BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoretis Penelitian ini menyajikan analisis percakapan sebagai wacana lisan untuk kepentingan interaksional yang berupa percakapan dalam bahasa Batak Toba dengan topik marhata pada upacara adat perkawinan Batak Toba. Istilah analisis percakapan digunakan untuk menggambarkan kegiatan yang disampaikan dari perspektif disiplin ilmu yang sangat luas. Eggin and Slade (1997:23) menyatakan bahwa terdapat beberapa perspektif dalam menganalisis percakapan sebagai interaksi lisan dalam kehidupan sehari-hari yaitu etnometodology, sociolinguistic, logico-philosophic, structural-functional, dan social semiotic. Dari
perspektif
etnometodology,
pendekatan
analisis
percakapan
merupakan bagian kajian wacana. Kajian sosiolingusitik merujuk pada tiga pendekatan, yaitu ethnography of Speaking, Interactional Sociolinguistics, dan Variation Theory. Logico-philosophic berhubungan dengan teori tindak tutur (Speech Acts) dan pragmatik (Pragmatics). Structural-functional menggambarkan dua pendekatan seperti Birmingham School dan Systemic Functional Linguistics, dan Social-Semiotic mengacu pada Critical Discourse Analysis.
2.1.1 Analisis Percakapan Analisis Percakapan merupakan bagian dari ilmu sosiologi, yang juga dinamakan ethnomethodology, yaitu studi terperinci bagaimana manusia mengatur
Universitas Sumatera Utara
atau mengelola kehidupan mereka sehari-hari. Teori analisis percakapan memfokuskan perhatiannya pada interaksi dalam percakapan seperti berbagai gerakan oleh komunikator dan bagaimana mereka mengelola dan mengatur urutan pembicaraan sebagaimana yang terlihat jelas pada perilakunya. Eggins and Slade (1994:25), dalam Anderson dan Sharrock, 1987) mengatakan bahwa analisis percakapan berfokus pada percakapan karena percakapan merupakan sumber yang mudah diperoleh untuk kajian budaya. Analisis percakapan merupakan salah satu pendekatan yang digunakan dalam menganalisis percakapan. Pada umumnya analisis percakapan mengkaji kegiatan-kegiatan sosial, bagaimana kegiatan-kegiatan tersebut dikoordinasikan atau disusun, bertujuan menjelaskan aturan, struktur, dan urutan bentuk interaksi. Fokus utama dalam aspek analisis percakapan adalah bagaimana percakapan bekerja, aturan-aturan apa yang dipatuhi, bagaimana struktur percakapannya, dan bagaimana urutan pola interaksi baik dalam percakapan institusi maupun dalam percakapan biasa. Analisis percakapan adalah kajian rekaman tentang percakapan dalam interaksi (talk-in-interaction) yang terjadi secara alamiah. Pada prinsipnya, analisis percakapan bertujuan untuk menemukan cara-cara partisipan mengerti dan menanggapi penuturan antara partisipan yang satu dengan yang lain dalam suatu gilir bicara, dengan menitikberatkan pada urutan perilaku. Hal itu berarti analisis percakapan dapat menemukan langkah-langkah yang tidak dapat diduga sebelumnya dan kompetensi sosiolinguistik yang mendasari produksi dan
Universitas Sumatera Utara
interpretasi percakapan yang urutan interaksinya teratur (Hutchby dan Wooffitt, 2008:12).
2.1.2 Etnography of Speaking Istilah etnography of speaking awalnya diperkenalkan oleh seorang pakar antropologi dan sekaligus pakar linguistik Amerika, Dell Hymes (dalam Gladwin, T. dan Sturtevant, W.,1982; juga dalam Fishman, J., 1968). Istilah itu kemudian diubah oleh penulisnya menjadi etnography of communication, karena istilah ini dianggap lebih tepat. Menurut Hymes para pakar ilmu sosial memisahkan diri dari isi tutur, dan pola penggunaan tutur (1974:126). Etnografi komunikasi akan mengisi kesenjangan itu dengan menambahkan hal lain (pertuturan atau komunikasi) terhadap topik-topik garapan bidang antropologi bagi pemerian etnografis, dan mengembangkan kajian linguistik. Linguistik yang lebih lengkap akan dikaitkan bagaimana penutur menggunakan struktur tersebut. Tradisi etnografi komunikasi yang dikembangkan oleh Hymes (1972) menggunakan pendekatan linguistik konteks budaya yang antara lain melihat tutur sebagai bagian dari interaksi sosial (1987:.4), memusatkan perhatian kepada alat-alat penutur tutur (means of speaker) yang mencakup informasi mengenai khasanah bahasa lokal, keseluruhan dari berbagai varietas, dialek, dan gaya yang dipakai dalam komunitas. Menurut Gumperz (1982), pakar etnografi komunikasi harus menyadari sepenuhnya, bahwa banyak penggunaan bahasa sebagaimana halnya tatabahasa, adalah “rule governed” (mengandung kaidah). Di dalam memilah-milah kaidah itu tidak boleh memisahkan bahasa dari kebudayaan,
Universitas Sumatera Utara
melainkan
melihat
peristiwa
tutur
sebagai
satuan-satuan
terikat,
yang
menggambarkan miniatur sistem sosial di mana norma dan nilai (value) merupakan variabel-variabel bebas yang terpisah dari bahasa. Menurut Hymes (1974) kemampuan berkomunikasi mencakup bagaimana seseorang melibatkan diri dalam percakapan sehari-hari maupun dalam peristiwa tutur lainnya. Peristiwa tutur mengacu kepada aktivitas yang dilakukan dengan menggunakan kaidah-kaidah penggunaan bahasa. Bentuk bahasa yang digunakan dipengaruhi oleh faktor situasional, misalnya, siapa yang berbicara, bagaimana bentuk bahasanya, kepada siapa, kapan, dimana, dan mengenai masalah apa.
2.1.3 Sosiolinguistik Interaksional Sosiolinguistik interaksional atau sosiolinguistik mikro adalah kajian yang mempelajari penggunaan bahasa sebagai sistem interaksi verbal di antara para penuturnya di dalam masyarakat (Appel 1976:22). Pendekatan
sosiolinguistik
merupakan bagian kajian dari antropologi, sosiologi, dan linguistik yang memfokuskan perhatian kepada tiga bidang yaitu budaya, masyarakat dan bahasa. Pendekatan ini dipelopori oleh Gumperz (1982) dan Goffman (1959). Ilmu sosiolinguistk mengacu kepada penggunaan data linguistik dan analisis dalam disiplin ilmu yang lain yang berhubungan dengan kehidupan sosial atau dengan kata lain ilmu sosiolinguistik merupakan kajian yang menggunakan data-data sosial dan menganalisisnya dalam ilmu linguistik. Para ahli sosiologi dan sosiolinguistik memberi perhatian pada penggunaan bahasa sehari-hari untuk membentuk dan memelihara hubungan sosial. Di dalam studi sosiolinguistik
Universitas Sumatera Utara
interaksional bahasa tidak hanya dipahami sebagai sistem tanda saja, tetapi juga dipandang sebagai sistem sosial, sistem komunikasi dan sebagai bagian dari kebudayaan masyarakat tertentu. Oleh karena itu, di dalam kajian bahasa dengan ancangan
sosiolinguistik
senantiasa
akan
memperhitungkan
bagaimana
pemakaiannya di dalam masyarakat yang dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu. Faktor-faktor sosial itu, antara lain : status sosial, tingkat pendidikan, umur, tingkat ekonomi, jenis kelamin dan sebagainya Para pakar sosiolinguistik memfokuskan kajian pada variasi bahasa dan juga perubahan bahasa, misalnya mereka tertarik dalam bagaimana fungsi berbicara dalam menunjukkan kelas sosial, gender, etnik, dan identitas sosial. Disamping itu, beberapa pakar sosiolinguistik tertarik dalam mengkaji percakapan dan monolog; bagaimana penutur menentukan gilir bicara, menentukan topik bicara, tindak tutur seperti perintah dan permintaan, dan juga bagian struktur percakapan seperti permulaan, tengah, dan akhir percakapan.
2.1.4 Pragmatik Analisis percakapan tidak dapat terlepas dari kajian pragmatik. Hal ini dipertegas oleh Levinson yang mengemukakan bahwa untuk mendapatkan pemahaman yang sangat mendasar tentang fenomena pragmatik, seseorang dapat mengkaji percakapan karena percakapan merupakan inti atau jenis prototype penggunaan bahasa yang paling mendasar. Berbagai aspek pragmatik ditunjukkan dengan jelas di dalam percakapan (Levinson, 1983: 284-285). Dengan demikian kajian tentang organisasi percakapan harus mempertimbangakan aspek pragmatik.
Universitas Sumatera Utara
Begitu pula halnya untuk menginterpretasikan pola-pola mekanisme turn-taking atau bagaimana para partisipan dalam percakapan berbagi giliran berbicara (turntaking) dan pasangan berdekatan dibutuhkan perangkat pragmatik untuk menganalisisnya, terutama yang berhubungan dengan tindak ujar. Pragmatik merupakan kajian arti atau makna yang timbul dalam pemakaian bahasa oleh pemakai bahasa. Untuk memahami makna pragmatik, penulis mendeskripsikan secara singkat tentang makna pragmatik yang dibuat oleh Yule (1996:3) sebagai berikut : 1. Pragmatik adalah kajian tentang arti yang disampaikan atau dikomunikasikan oleh pembicara (penulis) dan diinterpretasikan oleh pendengar atau pembaca (Pragmatics is the study of speaker meaning). 2. Pragmatik adalah upaya pengkajian makna atau upaya penafsiran atas apa yang petutur maksudkan dalam konteks tertentu, serta bagaimana konteks berpengaruh terhadap tuturan yang dihasilkan (Pragmatics of the study of contextual meaning). Dengan batasan ini, pragmatik mencakup makna yang dimaksud oleh pembicara (penulis) dan pendengar (pembaca).
Dengan kata lain, pragmatik mencakup
kajian makna yang dikomunikasikan oleh pemakai bahasa. Arti atau makna yang dikomunikasikan oleh pemakai bahasa (pembicara atau pendengar) melebihi dari makna yang terucap dalam ujaran atau dalam tulisan.
Ini berarti pragmatik
mengkaji makna ucapan dan tulisan yang terdapat dalam unit linguistik yang dapat berupa bunyi, kata, frase, klausa, paragraph, atau kalimat.
Universitas Sumatera Utara
Pragmatik adalah
ilmu yang mengkaji bahasa berdasarkan sifatnya
sebagai alat yang digunakan untuk berkomunikasi. Untuk mengkaji kebiasaan komunikasi di dalam suatu komunitas tutur, seorang peneliti harus mengamati unit-unit interaksi, yaitu situasi tutur (speech situation), peristiwa tutur (speech event), dan tindak tutur (speech act). Menurut Leech (1993: 8) makna pragmatik dapat didefinisikan dalam hubungannya dengan pemakai bahasa atau penutur atau lebih luas lagi dengan situasi-situasi ujar. Analisis pragmatik mempertimbangkan situasi tutur dan peristiwa tutur. Seperti diuraikan di atas bahwa pragmatik adalah studi kebahasaan yang terikat konteks. Untuk ini Leech (1983:2) mengungkapkan bahwa pragmatik mengkaji makna berdasarkan situasi tutur. Situasi tutur adalah situasi yang dikaitkan dengan tuturan dan tidak ada kaitannya dengan ilmu linguistik, misalnya upacara adat, pertengkaran, percintaan, dan sebagainya. Situasi tutur dalam penelitian ini adalah situasi upacara adat perkawinan Batak Toba. Peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat dan situasi tertentu. Peristiwa tutur berciri komunikatif dan terikat dengan aturan cara bertutur. Peristiwa tutur dapat terdiri atas satu atau lebih tindak tutur. Misalnya gurauan yang terjadi dalam suatu percakapan (peristiwa tutur) dan terjadi di dalam suatu pesta (situasi tutur). Dalam penelitian ini yang dianalisis adalah peristiwa tutur marhata dalam situasi tutur marhusip, marpudunsaut, dan marunjuk.
Universitas Sumatera Utara
Tuturan merupakan salah satu yang terpenting yang digunakan orang membuat kesan pribadi untuk dinilai orang lain, baik melalui apa yang dikatakannya dan cara dia mengatakannya. Tata cara bertutur (ways of speaking) mengandung gagasan, peristiwa komunikasi di dalam suatu komunitas mengandung pola-pola kegiatan tutur, sehingga kompetensi komunikatif seseorang mencakup pengetahuan tentang pola itu. Tata cara itu mengacu kepada hubungan antara peristiwa tutur dan tindak tutur. Pragmatik dalam kajian marhata dapat didefinisikan dengan kajian makna atau interpretasi makna bahasa tutur yang diucapkan oleh penutur bahasa Batak Toba (juru bicara dan penutur-penutur lain baik dari pihak laki-laki maupun dari pihak perempuan) dalam berinteraksi dengan beberapa situasi tutur upacara adat perkawinan Batak Toba untuk melihat cara-cara yang digunakan oleh penutur untuk mencapai tujuan.
2.1.5 Teori Tindak Tutur Teori Tindak Tutur dikemukakan oleh Austin (1962) dan Searle (1969) yang mengatakan bahwa bahasa tidak hanya digunakan untuk mendeskripsikan sesuatu tetapi untuk melaksanakan serangkaian kegiatan yang ditunjukkan dengan ujaran-ujaran. Tindak tutur merupakan salah satu fenomena kajian pragmatik. Tindak tutur merupakan bagian dari peristiwa tutur, dan peristiwa tutur menjadi bagian dari situasi tutur. Tindak tutur merupakan produk atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari komunikasi bahasa.
Universitas Sumatera Utara
Sebagaimana komunikasi bahasa yang dapat berwujud pernyataan, pertanyaan, dan perintah, tindak tutur juga dapat pula berwujud pernyataan, pertanyaan, dan perintah. Searle (1969:23-24) mengemukakan bahwa secara pragmatis terdapat tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur ,yaitu: 1) Tindak lokusi Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu (the act of saying something). Tindak tutur ini mengaitkan suatu pemberitahuan dengan satu keterangan. Dalam tindak tutur ini tidak dipermasalahkan maksud dan fungsi tuturan yang disampaikan si penutur, tetapi bermaksud untuk memberitahu petutur
keadaan
sebenarnya.
Penutur
semata-mata
hanya
untuk
menginformasikan sesuatu tanpa tendensi untuk melakukan sesuatu apalagi untuk mempengaruhi lawan tuturnya. 2) Tindak ilokusi yaitu tindak tutur untuk melakukan sesuatu (the act of doing something) dengan maksud dan fungsi tertentu. Pada tindak tutur ini, penutur mengucapkan kalimat tidak dimaksudkan untuk memberitahu penutur saja, tetapi ada keinginan petutur melakukan tindakan di balik tuturan tersebut. Tindak tutur ilokusi mempertimbangkan siapa penutur dan lawan tutur, kapan dan dimana tindak tutur itu terjadi, dan sebagainya. 3) Tindak perlokusi yaitu tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tutur (the act of affecting someone). Hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ungkapan itu pada pendengar sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat itu.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Ibrahim (1993:256), bagian universal teori tindak tutur berhubungan dengan beberapa topik, yaitu 1) struktur umum tindak tutur, 2) struktur umum urutan tindak tutur, 3) dampak institusional umum pada tindak tutur dan urutan tindak tutur, 4) klasifikasi umum tindak tutur, dan 5) kaidah umum untuk melaksanakan interaksi makna non-literal dari makna literal. Salah satu diantara keuniversalan yang dibahas dalam penelitian ini adalah klasifikasi umum yang terdiri dari 5 jenis yaitu deklaratif, representatif, ekspresif, direktif, dan komisif. Pendekatan yang berbeda untuk membedakan tipe tindak tutur tersebut dapat dilakukan pada struktur dasarnya. Menurut Yule (1996:54) dalam bahasa Inggris, struktur dasar kalimat terdiri atas kalimat deklaratif, interogatif, dan imperatif, sedangkan dilihat dari fungsi komunikasi, kalimat terdiri atas kalimat pernyataan, pernyataan, dan perintah/permintaan. Contoh: 1) a. You wear a seat belt.
(Declarative)
b. Do you wear a seat belt?
(Interrogative)
c. Wear a seat belt.
(Imperative)
Menurut Yule (1996:55), apabila ada hubungan langsung antara struktur dan fungsi maka disebut dengan tindak tutur langsung, dan apabila ada hubungan tidak langsung antara bentuk dan fungsi maka disebut tindak tutur tidak langsung. Deklaratif untuk membuat statement disebut ujaran langsung namun deklaratif untuk membuat permintaan disebut ujaran tidak langsung. 2) a. It‟s cold outside. b. I hereby tell you about the weather. c. I hereby request of you that you close the door.
Universitas Sumatera Utara
Ujaran 2a adalah bentuk deklaratif. Apabila deklaratif tersebut dibuat menjadi pernyataan (statement) seperti yang diparafrasekan dalam kalimat 2b, maka fungsinya adalah sebagai ujaran langsung. Dan apabila digunakan untuk perintah (command)/permintaan (request) seperti kalimat 2c, maka fungsinya berubah menjadi ujaran tidak langsung. Tidak ada tindak tutur yang dilaksanakan secara terpisah dan tidak ada tindak tutur yang mengikuti satu sama lain dalam urutan yang arbitrer. Pada umumnya benar bahwa tindak tutur diorganisir dalam pola wacana dengan variabel
tertentu,
misalnya
pertanyaan
menghendaki
jawaban,
usulan
menghendaki pertimbangan, dan permintaan maaf menghendaki pengakuan. Menurut Ibrahim (1993:260), konsep yang paling penting untuk berhubungan dengan urutan tindak tutur adalah giliran (turn), gerakan (move), pola tindak tutur, tipe unit dan wacana tutur yang kompleks. Ketika seorang partisipan berbicara atau membuat kontribusi dalam percakapan, dia dikatakan mengambil giliran. Giliran bisa terdiri dari ujaran minim yang tidak menyusun tindak tutur penuh tetapi bisa juga mengandung serangkaian tindak tutur. Giliran juga bisa tumpang tindih (overlap), tetapi terdapat kecenderungan untuk mengurangi situasi tersebut. Kemudian konsep gerakan (move) digunakan untuk mengkarakterisasi fungsi tindak tutur untuk meneruskan wacana. Dalam sebuah percakapan, kita dapat membedakan antara memulai percakapan (initiating), bereaksi (reacting), dan
juga
melanjutkan
(continuing).
Pertanyaan,
khususnya
memiliki
kecenderungan berfungsi sebagai memulai gerakan atau memulai percakapan.
Universitas Sumatera Utara
Sebaliknya, konfirmasi atau jawaban merupakan gerakan reaksi. Tindakan reaksi bisa bersifat menerima topik, menolak topik, dan netral. Sebuah tindak tutur merupakan potongan tuturan yang dikeluarkan sebagai bagian dari interaksi sosial. Penelitian ini
menganalisis percakapan sebagai
wacana lisan untuk kepentingan interaksional yang berupa percakapan dalam bahasa Batak Toba dengan topik marhata pada upacara adat perkawinan Batak Toba. Wacana yang demikian ini bersifat sangat unik. Alih tutur juga merupakan bagian dari sebuah percakapan, yang meliputi bagaimana cara mengambil alih gilir bicara dan bagaimana cara memberikan giliran bicara. Pola tindak tutur yang tidak kalah penting adalah pasangan berdekatan dalam pengertian yang dikemukakan oleh Sack, Schegloff dan Jefferson, seperti tanya-jawab, usulan-pertimbangan, pembukaan-penutupan percakapan. Tetapi seringkali juga terdapat pola-tiga-tempat (three-place-pattern) bahkan juga terdapat pola-empat-tempat (four-place-pattern). Berikut ini adalah contoh prosedur minimal pemahaman pola-tiga-tempat dari ujaran referensi, konfirmasi, dan rekonfirmasi yang diambil dari Ibrahim (1993:263). (1) A : Kuliahnya diadakan di ruang 14. (2) B : Ah, di ruang 14. (3) A : Benar, di ruang 14. Pernyataan terima kasih juga terdiri dari tindakan referensi, ucapan terima kasih, dan pengakuan. (1) A : menyampaikan bingkisan pada B: Ini hadiahnya. (2) B : terima kasih banyak.
Universitas Sumatera Utara
(3) A : Kembali. Contoh pertama di atas adalah pola tindak tutur universal, sedangkan contoh kedua dibatasi pada lingkungan kebudayaan tertentu. Pola yang dibatasi pada budaya hanya bisa ditemukan melalui pengkajian fenomena wacana tersebut secara nyata. Berikut ini contoh bahasa tutur prosedur minimal memulai percakapan dengan pola-empat-tempat (four-place-pattern) yang dimulai dengan gerakan ujaran pertanyaan, reaksi dengan konfirmasi, dan gerakan melanjutkan dengan ucapan terima
kasih, dan rekonfirmasi yang dapat dilihat dalam lingkungan
budaya Batak Toba pada pesta perkawinan saat marhata (berbicara). Panise (Penanya)
: Rajanami!Nunga boi hita manghatai? Tuan Raja! Sudah bisakah kita bicara?
Pertanyaan
Pangalusi (Penjawab)
: Dos ma rohanta. Satu hatilah kita.
Konfirmasi
Panise (Penjawab)
: Mauliate ma! Ia i do rajanami na liat na lolo. Ba manghatai ma hita rajanami. Terimakasihlah. Ya itulah Tuan Raja. Bicaralah kita Tuan Raja Terimakasih : Ima tutu raja ni boru. Rekonfirmasi Ya raja ni boru.
Pangalusi (Penjawab)
2.1.6 Linguistik Fungsional Sistemik Dalam perspektif Linguistik Fungsional Sistemik
(LFS), bahasa
merupakan sistem arti dan sistem lain (bentuk dan ekspresi) untuk merealisasikan arti. LFS ini merupakan suatu pendekatan yang dikemukakan oleh Halliday
Universitas Sumatera Utara
(1973) yang menggambarkan bentuk bahasa sebagai semiotik sosial yang dielaborasi menjadi interpretasi percakapan yang bersifat semantik fungsional. Pendekatan sistemik memberikan kontribusi yang besar terhadap analisis percakapan. Pertama, pendekatan sistemik dapat membuat bentuk bahasa yang sistematis, komprehensif, dan menyatu dimana pola/struktur percakapannya dapat dideskripsikan dan digambarkan pada tingkat analisis yang berbeda. Kedua, teori ini menghubungkan bahasa dan kehidupan sosial sehingga percakapan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sosial. Halliday (1994) mengemukakan bahwa dalam percakapan sehari-hari terdapat 3 ikatan makna, yakni makna ideasional, makna interpersonal, dan makna tekstual. Makna ideasional merujuk kepada topik yang sedang dibicarakan, kapan oleh siapa, dan bagaimana transisi topik dan penutup dibuat. Makna interpersonal berfokus kepada jenis hubungan peranan yang dilakukan melalui percakapan. Selanjutnya, makna tekstual adalah makna kohesi yang berbeda yang digunakan untuk merangkai percakapan. Makna interpersonal menunjukkan tindakan yang dilakukan terhadap pengalaman dalam interaksi sosial. Dalam makna tersebut, istilah aksi digunakan untuk melakukan sesuatu perbuatan atau aksi, seperti membuat pernyataan, pertanyaan, tawaran, dan perintah. Istilah ini setara dengan konsep speech function (Halliday 1994) dan tindak ujar (speech act) yang lazim digunakan dalam tata bahasa formal. Dalam analisis wacana berdasarkan interaksi, yang diuraikan adalah move yaitu ucapan yang dilakukan seseorang, fungsi dan peran apa yang dilakukan
Universitas Sumatera Utara
seseorang dalam percakapan. Misalnya, seseorang bertanya (k2) kepada orang lain karena orang lain punya informasi (k1). Dalam percakapan 1 (satu) ikatan hanya ada 3 (tiga) move seperti dalam contoh berikut. 1. k2 Λ k1 k2
A: Did you go to the party?
k1
B: Yes
2. k2 Λ k1 Λ k2f k2
A: Where did you go last week?
k1
B: Bali.
k2f A: Thank you. 3. k2 Λ k1 Λ k2f Λ k1f k2
A: When did you go to Bali?
k1
B: Last month.
k2f
A: Thank you.
k1f
B: My pleasure (You‟re welcome…)
2.2 Kajian Penelitian yang Relevan Hasil penellitian yang relevan mempunyai fungsi bagi peneliti, yaitu digunakan sebagai acuan untuk melakukan penelitian sebelumya, juga sebagai pembanding antara yang sedang diteliti dengan penelitian yang sebelumnya agar penelitian yang dihasilkan tidak sama. Di sini hanya akan dipaparkan beberapa penelitian sejenis yang relevan dengan permasalahan analisis percakapan.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian tentang analisis percakapan pernah dilakukan oleh Siagian (2009) yang berjudul ”Strategi Percakapan Bahasa Batak Toba dalam Acara JouJou Tano Batak”. Penelitian ini memberikan kontribusi dalam penentuan pola gilir bicara. Penelitian ini mengkaji bagaimana cara memulai dan mengakhiri percakapan, cara pengambilan giliran bicara, cara membetulkan ujaran-ujaran yang tidak jelas, cara mengembalikan dan mengalihkan topik, serta implikatur. Acara „Jou-Jou Tano Batak‟ adalah sebuah acara radio Karisma yang menggunakan BBT. Dalam acara ini terdapat percakapan antara penyiar dan pendengar yang bergabung melalui sambungan telepon. Data dikumpulkan dengan menggunakan metode simak, teknik rekam dan catat. Berdasarkan analisis yang dilakukan, strategi percakapan BBT dalam acara Jou-Jou Tano Batak ternyata memiliki sejumlah cara dalam mewujudkan percakapan yang lancar dan efektif. Penyiar dan pendengar juga memiliki kerja sama yang baik dalam mewujudkan percakapan yang baik. Penelitian lain ialah yang dilakukan oleh Matondang dan Hasibuan (2001) tentang teks dan analisis wacana lisan upacara perkawinan Angkola-Mandailing. Analisis wacana lisan upacara perkawinan Angkola-Mandailing memberikan kontribusi dalam sumber data penelitian yaitu dari Batak Toba. Data dikumpulkan dengan tehnik rekam dan dianalisis dengan menggunakan pasangan berdekatan (adjacency pairs), moves, reciprocal acts, topics, precondition, dan request for action. Dari analisis data ditemukan bahwa struktur wacana dalam gilir bicara (turn taking) dimulai dari suhut ‟yang punya hajat pesta‟, anak boru suhut ‟menantu yang punya hajat‟, pisang raut „ipar dari anak boru‟, paralok-alok
Universitas Sumatera Utara
„pesta musyawarah yang turut hadir‟, hatobangan „raja adat di kampung tersebut, raja torbing balok „raja adat dari kampong sebelah‟, dan raja panusunan bulung „raja di raja adat/pimpinan sidang‟. Topik percakapan dalam wacana lisan upacara perkawinan tersebut adalah ucapan terimakasih dan permohonan mengadakan sidang pesta, mengiring mora (pihak mertua), memberikan jawaban atas permintaan suhut, anak boru/pisang raut, menjawab permintaan, dan memutuskan sidang. Penelitian yang dilakukan oleh Yuliastanto (2007) berjudul “Analisis Percakapan Pada Penggunaan Bahasa Pedagang Keturunan Cina di Toko-Toko Sekitar Pasar Kadipolo Surakarta”. Situasi tutur memberikan kontribusi yang relevan dengan penelitian ini untuk membedakan hasil analisis percakapan dengan situasi tutur yang berbeda. Hasil analisisnya menyimpulkan bahwa analisis percakapan pada penggunaan bahasa pedagang keturunan Cina di toko-toko sekitar pasar Kadipolo mengemukakan situasi tutur yang digunakan pedagang keturunan Cina dengan pembelinya ada kesamaan untuk analisis. Persamaan tersebut antara lain sebagai berikut: a) lingkungan peristiwa tempat peristiwa tutur terjadi berada di toko yang lokasinya dekat pasar dan dalam pasar Kadipolo Surakarta, b) Dialek-dialek sosial berupa pola-pola dialek sosial yang digunakan sehubungan dengan kedudukan masing-masing penutur, yaitu penjual dan pembeli, c) Penerapan praktis dari penelitian sosiolinguistik merupakan topik yang membicarakan kegunaan penelitian, yaitu untuk mengetahui unsur-unsur pragmatik yang dapat menjembatani pemahaman percakapan.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian yang dilakukan oleh Pardede (2011) berjudul The Structure of Toba Batak Conversations. Teori utama yang digunakan untuk membedah masalah yang relevan dengan penelitian ini adalah Teori Analisis Percakapan alamiah oleh Sacks, Schegloff, dan Jefferson (1974). Data yang dianalisis adalah percakapan sehari-hari dalam bahasa Batak Toba sebagai data pembanding dengan data yang diambil dalam percakapan bahasa adat (marhata). Data dikumpulkan dengan merekam secara audio dan video melalui percakapan kasual. Data yang dianalisis ada 50 data yang terdiri dari 2 bagian: 40 data digunakan untuk menganalis pasangan berdekatan, dan 10 data digunakan untuk menganalisis gilir bicara. Data dianalisis berdasarkan analisis percakapan, yaitu analisis sekuensial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Pasangan berdekatan pertanyaan-jawaban dalam PBBT bukan merupakan komponen dasar dalam menentukan pembicara berikutnya, 2) Kealpaan jawaban, disamping berfungsi untuk melakukan perbaikan, ia juga digunakan untuk mengidentifikasi pasangan berdekatan salam-salam, 3) pasangan berdekatan pertanyaan-jawaban berubah menjadi salam-salam apabila jawaban kepada pertanyaan tidak informatif, 4) Pasangan berdekatan salam-salam yang dibangun oleh struktur horas-horas merupakan struktur yang unik dan tipikal karena merupakan komponen yang mendasar yang mampu bertindak sebagai pasangan selamat-selamat, berpisahberpisah, 5) Pasangan berdekatan panggilan-jawaban berubah menjadi salamsalam apabila panggilan tidak direspon dengan jawaban, 6) Pasangan berdekatan pertanyaan-jawaban, salam-salam, dan panggilan-jawaban adalah berhubungan, 7) Pasangan post-penawaran terjadi dalam percakapan bahasa Batak Toba, 8)
Universitas Sumatera Utara
Pasangan undangan mencakup tiga sekuen: perluasan awal, perluasan akhir, dan sekuen sisipan, 9) Pasangan tawaran dan undangan adalah berhubungan, 10) Pasangan tuduhan memiliki respon penolakan pada pasangan kedua sebagai yang diinginkan, 11) Pasangan pujian mempunyai respon penolakan yang dihaluskan pada pasangan kedua, 12) Pasangan keluhan mempunyai respon penolakan pada pasangan kedua sebagai yang diinginkan, diformulasikan dalam bentuk ketidakberpihakan, 13) Pasangan tuduhan, pujian, dan keluhan adalah berhubungan, 14) Kaidah pertama gilir-bicara (pembicara sekarang memilih pembicara berikut) tidak selalu dapat diaplikasikan dalam percakapan bahasa Batak Toba, 15) Kesenyapan panjang terjadi dalam percakapan yang terhenti sementara, 16) Akhir dari giliran yang diproyeksikan secara gramatikal, intonasional, dan semantikal terjadi dalam percakapan bahasa Batak Toba, 17) Kaidah gilir bicara dan organisasi seperti kesenyapan, percakapan tumpang tindih dan perbaikan dapat diaplikasikan dalam bahasa Batak Toba, 18) Gilir bicara tidak terikat secara kultural. Penelitian yang dilakukan oleh Ginting (2010) berjudul Sistem dan Struktur Percakapan dalam Bahasa Karo. Masalah penelitian ini dibedah dengan teori Linguistik Fungsional Sistemik yang berbeda dengan teori Analisis Percakapan berdasarkan fungsi Pragmatik. Data yang dianalisis adalah ujaran-ujaran yang terdapat dalam (1) kegiatan konteks situasi biasa yang mencakup situasi perkawinan dan situasi sehari-hari dan (2) dalam konteks situasi yang tidak biasa yang mencakup memasuki rumah baru dan kematian. Dalam tataran struktur percakapan sebagai realisasi dari sistem percakapan ditemukan sebagian struktur
Universitas Sumatera Utara
percakapan
yang
bermarkah/berbeda
dan
struktur
pengembangan
yaitu
pengembangan dari struktur yang tidak bermarkah. Lazimnya struktur percakapan memberi dan meminta informasi adalah k1 dan k2, dalam bahasa Karo selain kedua struktur tersebut terdapat struktur percakapan k1(a2) dan k2 (a2) dalam memberi dan meminta informasi. Penelitian yang dilakukan oleh Pardede (2012) berjudul Turn Taking in Conversation Analysis. Teori utama yang digunakan untuk membedah masalah yang relevan dengan penelitian ini adalah Teori Gilir Bicara oleh Sacks, Schegloff, dan Jefferson (1974). Data yang dianalisis adalah ujaran-ujaran penutur bahasa Batak Toba di percakapan di rumah-rumah, kedai kopi dengan menggunakan pendekatan analisis percakapan sebagai unit dasar dalam percakapan. Data dianalisis dengan urutan (sequence) untuk menemukan pola percakapan. Temuan menunjukkan bahwa ketiga kaidah gilir bicara dalam Bahasa Inggris yaitu Current Speaker Selects Next, 2) Self-select, dan 3) Speaker Continuation dapat diaplikasikan dalam percakapan Batak Toba tetapi masih dalam
kasus
negatif
yang
merupakan
perolehan
yang
masih
harus
dipertimbangkan. Penelitian yang dilakukan oleh Napitupulu (2012) yang berjudul Adjacency Pairs of Marhusip in Toba Batak Pre-Wedding. Data percakapan dalam penelitian ini (marhusip) sebagai langkah pra-nikah dalam budaya Batak Toba memberikan kontribusi kepada peneliti untuk melanjutkannya ke pengambilan data percakapan pada acara nikah penuh. Pola percakapan menunjukkan pola
Universitas Sumatera Utara
pasangan berdekatan yang kompleks yang mengandung duapuluh empat (24) pasangan berdekatan. Urutan awal (konfirmasi, peribahasa, dan pertanyaan) selalu digunakan sebagai awal percakapan untuk mendapatkan informasi yang menunjukkan bagaimana respon berikutnya dijawab atau diberikan. Urutan awal yang paling dominan adalah konfirmasi. Terimakasih digunakan untuk mengevaluasi bagian akhir percakapan. Sela (konfirmasi, terimakasih, and peribahasa) biasanya digunakan sebelum memberikan respon. Hasil analisis data menunjukkan bahwa bagian pertama pasangan berdekatan memiliki bagian kedua yang
kompleks,
seperti
pertanyaan-konfirmasi,
terimakasih-terimakasih,
permintaan-saran, permintaan-penerimaan, konfirmasi-penerimaan, peribahasapenerimaan, pertanyaan-jawaban, pertanyaan-konfirmasi, pertanyaan-pertanyaan. Respon yang tidak berdekatan adalah lebih dominan digunakan dalam percakapan acara marhusip. Penelitian yang dilakukan oleh Gan (2009) yang berjudul Topic Negotiation in Peer Group Oral Assessment Situations: A Conversation Analytic Approach. Teori utama yang digunakan untuk membedah masalah yang relevan dengan peralihan topik adalah pendekatan analisis percakapan yang digunakan untuk peralihan topik percakapan yang satu ke topik percakapan yang lainnya. Data penelitian ini adalah percakapan siswa teman sebaya. Kajian ini adalah untuk mengetahui kemampuan siswa untuk beralih dari satu topik percakapan ke topic percakapan lainnya dan untuk mengenalkan topik baru yang menunjukkan kemampuan komunikatif siswa.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Kerangka Pikir dan Konstruk Analisis Penelitian ini mengikuti dan menerapkan kerangka pikir pragmatik dengan menggunakan model analisis percakapan yang mengkaji urutan, struktur dan pola interaksi dalam berbagai situasi percakapan yang dikembangkan oleh Sacks dan teman-temannya seperti Schegloff dan Jefferson (1974), dan Yule (1996). Teori yang dipakai dalam menganalisis organisasi dan struktur marhata pada upacara adat perkawinan Batak Toba adalah analisis percakapan yang mengkaji tentang topik-topik marhata yang terdapat dalam situasi tutur marhusip, marpudunsaut, dan marunjuk. Analisis topik percakapan berfokus pada pengenalan topik-topik marhata yang dibedah dengan menggunakan analisis tipe kalimat berdasarkan wacana percakapan oleh Sibarani (1997). Di samping itu ketika terjadi perpindahan topik terdapat perpindahan gilir bicara dan penutur memberikan respon ujaran-ujaran yang bervariasi yang disebut dengan pasangan berdekatan. Kedua fenomena ini dianalisis berdasarkan sekuensi oleh Sacks, dkk (1974), dan Yule (1996)
2.3.1 Percakapan Percakapan tidak hanya sekadar memproduksi tuturan yang mengacu kepada rangkaian kalimat, tetapi terdapat proses internal untuk dapat menggunakan rangkaian kalimat itu dalam sebuah tuturan yang sesuai (language appropriateness). Tuturan yang disampaikan dan bagaimana menyampaikan tuturan merupakan upaya kecakapan (kemampuan) yang dimiliki seseorang.
Universitas Sumatera Utara
Percakapan adalah interaksi antar individu dalam masyarakat secara timbal balik yang dinyatakan dengan pertukaran dalam pemakaian bahasa. Pelaku percakapan adalah anggota dari suatu komunitas sosial, berbagai ketentuan dan kebiasaan dari komunitas tersebut. Hal ini senada dengan yang dikemukakan Pridham (2001:2) yang mengungkapkan bahwa conversation is any interactive spoken exchange between two or more people, yang berarti‟ percakapan adalah pertukaran bicara secara aktif antara dua orang atau lebih‟. Sacks (1974) menguraikan percakapan sebagai rangkaian percakapan yang sedikitnya terdiri atas dua gilir bicara. Dengan kata lain, percakapan merupakan rangkaian ujaran di antara dua interlokutor. Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa percakapan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia untuk berkomunikasi. Manusia sebagai mahluk sosial tidak dapat hidup tanpa orang lain yang harus berinteraksi dan berkomunikasi dalam menjalin hubungan sosial. Sebagai aktivitas sosial, Rees (1992:11) mengatakan bahwa Conversations are seen first and foremost as a social activitiy, yang artinya „percakapan pada hakikatnya dianggap sebagai suatu kegiatan sosial‟. Pengertian perbincangan sering disamakan dengan percakapan. Ada beberapa kriteria yang dipakai agar suatu perbicangan dapat dikatakan percakapan ataupun bukan perbincangan. Cook (1989:51) mengatakan perbincangan dapat dikatakan percakapan apabila perbincangan itu dilakukan tidak hanya ketika pelaku perbincangan itu mempunyai kepentingan saja. Pelaku percakapan tidak terlalu banyak pihak di dalamnya. Pembicaraan diperuntukkan untuk mitra tutur saja, tidak untuk orang lain di luar percakapan.
Universitas Sumatera Utara
Dalam penelitian ini percakapan dimaknai dengan penggunaan bahasa yang dilakukan oleh manusia untuk berinteraksi menjalin hubungan antara yang satu dengan yang lain. Interaksi dalam percakapan mampu menggambarkan hubungan sosial dasar dalam kehidupan sehari-hari. Yule (1996:71) mengatakan istilah interaksi merupakan manifestasi penggunaan bahasa untuk berinteraksi verbal dalam beberapa konteks (linguistik, sosial,
fisik) yang melibatkan dua sisi
pembicara, seperti interaksi guru dan murid di dalam kelas, dokter dan pasien di klinik, hakim dan terdakwa di pengadilan, dan sebagainya. Seorang pembicara dalam satu interaksi pada gilirannya akan menjadi pendengar dalam suatu peristiwa tutur. Chaer dan Agustina (1995:62) mengatakan bahwa percakapan dapat disebut dengan peristiwa tutur apabila pokok percakapannya tertentu, ada tujuan, dilakukan oleh orang-orang yang sengaja hendak bercakapcakap. Sebuah percakapan baru dapat disebut peristiwa tutur kalau memenuhi syarat tersebut. Atau seperti yang dikatakan oleh
Hymes
dalam
Chaer
dan
Agustina (1995:62-64) mengatakan bahwa sebuah percakapan harus memenuhi 16 (enambelas) komponen dan kalau diringkas dapat menjadi 8 (delapan) komponen tutur atau bila huruf-huruf awalnya dirangkai maka menjadi akronim SPEAKING. Sebuah percakapan baru dapat disebut sebagai peristiwa tutur kalau memenuhi delapan komponen tersebut. Kedelapan komponen tersebut adalah
S (Setting:
berkenaan dengan waktu dan tempat tutur berlangsung, sedangkan Scene mengacu pada situasi tempat dan waktu, misalnya situasi formal atau santai (informal), P (Participants: penutur yang terlibat dalam percakapan), E (Ends :yaitu tujuan), A (Act Sequences yaitu bentuk dan isi ujaran), K (Key: tone or Spirit of act: nada, cara
Universitas Sumatera Utara
pesan disampaikan), I (Instrumentalities: jalur bahasa yang digunakan seperti jalur lisan, tertulis, melalui telegraf atau telepon. Instrumentalities juga mengacu pada kode ujaran seperti bahasa, dialek ragam atau register), N (Norms of Interaction and Interpretation yaitu mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi dan norma penafsiran terhadap ujaran dari lawan bicara, dan G (Genre) kategori komunikasi yang dapat berupa puisi, umpama, doa, lelucon, ungkapan, iklan, dan sebagainya.
2.3.2 Topik Pengertian topik dalam penelitian ini dimaknai dengan konsep topik dalam wacana percakapan bukan dengan topik dalam struktur kalimat. Alwi (2000: 435) menjelaskan bahwa topik merupakan proposisi yang berwujud frasa atau kalimat yang menjadi inti pembicaraan atau pembahasan. Pendapat lain dikemukakan oleh Rani, dkk, (2004: 144) yang menyatakan bahwa topik merupakan bagian yang difokuskan dan yang diterangkan oleh bagian lain (komentar). Dalam konteks wacana, topik merupakan suatu ide atau hal yang dibicarakan dan dikembangkan sehingga membentuk sebuah wacana percakapan. Topik merupakan pokok permasalahan yang muncul dalam setiap percakapan dan untuk menganalisis topik wacana percakapan diperlukan setidaktidaknya satu penggal wacana. Berbagai macam topik percakapan menjadi bahan percakapan. Bahkan dalam satu peristiwa percakapan bisa muncul dua atau lebih topik percakapan. Seperti yang terjadi dalam acara marhata pada upacara adat perkawinan Batak Toba dalam situasi yang resmi, misalnya pada situasi marhusip,
Universitas Sumatera Utara
marpudunsaut, dan marunjuk. Dalam masing-masing situasi tersebut terdapat lebih dari dua topik percakapan. Pemilihan topik yang dikembangkan dalam percakapan dapat dipengaruh oleh norma atau budaya yang berlaku dalam masyarakat. Selain ditentukan oleh norma atau budaya, topik percakapan yang dipilih juga ditentukan oleh faktor situasional. Situasi yang terjadi di sekitar terjadinya percakapan itu mempunyai peranan penting dalam pemilihan topik. Oleh karena itu, seorang analis harus memperhatikan hal-hal disekitar peristiwa percakapan (konteks) dan koteks (Brown danYule, 1983: 69). Seperti yang terjadi dalam acara marhata pada upacara adat perkawinan Batak Toba dalam situasi yang resmi, misalnya pada situasi marpudunsaut. Pemilihan topik percakapan seperti patortor parumaen, dalam beberapa daerah, topik ini tidak dibicarakan dan tidak dilaksanakan, namun dalam beberapa daerah yang lain topik ini dibicarakan dan dilaksanakan.
2.3.2.1 Jenis-Jenis Topik Dalam percakapan, pembicara dapat berbicara tentang sebuah topik, masing-masing berbicara tentang topiknya sendiri, atau mereka sama-sama berbicara topik yang sama. Penutur yang tetap pada topik yang sama dapat menganggap benar sebagian besar informasinya. Menetap pada topik yang sama akan membuat ujaran menjadi lebih mudah, baik bagi penutur maupun bagi pendengar. Sebaliknya dalam satu peristiwa percakapan bisa muncul dua atau lebih topik percakapan.
Universitas Sumatera Utara
Dengan mengikuti pendapat Syamsudin (1992: 55) dalam penggolongan topik yang membedakan adanya dua topik dalam percakapan, yaitu pertama, topik umum, yaitu pokok pangkal pembicaraan yang berperan sebagai judul atau tema. Topik ini mengarahkan seluruh percakapan sehingga tujuan percakapan tercapai. Kedua, topik-topik kecil yaitu aspek-aspek tertentu yang timbul dalam rangkaian keseluruhan percakapan. Berdasarkan acuan yang dirujuknya, topik percakapan dibedakan atas: 1) Topik lama dan baru Dalam percakapan penutur biasanya memperhatikan masalah urutan lama dan urutan baru. Informasi atau topik yang telah dibicarakan merupakan topik yang dikelompokkan sebagai lama. 2) Topik nyata Merupakan topik yang referensinya seperti yang dirujuk dengan kata-kata yang digunakan dalam ujaran. Berdasarkan referensi, topik nyata itu dibedakan menjadi beberapa kelompok. Salah satu di antaranya adalah topik yang referensinya berupa kegiatan atau tindakan Berdasarkan acuan kegiatan atau tindakan kegiatan, jenis topik yang diangkat dalam penelitian ini adalah topik pembicaraan yang dapat dibedakan atas topik dengan kegiatan yang hendak dilakukan, sedang dilakukan, dan telah dilakukan. Pemilihan topik yang dibicarakan dalam sebuah percakapan mempunyai hubungan erat dengan koherensi wacana, Richards dan Schmidt (1983). Topik yang sesuai dengan topik sebelumnya merupakan salah satu upaya untuk menciptakan koherensi wacana.
Universitas Sumatera Utara
2.3.2.2 Peralihan Topik (Topical Moves) Dalam sebuah percakapan yang sedang berlangsung, percakapan dapat beralih topik dari satu topik ke topik yang lain (Sacks, 1971). Topik yang dipilih oleh penutur yang lain bukanlah merupakan topik yang sama. Seorang pembicara dapat memiliki urutan dimana pembicara berikutnya mengemukakan topik yang koheren dengan topik sebelumnya walaupun setiap pembicara membicarakan topik yang berbeda. Analisis peralihan topik dan analisis percakapan merupakan suatu analisis yang sejalan. Dalam memperkenalkan topik baru, ada beberapa prosedur yang harus diikuti untuk menutup topik lama. Serangkaian ujaran penutur biasanya muncul dalam menutup sebuah topik lama/topik sebelumnya. Peralihan topik ditandai dengan ujaran-ujaran penutup topik lama atau adanya transisi yang jelas dari satu topik ke topik lainnya. Howe (1991:5) mengatakan transisi peralihan topik mencakup beberapa indikator, yaitu: (1) penilaian kesimpulan (summary assessments), (2) tanda pengakuan/penerimaan (acknowledgement tokens); (3) pengulangan (repetition); (4) komentar (laughter), dan (5) waktu istirahat/jedah (pauses). Menurut Howe, dari kelima indikator ini, ringkasan penilaian sebagai pemula topik dan waktu istirahat/jedah sebelum memulai topik adalah indikator yang paling umum digunakan. Kedua indikator tersebut muncul pada waktu bersamaan. Penggunaan beberapa indikator lainnya untuk mengakhiri sebuah
Universitas Sumatera Utara
topik menunjukkan bahwa penutur dan mitra tutur memahami akhir percakapan suatu topik.
2.3.2.3 Pengenalan Topik Topik percakapan disampaikan atau dikenalkan dengan berbagai bentuk kalimat. Kalimat memiliki berbagai jenis atau tipe dan dapat dipilah berdasarkan beberapa sudut pandang. Menurut tata bahasa tradisional, ada tiga jenis kalimat, yaitu (1) kalimat deklaratif, (2) kalimat interogatif, dan (3) kalimat imperatif. Kalimat deklaratif adalah kalimat yang isinya hanya meminta pendengar atau yang mendengar kalimat itu untuk menaruh perhatian saja, tidak melakukan sesuatu, sebab maksud si pengujar hanya untuk memberitahukan sesuatu. Kalimat interogatif adalah kalimat yang isinya meminta agar pendengar atau orang yang mendengar kalimat itu untuk memberi jawaban secara lisan. Sedangkan kalimat imperatif adalah kalimat yang isinya meminta agar si pendengar kalimat itu memberi tanggapan berupa tindakan atau perbuatan yang diminta. Pembagian kalimat atas kalimat deklaratif, interogatif, dan imperatif adalah berdasarkan bentuk kalimat secara terlepas. Kalau dilihat dari tataran yang lebih tinggi, yakni dari tingkat wacana, maka kalimat-kalimat tersebut dapat tidak sama antara bentuk formalnya dan bentuk isinya. Misalnya, bentuk formalnya adalah deklaratif, namun isinya tidak pernyataan tetapi menjadi berisi perintah. Sibarani (1997:183), mengatakan
kalimat
berdasarkan wacana
percakapan dapat dibagi atas 6 bagian yaitu 1) kalimat awal, 2) kalimat tumpuan,
Universitas Sumatera Utara
3) kalimat tambahan, 4) kalimat sambungan, 5) kalimat jawaban, dan 6) kalimat ujung. Kalimat awal adalah kalimat yang digunakan untuk mengawali sebuah percakapan atau wacana sebelum masuk pada pokok pembicaraan. Kalimat awal dapat berupa kalimat salam, kalimat basa-basi atau jenis kalimat lain yang sengaja digunakan untuk memulai percakapan; Kalimat tumpuan adalah kalimat yang menjadi dasar, patokan atau tumpuan kalimat berikutnya. Kalimat tumpuan ini mengawali sebuah topik percakapan. Kalimat tumpuan kadang-kadang mengawali percakapan jika percakapan itu tidak didahului oleh kalimat salam atau jika para pembicara langsung pada pokok pembicaraan tanpa ada ungkapan basa-basi. Ihwal itu dimungkinkan jika pembicara hanya sedikit waktu untuk berbicara. Di dalam percakapan, semua kalimat pertanyaan dan kalimat perintah merupakan pemula topik baru sehingga semua kalimat pertanyaan dan kalimat perintah itu merupakan kalimat tumpuan; Kalimat tambahan adalah kalimat yang digunakan seorang pembicara untuk menambahkan atau meneruskan kalimat tumpuan tanpa pergantian pembicara; Kalimat sambungan adalah kalimat yang digunakan seseorang untuk menyambung kalimat orang lain; Kalimat jawaban adalah kalimat yang digunakan seseorang untuk menjawab kalimat orang lain, dan kalimat ujung adalah kalimat yang digunakan mengakhiri sebuah percakapan, (Sibarani, 1997:183). Dari keenam jenis kalimat ini, kalimat tumpuan menjadi dasar untuk mengawali sebuah topik percakapan. Di dalam percakapan, semua kalimat
Universitas Sumatera Utara
perintah dan kalimat pertanyaan merupakan pemula topik baru sehingga semua kalimat perintah dan kalimat pertanyaan merupakan kalimat tumpuan. Kalimat perintah adalah kalimat yang memerintahkan sesuatu dengan mengharapkan tanggapan berupa tindakan. Struktur kalimat perintah dalam BBT berpola P-(S)-(O)-(Pel)-K. Contoh : Usung hamu jolo uloshon. P S PT O bawa engkau dulu ulosku ini „Bawa kalian dulu ulosku ini!.‟ Berdasarkan isinya kalimat perintah dapat dipilah menjadi sebelas bagian yaitu 1) kalimat perintah suruhan, 2) kalimat perintah permintaan, 3) kalimat perintah larangan, 4) kalimat perintah nasihat, 5) kalimat perintah ajakan, 6) kalimat perintah pertimbangan, 7) kalimat perintah paksaan, 8) kalimat perintah peringatan, 9) kalimat perintah harapan, 10) kalimat perintah bujukan, dan 11) kalimat perintah desakan. Kalimat Pertanyaan adalah kalimat yang menanyakan sesuatu atau seseorang dengan mengharapkan tanggapan berupa jawaban. Dalam kalimat pertanyaan, tujuan akhir penyapa adalah meminta jawaban dari pesapa. Berdasarkan cara pembentukannya, kalimat tanya BBT dapat dibagi atas lima bagian, yaitu : 1) kalimat Tanya berkata Tanya, 2) kalimat tanya paduan urutan kata dengan intonasi, 3) kalimat tanya berekor, 4) kalimat tanya negatif, dan 5) kalimat tanya retoris. Pola kalimat tanya yang menggunakan kata-kata tanya dalam BBT adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1. PSK, Contoh : Marhua hamu di si? mengapa kamu di situ „Sedang mengapa kalian di situ‟? 2. KPS, Contoh : Nandigan do ro kapan
anakta
i?
T datang anak kita itu
„Kapan anakmu itu datang?‟ 3. SPO, Contoh : Na ise do panakkokhon sige
an?
P siapa T menaikkan tangga bamboo itu „ Siapa memberdirikan tangga itu?‟ 4. POSPel, Contoh : Mangusung aha hamu allangon
ni tulangmu?
membawa apa kamu untuk dimakan M pamanmu „Apa yang kalian bawa untuk dimakan pamanmu?‟ 5. KSP
: Tu ise ho
mangalu-alu?
ke siapa engkau mengadu „Kepada siapa engkau mangadu?‟ Topik merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam percakapan. Howe (1983: 5) mengatakan bahwa topik merupakan syarat terbentuknya wacana percakapan. Analisis topik dalam wacana tidak cukup dengan menganalisis sebuah kalimat. Topik itu dapat diidentifikasi bila analisis wacana memahami konteks wacana yang mendukungnya. Menurut Brown dan Yule (1983: 69), untuk menganalisis topik wacana tersebut diperlukan suatu penggal wacana secara utuh.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian ini menganalisis topik wacana secara utuh dari situasi marhusip, marpudunsaut, dan marunjuk berdasarkan isi wacana tersebut.
2.3.3 Gilir Bicara (Turn Taking) Pemahaman terhadap pola gilir bicara sangat penting dalam keberhasilan berkomunikasi. Komunikasi harus berjalan dua arah (ada yang mendengarkan dan ada yang berbicara). Dengan adanya pola gilir bicara diharapkan komunikasi akan seimbang dan berjalan lancar karena adanya proses pergantian bicara sesuai topik pembicaraan. Gilir bicara adalah proses dimana peran dari pembicara dan pendengar bertukar tempat. Proses gilir bicara terjadi karena pembicara menawarkan kesempatan kepada pendengar, misalnya mengajukan pertanyaan dan pembicara memberikan gap singkat dalam pembicaraan. Senada dengan yang dikemukakan oleh Sacks, Schegloff, dan Jefferson (1974:696-735), bahwa turn taking is a process by which interactants allocate the right or obligation to participate in an interactional activity. Artinya bahwa gilir bicara merupakan suatu proses berinteraksi untuk melakukan hak dan kewajibannya untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang interaktif. Dari definisi tersebut, diketahui adanya suatu proses yang memerlukan pola gilir bicara. Hal yang senada juga dikemukakan oleh Goodwin (1987) yang mengatakan gilir bicara adalah suatu proses berbicara secara bergantian/bergiliran. Struktur percakapan didasarkan pada kenyataan bahwa dalam kebanyakan interaksi orang berbicara secara bergantian/bergiliran, namun dalam suatu
Universitas Sumatera Utara
percakapan, terdapat juga suatu kecenderungan adanya pembicaraan yang hanya didominansi oleh satu pembicara pada saat tertentu. Kecenderungan ini disebut oleh Sack, dkk. dengan bentuk gilir bicara (turn taking). Menurut Sack, “turntaking is one of the fundamental organizations of conversation”, yang artinya bahwa gilir bicara (turn-taking) merupakan salah satu struktur percakapan yang mendasar. Menurut Sacks, dkk. (1974) bentuk gilir bicara tersebut terdiri dari dua (2) komponen, yaitu komponen konstruksi gilir bicara (turn-construction component) dan komponen alokasi gilir bicara (turn allocational component). Turn constructional component menggambarkan unit dasar yang membentuk gilir bicara yang disebut dengan istilah turn constructional units atau TCUs. Komponen tersebut meliputi komponen kata, frasa, klausa dan kalimat. Komponen-komponen ini merupakan komponen yang lengkap atau benar menurut tata bahasa dan pragmatik, yang artinya bahwa dalam suatu konteks khusus, komponen-komponen tersebut dilaksanakan dalam aktivitas sosial. Setelah komponen pertama ditemukan, maka komponen alokasi gilir bicara dapat diaplikasikan. Komponen ini menggambarkan bagaimana gilir bicara dialokasikan di antara para penutur dalam sebuah percakapan. Gilir bicara menggambarkan keteraturan proses percakapan. Menurut Sack, Schegloff, Jefferson (1974) gilir bicara mengikuti tiga kaidah dasar yaitu: 1.
jika pergantian tutur itu telah ditentukan dengan menunjuk pembicara berikutnya, peserta yang ditunjuk itulah yang berhak untuk berbicara pada giliran berikutnya (current speaker selects next speaker),
Universitas Sumatera Utara
2. jika pergantian tutur tidak ditentukan sebelumnya, peserta percakapan itu akan menentukan sendiri siapa yang harus berbicara pada giliran berikutnya setelah pembicara terdahulu memberikan kesempatan pada peserta lainnya (next speaker self-selects as next), dan 3. jika pergantian tutur tidak ditentukan sebelumnya dan peserta yang lain tidak mengambil inisiatif untuk menjadi pembicara, pembicara yang terdahulu dapat melanjutkan pembicaraannya tetapi dia tidak diwajibkan melakukannya (Current Speaker Continues). Gilir berbicara adalah waktu dimana penutur kedua mengambil alih giliran berbicara dari penutur sebelumnya, dan juga sebaliknya. Strategi interaksi dalam turn taking ada tiga jenis, yaitu: 1. Taking the floor yaitu waktu di mana penutur pertama atau penutur selanjutnya mengambil alih giliran bicara. Taking the floor terdiri dari 4 bentuk yaitu : a) starting up (mengawali pembicaraan) yang bisa dilakukan dengan keragu-raguan (hesitant start) atau ujaran yang jelas (clear start), b) taking over yaitu mengambil alih giliran berbicara yang bisa diawali dengan konjungsi, c)
interupsi yaitu mengambil alih giliran berbicara
karena penutur yang akan mengambil alih giliran bicara merasa bahwa pesan yang perlu disampaikan oleh penutur sebelumnya sudah cukup sehingga giliran bicara diambil alih oleh penutur selanjutnya, dan d) overlap, yaitu penutur selanjutnya memprediksi bahwa penutur sebelumnya akan segera memberikan giliran berbicara kepada penutur selanjutnya, maka ia mengambil alih giliran berbicara.
Universitas Sumatera Utara
2.
Holding the floor, yaitu waktu dimana penutur sedang mengujarkan ujaranujaran, serta bagaimana penutur mempertahankan giliran berbicaranya.
3.
Yielding the floor, yaitu waktu dimana penutur memberikan giliran berbicara kepada penutur selanjutnya.
2.3.4 Pasangan Berdekatan (Adjacency Pairs) Urutan percakapan adalah urutan gilir bicara yang sistematis. Urutan bicara terdiri dari 3 bagian, yaitu adjacency pairs, pre-sequence, dan preference organization. Dalam analisis urutan bicara, yang merupakan fokus utama adalah pasangan berdekatan. Pre-sequence adalah rangkaian giliran yang dipahami sebagai awal dari suatu tindakan, misalnya undangan atau permintaan. Presequence juga merupakan komponen dari urutan kegiatan yang disukai (preference organization), Schegloff (2007). Ketika terjadi pergantian topik-topik percakapan, terdapat struktur pertukaran percakapan yang harus diperhatikan. Dalam setiap pertukaran percakapan akan diawali oleh pemicu atau inisiasi. Inisiasi tersebut berfungsi sebagai pembuka interaksi. Kemudian, inisiasi tersebut akan diikuti oleh sebuah tanggapan. Tanggapan tersebut merupakan respons dari mitra tutur dalam percakapan. Dari tanggapan itu akan diikuti juga oleh sebuah balikan yang bersifat manasuka. Jenis struktur gilir bicara tertentu mempunyai ciri pasangan berdekatan. Sacks dan Schegloff seperti yang terdapat pada Schiffrin (1994:236), mengemukakan bahwa .... the adjacency pair is a sequence of two utterances,
Universitas Sumatera Utara
which are adjacent, produced by different speakers, ordered as a first part and second part, and so that a first part requires a particular second part or range of second part. Artinya „pasangan berdekatan adalah sebuah urutan dari dua ujaran yang berdekatan, yang dihasilkan oleh penutur yang berbeda, berurutan dari bagian pertama dan kedua, sehingga bagian pertama membutuhkan bagian kedua atau serangkaian bagian kedua‟. Atau dengan sederhana dikatakan bahwa pasangan berdekatan merupakan rangkaian dua tuturan yang bersebelahan satu sama lainnya dan dihasilkan oleh dua penutur yang berbeda dan diurutkan sebagai bagian pertama dan bagian kedua. Urutan-urutan tuturan dalam sebuah percakapan akan memberikan kepastian informasi yang dikehendaki oleh partisipan dengan adanya pasangan tuturan yang berdekatan. Pasangan berdekatan merupakan suatu unit percakapan yang mengandung gilir bicara di antara dua pembicara. Pasangan berdekatan terdiri atas dua ujaran. Ujaran pertama merupakan ujaran penggerak atau pemicu (initiation) ujaran kedua. Ujaran kedua merupakan tindak lanjut atau tanggapan atas ujaran pertama. Definisi yang paling sederhana diungkapkan oleh Pridham (2001:26) mengatakan bahwa pair of utterances that usually occur together”. Maksudnya bahwa pasangan berdekatan adalah pasangan ujaran yang biasanya muncul bersama. Menurut Sacks (1974), adjacency pair merupakan suatu unit percakapan yang mengandung pergantian gilir bicara oleh dua orang penutur. Bentuk gilir tersebut berhubungan satu sama lain sehingga gilir pertama membutuhkan bentuk yang sudah tertentu, misalnya pasangan ucapan salam adalah salam, pasangan
Universitas Sumatera Utara
pertanyaan adalah jawaban. Kemudian Yule (1996:77) mengatakan pasangan berdekatan adalah pasangan dengan urutan yang otomatis yang terdiri dari bagian pertama dan bagian kedua yang dihasilkan oleh penutur yang berbeda. Ujaran yang pertama mendapat respon pengharapan pada respon bagian yang kedua, misalnya pertanyaan dengan jawaban, permintaan dengan penerimaan. Dari beberapa definisi tersebut diketahui bahwa pasangan berdekatan adalah ujaran-ujaran yang disampaikan oleh penutur pertama dalam suatu percakapan dan direspon oleh penutur berikutnya yang muncul bersamaan dengan berbagai bentuk respon. Wujud keteraturan proses percakapan secara mudah dapat dilihat dari rangkaian tindak tutur yang direpresentasikan menjadi pasangan berdekatan. Istilah pasangan berdekatan ini mengacu kepada suatu fenomena bahwa dalam suatu percakapan, suatu ujaran memegang peranan dalam menentukan ujaran berikutnya atau harapan jawaban terhadap ujaran sebelumnya. Misalnya, harapan pasangan berdekatan terhadap pertanyaan adalah jawaban (questions-answer). Schegloff (1977) mengatakan bahwa pasangan berdekatan atau ujaran berikutnya haruslah relevan kondisinya dengan ujaran sebelumnya. Seperti gilir bicara , dan urutan bicara (sequence organization), pasangan berdekatan juga mempunyai struktur dasar. Psathas (1994:18) mengungkapkan bahwa struktur dasar pasangan berdekatan adalah sebagai berikut : 1. They are (at least) two turns in length 2. They have (at least) two parts 3. The first pair part is produced by one speaker
Universitas Sumatera Utara
4. The second pair part is produced by another speaker 5. The sequences are immediate next turns 6. The two parts are relatively ordered in that the first belongs to the class of the first pair parts, and the second to the second pair parts 7. The two are discriminatively related in that the pair type of which the first is a member which is relevant to the selection among the second pair pats 8. The two parts are in relation of conditional relevance such that the first sets up what may occur as a second, and the second depends on what has occurred as a first. Maksudnya bahwa struktur dasar pasangan berdekatan ini harus terdiri atas minimum dua gilir bicara agar terbentuk dua bagian pasangan. Bagian pertama dihasilkan penutur/pembicara dan bagian kedua dihasilkan lawan bicara. Kedua bagian tersebut disusun saling berhubungan, berurutan dari bagian pertama dan kedua, sehingga bagian pertama membutuhkan bagian kedua atau serangkaian bagian kedua dan respon bergantung pada apa yang diucapkan pembicara. Schegloff (1977) mengatakan bahwa dalam pasangan berdekatan, ujaran yang kedua merupakan ujaran yang relevan atau yang disukai dengan ujaran pertama. Dalam pasangan ujar berdekatan, ujaran kedua sebagai tanggapan atau respon dari ujaran pertama dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu ujaran yang disenangi dan ujaran yang tidak disenangi (Levinson, 1983: 336). Pola umum struktur yang disukai dan tidak disukai menurut model Levinson dalam Yule (1966:79) disajikan seperti berikut.
Universitas Sumatera Utara
Bagian Pertama
Penilaian Undangan Tawaran Usul Permohonan
Bagian Kedua Disenangi (Preferred) Setuju Terima Terima Setuju Terima
Tidak Disenangi (Dispreferred) Tidak Setuju Tolak Tolak Tidak setuju Tolak
Bagan 2.1 Respon Disenangi dan Tidak Disenangi (Levinson, 1983)
Schegloff (1977) mengatakan bahwa dalam kenyataannya, penentuan pasangan berdekatan dalam sebuah ujaran tidak keseluruhannya tepat. Pasanganpasangan ujaran tidak selalu relevan atau tidak disukai. Misalnya : A: Can you tell me how to get to the mall? B: Do you see that big new sign? A: Yes. B: You have to make a left turn there. Dalam contoh tersebut di atas, ujaran yang dimulai dengan pertanyaan dan jawaban terhadap pertanyaan tersebut dipisahkan oleh pasangan pertanyaan dan jawaban. Sehingga dengan demikian bahwa pasangan ujaran berikutnya dapat dikatakan tidak relevan atau tidak disenangi karena permintaan yang seharusnya meminta penjelasan arah suatu tempat diberi respon dengan bentuk pertanyaan. Dengan pendapat yang sama Yule (1996:77) juga mengatakan bahwa tidak semua bagian pertama langsung diikuti oleh bagian yang kedua. Urutan Pertanyaan-Jawaban mendapat penundaan (delay) dengan urutan pertanyaanjawaban yang lain yang polanya Pertanyaan 1 - Pertanyaan 2 - Jawaban 2 –
Universitas Sumatera Utara
Jawaban 1, dengan penundaan pasangan di tengah yaitu Pertanyaan 2– Jawaban 2 yang disebut dengan urutan sela. Contoh : Jean : Could you mail this letter for me? Fred : Does it have a stamp on it?
(Question 1= Request) (Question 2)
Jean : Yeah
(Answer 2)
Fred : Okay.
(Answer 1 = Acceptance) (Yule, 1996:78)
Salah satu asumsi dasar percakapan yang dikemukakan oleh Furo (2001:27)
adalah bahwa sebuah percakapan memiliki struktur. Kemudian
Heritage (1984) mengatakan bahwa karena percakapan itu memiliki struktur dan keteraturan maka ditemukan pendekatan struktur percakapan yaitu pasangan berdekata. Pasangan berdekatan menunjukkan respon berikutnya apakah disukai atau tidak. Apabila pasangan pertama tidak menunjukkan respon, maka pasangan berikutnya akan kosong, sehingga hal ini memerlukan adanya suatu perbaikan (repair). Dalam hal ini pembicara perlu membuat perbaikan. Sacks, Schegloff, dan Jefferson (1974) mengemukakan bahwa mekanisme perbaikan muncul akibat dari pelanggaran dan kesalahan dalam gilir bicara, misalnya jika dua orang berbicara pada waktu yang bersamaan, maka salah satu harus berhenti sebelum waktunya agar dapat memperbaiki persoalan. Dilihat dari struktur dasarnya, pasangan berdekatan ini memiliki banyak jenis, misalnya : 1. Salam → Salam ( Greeting → Greeting )
Universitas Sumatera Utara
A : Hello, William. Nice tie. B . Hi, well. Thank you. 2. Pertanyaan → Jawaban (Questiion → Answer) A : Do you know that French film? B : Yes, I do. 3. Permintaan → Penerimaan (Request → Acceptance) A : Could you pass the salt, please? B : Yes, sure. There you go. 4. Penawaran → Penerimaan (Offer → Acceptance) A
: Do you want to taste the potatoes?
B : Yes, please. 5. Undangan → Penerimaan (Invitation → Acceptance) A : Let‟s have lunch together next week. B : Yeah, OK. Berikut ini adalah dua contoh pasangan berdekatan dalam bahasa Inggris yang diambil dari Tracy (2002:114). 1. Taryn
: How about some lunch?
Jay
: Sounds good. (Stand up)
2. Taryn
: How about some lunch?
Jay
: ...... Uhh, better not. I‟ve got to get this done by 2:00. Thanks though. How is tomorrow?
Universitas Sumatera Utara
Kedua contoh pasangan berdekatan tersebut menunjukkan tindakan yang berbeda. Pasangan contoh pertama adalah undangan – penerimaan, sedangkan contoh yang kedua menunjukkan pasangan undangan – penolakan. Aspek kedua dalam urutan gilir bicara adalah pre-sequence. Menurut Tracy pasangan berdekatan dapat dikembangkan dengan pre-sequence.
Jika
penutur ingin mengundang seseorang untuk makan malam, adalah wajar untuk menanyakan yang diundang apakah sudah makan atau belum. Pasangan berdekatan pertama yang biasanya muncul adalah bentuk pertanyaan – jawaban, seperti dalam contoh berikut : 3. Taryn
: You eaten yet?
Jay
: No.
Taryn
: How about some lunch?
Disamping
pre-sequence,
pasangan berdekatan dapat diperluas dengan
insertion sequence, misalnya : 4. Taryn
: How about some lunch?
Jay
: You got $ 5 to lend me?
Taryn
: Yeah.
Jay
: Sounds good.
Identifikasi terhadap pasangan berdekatan merupakan masalah pokok dalam analisis percakapan. Dengan mengidentifikasi pola-pola urutan yang diterapkan pada ujaran-ujaran dalam interaksi tersebut, dapat diketahui koherensi suatu percakapan. Pasangan berdekatan diartikan sebagai ujaran-ujaran yang dihasilkan oleh dua orang penutur yang berurutan, ujaran kedua diidentifikasi
Universitas Sumatera Utara
mempunyai hubungan dan merupakan tindak lanjut dari ujaran pertama. Pasangan berdekatan dapat ditemukan dengan mencari pola-pola yang berulang, distribusi-distribusi, dan bentuk-bentuk organisasi dari suatu percakapan yang luas. Aspek lain dari pasangan berdekatan adalah preference. Istilah preference digunakan untuk menunjukkan pola struktur yang ditentukan secara sosial dan tidak mengacu kepada mental individu atau keinginan emosi individu (Yule, 1996:79). Dengan kata lain preference merupakan pola percakapan yang diamati dan bukan merupakan pola keinginan pribadi. Sebagai contoh, permintaan (request) atau tawaran (offer) merupakan bagian pertama, dan bagian kedua yang diharapkan adalah penerimaan (acceptance), sedangkan bagian kedua yang tidak diharapkan adalah penolakan (refusal). Dalam pasangan berdekatan, dapat dikatakan bahwa kesenyapan (silence) dalam bagian kedua selalu merupakan indikasi respon yang tidak disukai atau diharapkan. Kesenyapan dapat menjadi indikator keengganan memberikan respon yang disenangi, menyapakan yang tidak disenangi, atau pertimbangan meminta pengulangan bagian pertama percakapan. Di samping kesenyapan, cara yang santun untuk mengatakan atau menyampaikan bagian kedua yang tidak disenangi berbeda dalam berbagai budaya. Sebagai contoh, dalam bahasa Inggris terdapat berbagai cara untuk menyatakan jawaban yang tidak disenangi, seperti diringkas dalam bagan berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
Strategi menyatakan yang tidak disenangi
Contoh
1.Lambatkan jawaban/ Pernyataan ragu
(pause) e;, em; ah
2. Prakata
Well; oh
3. Pernyataan keraguan
I‟m not sure; I don‟t know
4. Kelihatannya „Ya‟
That‟s great; I‟d love to…
5. Mohon maaf
I‟m sorry; what a pity
6. Sebutan kewajiban
I must do X; I‟m expected in Y
7. Pernyataan tentang keadaan
You see; You know
8. Pernyataan tidak persona
Everybody else; out there
9. Pernyataan tugas
Too much work; no time left
10. Pernyataan pengurangan intensitas
Really; mostly; sort of; kind a
11. Penyembunyian keingkaran
I guess not; not possible
Bagan 2.2 Strategi Pernyataan Ketidaksenangan (Yule, 1996:81)
Hal yang disenangi biasanya dinyatakan secara langsung sedangkan yang tidak disenangi berjarak dengan rasa berat hati. Menurut Pomerantz (1984), preference adalah cara bagaimana bentuk kegiatan yang berbeda lebih disukai atau tidak disukai (prefered vs disprefered ) dilaksanakan secara teratur atau bertahap. Dalam beberapa bentuk percakapan terdapat pilihan struktur. Misalnya, tindakan yang responsif yang setuju atau menerima, posisi yang diambil oleh tindakan pertama cenderung dilaksanakan lebih cepat daripada kegiatan yang tidak disetujui.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Upacara Perkawinan Batak Toba Perkawinan adalah peristiwa yang sangat penting dalam hidup manusia. Perkawinan merupakan penyatuan dua keluarga yang diikat dalam tali pernikahan yang biasanya dilakukan dengan bentuk upacara adat perkawinan.
Adat-istiadat Batak merupakan aturan yang berlaku karena sudah menjadi suatu kebiasaan yang dilakukan secara turun-temurun. Bila dilaksanakan dengan benar maka mendapat pujian, bila menyimpang menimbulkan amarah masyarakat lingkungan adat tersebut. Orang yang selalu berpegang pada ketentuan dan hukum adat disebut paradat tetapi orang yang tidak melaksanakan adat disebut naso maradat atau orang yang tidak tahu adat. Misalnya seseorang yang senang atau sering menjamu tamu disebut paradat. Adat itu ada yang disebut adat penuh yang berarti tidak ada lagi sisa hutang adat. Sedangkan yang tidak penuh berarti masih terhutang adat yang harus dilunasi kelak pada waktu yang tepat. Maka bagi suku Batak, adat perkawinan yang penuh itu dilaksanakan di gedung setelah acara pemberkatan di gereja. Dalam adat-istiadat dikenal adanya jambar. Kata jambar menunjuk kepada hak atau bagian yang ditentukan bagi seseorang (sekelompok orang). Kultur Batak menyebutkan ada 3 (tiga) jenis jambar, yaitu hak untuk mendapat bagian atas hewan sembelihan (jambar juhut), hak untuk berbicara (jambar hata) dan hak untuk mendapat peran atau tugas dalam pekerjaan publik atau komunitas (jambar ulaon). Tiap-tiap orang Batak atau kelompok dalam masyarakat Batak (hula-hula, dongan sabutuha, boru, dongan sahuta,
dan sebagainya) sangat
menghayati dirinya sebagai parjambar yaitu orang yang memiliki sedikit-dikitnya
Universitas Sumatera Utara
3 (tiga) hak; hak bicara, hak mendapat bagian atas hewan yang disembelih dalam acara komunitas, dan hak berperan dalam pekerjaan publik atau pesta komunitas. Begitu pentingnya penghayatan akan jambar itu, sehingga bila ada orang Batak yang tidak mendapatkan atau merasa disepelekan soal jambarnya maka dia bisa marah besar. Jambar hata (hak bicara) yaitu semacam hak dan kewajiban untuk mengucapkan sesuatu pada acara adat. Jika sampai misalnya giliran ini tidak diperolehnya, maka bisa menimbulkan perasaan tidak ada lagi saling menghormati, bahkan protokol diingatkan agar susunan acara dibetulkan lagi. Jambar hata tidak kalah pentingnya dengan jambar juhut atau hak memperoleh daging seperti yang disebut dengan osang-osang, soit, rusuk, dan sebagainya. Bahkan kadang-kadng, jika orang tidak kebagian bicara, maka orang tersebut akan mengembalikan jambar juhut yang diterimanya, dan ia pun pulang meninggalkan arena adat untuk melampiaskan rasa kesalnya. Sungguh ini merupakan bagian hak demokrasi adat. Tetapi hal-hal seperti ini pula yang membuat jalannya acara adat, misalnya pesta perkawinan. Adat Batak itu sungguh khas dan unik. Dengan melihat kaum bapak dan ibu berpakaian ulos, orang dapat memastikan bahwa acara yang sedang berlangsung di hadapan mata itu adalah adat Batak. Ulos Batak itu sangat melekat pada acara adat. Dalam melaksanakan upacara adat, kelima suku Batak tersebut mengenakan ulos dengan coraknya masing-masing dan menggunakan bahasa daerah yang berbeda sesuai dengan sukunya.
Universitas Sumatera Utara
Suku Batak adalah suatu suku yang tinggal di Propinsi Sumatera Utara. Secara geografis di propinsi Sumatera Utara, orang Batak terdiri dari 5 sub etnis, yaitu Batak Toba (Tapanuli), Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Mandailing, dan Batak Pakpak. Secara administratif wilayah tempat tinggal suku bangsa Batak Toba meliputi 4 kabupaten : Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Samosir. Batak Toba disebut sebagai suku yang memiliki adat budaya sangat kuat, dan diakui sebagai tanah asal (leluhur) sub-etnis Batak lainnya. Sistem kekerabatan orang Batak menempatkan posisi seseorang secara pasti sejak dilahirkan hingga meninggal dalam 3 posisi yang disebut Dalihan na Tolu (bahasa Toba) atau tolu sahundulan (bahasa Simalungun). Dalihan dapat diterjemahkan sebagai "tungku" dan sahundulan sebagai "posisi duduk". Keduanya mengandung arti yang sama, 3 posisi penting dalam kekerabatan orang Batak, yaitu : 1. Dongan Sabutuha/Dongan Tubu/Sanina yaitu kelompok orang-orang yang posisinya sejajar; teman/saudara semarga sehingga disebut manat mardongan tubu,
artinya menjaga persaudaraan agar terhindar dari
perseteruan. Dongan Sabutuha ialah pihak keluarga yang semarga dengan ego di dalam hubungan patrilineal atau garis keturunan bapak (Silitonga, 1975:12); yang termasuk di dalamnya adalah ayah, saudara lai-laki ayah, dan semua anak laki-lakinya. 2. Hula-hula atau Tondong, yaitu kelompok orang orang yang posisinya di atas (keluarga marga pihak istri) yang memiliki fungsi dan kedudukan tertinggi dalam tata krama kehidupan masyarakat Batak Toba, yang harus
Universitas Sumatera Utara
dihormati dan dalam upacara adat suaranya harus didengar, sehingga disebut Somba Marhula-hula yang berarti harus hormat kepada keluarga pihak istri agar memperoleh keselamatan dan kesejahteraan karena hulahula merupakan mata ni ari binsar pangalapan ni pasu-pasu yang artinya bahwa hula-hula merupakan sumber terang dan kebahagiaan serta sumber berkat. 3. Boru, yaitu kelompok orang orang yang posisinya di bawah, yaitu saudara perempuan kita dan pihak marga suaminya, keluarga perempuan pihak ayah. Pihak boru merupakan pembantu utama bagi hula-hula, baik yang menyangkut materi maupun tenaga. Maksudnya bahwa boru berkewajiban membantu hula-hula membayar upacara adat. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari disebut boru biasanya bersifat manja dan pihak hula-hula sedapat mungkin wajib melayaninya dan membujuknya (elek marboru). DNT bukanlah kasta karena setiap orang Batak memiliki ketiga posisi tersebut: ada saatnya menjadi Hula hula/Tondong, ada saatnya menempati posisi Dongan Tubu/Sanina dan ada saatnya menjadi Boru. Dengan DNT, adat Batak tidak memandang posisi seseorang berdasarkan pangkat, harta atau status seseorang. Misalnya, dalam sebuah acara adat, seorang Gubernur harus siap bekerja mencuci piring atau memasak untuk melayani keluarga pihak istri yang kebetulan seorang Camat. Itulah realitas kehidupan orang Batak yang sesungguhnya. Lebih tepat dikatakan bahwa DNT merupakan Sistem Demokrasi Orang Batak karena sesungguhnya mengandung nilai-nilai yang universal.
Universitas Sumatera Utara
Upacara adat Batak Toba, selain dihadiri oleh unsur-unsur DNT, juga dihadiri oleh unsur lainnya seperti (1) raja-raja adat yaitu pengetua adat dari berbagai unsur suku di sekitar desa tempat upacara, (2) raja na ro/raja jinou yaitu pengetua yang hadir yang tidak tergolong dalam raja-raja adat, (3) raja pargomgom/raja ni dongan huta yaitu pengetua kampung yang ikut meluruskan jalannya upacara, dan (4) ale-ale yaitu teman sejawat dan teman akrab suhut yang diundang untuk menghadiri upacara tersebut. Pesta perkawinan adalah upacara adat yang penting bagi orang Batak. Pesta perkawinan sepasang pengantin merupakan jembatan yang mempertemukan unsur DNT. Perkawinan orang Batak Toba haruslah diresmikan secara adat berdasarkan adat DNT. Perkawainan orang Batak dengan upacara agama serta catatan sipil hanyalah sebagai pelengkap bila dilihat dari sudut adat DNT.
2.4.1 Bentuk Upacara Adat Perkawinan Batak Toba Acara adat perkawinan Batak Toba memiliki keragaman, misalnya marbagas „perkawinan yang sesuai dengan kebiasaan, mangalua „kawin lari‟, pagodanghon „perkawinan seorang janda dengan saudara almarhum suaminya‟, ganti rere „perkawinan yang dilakukan oleh seorang laki yang isterinya telah meninggal dengan saudara perempuan isterinya, atau dengan perempuan yang berasal dari lingkungan keluarga isterinya yang telah meninggal tersebut‟, mangabia/manghampi ‟perkawinan dengan adik suami yang bukan kandung‟ marimbang „perkawinan seorang laki-laki dengan dua orang perempuan‟, dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
Fokus penelitian ini adalah salah satu dari ragam perkawinan tersebut, yaitu marbagas yang merupakan ragam perkawinan yang dianggap paling ideal oleh masyarakat Batak Toba. Ragam perkawinan marbagas mempunyai bentuk upacara
adat.
Prosesi
(rentetan
peristiwa)
adat
tersebut
dimulai
dari
mangaririt/manjalo tanda/marhusip, marhata sinamot, martumpol, tonggo raja, dan marunjuk (manaruhon sibuha-buhai, manjalo pasu-pasu, mangan di alaman/gedung, marhata), paulak une, dan maningkir tangga. Prosesi adat upacara perkawinan dibagi dalam dua 2 (dua kegiatan pokok), yaitu upacara sebelum perkawinan (Pra Nikah) dan upacara pelaksanaan perkawinan. Yang dimaksud dengan pra nikah adalah proses yang terjadi sebelum acara adat pernikahan. Sebelum pernikahan ada beberapa langkah atau upacara yang dilakukan dalam adat batak : 1. mangaririt/manjalo tanda/marhori-hori dinding/ marhusip Mangaririt maksudnya seorang laki-laki meminang seorang perempuan dengan cara meminang langsung atau juga dengan memakai perantara. Pembicaraan antara kedua belah pihak yang melamar dan yang dilamar, terbatas dalam hubungan kerabat terdekat dan belum diketahui oleh umum. Kalau kesepakatan untuk melaksanakan perkawinan telah disepakati maka kedua belah pihak manjalo tanda (saling menukar tanda). Marhori-hori dinding maksudnya membicarakan secara tidak resmi oleh utusan kedua belah pihak menyangkut rencana pernikahan tersebut. Marhusip arti harafiahnya adalah berbisik. Maksudnya kelanjutan pembicaraan tetapi sudah oleh utusan resmi, bahkan ada kalanya sudah oleh kedua pihak langsung.
Universitas Sumatera Utara
2. pudun saut/marhata sinamot Pihak kerabat pria (dalam jumlah yang terbatas) datang kepada kerabat wanita secara resmi untuk melakukan marhata sinamot yaitu membicarakan masalah uang (mahar) atau besarnya uang perkawinan. Acara ini merupakan pengesahan atau penguatan hasil perundingan pada saat acara marhusip. Disini pihak paranak „pria‟ sudah membawa makanan namargoar „makanan adat‟. Namun sekarang, acara marhata sinamot sudah sering digabungkan dengan acara martumpol. 3. Martumpol Penanda-tanganan persetujuan pernikahan oleh orang tua kedua belah pihak atas rencana perkawinan anak-anak mereka dihadapan pejabat gereja. Tata cara partumpolon dilaksanakan oleh pejabat gereja sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tindak lanjut partumpolon adalah pejabat gereja mewartakan rencana pernikahan dari kedua mempelai melalui warta jemaat, yang di HKBP disebut dengan tingting (warta jemaat). Tingting ini harus dilakukan dua kali hari minggu berturut-turut. Apabila setelah dua kali tingting tidak ada gugatan dari pihak lain baru dapat dilanjutkan dengan pamasu-masuon (pemberkatan nikah). 4. Martonggo Raja/Maria Raja Adalah suatu kegiatan pra pesta atau acara yang bersifat seremonial yang mutlak diselenggarakan oleh penyelenggara pesta atau penyelenggara acara yang bertujuan untuk a) mempersiapkan kepentingan pesta yang bersifat teknis dan non teknis, b) pemberitahuan pada masyarakat bahwa pada waktu yang telah ditentukan ada pesta/acara pernikahan dan berkenaan dengan itu agar pihak lain
Universitas Sumatera Utara
tidak mengadakan pesta atau acara dalam waktu yang bersamaan, c) memohon izin pada masyarakat sekitar terutama dongan sahuta atau penggunaan fasilitas umum pada pesta yang telah direncanakan. Setelah acara pra nikah selesai maka acara adat pernikahan penuh segera dilangsungkan. Adapun acara atau peristiwa pelaksanaan perkawinan itu terdiri dari : 1. marunjuk (Pemberkatan Pernikahan) Pesta unjuk adalah suatu acara perayaan yang bersifat sukacita atas pernikahan putra dan putri. Pihak laki-laki menyebut pesta pernikahan dengan istilah pesta marunjuk dan pihak perempuan menyebutnya dengan mangan tuhor, mangan boli, atau mangan juhut ni boru. Ciri pesta sukacita ialah berbagi jambar. Untuk kerabat parboru, jambar yang dibagi-bagikan adalah jambar juhut (daging) dan jambar uang (mahar perempuan) yang dibagi menurut peraturan. Jambar yang dibagi-bagikan bagi kerabat paranak (pihak laki-laki) adalah dengke (ikan mas) dan ulos. Marunjuk adalah peristiwa puncak dari seluruh rentetan peristiwa yang harus dilalui dalam pesta perkawinan. Rentetan acara tersebut adalah sebagai berikut : 1. manaruhon sibuha-buhai (penyerahan makanan serapan) 2. manjalo pasu-pasu (pemberkatan nikah di gereja) 3.
mangan di alaman/gedung (makan siang bersama)
4.
marhata (berbicara)
Secara umum, pelaksanaan akhir adat pernikahan Batak Toba dilakukan pada peristiwa marunjuk setelah melalui proses pemberkatan nikah di gereja.
Universitas Sumatera Utara
Selesai pemberkatan, prosesi masuk ke tempat acara adat. Acara yang dilakukan sebelum marhata adalah : 1. Menyerahkan Tudu-tudu Ni Sipanaganon (tanda makanan adat) 2. Menyerahkan dengke (ikan) 3. Makan bersama 4. Membagi jambar (tanda makanan adat) 5. Menerima tumpak (sumbangan tanda kasih) 6. Acara adat (Mempersiapkan Percakapan) 7. Marhata (berbicara) 2. Paulak Une Peristiwa ini merupakan acara kunjungan sang pengantin beserta keluarga laki-laki ke rumah pihak parboru (orang tua perempuan) sesudah seminggu acara marunjuk. Kunjungan ini mengandung arti bahwa sang pengantin diperlakukan dengan baik, tiada kurang suatu apapun. Biasanya rombongan ini membawa makanan dan dilanjutkan dengan acara marhata. Namun sekarang acara ini telah digabung pada saat akhir acara marunjuk. 3. Maningkir Tangga Beberapa lama setelah pengantin pria dan wanita berumah tangga terutama setelah berdiri sendiri (rumah dan mata pencariannya telah dipisah dari orang tua si laki-laki) maka datanglah berkunjung pihak parboru kepada paranak dengan maksud maningkir tangga. Maksud tangga disini adalah rumah tangga pengantin baru. Dalam kunjungan ini pihak parboru juga membawa makanan berupa nasi dan lauk pauk (dengke sitio tio dan dengke simudur-mudur). Dengan selesainya
Universitas Sumatera Utara
kunjungan maningkir tangga ini maka selesailah rangkaian pernikahan adat na gok (adat penuh). Sama halnya dengan acara paulak une, acara ini telah digabung pada saat akhir acara marunjuk.
2.4.2 Marhata Pada hakekatnya marhata selalu terintegrasi dalam upacara adat, dan merupakan bagian dalam setiap upacara adat. Marhata ialah membicarakan serta mewujudkan tujuan setiap upacara adat dengan menggunakan bahasa tutur parhataan, (Pardede, dkk., 1981:7). Sebagaimana diketahui bahwa dalam setiap upacara adat akan diakhiri dengan acara „marhata‟. Dalam upacara perkawinan
Batak Toba, acara marhata ‟bicara adat‟ merupakan bagian dari upacara inti yang harus dilakukan. Acara marhata ialah dialog secara resmi di antara dua pihak yaitu pihak orangtua mempelai wanita dan pihak orangtua mempelai pria yang biasanya didahului dengan acara makan bersama. Setelah ada kesepakatan kedua belah pihak, maka acara marhata dapat dimulai. Marhata dapat dikatakan sebuah percakapan sebab percakapan baru dapat disebut sebagai peristiwa tutur kalau memenuhi delapan komponen atau yang disingkat dengan SPEAKING yaitu S (Setting and Scene), P (Participants), E (Ends: Porpose and Goal), A (Act Sequences), K (Key: tone or Spirit of act), I (Instrumentalities), N (Norms of Interaction and Interpretation, dan G (Genre). Setting (waktu dan tempat) marhata berlangsung dengan situasi formal di rumah dan ruangan (gedung). Situasi tutur marhusip berlangsung di rumah,
Universitas Sumatera Utara
sedangkan situasi tutur marpudunsaut dan marunjuk berada di ruangan (gedung). Jarak waktu antara situasi tutur marhusip ke marpudunsaut dan marunjuk bervariasi sesuai dengan kesepakatan waktu keluarga kedua belah pihak. Acara marhusip ke marpudunsaut bisa berjarak satu, dua, atau tiga bulan, sedangkan acara marpudunsaut ke marunjuk biasanya berjarak dua minggu. Partisipan yang terlibat dalam peristiwa marhata terdiri dari unsur-unsur DNT(hula-hula, dongan tubu,dan boru). Keterlibatan partisipan dalam marhata dimulai dari hula-hula, dongan tubu, dan juga boru. Dalam acara marhata selalu ada dua pihak, yaitu pihak suhut baik dari pihak laki-laki maupun perempuan dengan unsur DNT. Di samping itu, selalu ada juga raja panise (raja penanya) dan raja pangalusi (raja penjawab). Pelaksanaan acara adat baik di rumah maupun di gedung biasanya dikoordinir oleh Raja Parhata (Juru bicara adat) yang terdiri dari raja panise dan juga raja pangalusi. Seorang Raja Parhata yang dipilih oleh barisan semarganya harus memahami hukum adat serta penerapannya, segala seluk-beluk adat Batak pada umumnya dan adat yang berlaku bagi rumpunnya semarga pada khususnya. Mengapa disebut sebagai Raja?. Dalam hal ini Raja bukanlah dimaksudkan sebagai penguasa tertinggi pada suatu kerajaan yang biasanya merupakan warisan turun-temurun, atau orang yang mengepalai dan memerintah suatu bangsa atau negara atau suatu daerah seperti sultan, melainkan hanyalah karena orang yang disebut “raja” dalam adat –istiadat Batak itu adalah “ pemuka” yang memiliki keistimewaan khusus termasuk kepandaiannya mengelola/ mengendalikan jalannya upacara adat, baik skala kecil, menengah maupun pesta
Universitas Sumatera Utara
adat skala besar. Menurut kamus bahasa Batak Toba– Indonesia adalah siboto uhum siboto adat yang artinya paham mengenai hukum adat serta penerapannya dengan benar. Dalam masyarakat Batak Toba ada beberapa kelompok atau perorangan yang panggilannya bergelar raja, yaitu : 1. Raja ni dongan tubu (pemuka-pemuka dari barisan semarga) 2. Raja ni Hula-hula (pemuka-pemuka dari barisan marga Hula-hula atau marga istri). 3. Raja ni boru (para pemuka dari barisan boru yang mengawini saudara perempuan) 4. Raja naginokhon (para pemuka dari kelompok undangan yang tidak termasuk (di luar) DNT). 5. Raja na ro/Raja Nijou (tamu yang tidak direncanakan datang) 6. Raja panungkun (seseorang yang ditugasi bersama (orang yang dirajakan) untuk menanyakan pihak paranak misalnya dalam pesta perkawinan yang disebut juga Raja panise. 7. Raja pangalusi (seseorang yang ditugasksan bersama atau dirajakan untuk menjawab atau memberikan penjelasan kepada yang bertanya (Raja panungkun). Berikut ini contoh bahasa tutur marhata antara juru bicara raja panise dan raja pangalusi dalam upacara adat mangaririt/manjalo tanda/marhori-hori dinding/ marhusip .yang dikutip dari Pardede, dkk. (1981) Raja Panise: Ipe nuaeang bere..., porsea do hami dihata ni Ama ni Anu nagkin,
Universitas Sumatera Utara
(penanya)
alai asa umpos rohanami denggan do paboaonmu manang naung sian roham do naeng manopot borunami. Jala asa tangkas botoon nami laos paboa ma jolo hira ise ma nuaeng na tumubuhon hamu, sian huta dia jala anak paipiga ma ho anak ni lae i?
Terjemahan:
Maka sekarang bere… kami percaya akan perkataan Bapak si A tadi. Agar kami lebih percaya, baiklah kau katakana, apakah memang engkau sungguh-sungguh ingin memperistri anak kami ini. Agar lebih jelas kami mengetahui, jelaskanlah siapa nama ayahmu, dari kampong mana, dan engkau anak ke berapa.
Pangoro: (sang pria)
Ianggo ahu tulang, siahaan dope ahu anak ni damang Ama ni… sian huta ………….: 5 do hami marhaha-maranggi. Ia marga ni dainang pangintubu ima marga… Ba naung parbinoto do nasida diparlangkanghon , jala las roha nasida gabe helamu ahu. Jala pos ma rohamu ndang adong bogashu manang didia na asing.
Terjemahan:
Kalau saya, Paman, sayalah anak pertama, anak ayah Ama ni …..berasal dari kampong ….; kami adalah lima orang bersaudara Ibu kandung saya bermarga … Rencana ini adalah sepengetahuan mereka dan mereka sangat setuju apabila saya menjadi menantu Paman. Percayalah, saya tidak mempunyai hubungan dengan perempuan lain.
Berikut ini contoh bahasa tutur marhata antara juru bicara raja panise dan raja pangalusi dalam upacara adat marunjuk .yang dikutip dari Pardede, dkk. (1981)
Raja Panise: Olo ba raja ni boru. Ba haroan ni panggabean dohot parhorasondo hape. Ba sitiptip ma sihompa godang palu-palu na, palu-palu nai to ho tu ogung oloan, manumpak ma Ompunta Debata godang pasu-pasuna, jala pasu-pasuna i ganup taon marharoan; gabe ma hamu na mangalehon sipanganon i gabe nang hami na manganhon. Bagot na ginjang ma na tubu di robean, gabe na mala, horas na nilean. Gabe ma hamu na hugabei hami, gabe nang hami na manggabei hamu, horas hita on saluhutna. Ba marangkup do na uli, mardongan na denggan, ba siangkupna songon na mardalan, sihombarna songon na hundul, ba dipaboa raja ni boru. Terjemahan :
Universitas Sumatera Utara
Baiklah raja ni boru. Ya, rupanya pesta kegembiraan dan keselamatan. Ya, sitiptip dan sihompa banyak pembunyinya. Pembunyinya itu tepat ke ogung oloan, mengasihilah Tuhan Debata banyaklah berkatnya, yang memungkinkan kita tiap tahun berpesta. Selamatlah kamu yang menyajikan makanan dan selamatlah kami yang menikmati. Semoga kamu beroleh gantinya; kami gemuk yang makan. Pohon enau yang tinggi tumbuh di tanah yang curam; kayalah yang bermurah hati; selamat yang menerima. Selamatlah kamu yang kami selamati; selamat kami yang memberi selamat, selamatlah kita semua. Berkawan yang baik, berteman yang bagus, ya, iringan bagai orang berjalan, bergandengan bagai orang duduk, hendaknyalah diterangkan raja ni boru. Raja Pangalusi: Olo ba raja nami, raja ni hula-hula. Di hata ni panggabean parhorasan naung nidokmu: Eme sitamba binahen baen boni, ima didok hatanta ima dioloi tondi, jujung ma i disambubu, tuak di abara, amou dohot diampuan, gabe ma hamuna manggabei hami, ganang hami na ginabeanmu. Sian na manungkun hamu disiangkupna songan na mardalan sihombar songanna hundul, paboan ma tutu: Ba ompu raja ijolo do martungkot siala gundi adat ni na dijolo diihuthon hita na dipudi, ba na martinopot do anak nami tu borumu, jadi dibahen na olo do hamu parsijangkit-jangkitan songon si hapor eme. Ba i do dalan rajanami umbahen na ro hami mangusung jual nami , ba na laho mangalap borumu do hami rajanami umbahen na ro. Baima di alusi raja i. Terjemahan : Baiklah tuan raja, raja ni hula-hula. Mengenai ucapan kegembiraan dan keselamatan yang telah disampaikan: Padi sitamba dipilih untuk benih. Apa yang kita katakan semogalah berterima oleh roh, terletak di atas kepala, di bawa di atas bahu, berterima di haribaan, selamatlah kamu yang memberi selamat kepada kami dan selamat kami yang menerimanya. Menjawab pertanyaan tentang iringan bagai orang berjalan, berbarengan bagai orang duduk, baiklah kami beritahukan: Ya, nenek raja yang dahulu bertongkat siala gundi. Adat yang dahulu diikuti orang belakangan, ya anak kami mendatangi putri tuan raja. Kami bersyukur, kami beroleh tempat berlindung. Kami datang membawa persembahan kami. Jadi, kami datang untuk menjemput putri tua. Demikian kami beritahukan tuan raja.
Universitas Sumatera Utara
Ketika acara marhata pada situasi tutur marhusip dilaksanakan, partisipan yang ikut terlibat dalam marhata terdiri atas juru bicara pihak laki-laki dan juru bicara pihak perempuan, penatua kampung pihak laki-laki dan penatua kampung pihak perempuan, boru/mantu, pariban, dongan tubu (semarga) pihak perempuan, sedangkan pihak hula-hula (tulang dari kedua belah pihak) belum hadir dalam acara ini sebab acara marhusip dapat dikatakan acara yang masih belum resmi sehingga belum perlu dihadiri oleh hula-hula dari kedua belah pihak. Posisi duduk partisipan ketika marhata sedang berlangsung pada situasi tutur marhusip dapat dilihat dalam bagan berikut :
Dongan Tubu (Semarga)
Dongan Tubu (Semarga)
Orang Tua Pengantin Laki-laki
Penatua Kampung
Pihak
Juru Bicara
Laki-laki
Penatua Kampung
Pihak Perempuan
Boru/Mantu
Juru Bicara
Satu Pengambilan (Pariban)
Boru/Mantu
Bagan 2.3 Posisi Duduk Acara Marhata Situasi Tutur Marhusip
Penutur yang terlibat dalam marhata dalam situasi tutur marhusip pihak pengantin perempuan adalah 1) Parsinabung Parboru/Juru Bicara Pihak Perempuan (JBPP), 2) Dongan Sahuta Parboru/Penatua Kampung Pihak Perempuan (PKPP), 3) SSPP, 4) Hela Pihak Perempuan/Mantu Laki-laki Pihak Perempuan (MLPP), dan
Universitas Sumatera Utara
5) Kakak Ipar Pihak Perempuan (KIPP). Penutur dari pihak pengantin laki-laki terdiri dari 1) Parsinabung Paranak /Juru Bicara Pihak Laki-Laki (JBPL) dan 2) OTPL. Boru „putri‟, dongan tubu „teman semarga‟, dan dongan sahuta „penatua kampung/teman satu STM‟ pihak calon pengantin laki-laki hadir dalam acara marhusip namun tidak ikut marhata „berbicara adat‟. Hal ini adalah salah satu petunjuk bahwa dalam acara marhusip ini sudah ada negosiasi awal antara orang tua calon pihak pengantin perempuan dan orang tua calon pihak pengantin lakilaki tentang jumlah mahar yang akan disampaikan kepada pihak perempuan yang dilaksanakan melalui percakapan tidak resmi sebelum acara marhusip dilaksanakan yang disebut dengan acara marhori-hori dinding. Penutur yang hadir dalam acara marpudunsaut lebih banyak dari penutur acara marhusip. Hula-hula kedua belah pihak sudah ikut serta dalam pembicaraan. Penutur dari pihak laki-laki terdiri dari 1) BHN, 2) PMR, 3) PRS, 4) HS, 5) HM, 6) Dongan Sahuta/Penatua Kampung Pihak Laki-laki (PKPL), 7) Tulang Pihak Laki-laki (TPL), dan 8) JBPL. Penutur dari pihak pengantin perempuan terdiri dari 1) BHS, 2) POM, 3) APS, 4) AN, 5) HPD, 6) HGT, 7) GGT, 8) PGM, 9) Pamarai, 10) Simolohon, 11) Hela, 12) PRS, 13) Penatua Kampung Pihak Perempua, 14) BS, 15) OTPP, 16) Dongan Tubu (DT), dan 17) JBPP. Acara marhata dilaksanakan di gedung, di tempat pihak perempuan. Ketika marhata berlangsung, penutur-penutur tersebut duduk dengan posisi seperti dalam bagan berikut.
Universitas Sumatera Utara
Boru/Pariban/ Hela
Pihak Laki-laki (Dongan Tubu)
Penatua Kampung
Penatua Kampung
Tulang/Hula-hula
Pihak Perempuan (Dongan Tubu)
Tulang/Hula-hula
Boru/Hela/ Pariban
Bagan 2.4 Posisi Duduk Marhata Situasi Tutur Marpudunsaut
Peristiwa tutur marhata dalam situasi tutur marunjuk dilaksanakan di Sopo Godang HKBP Jalan Gereja, Pematangsiantar di tempat pihak pengantin laki-laki. Penutur yang hadir dalam acara marunjuk ini lebih banyak lagi dari penutur acara marpudunsaut. Penutur yang terlibat dalam acara marunjuk dari pihak pengantin perempuan terdiri atas 1) GS, 2) BHS, 3) HOM, 4) HPD, 5) GGT, 6) HD, PGM, 8) AN, 9) RS, 10) DTSS, 11) JBPP, 12) HHS, 13) OH, 14) DSP/PKPP, 15) TPS, 16) DTSS, 17) DTSM, dan 18) JBPP. Penutur dari pihak laki-laki terdiri atas 1) GRM, 2) GRS), 3) RS, 4) Bona BHN, 3) PMR, 4) PRS, 5) HS, 6) HM, 7) PKPL, 8) TPL, dan 9) JBPL. Posisi duduk penutur-penutur tersebut digambarkan seperti dalam bagan berikut. Boru/Pariban/ Hela Pihak Laki-laki (Dongan Tubu) Penatua Kampung
Penatua Kampung
Tulang/Hula-hula
Pihak Perempuan (Dongan Tubu) Tulang/Hula-hula
Boru/Hela/ Pariban
Bagan 2.5 Posisi Duduk Marhata Situasi Tutur Marunjuk
Universitas Sumatera Utara
Ends merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Peristiwa tutur marhata yang terjadi di rumah maupun di gedung bermaksud untuk mencapai suatu tujuan. Peristiwa tutur marhata situasi tutur marhusip bermaksud untuk mengkonfirmasi keseriusan hubungan antara calon mempelai pengantin perempuan dan calon pengantin laki-laki dan penentuan jumlah mahar yang akan diterima pihak calon pengantin perempuan. Act sequence mengacu pada bentuk ujaran (bagaimana ujaran itu disampaikan) dan isi ujaran. Bentuk ujaran yang digunakan dalam percakapan Bahasa Batak Toba sehari-hari berbeda dengan bentuk ujaran dalam acara pesta. Begitu juga dengan isi (topik) yang dibicarakan. Key mengacu pada nada, cara dan semangat di mana suatu pesan disampaikan; dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong, dengan mengejek, dan sebagainya. Hal ini dapat ditunjukkan dengan gerak tubuh dan isyarat. Instrumentalities mengacu pada jalur bahasa yang digunakan seperti jalur lisan, tertulis, melalui telegraf atau telepon. Instrumentalities juga mengacu pada kode ujaran seperti bahasa, dialek ragam atau register. Norm of interaction and interpretation mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi dan norma penafsiran terhadap ujaran dari lawan bicar. Misalnya, yang berhubungan dengan cara berinterupsi, bertanya, dan sebagainya Genre adalah suatu kategori komunikasi yang dapat berupa puisi, umpama, doa, lelucon, ungkapan, iklan, dan sebagainya. Status sosial partisipan sangat menentukan ragam bahasa yang digunakan. Tipe-tipe tuturan yang
Universitas Sumatera Utara
digunakan untuk berkomunikasi, aktivitas minimal dimediasi oleh tiga genre, yaitu percakapan dalam ruang (indoor conversation), percakapan luar ruang (outdoor conversation), dan percakapan melalui media (conversation by media). Corak bahasa yang digunakan dalam marhata adalah bahasa tutur parhataan yang berbeda dengan corak pemakaian bahasa Batak Toba di luar upacara adat. Pemakaian tersebut termasuk di dalamnya penggunaan umpama dan umpasa yang merupakan ciri khas dalam marhata pada upacara adat Batak Toba. Penggunaan umpama dan umpasa merupakan salah satu ciri-ciri bahasa tutur parhataan adat Batak Toba karena penggunaan umpama dan umpasa merupakan salah satu ciri khas yang membuat acara menjadi khusus dalam acara marhata „bicara adat‟. Apakah seorang parhata haruslah orang yang benar-benar bisa menggunakan umpama dan umpasa? Sihombing (1997:15) mengatakan bahwa orang Batak sangat penting sekali mengetahui umpama dan umpasa, khususnya berbahasa tutur dalam acara adat agar apa yang akan disampaikan itu dapat lebih meresap diterima oleh pendengar. Apabila hendak menasehati seseorang, umpasa sangat baik disampaikan dan akan lebih berkesan lagi dan efektif apabila dibarengi dengan umpama. Keindahan untaian kata bahasa pantun atau umpasa tidak hanya menambah indahnya rangkaian kata-kata tetapi juga pesan yang hendak disampaikan. Penggunaan umpama dan umpasa merupakan keharusan dalam bahasa tutur parhataan pada setiap upacara adat Batak Toba karena hal ini merupakan ciri khas dalam bahasa tutur adat Batak Toba. Oleh karena itu tanpa kehadiran
Universitas Sumatera Utara
umpama dan umpasa, acara kegiatan adat bagi masyarakat Batak Toba khususnya dan masyarakat Batak umumnya akan terasa tidak seperti bahasa tutur acara adat. Umpama dan umpasa merupakan dua istilah yang berbeda. Dalam bahasa Indonesia, umpama dapat disamakan dengan „pepatah‟, sedangkan umpasa adalah sama dengan „pantun‟. Umpasa terdiri dari dua baris maupun empat baris. Bila umpasa terdiri dari dua baris, baris pertama merupakan sampiran dan baris kedua merupakan isi dan jika umpasa terdiri dari empat baris, baris pertama dan kedua merupakan sampiran, baris ketiga dan keempat merupakan isi. Umpama bersifat statis sedangkan umpasa sifatnya dinamis. Sihombing (1997:18) mengatakan bahwa umpama tidak dapat diubah bentuknya, misalnya : “Tedek songon indahan di balanga”, tidak dapat diganti seperti misalnya, “Tedek songon juhut di balanga.”, sedangkan umpasa dapat diubah sesuai dengan jenis upacara adatnya. Berikut ini contoh umpasa pada acara adat marhata sinamot (Pardede, 1981:71-72) . Sahat-sahat ni solu ma
„Sesampai sampan‟
Sahat tu bontean
„Sampai ke pelabuhan
Nunga sahat ro raja ni pamoruonta
„Penghormatan adat sudah disampaikan boru‟
Sai sahat ma hita on saluhutna gabean „Semoga kita semuanya selamat-selamat‟ Solu adalah perahu kecil atau sampan. Bontean berarti „pelabuhan, tempat sampan-sampan berlabuh‟. Dengan naik sampan kita dapat bepergian dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain.
Universitas Sumatera Utara
Panggabean berasal dari kata dasar gabe artinya „sejahtera dan bahagia‟. Kebanyakan orang Batak Toba (menurut pikiran yang diwariskan para nenek moyang), ialah berumur panjang, mudah mendapat rejeki, beroleh keturunan anak laki-laki dan anak perempuan; lebih sempurna lagi kalau bercucu, bercicit, bahkan berbuyut. Untuk memperoleh kebahagiaan itu diwajibkan setiap orang berbuat kebajikan terhadap orang tua, antara hula-hula dengan boru, dan sesama dongan tubu. Cara-cara penghormatan seperti dimaksud ini dapat dianggap merupakan sarana untuk memperoleh sarana untuk
memperoleh kebahagiaan dan
kesejahteraan, ibarat sarana solu untuk dapat menyinggahi bontean. Berikut ini contoh umpasa pada acara adat marunjuk (Pardede, 1981:8081) . Purba ma tondong ni angkola
„Timur berlawanan arah dengan angkola‟
Simonang-monang di julu ni tapian „Pemenang di udik sungai‟ Saut maduma ma hita jala mamora „Jadilah kita kaya dan makmur‟ Sai monang ma hita ditahi-tahian
„Selalu menang dalam rencana‟
Purba (timur) selalu merupakan tempat matahari bercahaya pada waktu pagi. Udik atau hulu sungai dianggap tempat pemenang sebab tempat permulaan banjir. Keadaan ini telah merupakan sesuatu ketetapan. Ketetapan ini dijadikan sebagai perbandingan dengan penghargaan semoga masing-masing yang hadir tetap makmur dan kaya, serta menjadi pemenang pada setiap rencana yang dibuat. Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa upacara adat dihadiri oleh unsur DNT (Hula-hula, Boru, Dongan Sabutuha) serta unsur lainnya, yang masing-
Universitas Sumatera Utara
masing ikut berpartisipasi aktif dalam upacara tersebut. Corak bahasa tutur parhataan yang dipakai juga akan berbeda khususnya dalam pemakaian umpasa. Berikut ini jenis umpasa yang diucapkan oleh hula-hula: Bintang na rumiris
„Bintang yang berarak‟
Ombun na sumorop
„Embun yang mencercah‟
Anak pe riris
„Putera banyak‟
Boru pe torop
„Puteripun banyak'
Umpasa tersebut mengandung arti „semoga keturunan kalian sebanyak bintang dan embun di langit‟. Berikut ini jenis umpasa yang diucapkan oleh boru : Eme sitamba ma Binahen gabe boni, Ima didok hatanta sahat ma i dioloi tondi, jujunma i disimanjujung nami, Tuak di abara nami, ampu dohot di ampuan nami gabe nang hami na ginabeanmu Umpasa tersebut mengandung arti semoga berkat yang kita katakan diterima oleh badan, banyak keturunan, kaya dan panjang umur kami semuanya. Seorang pembicara sering menyesuaikan kedudukan dan fungsinya di dalam peristiwa adat sehingga perlu membuat variasi penggunaan umpasa sesuai dengan tujuan pembicaraan. Berikut ini contoh umpasa umum yang dapat dikatakan oleh siapapun. Nunga sampulu pitu lili di tanganhu Pasampulu ualuhon jugianami
Universitas Sumatera Utara
Nunga uli nipi nami Adong hamu pangalu-aluan nami
Menurut (Pardede, dkk. 1981:90-91), penggunaan umpasa itu masih sangat umum. Kalau pihak hula-hula memakainya, akan dibuat variasinya sebagai berikut : Nunga sampulu pitu lili di tanganhu Pasampulu ualuhon jugianami Nunga uli nipi nami Adong hamu pangalu-aluanhu Ba pagodang hamu ma sinamotmuna Kemudian, kalau pihak boru menggunakan umpasa tersebut, maka dapat dibuat variasinya seperti berikut : Nunga sampulu pitu lili di tanganhu Pasampulu ualuhon jugianami Nunga uli nipi nami rajanami
Sebuah percakapan baru dapat disebut sebagai sebuah peristiwa tutur kalau memenuhi syarat seperti yang disebutkan di atas. Berdasarkan kriteria tersebut di atas acara marhata pada upacara adat perkawinan Batak Toba termasuk suatu peristiwa tutur sebab seluruh komponen SPEAKING seperti yang dijelaskan di atas dicakup dalam acara marhata. Sehingga dengan demikian pemahaman marhata dimaknai sama dengan percakapan
Universitas Sumatera Utara
Dari uraian kerangka pikir di atas yang membahas peristiwa tutur marhata dalam 3 situasi tutur upacara adat perkawinan Batak Toba (marhusip, marpudunsuat, dan marunjuk) dalam kaitannya dengan pengenalan topik-topik marhata, pola gilir bicara marhata, dan pola pasangan berdekatan marhata dengan mengaplikasikan teori pengenalan topik marhata oleh Sibarani (1997), yang menggunakan pendekatan analisis percakapan untuk menemukan pola gilir bicara dan pasangan berdekatan oleh Sacks, dkk (1974) dalam perspektif pragmatik dengan model analisis oleh Yule (1996), maka konstruk analisis yang digunakan dalam penelitian yang berjudul Marhata Dalam Upcara Adat Perkawinan Batak Toba diringkas dan digambarkan dalam bagan berikut.
Universitas Sumatera Utara
Upacara Adat Perkawinan Batak Toba
Menerima kedatangan suhut
Penyerahan tudu-tudu ni sipanganon & dengke (Tanda Makanan adat)
Marhusip
Makan Bersama
Membagi Tanda Makanan Adat
Menerima Sumbangan Tanda Kasih
Marunjuk
Marpudunsaut
Pengenalan Topik Marhata (Sibarani, 1997)
Marhata
Pengenalan Topik Marhata (Sibarani, 1997)
Pengenalan Topik Marhata (Sibarani, 1997)
Pola Gilir Bicara (Sacks, 1964-1975), (Yule, 1996)
Komponen Konstruksi Gilir Bicara
Penyelesaian unit dalam komponen kata, frasa, klausa dan kalimat
Komponen Alokasi Gilir Bicara
1. Penutur Merujuk Penutur Berikutnya 2. Penutur Berikutnya Melanjutkan Tanpa Rujukan 3.Penutur Sebelumnya Melanjutkan Tanpa Rujukan
Pola Pasangan Berdekatan (Sacks, 1964-1975), (Yule, 1996)
Pasangan Respon yang Disukai/Berdekatan
Pasangan Respon yang tidak Disenangi/ Tidak Berdekatan
Bagan 2.6 Konstruk Analisis
Universitas Sumatera Utara