BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Model PBL Model PBL merupakan pembelajaran yang penyampaiannya dilakukan dengan cara menyajikan suatu permasalahan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, memfasilitasi penyelidikan, dan membuka dialog. Permasalahan yang dikaji hendaknya merupakan permasalahan konstekstual yang ditemukan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahan harus dipecahkan dengan menerapkan beberapa konsep dan prinsip yang secara simultan dipelajari dan tercakup dalam kurikulum mata pelajaran. Sebuah permasalahan pada umumnya diselesaikan dalam beberapa kali pertemuan karena merupakan permasalahan multikonsep bahkan dapat merupakan masalah multidisiplin ilmu. (Sani, 2014) 2.1.1 Konsep PBL Pembelajaran berbasis masalah (PBL) berlandaskan teori Piaget dan Vigotsky (konstruktivisme). Menurut teori konstruktivisme, siswa belajar mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan lingkungannya. Pembelajaran berbasis masalah (PBL) dapat membuat siswa belajar melalui upaya penyelesaian dunia nyata (real world problem) secara tersturktur untuk mengkonstruksi pengetahuan siswa. Pembelajaran ini menuntut siswa untuk aktif melakukan penyelidikan dalam menyelesaikan permasalahan dan guru berperan sebagai fasilitator atau pembimbing. Pembelajaran akan dapat membentuk kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking) dan meningkatkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis.
7
8
Problem based learning pertama sekali digunakan di perguruan tinggi dalam perkuliahan medis di Southern Illnois University School of Medicine. Dr. Howard Barrows dari sekolah tersebut mendefinisikan PBL sebagai sebuah metode pembelajaran berbasis pada prinsip penggunaan masalah sebagai titik permulaan untuk integrasi pengetahuan yang baru. ( Barrows dalam Sani, 2014) Menurut Arends (dalam Putra, 2013)
model PBL adalah model
pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik, sehingga ia bisa menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa, serta meningkatkan kepercayaan diri. PBL juga bisa didefinisikan sebagai lingkungan belajar yang didalamnya menggunakan masalah untuk belajar; sebelum mempelajari sesuatu, siswa diharuskan mengidentifikasi suatu masalah, baik yang dihadapi secara nyata maupun telaah kasus. PBL dapat pula didefinisikan sebagai sebuah metode pembelajaran yang didsarkan pada prinsip bahwa masalah bisa dijadikan sebagai titik awal untuk mendapatkan ataupun mengintegrasikan ilmu baru. Dengan demikian, masalah yang ada digunakan sebagai sarana agar siswa mampu mempelajari sesutau yang dapat menyokong keilmuan. (Nursalam dalam Putra, 2013) PBL berfokus pada penyajian suatu permasalahan (nyata stimulus) terhadap siswa, kemudian ia diminta mencari pemecahan masalah melalui serangkaian penelitian dan investigasi berdasarkan teori, konsep, serta prinsip yang dipelajarinya dari berbagai bidang ilmu (multiple perspective). Dalam hal ini, permasalahan menjadi fokus, stimulus, dan pemandu proses belajar, sedangkan guru menjadi fasilitator dan pembimbing. (Putra, 2013)
9
2.1.2 Tujuan Pembelajaran PBL Secara umum, tujuan pembelajaran dengan model PBL adalah sebagai berikut: a. Membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, serta kemampuan intelektual. b. Belajar berbagai peran orang dewasa melalui keterlibatan siswa dalam pengalaman nyata atau stimulasi. (Putra, 2013) Menurut Norman dan Schmidt (dalam Sani, 2014), PBL dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam beberapa hal, yakni: 1. mentransfer konsep pada permasalahan baru; 2. integrasi konsep; 3. ketertarikan belajar; 4. belajar dengan arahan sendiri; 5. keterampilan belajar. Tujuan utama PBL bukanlah penyampaian sejumlah besar pengetahuan kepada peserta didik, melainkan pada pengembangan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah dan sekaligus mengembangkan kemampuan peserta didik untuk secara aktif membangun pengetahuan sendiri. PBL juga dimaksudkan untuk mengembangkan kemandirian belajar dan keterampilan sosial peserta didik. Kemandirian belajar dan keterampilan sosial itu dapat terbentuk ketika peserta didik berkolaborasi untuk mengidentifkasi informasi, strategi, dan sumber belajar yang relevan untuk menyelesaikan masalah. (Kurniasih dan Berlin, 2014)
10
2.1.3 Langkah-langkah pembelajaran model PBL Gambaran rinci langkah-langkah model PBL dapat diamati dalam tabel berikut: Table 2.1. Langkah-Langkah Pembelajaran Model PBL Langkah
No. 1
Kegiatan Guru Menginformasikan tujuan pembelajaran Menciptakan lingkungan kelas yang memungkinkan
2 Orientasi masalah 3
terjadi pertukaran ide yang terbuka Mengarahkan kepada pertanyaan atau masalah Mendorong
4
siswa
mengekspresikan
ide-ide
secara
terbuka Membantu siswa dalam menemukan konsep berdasarkan
1 Mengorganisasikan siswa untuk belajar
masalah Mendorong keterbukaan, proses-proses demokrasi, dan
2 3
cara belajar siswa aktif Menguji pemahaman siswa atas konsep yang ditemukan Memberi
1
Membantu menyelidiki secara
pengerjaan
siswa
dalam
mengerjakan / menyelesaikan masalah
2
Mendorong kerja sama dan penyelesaian tugas-tugas
3
Mendorong dialog dan diskusi dengan teman
mandiri atau kelompok
Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisakan 4
Mengembangkan dan
kemudahan
tuags-tugas belajar yang berkaitan dengan masalah
5
Membantu siswa merumuskan hipotesis
6
Membantu siswa dalam memberikan solusi Membimbing siswa dalam mengerjakan lembar kegiatan
1
menyajikan hasil kerja 2
siswa (LKS) Membimbing siswa dalam menyajikan hasil kerja Membantu siswa mengkaji ulang hasil pemecahan
Menganalisis dan
1
mnegevaluasi hasil pemecahan masalah
masalah Memotivasi siswa agar terlibat dalam pemecahan
2 3
masalah Mengevaluasi materi
(Putra, 2013) Sani (2014) juga mengemukakan langkah model PBL sebagai berikut:
11
Table 2.2. Langkah-Langkah Pembelajaran Model PBL Langkah
Aktivitas Guru dan Peserta Didik Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan sarana atau
Mengorientasi
peserta
didik
terhadap
masalah
logistik yang dibutuhkan. Guru memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah nyata yang dipilih atau ditentukan
Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar
Guru
membantu
peserta
didik
mendefinisikan
dan
mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang sudah diorientasikan pada tahap sebelumnya
Guru Membimbing
penyelidikan
individual
maupun kelompok
mendorong
peserta
didik
untuk
mengumpulkan
informasi yang sesuai dan melaksanakan eksperimen untuk mendapat kejelasan yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah. Guru membantu peserta didik untuk berbagi tugas dan
Mengembangkan dan menyajikan hasil
merencanakan atau menyiapkan karya yang sesuai sebagai
karya
hasil pemecahan masalah dalam bentuk laporan, video, atau model
Menganalisis
dan
mengevaluasi
proses pemecahan masalah
hasil
Guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap proses pemecahan masalah yang dilakukan
Dari masing-masing pendapat tersebut mengenai tahapan model PBL, terdapat kesamaan yaitu model PBL terdiri dari lima langkah utama: orientasi siswa pada masalah, pengorganisasian siswa untuk belajar, penyelidikan secara individu maupun kelompok, pengembangan dan penyajian hasil kerja, serta analisis dan evaluasi. Tahapan-tahapan PBL yang dilaksanakan secara sistematis berpotensi dapat mengembangkan kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan masalah sekaligus dapat menguasai pengetahuan yang sesuai dengan kompetensi dasar tertentu. Tahapan-tahapan PBL tersebut dapat diintegrasikan dengan aktivitas-
12
aktivitas pendekatan saintifik sesuai dengan karakteristik pembelajaran dalam Kurikulum 2013 sebagaimana tertera pada Permendikbud No. 81a Tahun 2013. Aktivitas-aktivitas
tersebut
informasi/eksperimen,
adalah
mengamati,
menanya,
mengasosiasikan/mengolah
mengumpulkan
informasi,
dan
mengomunikasikan. (Kurniasih dan Berlin, 2014) Skenario
pembelajaran
dengan
metode
PBL
hendaknya
memenuhi
karakteristik antara lain: 1. terkait dengan dunia nyata; 2. memotivasi siswa; 3. membutuhkan pengambilan keputusan; 4. multitahap; 5. dirancang untuk kelompok; 6. menyajikan pertanyaan terbuka yang memicu diskusi; 7. mencakup tujuan pembelajaran, berpikir tingkat tinggi (higher order thinking), dan keterampilan lainnya. (Sani, 2014) 2.1.4 Kelebihan dan Kekurangan Model PBL Sebuah model selalu ada kelebihan dan kekurangan. Namun dari sebuah model kita harus mampu memilih model yang lebih banyak keunggulan atau kelebihannya. a. Kelebihan model PBL Model
pembelajaran
PBL
ini
memiliki
beberapa
kelebihan,
diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan lantaran ia yang menemukan konsep tersebut
13
2. Melibatkan siswa secara aktif dalam memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi 3. Pengetahuan tertanam berdasarkan kerangka pemikiran yang dimliki oleh siswa, sehingga pembelajaran lebih bermakna 4. Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran, karena masalah-masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata. Hal ini bisa meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa terhadap bahan yang dipelajarinya. 5. Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain, serta menanamkan sikap sosial yang positif dengan siswa lainnya. 6. Pengondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi terhadap pembelajar dan temannya, sehingga pencapaian ketuntasan belajar siswa dapat diharapkan. 7. PBL
diyakini
pula
dapat
menumbuhkembangkan
kemampuan
kreativitas siswa, baik secara individual maupun kelompok, karena hampir di setiap langkah menuntut adanya keaktifan siswa. b. Kekurangan model PBL Selain berbagai kelebihan tersebut, model PBL juga memiliki beberapa kekurangan, yakni: 1. Bagi siswa yang malas, tujuan dari metode tersebut tidak dapat tercapai 2. Membutuhkan banyak waktu dan dana, serta 3. Tidak semua mata pelajaran bisa diterapkan dengan metode PBL (Putra, 2013)
14
2.2 Berpikir Kritis Berpikir kritis adalah suatu kecakapan nalar secara teratur, kecakapan sistematis dalam menilai, memecahkan masalah dan menarik keputusan, memberi keyakinan, menganalisis asumsi, dan pencarian ilmiah. (Putra, 2013) Berpikir kritis adalah suatu proses berpikir yang sistematis, terarah dan jelas yang merupakan suatu kegiatan mental seperti proses mengamati, menganalisis, meneliti, mengobservasi dan lain-lain sebagai suatu cara menemukan suatu solusi dalam memecahkan suatu masalah. (Husamah dan Setyaningrum, 2013) Menurut Webster’s New Encyclopedic All New 1994 Edition (dalam Amri dan Iif, 2010), “kritis” (critical) adalah menerapkan atau mempraktikkan penilaian yang teliti dan obyektif sehingga berpikir kritis dapat diartikan sebagai yang membutuhkan kecermatan dalam membuat keputusan. Berpikir kritis merupakan sebuah proses yang bertujuan untuk membuat keputusan yang masuk akal mengenai apa yang kita percayai dan apa yang kita kerjakan. Berpikir kritis merupakan salah satu tahapan berpikir tingkat tinggi. (Ennis dalam Amri dan Iif, 2010). Costa (dalam Amri dan Iif, 2010) mengkategorikan proses berpikir kritis kompleks atau berpikir tingkat tinggi ke dalam empat kelompok yang meliputi pemecahan masalah (problem solving), berpikir kritis (critical thinking), dan berpikir kreatif (creative thinking). Berpikir kritis diperlukan dalam kehidupan karena dalam kehidupan di masyarakat, manusia selalu dihadapkan pada permasalahan
yang memerlukan
pemecahan.
Untuk
memecahkan
suatu
15
permasalahan tentu diperlukan data-data agar dapat dibuat keputusan yang logis, dan untuk membuat suatu keputusan yang tepat, diperlukan kemampuan berpikir kritis yang baik. Sesuai pendapat Ennis (dalam Amri dan Iif, 2010) menyatakan bahwa terdapat enam unsur dasar dalam berpikir kritis, yaitu fokus (focus), alasan (reason), kesimpulan (inference), situasi (situation), kejelasan (clarity), dan tinjauan ulang (overview). Dari pendapat ini dapat dijelaskan bahwa tahap-tahap dalam berpikir kritis sebagai berikut :
1. Fokus
(focus).
Langkah
awal
dari
berpikir
kritis
adalah
mengindetifikasi masalah dengan baik. Permasalahan yang menjadi focus bisa terdapat dalam kesimpulan sebuah argumen. 2. Alasan (reason). Apakah alasan-alasan yang diberikan logis atau tidak untuk disimpulkan seperti yang tercantum dalam focus. 3. Kesimpulan (inference). Jika alasannya tepat, apakah alasan itu cukup untuk sampai pada kesimpulan yang diberikan. 4. Situasi (situation). Mencocokkan dengan situasi yang sebenarnya. 5. Kejelasan (clarity). Harus ada kejelasan mengenai istilah-istilah yang dipakai dalam argument tersebut sehingga terjadi kesalahan dalam membuat kesimpulan. 6. Tinjauan ulang (overview), artinya kita perlu mencek apa yang sudah ditemukan, diputuskan, diperhatikan, dipelajari dan disimpulkan.
16
Dari masing-masing unsur keterampilan berpikir kritis di atas, diuraikan lagi menjadi sub-keterampilan berpikir kritis dan masing-masing indikatornya dituliskan dalam tabel berikut: Tabel 2.3. Aspek Keterampilan Berpikir Kritis menurut Ennis Keterampilan Berpikir Kritis
Sub Keterampilan Berpikir Kritis
1. Memfokuskan pertanyaan
a. Mengidentifikasi atau memformulasikan suatu pertanyaan. b. Mengidentifikasi atau memformulasikan kriteria jawaban yang mungkin. c. Menjaga pikiran terhadap situasi yang sedang dihadapi.
2. Menganalisis argument
a. Mengidentifikasi kesimpulan b. Mengidentifikasi alasan yang dinyatakan c. Mengidentifikasi alasan yang tidak dinyatakan d. Mencari persamaan dan perbedaan e. Mengidentifikasi dan menangani ketidakrelevanan f. Mencari struktur dari sebuah pendapat/argument g. Meringkas
1. Memberikan Penjelasan dasar
3. Bertanya dan menjawab pertanyaan klarifikasi dan pertanyaan yang menantang
2. Membangun Keterampilan dasar
Aspek
4.Mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak?
a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. a. b. c. d. e. f. g. h.
Mengapa? Apa yang menjadi alasan utama? Apa yang kamu maksud dengan? Apa yang menjadi contoh? Apa yang bukan contoh? Bagaiamana mengaplikasikan kasus tersebut? Apa yang menjadikan perbedaannya? Apa faktanya? Apakah ini yang kamu katakan? Apalagi yang akan kamu katakan tentang itu? Keahlian Mengurangi konflik interest Kesepakatan antar sumber Reputasi Menggunakan prosedur yang ada Mengetahui resiko Keterampilan memberikan alasan Kebiasaan berhati-hati
17
Keterampilan Berpikir Kritis
Sub Keterampilan Berpikir Kritis
Aspek
5.Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi
a. Mengurangi praduga/menyangka b. Mempersingkat waktu antara observasi dengan laporan c. Laporan dilakukan oleh pengamat sendiri d. Mencatat hal-hal yang sangat diperlukan e. Penguatan f. Kemungkinan dalam penguatan g. Kondisi akses yang baik h. Kompeten dalam menggunakan teknologi i. Kepuasan pengamat atas kredibilitas kriteria
6. Mendeduksi dan mempertimbangkan deduksi
a. Kelas logika b. Mengkondisikan logika c. Menginterpretasikan pernyataan
7. Menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi
a. Menggeneralisasi b. Berhipotesis
8. Membuat dan mengkaji nilai-nilai hasil pertimbangan
a. Latar belakang fakta b. Konsekuensi c. Mengaplikasikan konsep ( prinsip-prinsip, hukum dan asas) d. Mempertimbangkan alternatif e. Menyeimbangkan, menimbang dan memutuskan
9. Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan definisi
Ada 3 dimensi: a. Bentuk : sinonim, klarifikasi, rentang, ekspresi yang sama, operasional, contoh dan noncontoh b. Strategi definisi c. Konten (isi)
10.Mengidentifikasi asumsi
a. Alasan yang tidak dinyatakan b. Asumsi yang diperlukan: rekonstruksi argumen
11. Memutuskan suatu tindakan
a. Mendefisikan masalah b. Memilih kriteria yang mungkin sebagai solusi permasalahan c. Merumuskan alternatif-alternatif untuk solusi d. Memutuskan hal-hal yang akan dilakukan e. Merivew f. Memonitor implementasi
12. Berinteraksi dengan orang lain
a. Memberi label b. Strategi logis c. Srtrategi retorik d. Mempresentasikan suatu posisi, baik lisan atau tulisan
3.Menyimpulkan
4. Membuat penjelasan lebih lanjut
5. Strategi dan taktik
18
Watson dan Glaser (dalam Amri dan Iif, 2010) juga melakukan pengukuran kemampuan berpikir kritis melalui tes yang mencakup lima buah indicator, yaitu mengenal asumsi, melakukan inferensi, deduksi, interpretasi, dan mengevaluasi argumen. menurut Glaser (dalam Fisher, 2009) indikator-indikator berpikir kritis adalah sebagai berikut: a. Mengenali masalah b. Menemukan cara-cara yang dapat dipakai untuk menangani masalahmasalah itu, c. Mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan, d. Mengenal asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang tidak dinyatakan, e. Memahami dan menggunakan bahasa yang tepat, jelas, dan khas, f. Menganalisis data g. Menilai fakta dan mengevaluasi pernyataan-pernyataan, h. Mengenal adanya hubungan yang logis antara masalah-masalah, i. Menarik
kesimpulan-kesimpulan
dan
kesamaan-kesamaan
yang
kesimpulan-kesimpulan
yang
diperlukan, j. Menguji
kesamaan-kesamaan
dan
seseorang ambil, k. Menyusun kembali pola-pola keyakinan seseorang berdasarkan pengalaman yang lebih luas, l. Membuat penilaian yang tepat tentang hal-hal dan kualitas-kualitas tertentu dalam kehidupan sehari-hari.
19
Sedangkan menurut Ennis (dalam Sari, 2012) indikator kemampuan berpikir kritis dapat diturunkan dari aktivitas kritis siswa meliputi: a. Mencari pernyataan yang jelas dari pertanyaan. b. Mencari alasan. c. Berusaha mengetahui infomasi dengan baik. d. Memakai sumber yang memiliki kredibilitas dan menyebutkannya. e. Memperhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan. f. Berusaha tetap relevan dengan ide utama. g. Mengingat kepentingan yang asli dan mendasar. h. Mencari alternatif. i. Bersikap dan berpikir terbuka. j. Mengambil posisi ketika ada bukti yang cukup untuk melakukan sesuatu. k. Mencari penjelasan sebanyak mungkin. l. Bersikap secara sistematis dan teratur dengan bagian dari keseluruhan masalah. Dari pendapat para ahli mengenai indikator berpikir kritis, maka peneliti membuat kesimpulan dari pendapat-pendapat tersebut sehingga didapat indikator berpikir kritis yang nantinya akan digunakan dalam penelitian. Adapun indikatornya sebagai berikut: 1. Tanggap dalam mengenali masalah 2. Kemampuan berpendapat secara logis 3. Kemampuan untuk mengemukakan bermacam-macam pemecahan/pendekatan terhadap suatu masalah 4. Mampu menguraikan sesuatu secara terperinci
20
5. Meragukan temuan teman 6. Bertanggung jawab 7. Memiliki kemampuan untuk menyimpulkan berbagai informasi 8. Menguji
kesamaan-kesamaan
dan
kesimpulan-kesimpulan
yang
seseorang ambil 9. Mencari alternaif 2.3 Laju Reaksi 2.3.1
Pengertian Laju Reaksi Apakah yang dimaksud dengan laju reaksi? Laju reaksi adalah
berkurangnya jumlah reaktan atau bertambahnya jumlah produk dalam satuan waktu. Satuan dari jumlah zat bermacam-macam, misalnya gram, mol, atau polaritas. Sebagai contoh, apabila kita akan mengamati laju reaksi dari pembakaran kertas, kita dapat menghitung berapa gram kertas yang terbakar dalam satuan waktu. Dalam perhitungan kimia banyak digunakan zat kimia berupa larutan atau berupa gas dalam ruang tertutup. Oleh karena itu, digunakan satuan khusus, yaitu konsentrasi. Perhatikan reaksi berikut! R
P
Pada awal reaksi yang ada hanya reaktan (R) karena zat produk (P) belum terbentuk. Setelah reaksi berjalan, zat P mulai terbentuk. Semakin lama konsentrasi zat P semakin bertambah, konsentrasi zat R semakin berkurang. Laju reaksi tersebut dapat di gambarkan dengan grafik berikut:
21
Konsentrasi P
Konsentrasi R Laju reaksi Gambar 2.1 Grafik Laju Reaksi
Berdasarkan grafik tersebut , jumlah konsentrasi reaktan semakin berkurang maka laju reaksinya adalah berkurangnya jumlah konsentrasi R per satuan waktu, yang dirumuskan sebagai berikut.
Keterangan: = berkurangnya konsentrasi reaktan = perubahan waktu = laju reaksi Akan tetapi, dapat juga dibaca bahwa jumlah konsentrasi produk semakin bertambah maka laju reaksinya adalah bertambahnya jumlah konsentrasi P per satuan waktu, yang dirumuskan sebagai berikut.
Keterangan: = bertambahnya konsentrasi produk (Kuswati, 2013)
22
2.3.2
Teori Tumbukan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi
1) Teori Tumbukan Menurut teori tumbukan, kecepatan reaksi ditentukan oleh faktor frekuensi tumbukan efektif (f) dan orientasi tumbukan (p). Kedua faktor tersebut terkandung dalam tetapan pada kecepatan reaksi, yaitu: k=pf Oleh karena tetapan berbanding lurus dengan kecepatan reaksi maka faktorfaktor tersebut berbanding lurus dengan kecepatan reaksi. Dengan kata lain, jika frekuensi tumbukan tinggi maka kecepatan reaksi akan meningkat, sebaliknya jika frekuensi tumbukan rendah maka kecepatan reaksi akan menurun. Frekuensi tumbukan dipengaruhi oleh konsentrasi pereaksi. Jika konsentrasi pereaksi diperbesar maka peluang untuk bertumbukan juga semakin besar. Akibatnya, tumbukan semakin sering terjadi sehingga reaksi berlangsung lebih cepat. Hal ini berhubungan dengan jumlah molekul, semakin tinggi konsentrasi, jumlah molekul semakin besar sehingga kemungkinan terjadi tumbukan efektif semakin besar. Selain dipengaruhi konsentrasi, frekuensi tumbukan juga dipengaruhi suhu reaksi. Jika suhu reaksi dinaikkan, partikel-partikel pereaksi bergerak lebih cepat sehingga tumbukan lebih sering terjadi. Setiap kenaikan suhu 10° dapat meningkatkan frekuensi tumbukan sekitar 2%. Faktor orientasi berhubungan dengan luas permukaan bidang sentuh zat-zat yang bereaksi. Orientasi yang tepat dari partikel-partikel pereaksi akan
23
menghasilkan tumbukan yang efektif, seperti digambarkan pada reaksi antara NO dan Cl2 berikut.
Gambar 2.2 Tumbukan
Pada Gambar 2.2 menunjukkan bahwa mekanisme A, molekul NO dan Cl2 saling mendekat dengan orientasi atom N mengarah pada molekul Cl2. Selain itu, sudut orientasi berada pada posisi pembentukan ikatan O=N–Cl. Orientasi seperti ini tepat untuk terjadinya reaksi. Sebaliknya, pada mekanisme B, molekul NO dan Cl saling mendekat dengan atom O mengarah pada molekul Cl2. Oleh karena orientasinya tidak tepat untuk membentuk ikatan antara atom N dan Cl maka orientasi seperti ini tidak efektif untuk terjadinya reaksi. 2) Energi Pengaktifan (Ea) Molekul-molekul pereaksi selalu bergerak dan peluang terjadinya tumbukan selalu ada. Akan tetapi, tumbukan yang terjadi belum tentu menjadi reaksi jika energi yang dimiliki oleh masing-masing pereaksi tidak cukup untuk menghasilkan tumbukan efektif, meskipun orientasi molekul sudah tepat untuk menghasilkan tumbukan efektif. Agar tumbukan antarmolekul pereaksi efektif dan menjadi reaksi maka fraksi molekul yang bertumbukan harus memiliki energi lebih besar daripada energi pengaktifan. Apakah energi pengaktifan itu?
24
Energi pengaktifan adalah energi minimum yang diperlukan untuk menghasilkan tumbukan efektif agar terjadi reaksi. Energi pengaktifan dilambangkan oleh Ea. Energi pengaktifan untuk setiap reaksi (misalnya: A + B
C) umumnya
memiliki bentuk grafik seperti pada gambar di bawah ini. Pada gambar dibawah ini, energi pengaktifan diungkapkan sebagai energi penghalang yang harus diatasi oleh setiap molekul pereaksi agar menjadi produk.
Gambar 2.3 Grafik Energi Pengaktifan
Jika Anda perhatikan grafik tersebut, energi pengaktifan ada hubungannya dengan perubahan entalpi reaksi. Dapatkah Anda menunjukkan hubungan tersebut? Apakah reaksinya eksoterm atau endoterm? Oleh karena energi hasil reaksi lebih rendah dari energi pereaksi maka nilai ∆H untuk reaksi tersebut negatif. Dengan kata lain, reaksinya eksoterm. Sebaliknya, jika arah reaksi dibalikkan, yakni: C
A + B maka produk reaksi (A + B) memiliki energi lebih
besar dari pereaksi C. Besarnya energi pengaktifan untuk reaksi kebalikannya, Ea(balik) = Ea(maju) + ∆Hreaksi. Jadi, selisih energi pengaktifan untuk kedua reaksi adalah sebesar ∆Hreaksi. Kerja katalis dalam mempercepat reaksi adalah dengan cara membuat jalan alternatif (jalan pintas) bagi pereaksi dalam membentuk produk, yaitu dengan cara menurunkan energi pengaktifannya, seperti ditunjukkan pada gambar berikut.
25
Gambar 2.4 Kerja Katalis Menurunkan Ea
(Sunarya, 2008)
3) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi Menurut fauziah (2009) Laju reaksi kimia dapat berlangsung cepat, atau lambat dan dapat juga meningkat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Apa saja yang mempengaruhi laju reaksi? Berdasarkan teori tumbukan suatu faktor akan mempengaruhi laju reaksi dapat dijelaskan sebagai berikut : a)
Konsentrasi Untuk beberapa reaksi baik reaksi dalam fasa gas, cair ataupun padat
kenaikan konsentrasi meningkatkan laju reaksi. Contoh reaksi antara asam klorida yang ditambahkan pada natrium tiosulfat, endapan kuning terbentuk yang menunjukkan pembentukkan belerang. Na2S2O3(aq) + 2 HCl(aq)
2 NaCl(aq) + H2O(l) + S(s) + SO2(g)
26
Gambar 2.5 Pengaruh Konsentrasi
Jika larutan natrium tiosulfat dibuat semakin encer, pembentukkan endapan semakin membutuhkan waktu yang lama. Dengan asumsi bahwa reaksi terjadi antara dua partikel karena terjadinya tumbukan, tumbukan yang menghasilkan reaksi disebut tumbukan efektif. Ini berlaku untuk reaksi pada fasa apapun, baik untuk fasa gas, cair atau pun padat. Jika konsentrasi tinggi maka kemungkinan terjadinya tumbukan semakin banyak. Anggaplah pada suatu waktu kamu punya satu juta partikel yang memiliki cukup energi untuk mengatasi energi aktivasinya sehingga dapat bereaksi, atau E>Ea. Jika kamu punya 100 juta maka akan bereaksi 100 juta, maka hasil reaksi biasanya mengikuti kelipatan zat pereaksi yang ditambahkan. b) Luas Permukaan Jika kita gunakan padatan dalam bentuk serbuk biasanya hasil reaksi akan lebih cepat diperoleh. Hal itu dikarenakan zat dalam bentuk serbuk memiliki luas permukaan yang lebih besar. Memperbesar luas permukaan padatan akan meningkatkan peluang terjadinya tumbukan. Bayangkan sebuah reaksi antara
27
logam magnesium dan asam klorida encer. Reaksi akan mencakup tumbukan antara atom magnesium dan ion hidrogen. Mg(s) + 2 H+(aq)
Mg2+(aq) + H2(g)
Gambar 2.6 Pengaruh Luas Bidang Sentuh
c)
Temperatur
Gambar 2.7 Pengaruh Suhu
Perubahan suhu akan mempengaruhi laju suatu reaksi kimia. Pada umumnya, kenaikan suhu akan meningkatkan laju reaksi. Jika suhu naik, maka partikelpartikel zat-zat yang terlibat dalam reaksi akan menyerap kalor (energi), sehingga energi kinetik partikel-partikel tersebut meningkat. Oleh karena itu, dengan meningkatnya suhu, maka semakin banyak partikel yang mempunyai energi
28
kinetik lebih besar dari energi aktivasi. Keadaan ini memungkinkan terjadinya lebih banyak tumbukan efektif antara partikel-partikel, sehingga reaksi berlangsung dengan lebih cepat. Berdasarkan hasil eksperimen, setiap kenaikan suhu sebesar 1000C, maka laju reaksi akan meningkat dua kali. Hubungan laju reaksi dengan peningkatan suhu dapat dinyatakan secara matematis:
Keterangan: v = laju reaksi pada suhu tertentu v0 = laju reaksi mula-mula ∆T = kenaikan suhu d) Katalis Katalis dapat mempengaruhi terjadinya reaksi, tetapi pada akhir reaksi dapat diperoleh kembali. Fungsi katalis adalah menurunkan energi aktivasi, sehingga jika ke dalam suatu reaksi ditambahkan katalis, maka reaksi akan lebih mudah terjadi. Hal ini disebabkan karena zat- zat yang bereaksi akan lebih mudah melampaui energi aktivasi. Katalis adalah zat yang mempercepat laju reaksi, tetapi tidak mengalami perubahan kimia secara permanen, sehingga pada akhir reaksi zat tersebut dapat diperoleh kembali. Katalis mempercepat reaksi dengan cara menurunkan harga energi aktivasi (Ea). Sedangkan zat yang dapat memperlambat laju reaksi disebut inhibitor.Meskipun katalis menurunkan energi aktivasi reaksi, tetapi ia tidak mempengaruhi perbedaan energi antara produk dan pereaksi. Dengan kata lain, penggunaan katalis tidak akan mengubah entalpi reaksi.
29
Pengaruh katalis dalam mempengaruhi laju reaksi terkait dengan energi pengaktifan reaksi (Ea). Katalis yang digunakan untuk mempercepat reaksi memberikan suatu mekanisme reaksi alternatif dengan nilai Ea yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai Ea reaksi tanpa katalis. Semakin rendah nilai Ea maka lebih banyak partikel yang memiliki energi kinetik yang cukup untuk mengatasi halangan Ea yang rendah ini.
Gambar 2.8 Hubungan Katalis dan Ea
Dengan memperhatikan gambar. diatas dapat dilihat bahwa tanpa katalis, energi pengaktifan (Ea) suatu reaksi lebih banyak, sedangkan dengan menggunakan katalis, Ea menjadi lebih sedikit, sehingga laju reaksi menjadi lebih cepat. Ini berarti bahwa katalis dapat meningkatkan energi pengaktifan suatu reaksi, sehingga laju reaksi menjadi semakin besar. 2.3.3
Persamaan laju Reaksi dan Orde Reaksi Orde reaksi selalu ditentukan dengan melakukan eksperimen. Kamu tidak
dapat menentukan orde reaksi dengan melihat persamaan reaksi saja. Mari kita anggap kita sedang melakukan eksperimen untuk menemukan apa yang terjadi pada laju reaksi, dengan satuan laju reaksi sebagai perubahan konsentrasi satu zat pereaksi, A. hal yang kemungkinan besar akan kamu temukan adalah : Kemungkinan pertama: laju reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi A
30
Berarti jika kamu menggandakan konsentrasi A, laju reaksi akan dua kali lebih besar juga. Jika kamu meningkatkan konsentrasi A dengan kelipatan 4, kecepatan juga akan meningkat 4 kali lipat. Kamu dapat menyatakan ini dengan menggunakan lambang berikut :
Penulisan rumus dalam tanda kurung siku menunjukkan konsentrasi diukur dalam mol per liter. Kamu juga dapat menulisnya dengan mengantikan kesebandingan dengan suatu bilangan atau konstanta, k.
Kemungkinan kedua : laju reaksi sebanding dengan kuadrat dari konsentrasi A. Ini berarti jika kamu menggandakan konsentrasi A, maka laju reaksi akan 4 kalinya (22). Jika kamu lipat tigakan konsentrasi A, maka laju akan menjadi 9 kalinya(32). Dapat dinyatakan sebagai :
Dengan melakukan eksperimen antara A dan B, kamu akan menemukan laju reaksi dinyatakan dalam konsentrasi A dan B sebagai berikut :
31
Persamaan diatas disebut sebagai persamaan laju untuk reaksi. Konsentrasi A dan B merupakan penentu dari laju reaksi tersebut, jadi merupakan variabel bebas yang menentukan besarnya laju reaksi sedangkan laju reaksi sendiri menjadi variabel terikat. Pangkat yang terdapat pada A dan B merupakan orde reaksi. Jika dalam reaksi, orde reaksi A bernilai 0 (nol), itu berarti konsentrasi A tidak mempengaruhi reaksi, jika orde reaksi nol maka penyataannya akan menghilang dari persamaan laju. Contoh, berikut adalah reaksi yang melibatkan A dan B, dengan masing masing persamaan laju diperoleh dari eksperimen untuk menemukan bagaimana konsentrasi A dan B mempengaruhi laju reaksi : • Contoh 1: Laju = k[A][B] Untuk masalah disini, orde reaksi A dan B adalah 1. Jumlah keseluruhan orde reaksi adalah 2. • Contoh 2: Pada temperatur 273°C, gas brom dapat bereaksi dengan nitrogen monoksida menurut persamaan reaksi: 2 NO(g) + Br2(g)
2 NOBr(g)
Data hasil eksperimen dari reaksi itu adalah sebagai berikut:
32
Tabel 2.4. Contoh Data Hasil Eksperimen
Tentukan: a. Orde reaksi terhadap NO b. Orde reaksi terhadap Br2 c. Orde reaksi total d. Persamaan laju reaksinya e. Tetapan laju reaksi (k) Jawab: Misal persamaan laju reaksi: v = k[NO]m.[Br2]n a. Untuk menentukan orde reaksi terhadap NO digunakan [Br2] yang sama, yaitu percobaan 1 dan 4 Jadi orde reaksi terhadap NO = 2 b. Untuk menentukan orde reaksi terhadap Br2 digunakan [NO] yang sama, yaitu percobaan 1 dan 2 jadi, orde reaksi terhadap Br2 = 1 c. Orde reaksi total = m + n = 2 + 1 = 3 d. Persamaan laju reaksi: v = k[NO]m.[Br2]n v = k[NO]2.[Br2]
33
e. Untuk menentukan harga k, dapat diambil salah satu data dari percobaan, misalnya data percobaan 1 v = k[NO]12.[Br2]1
Dari persamaan reaksi untuk reaksi : A
B
dengan persamaan laju reaksi sebagai : Laju = v = k [A]n tampak orde reaksi merupakan pangkat dari konsentrasi, maka grafik yang akan diperoleh jika kita plot antara laju reaksi dan perubahan konsentrasi, adalah sebagai berikut : a. Orde nol Laju = v = k [A]0 = k
Gambar 2.9 Grafik Orde 0
b. Orde Satu Laju = v = k[A]1 = k[A]
34
Gambar 2.10 Grafik Orde 1
c. Orde dua Laju = v = k [A]2
Gambar 2.11 grafik orde 2
(Fauziah, 2009) 2.4 Kerangka Berpikir Berdasarkan latar belakang dari penelitian ini yaitu kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI MIA SMA N 10 Kota Jambi, guru belum sepenuhnya melatih siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis sehingga pembelajaran dikelas kurang aktif. Oleh karena itu, peneliti ingin meneliti adakah pengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis setelah keterlaksanaan model PBL. Dalam penelitian ini digunakan satu kelas sebagai kelas eksperimen. Pada kelas eksperimen ini akan dilaksanakan proses pembelajaran menggunakan model PBL. Diharapkan dengan diterapkannya model PBL di kelas eksperimen ini dapat berpengaruh pada sikap kritis siswa dan pembelajaran menjadi lebih aktif.
35
PERMASALAHAN YANG DIHADAPI:
1. Pembelajaran masih di dominasi guru. 2. Siswa cenderung untuk menerima saja apa yang disampaikan oleh guru. 3. Hanya sebagian siswa yang aktif dalam kegiatan belajar-mengajar.
BERPIKIR KRITIS
Berpikir kritis adalah sikap ilmiah yang diharapkan dalam penelitian ini
PBL
LAJU REAKSI
PBL adalah model yang digunakan karena dapat melatihkan keterampilan berpikir kritis siswa yang konsepnya menggunakan masalah dunia nyata.
Laju reaksi adalah materi yang diterapkan menggunakan model PBL karena memiliki karakteristik berupa hitungan dan konsep-konsep yang ada dalam fakta kehidupan sehari-hari.
HASIL YANG DIHARAPKAN:
Adanya pengaruh dari keterlaksanaan model PBL ini terhadap kemampuan bepikir kritis siswa pada materi Laju reaksi
Gambar 2.12 Kerangka Berpikir Penelitian
2.5 Hipotesis Penelitian Berdasarkan permasalahan dalam penelitian ini, hipotesis peneliti yaitu terdapat pengaruh keterlaksanaan model PBL terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada materi Laju Reaksi di kelas XI MIA SMAN 10 Kota Jambi.