingga
akan
meningkatkan
kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut. Rasio ini menunjukkan berapa besar persentase laba bersih yang diperoleh dari setiap penjualan. Semakin besar rasio ini, maka dianggap semakin baik kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba yang tinggi. Hubungan antara laba bersih sesudah pajak dan penjualan bersih menunjukkan kemampuan manajemen dalam mengemudikan perusahaan secara cukup berhasil untuk menyisakan margin tertentu sebagai kompensasi yang wajar bagi pemilik yang telah menyediakan modalnya untuk suatu resiko. Hasil dari perhitungan mencerminkan keuntungan netto per rupiah penjualan. Para investor pasar modal perlu mengetahui kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Dengan mengetahui hal tersebut
39
investor dapat menilai apakah perusahaan itu profitable atau tidak. Menurut Sulistyanto angka NPM dapat dikatakan baik apabila > 5 %. NPM dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
NPM = 2.2.6.4
Laba Bersih setelah Pajak Penjualan Bersih
Gross Profit Margin (GPM) Menurut
(Kasmir,
2010:234)
Ratio
Gross
Profit
mencerminkan atau menggambarkan laba kotor yang dapat dicapai setiap rupiah penjualan, atau bila ratio ini dikurangkan
terhadap
angka
100%
maka
akan
menunjukkan jumlah yang tersisa untuk menutup biaya operasi dan laba bersih. Data Gross Profit Margin Ratio dari beberapa periode akan dapat memberikan informasi tentang kecenderungan Gross Profit Margin Ratio yang diperoleh dan bila dibandingkan standar ratio akan diketahui apakah margin yang diperoleh perusahaan sudah tinggi atau sebaliknya. Gross Profit Margin digunakan untuk mengetahui presntase laba dari kegiatan usaha murni dari bank yang bersangkutan setelah dikenai biaya – biaya. Rasio ini dapat di formulasikan sebagai berikut. Penjualan Bersih – Harga Pokok Penjualan GPM = Penjualan Bersih
40
2.2.7
Struktur Modal 2.2.7.1
Pengertian Struktur Modal Menurut Brigham dan Houston (2011), modal merupakan
instrumen
yang
paling
penting
dalam
menunjang pertumbuhan perusahaan. Modal diperlukan untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan, dan mendanai investasi untuk memperluas usahanya. Dalam laporan posisi keuangan (balance sheet) perusahaan, modal dapat terlihat di seluruh sisi kanan balance sheet, yang merupakan
kombinasi
dari
liabilitas
dan
ekuitas
perusahaan. Sedangkan penggunaan modal dapat dilihat di sisi kiri balance sheet, yang merupakan aset perusahaan. Modal perusahaan dapat berupa modal asing maupun modal sendiri. Modal asing merupakan modal yang didapat bukan dari pemilik perusahaan. Modal asing dapat dilihat pada bagian liabilitas, yaitu terdiri dari utang jangka pendek utang jangka menengah, dan utang jangka panjang. Modal sendiri merupakan modal yang berasal dari pemilik perusahaan. Modal sendiri dapat dilihat pada bagian ekuitas, yaitu terdiri dari modal saham, cadangan, dan laba ditahan. Modal juga dapat dibedakan menjadi modal internal dan eksternal. Modal internal adalah modal yang bersumber dari dalam perusahaan. Laba ditahan merupakan
41
contoh dari modal internal. Sedangkan modal eksternal adalah modal yang berasal dari luar perusahaan. Contoh dari modal eksternal adalah modal saham dan utang. Struktur Modal (capital structure) merupakan kombinasi utang dan ekuitas dalam struktur keuangan jangka panjang perusahaan (Brigham dan Houston, 2011). Sementara menurut Riyanto (2001) Struktur Modal adalah pembelanjaan
permanen
yang
mencerminkan
pertimbangan atau perbandingan antara utang jangka panjang
dengan
modal
sendiri.
Struktur
Modal
menunjukkan proporsi atas penggunaan utang untuk membiayai investasinya, sehingga dengan mengetahui Struktur Modal, investor dapat mengetahui keseimbangan antara risiko dan tingkat pengembalian investasinya. Margaretha dan Ramadhan (2010), juga mengemukakan bahwa Struktur Modal (capital structure) suatu perusahaan merupakan gabungan modal sendiri (equity) dan utang perusahaan (debt). Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa Struktur Modal merupakan proporsi antara utang dan ekuitas yang digunakan sebagai sumber pendanaan perusahaan. Salah satu komponen dari Struktur Modal adalah utang. Menurut Brigham dan Houston (2011) penggunaan utang memiliki beberapa
42
keuntungan dan kerugian utama. Keuntungan pertama dari utang adalah beban bunga yang dibayar perusahaan atas utang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak (tax deductible), sedangkan dividen yang dibayar perusahaan tidak dapat dikurangkan. Keuntungan kedua adalah return yang
dibayarkan
kepada
kreditur
tetap,
sehingga
perusahaan tidak perlu membagikan labanya kepada kreditur melebihi nominal yang telah ditetapkan apabila perusahaan benar-benar sukses. Kerugian utama atas penggunaan utang adalah meningkatnya risiko perusahaan dan jika perusahaan jatuh pada masa sulit hingga arus kas dari aktivitas operasinya tidak mampu menutup beban bunga yang terjadi, perusahaan tersebut akan dinyatakan bangkrut. Struktur modal dilihat dari hutang jangka panjangnya saja, hal ini dikarenakan hutang jangka panjang bersifat tetap selama jangka waktu yang relatif panjang atau lama sehingga hutang jangka panjang ini perlu lebih diperhatikan oleh para manajer keuangan (Mardiyanto, 2009: 258). Penjelasan tersebut menyimpulkan bahwa dalam perhitungan struktur modal hanya menggunakan
43
hutang jangka panjang sehingga hutang jangka pendek tidak digunakan. Struktur modal sendiri memiliki tujuan yang penting. Tujuan manajemen struktur modal adalah menciptakan bauran sumber dana permanen sedemikian rupa agar mampu memaksimalkan harga saham dan agar tujuan manajemen keuangan untuk memaksimalkan nilai perusahaan tercapai (Sawir, 2004: 43). Besar kecilnya angka rasio struktur modal menunjukkan banyak sedikitnya jumlah pinjaman jangka panjang dari pada modal sendiri yang diinvestasikan pada aktiva tetap yang digunakan untuk memperoleh laba operasi. Menurut Brigham dan Houston (2011: 155) struktur modal yang optimal merupakan struktur modal yang akan memaksimalkan harga saham perusahaan. Setiap perusahaan harus mampu menentukan Struktur Modal yang optimal yang dapat meningkatkan nilai perusahaan. Struktur Modal yang optimal dapat diukur dengan menggunakan Debt to Equity Ratio. Debt to Equity Ratio (DER) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar total aset yang dimiliki perusahaan dibiayai dengan penggunaan utang, sehingga dengan rasio ini dapat mengetahui seberapa bagus kondisi suatu perusahaan.
44
Apabila rasio utang semakin rendah, maka semakin bagus kondisi perusahaan tersebut karena hanya sebagian kecil aset perusahaan yang dibiayai dengan utang. Struktur modal adalah poin penting yang harus diperhatikan oleh perusahaan karena baik buruknya struktur modal akan mempunyai efek langsung terhadap posisi finansial perusahaan itu sendiri. Hal inilah yang mendorong perusahaan untuk berusaha menciptakan struktur modal yang optimal, dimana perusahaan meminimumkan hutang dalam struktur modalnya (Kesuma, 2009:38-39). Struktur modal dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Struktur Modal =
2.2.7.2
Hutang jangka panjang Total Ekuitas
Faktor yang Memengaruhi Struktur Modal Struktur modal memiliki empat faktor yang memengaruhistruktur modal suatu perusahaan. Keempat faktor tersebut adalah sebagai berikut (Brigham dan Houston, 2011: 155-156): 1. Risiko usaha, atau tingkat risiko yang inheren dalam operasiperusahaan jika perusahaan tidak menggunakan hutang. Makinbesar risiko usaha perusahaan, makin rendah rasio hutang optimalnya.
45
2. Posisi pajak perusahaan. Salah satu alasan utama digunakannyahutang adalah karena bunga merupakan pengurang pajak,selanjutnya menurunkan biaya hutang efektif. Akan tetapi, jikasebagian besar laba suatu perusahaan telah dilindungi dari pajak oleh perlindungan pajak yang berasal dari penyusutan, maka bunga atas hutang yang saat ini belum dilunasi, atau kerugian pajak yang dibawa ke periode berikutnya, akan menghasilkan tarif pajak yang rendah. Akibatnya, tambahan hutang tidak akanmemiliki keunggulan yang sama jika dibandingkan denganperusahaan yang memiliki tarif pajak efektif yang lebih tinggi. 3. Fleksibilitas
keuangan,
atau
kemampuan
untuk
menghimpun modal dengan persyaratan yang wajar dalam kondisi yang buruk. Bendahara perusahaan tahu bahwa pasokan modal yang lancar dibutuhkan oleh operasi yang stabil, selanjutnya memilikiarti yang sangat penting bagi keberhasilan jangka panjang. Mereka juga tahu bahwa ketika terjadi pengetatan uang dalam perekonomian, atau ketika suatu perusahaan sedang mengalami kesulitan operasional, akan lebih mudah untuk menghimpun hutang dibandingkan modal ekuitas, dan pihak pemberi pinjaman lebih bersedia untuk
46
mengakomodasi perusahaan yang memiliki neraca kuat. Jadi, potensi kebutuhan akan dana di masa depan dan konsekuensi kekurangan dana akan memengaruhi sasaran struktur modal. Semakin besar kemungkinan kebutuhan modal dan semakin buruk konsekuensi jika tidak mampu untuk mendapatkannya, maka makin sedikit jumlah hutang yang sebaiknya ada di dalam neraca perusahaan. 4. Konservatisme atau keagresifan manajerial. Beberapa manajer lebih agresif dibandingkan manajer lain, sehingga mereka lebih bersedia untuk menggunakan hutang yang sebaiknya ada didalam neraca perusahaan. 2.2.7.3
Teori Struktur Modal a.
Pecking Order Theory Pecking order theory adalah teori yang berdasarkan asumsi simetris dimana manajer lebih banyak mengetahui informasi tentang profitabilitas dan
prospek
perusahaan
dibandingkandengan
investor. Teori ini menyatakan bahwa perusahaan akan lebih memilih melakukan pendanaan melalui sumber internal dahulu kemudian kekurangannya diambilkan dari sumbereksternal. Perusahaan dapat mendanai dengan dana internal menggunakana laba
47
ditahan yang diinvestasikan kembali, tetapi jika diperlukan pendanaan eksternal, jalur resistensi terendah adalah hutang bukan ekiutas. Penerbitan hutang mempunyai dampak kecil pada harga saham. Ruang lingkup kesalahan penilaian hutang lebih kecil karena penerbitan hutang merupakan tanda yang tidak mengkhawatirkan investor. Berikut adalah penjabaran dari Pecking order theory (Brealey dkk,2008: 25): a. Perusahaan menyukai pendanaan internal, karena dana initerkumpul tanpa mengirimkan sinyal sebaliknya yang dapatmenurunkan harga saham. b. Jika dana eksternal dibutuhkan, perusahaan menerbitkan utang lebih dahulu dan hanya menerbitkan ekuitas sebagai pilihan terakhir. b.
Teori Pertukaran (Trade-off Theory) Teori Pertukaran atau Trade-off Theory adalah teori struktur modal yang menyatakan bahwa perusahaan menukar manfaat pajak dari pendanaan hutang dengan masalah yangditimbulkan oleh potensi kebangkrutan. Teori trade-off memperkirakan bahwa rasio
hutang
sasaran
akan
bervariasiantara
perusahaan satu dengan yang lain. Perusahaan dengan
48
aset berwujud dan aman serta laba kena pajak yang melimpah yang harus dilindungi sebaiknya memiliki rasio
sasaran
yang
tinggi.
Perusahaan
tidak
menguntungkan dengan aset tak berwujud yang berisiko sebaiknya bergantung pada pendanaan yang bersumber dari ekuitas. Secara keseluruhan teori trade-off tentang struktur modal memiliki tujuan yang baik. Teori ini menghindari prediksi ekstrim dan merasionalisasi rasio utang moderat. c.
Teori Sinyal (Signalling Theory) Modigliani dan Miller berasumsi bahwa setiap orang baik investor maupun manajer memiliki informasi
yang
sama
tentang
prospek
suatu
perusahaan. Hal ini disebut dengan informasi simetris (symmetric information). Namun pada kenyataannya manajer sering kali memiliki informasi yang lebih baik dibandingkan dengan investor. Hal ini disebut sebagai
informasi
information),
yang
asimetris akan
(asymmetric
berpengaruh
penting
terhadap struktur modal. Perusahaan dengan prospek yang lebih cerah memilih untuk tidak melakukan pendanaan melalui penawaran saham baru, sementara perusahaan dengan prospek yang kurang baik
49
menyukai pendanaan dengan ekuitas luar. Secara garis besar pengumuman penawaran saham biasanya dianggap sebagai suatu sinyal (signal) bahwa prospek perusahaan
kurang
cerah
menurut
penilaian
manajemennya. Sinyal (signal) adalah suatu tindakan yang diambil oleh manajemen suatu perusahaan memberikan petunjuk kepada investor tentang bagaimana manajemen menilai prospek perusahaan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa ketika perusahaan mengumumkan suatu penawaran saham baru, maka yang lebih sering terjadi harga saham akan cenderung turun. Masing-masing perusahaan memiliki
karakteristik
yang
berbeda
untuk
menentukan struktur modal perusahaan. Perusahaan akan berusaha untuk mencari struktur modal yang menghasilkan keseimbangan antara risiko dan pengembalian yang akan memaksimalkan harga saham. 2.3
Kerangka Pikir 2.3.1
Pengaruh Faktor Fundamental yang diproksikan dengan Return On Asset (ROA) terhadap Return Saham Return On Asset (ROA) merupakan salah satu rasio profitabilitas yang menunjukkan rasio antara laba bersih setelah
50
pajak terhadap total aset. Return On Asset (ROA) yang tinggi menunjukkan semakin efisien perusahaan dalam menggunakan asetaset yang dimilikinya untuk menghasilkan laba. Semakin besar Return On Asset (ROA) suatu perusahaan, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai perusahaan tersebut dan semakin baik perusahaan tersebut dari segi penggunaan aset. Oleh karena itu, perusahaan dengan Return On Asset (ROA) yang tinggi cenderung diminati oleh investor, sehingga investor tertarik untuk membeli saham perusahaan tersebut. Hal ini akan mengakibatkan permintaan saham perusahaan tersebut mengalami peningkatan. Perusahaan dengan Return On Asset (ROA) yang tinggi, menyebabkan permintaan atas saham perusahaan tersebut meningkat. Jika permintaan atas saham perusahaan meningkat, maka harga saham perusahaan tersebut dalam pasar modal cenderung meningkat. Dengan meningkatnya harga saham perusahaan tersebut, maka capital gain dari saham perusahaan tersebut juga mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena capital gain merupakan selisih antara harga saham periode saat ini dengan harga saham sebelumnya. Berdasarkan penjelasan di atas, maka Return On Asset (ROA) berpengaruh positif terhadap Return Saham.
51
2.3.2
Pengaruh Faktor Fundamental yang diproksikan dengan Price Earning Ratio (PER) terhadap Return Saham Menurut Gill (2004) PER mengukur seberapa banyak para investor bersedia membayar untuk rupiah dari laba yang di laporkan. Rasio ini menggambarkan ketersediaan investor membayar satu jumlah tertentu untuk setiap perolehan laba perusahaan. PER merupakan perbandingan antara harga pasar sutau saham dengan EPS dari saham yang bersangkutan. Makin besar PER suatu saham maka menyatakan saham tersebut semakin mahal terhadap pendapatan
bersih
per
saham
dan
merupakan
indikator
perkembangan atau pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang (prospects of the firm) Semakin tinggi rasio PER, semakin tinggi pertumbuhan laba yang diharapkan oleh pemodal. Dalam Husnsn dan Pudjiastuti (2004) rasio PER dapat diformulasikan sebagai berikut: Rasio ini menunjukkan seberapa tinggi suatu saham dibeli oleh investor dibandingkan dengan laba per lembar saham. Kalau PER perusahaan tinggi, berarti saham perusahaan dapat memberikan return yang besar bagi investor (Dharmastuti F, 2004). 2.3.3
Pengaruh Faktor Fundamental yang diproksikan dengan Profit Net Margin (NPM) terhadap Return Saham Profit Margin menghitung sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan
52
tertentu. Profit Margin yang tinggi menandakan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat penjualan tertentu. Profit Margin yang rendah menandakan penjualan yang terlalu rendah untuk tingkat biaya tertentu. Secara umum rasio yang rendah bisa menunjukkan ketidakefesienn manajemen. Artinya semakin besar rasio akan semakin baik, karena dianggap perusahaan mendapatkan laba kotor yang tinggi. Hal tersebut memberikan keyakinan terhadap para investor untuk memiliki saham perusahaan tersebut yang nantinya dapat meningkatkan return saham dimasa yang akan datang. Pernyataan ini didukung dari hasil penelitian yang dilakukan Astiti, et al. (2014) bahwa NPM berpengaruh terhadap return saham.Berdasarkan penjelasan di atas, maka Profit Net Margin (NPM) berpengaruh positif terhadap Return Saham. 2.3.4
Pengaruh Faktor Fundamental yang diproksikan dengan Gross Profit Margin (GPM) terhadap Return Saham. Profit Margin menghitung sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan tertentu. Profit Margin yang tinggi menandakan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat penjualan tertentu. Profit Margin yang rendah menandakan penjualan yang terlalu rendah untuk tingkat biaya tertentu. Secara umum rasio yang rendah bisa menunjukkan ketidakefesienn manajemen. Artinya semakin besar rasio akan semakin baik, karena dianggap perusahaan
53
mendapatkan laba bersih yang tinggi. Hal tersebut memberikan keyakinan terhadap para investor untuk memiliki saham perusahaan tersebut yang nantinya dapat meningkatkan return saham dimasa yang akan datang. Pernyataan ini didukung dari hasil penelitian yang dilakukan. 2.3.5
Pengaruh Struktur Modal (DER) dalam memperkuat atau memperlemah Return On Asset, Price Earning Ratio, Net Profit Margin, dan Gross Profit Margin terhadap Return Saham Pengoptimalkan struktur modal akan memaksimalkan harga saham perusahaan.. Kecilnya angka rasio struktur modal menandakan bahwa perusahaan tersebut memiliki modal sendiri yang lebih besar yang dapat digunakan untuk investasi pada aktiva tetap untuk memperoleh laba. Tetapi penggunaan hutang pada struktur modal juga perlu.
Ketika suatu perusahaan sedang
mengalami kesulitan operasional, akan lebih mudah untuk menghimpun hutang dibandingkan modal ekuitas, pihak pemberi pinjaman lebih bersedia untuk mengakomodasi perusahaan yang memiliki neraca kuat dan ketika target suatu perusahaan yang harus dicapai semakin besar, maka perusahaan tersebut membutuhkan dana yang semakin besar juga. Hal ini membuktikan bahwa baik buruknya struktur modal perusahaan akan mempengaruhi finansial, berarti perusahaan bisa membiayai kegiatan operasionalnya dengan menggunakan sumber pendanaan internal yang lebih banyak
54
dibandingkan
sumber
pendanaan
eksternalnya.
Berdasarkan
penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa besar atau kecilnya struktur modal dapat memperkuat hubungan antara ROA, PER, NPM dan GPM dengan return saham.
Gambar II. 1 Kerangka Penelitian
Return Of Asset (ROA) (X1)
H1
H2
Price Earning Ratio (PER) (X2) Return Saham (Y) H3
Net Profit Margin (NPM) (X3) H4 H7
Gross Profit Margin (GPM) (X4)
H6
H8
H5
Struktur Modal
2.4
Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran teoritis yang sudah digambarkan, maka dapat disimpulkan hipotesis dari pengaruh Return On Asset, Price Earning Ratio, Net Profit Margin, dan Gross Profit Margin terhadap Return
55
Saham dengan struktur modal sebagai variabel moderating, yaitu sebagai berikut : H1
: Faktor fundamental yang diproksikan dengan Return On Asset (ROA) berpengaruh terhadap Return Saham.
H2
: Faktor fundamental yang diproksikan dengan Price Earning Ratio (PER) berpengaruh terhadap Return Saham.
H3
: Faktor fundamental yang diproksikan dengan Net Profit Margin (NPM) berpengaruh terhadap Return Saham.
H4
: Faktor Fundamental yang diproksikan dengan Gross Profit Margin (GPM) berpengaruh terhadap Return Saham.
H5
: Struktur Modal (DER) mampu memoderasi pengaruh Return On Asset (ROA) terhadap Return Saham.
H6
: Struktur Modal (DER) mampu memoderasi pengaruh Price Earning Ratio (PER) terhadap Return Saham.
H7
: Struktur Modal (DER) mampu memoderasi pengaruh Net Profit Margin (NPM) terhadap Return Saham.
H8
: Struktur Modal (DER) mampu memoderasi pengaruh Gross Profit Margin (GPM) terhadap Return Saham.