BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.
Daya Dukung (Carrying Capacity) Konsep daya dukung lingkungan berasal dari pengelolaan hewan ternak dan
satwa liar (Soemarwoto, 1997). Daya dukung itu menunjukkan besarnya kemampuan lingkungan untuk mendukung kehidupan hewan yang dinyatakan dalam jumlah ekor per satuan luas lahan. Jumlah hewan yang dapat didukung kehidupannya itu tergantung pada biomas (bahan organik tumbuhan) yang tersedia untuk makanan hewan. Menurut Lenzen and Murray (2003), kebutuhan hidup manusia dari lingkungan dapat dinyatakan dalam luas area yang dibutuhkan untuk mendukung kehidupan manusia. Luas area untuk mendukung kehidupan manusia ini disebut jejak ekologi (ecological footprint). Lenzen juga menjelaskan bahwa untuk mengetahui tingkat keberlanjutan sumber daya alam dan lingkungan, kebutuhan hidup manusia kemudian dibandingkan dengan luas aktual lahan produktif. Perbandingan antara jejak ekologi dengan luas aktual lahan produktif ini kemudian dihitung sebagai perbandingan antara lahan tersedia dan lahan yang dibutuhkan. Jadi Carrying capacity atau daya dukung lingkungan mengandung pengertian kemampuan suatu tempat dalam menunjang kehidupan mahluk hidup secara optimum dalam periode waktu yang panjang.
Daya dukung lingkungan dapat pula diartikan kemampuan lingkungan
memberikan kehidupan organisme secara sejahtera dan lestari bagi penduduk yang mendiami suatu kawasan. 10
Definisi Daya Dukung Lingkungan / Carrying Capacity : a. Jumlah organisme atau spesies khusus secara maksimum dan seimbang yang dapat didukung oleh suatu lingkungan. b. Jumlah penduduk maksimum yang dapat didukung oleh suatu lingkungan tanpa merusak lingkungan tersebut. c. Jumlah makhluk hidup yang dapat bertahan pada suatu lingkungan dalam periode jangka panjang dengan tidak membahayakan lingkungan tersebut. d. Jumlah populasi maksimum dari organisme khusus yang dapat didukung oleh suatu lingkungan tanpa merusak lingkungan tersebut. e. Rata-rata kepadatan suatu populasi atau ukuran populasi dari suatu kelompok manusia dibawah angka yang diperkirakan akan meningkat, dan diatas angka yang diperkirakan untuk menurun disebabkan oleh kekurangan sumber daya. Carrying capacity akan berbeda untuk tiap kelompok manusia dalam sebuah lingkungan tempat tinggal, disebabkan oleh jenis makanan, tempat tinggal, dan kondisi sosial dari masing-masing lingkungan tempat tinggal tersebut. Dalam peraturan rencana tata ruang berdasarkan Undang-Undang Penataan Ruang / UUPR No.26 /2007, bahwa analisis daya dukung (carrying capacity), adalah jumlah populasi maksimal yang dapat didukung suatu habitat dalam jangka waktu yang berkelanjutan tanpa menimbulkan kerusakan dan penurunan produktivitas yang permanen dari ekosistem dimana populasi itu berada. Sedangkan pengertian ruang lingkup daya dukung lingkungan menurut UU No 24 / 2007 menyebutkan bahwa daya
11
dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan mahluk hidup lain. Menurut Carey, 1993: 141 Konsep daya dukung awalnya dikembangkan di bidang jangkauan dan pengelolaan satwa liar dan didasarkan pada gagasan bahwa suatu organisme dapat bertahan hanya dalam kisaran fisik terbatas.
Ketersediaan
kondisi yang cocok untuk tinggal menentukan jumlah organisme yang dapat eksis dalam lingkungan. Sedangkan daya dukung dalam konteks manajemen didasarkan pada berbagai asumsi neo-Malthus, dipertanyakan bahwa populasi tumbuh secara eksponensial, tetapi akhirnya terbatas sehingga pertumbuhan terjadi dalam pola logistik. Pertumbuhan penduduk kemudian akhirnya dibatasi oleh berbagai faktor lingkungan (Seidl & Tisdell, 1999). Namun, perubahan yang terjadi dalam faktor lingkungan, biotik atau biotik, yang disebabkan oleh penduduk itu sendiri atau oleh faktor lain dan variasi alami dalam lingkungan menunjukkan bahwa penentuan logistik carrying capacity semua tidak mungkin. Seidl dan Tisdell (1999: 401) menyimpulkan: "... konsep daya dukung hanya dapat dihitung untuk sistem deterministik dan sedikit variabel, dan hanya untuk kasus-kasus di mana perilaku dan hubungan ekologis dari spesies berubah perlahanlahan pada skala waktu manusia. Jadi, bahkan dalam kasus populasi hewan yang daya dukung pada awalnya dirancang untuk mengatasi, karakter yang sangat bervariasi, sifat dinamis non-linier dari hubungan sebab-akibat banyak dan kurangnya pengetahuan memperkenalkan ketidakpastian ke dalam perhitungan carrying capacity. 12
Dalam pembangunan pariwisata berkelanjutan, diartikan sebagai proses pembangunan pariwisata yang tidak mengesampingkan kelestarian sumber daya alam baik untuk saat ini, maupun untuk masa yang akan datang. Pengembangan pariwisata berkelanjutan mengutamakan pertimbangan pengelolaan sumber daya seperti memenuhi kebutuhan kebutuhan ekonomi, social budaya, ekologi dan system pendukung kehidupan.
Sumber dari konsep berkelanjutan adalah daya dukung
(carrying capacity) suatu tempat atau kemampuan untuk mendukung suatu kebutuhan pariwisata tanpa menimbulkan kerusakan. Matheison dan Wall (1982) mengartikan daya dukung sebagai jumlah maksimum orang yang dapat memanfaatkan suatu tempat tanpa menimbulkan suatu perubahan yang tidak dapat diterima oleh lingkungan fisik dan tanpa terjadinya penurunan kualitas.
Daya dukung diantaranya adalah daya dukung fisik yang
berhubungan dengan jumlah lahan yang tersedia untuk fasilitas, termasuk fasilitas pendukung lainnya seperti akomodasi dan infrastuktur. Sedangkan menurut Swarbrooke (1999 :29), setiap objek wisata alam selalu mempunyai carrying capacity atau kemampuan alam untuk mentolerir kegiatan manusia di suatu objek wisata namun terkadang kemampuan tersebut diabaikan. Beberapa hal yang termasuk di dalam konsep carrying capacity yaitu : a. Physical capacity, dapat menampung jumlah turis yang datang secara fisik disuatu objek wisata. Contoh berapa banyak wisatawan yang masuk ke dalam suatu objek wisata.
13
b.
Environmental atau ecology capacity, kapasitas maksimum wisatawan yang dapat ditampung sebelum kerusakan terjadi, pada lingkungan atau ekosistem misalnya erosi, kepunahan dari habitat yang hidup di lingkungan objek wisata tersebut.
c. Economy capacity, jumlah wisatawan yang dapat terima sebelum masyarakat lokal mengalami masalah ekonomi, misalnya kenaikan harga tanah; dengan seringnya wisatawan yang datang maka harga barang dan jasa akan mengalami kenaikan sehingga dengan sendirinya akan membuat tanah-tanah didaerah tersebut menjadi mahal. d. Perceptual capacity, jumlah wisatawan yang dapat diterima sebelum persepsi mereka mengenai lingkungan berubah. Contoh apabila dahulu wisatawan datang untuk menikmati keindahan alam, maka setelah tempat tersebut menjadi ramai wisatawan tersebut tidak akan bisa menikmati alam tersebut lagi karena persepsi wisatawan tentang alam telah berubah. e. Infrasructure capacity, jumlah wisatawan yang dapat diterima sesuai dengan kapasitas sarana dan prasarana yang tersedia ditempat tujuan wisata yang pada akhirnya dapat menimbulkan polusi, contoh jika wisatawan yang datang melebihi kapasitas dapat merusak infrastruktur lingkungan alam yang ada. Terkait dengan konsep carrying capacity yang dijelaskan oleh Swarbrooke, maka fenomena masalah kekurangan supply air untuk memenuhi kebutuhan industri pariwisata yang ada di Pulau Bunaken, termasuk dalam infrastructure capacity, untuk itu perlu ditelaah lebih jauh berapa jumlah ketersediaan air alami dan produksi yang
14
dihasilkan oleh perusahaan air guna memenuhi kebutuhan masyarakat maupun kegiatan operasional dari industri pariwisata di lokasi tersebut. 2.1.1. Dasar Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup Penentuan daya dukung lingkungan hidup dilakukan dengan cara mengetahui kapasitas
lingkungan alam dan sumber
daya
untuk
mendukung
kegiatan
manusia/penduduk yang menggunakan ruang bagi kelangsungan hidup. Besarnya kapasitas tersebut di suatu tempat dipengaruhi oleh keadaan dan karakteristik sumber daya yang ada di hamparan ruang yang bersangkutan. Kapasitas lingkungan hidup dan sumber daya akan menjadi faktor pembatas dalam penentuan pemanfaatan ruang yang sesuai. Daya dukung lingkungan hidup terbagi menjadi 2 (dua) komponen, yaitu kapasitas penyediaan (supportive capacity)
dan kapasitas tampung
limbah
(assimilative capacity) (lihat Gambar 2.1). Dalam pedoman ini, telaahan daya dukung lingkungan hidup terbatas pada kapasitas penyediaan sumber daya alam, terutama berkaitan dengan kemampuan lahan serta ketersediaan dan kebutuhan akan lahan dan air dalam suatu ruang/wilayah. Oleh karena kapasitas sumber daya alam tergantung pada kemampuan, ketersediaan, dan kebutuhan akan lahan dan air, penentuan daya dukung lingkungan hidup dalam pedoman ini dilakukan berdasarkan 3 (tiga) pendekatan, yaitu: 1. Kemampuan lahan untuk alokasi pemanfaatan ruang. 2. Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan lahan. 3. Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan air. 15
Agar pemanfaatan ruang di suatu wilayah sesuai dengan kapasitas lingkungan hidup dan sumber daya, alokasi pemanfaatan ruang harus mengindahkan kemampuan lahan. Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan akan lahan dan air di suatu wilayah menentukan keadaan surplus atau defisit dari lahan dan air untuk mendukung kegiatan pemanfaatan ruang. Hasil penentuan daya dukung lingkungan hidup dijadikan acuan dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah. Mengingat daya dukung lingkungan hidup tidak dapat dibatasi berdasarkan batas wilayah administratif, penerapan rencana tata ruang harus memperhatikan aspek keterkaitan ekologis, efektivitas dan efisiensi pemanfaatan ruang, serta dalam pengelolaannya memperhatikan kerja sama antar daerah .
16
Kualitas Hidup
Hasil
Kegiatan Pembangunan
Masukan
Limbah / Residu
Sumber Daya Alam
Lingkungan
Kapasitas Penyediaan Sumber Daya Alam (Supportive capacity)
Kapasitas Tampung Limbah DayaDukung
(Assimilative capacity)
(Carrying Capacity)
Gambar 2.1 Daya Dukung Lingkungan Sebagai Dasar Pembangunan Berkelanjutan Sumber : Permen Lingkungan Hidup No 17 / 2009 2.1.2. Perbandingan Ketersediaan dan Kebutuhan Air Metode ini menunjukan cara penghitungan daya dukung air di suatu wilayah, dengan mempertimbangkan ketersediaan dan kebutuhan akan sumber daya air bagi penduduk yang hidup di wilayah itu. Dengan metode ini, dapat diketahui secara umum apakah sumber daya air di suatu wilayah dalam keadaan surplus atau defisit. Keadaan surplus menunjukkan bahwa ketersediaan air di suatu wilayah tercukupi, sedangkan keadaan defisit menunjukkan bahwa wilayah tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan akan air. Guna memenuhi kebutuhan air, fungsi lingkungan yang terkait dengan sistem tata air harus dilestarikan. 17
Hasil perhitungan dengan
metode ini dapat dijadikan bahan masukan/pertimbangan dalam penyusunan rencana tata ruang dan evaluasi pemanfaatan ruang dalam rangka penyediaan sumber daya air yang berkelanjutan. 2.2.
Pariwisata (Tourism) Pariwisata (tourism) secara sederhana adalah suatu perjalanan untuk
bersenang-senang (Yoeti, 2001: xx). Lebih lanjut dijelaskan bahwa ada empat kriteria yang harus dipenuhi untuk menyatakan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang adalah perjalanan wisata, yaitu : (1) perjalanan itu semata-mata untuk bersenangsenang, (2) perjalanan itu harus dilakukan dari suatu tempat (dimana orang itu tinggal) ke tempat lain yang bukan kota atau negara dimana ia biasa tinggal, (3) perjalanan dilakukan dalam waktu minimal dua puluh empat jam dan (4) perjalanan yang dilakukan tidak ada kaitannya dengan mencari nafkah. Mereka melakukan perjalanan semata-mata sebagai konsumen di tempat yang dikunjunginya. Menurut Hunzieker dan Kraft (Yoeti, 2001: xxii) pariwisata didefinisikan yang secara resmi diakui oleh The Association Of International Expert And Scientific In Tourism (AIEST) menyatakan bahwa : Tourism is the totally of relationship and phenomena arising from travel and stay of strangers, provided the stay does not imply the establishment of a permanent resident and is not connected with a remunerated activity. Diartikan bahwa pariwisata merupakan total keseluruhan dari hubungan – hubungan dan gejala yang timbul dari perjalanan dan pendiaman orang – orang sepanjang pendiaman itu tidak bermaksud menjadi penduduk yang menetap dan tidak ada kaitannya dengan kegiatan mencari nafkah ditempat yang dikunjunginya. 18
Selanjutnya Mc Intosh (1980:8) menyebutkan bahwa pariwisata adalah : The sum of the phenomena and relationship arising from the interaction of tourist, business, host governments, and host communities, in the process of attracting and hosting these tourist and the visitors. Menurut Murphi, 1985 (dalam Pitana 2005: 45), pariwisata adalah keseluruhan dari elemen-elemen terkait (wisatawan, daerah tujuan wisata, perjalanan, industri dan lain-lain) yang merupakan akibat dari perjalanan tersebut tidak permanen. Terdapat tiga kriteria yang harus dipenuhi dalam pengertian perjalanan yang termasuk dalam kategori pariwisata (Hudmnn dan Hawkins dalam Yoeti, 2001), yaitu (1) terjadi perpindahan antara dua tempat atau lebih (movement between two or more places or origin and destination), (2) maksud kunjungan untuk bersenang-senang (purposes of travel for pleasure) dan (3) perjalanan itu dilakukan untuk sementara waktu (temporer). Sedangkan dalam Undang-Undang Pariwisata No 10 Tahun 2009, Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. Batasan-batasan diatas begitu luas, sehingga pengertian pariwisata seakan tidak bisa “dibatasi”, karena hampir semua aspek kehidupan. Karena luasnya, sampai kemudian ada yang mengatakan bahwa segala sesuatunya adalah pariwisata, tourism is everything and everything is tourism (Ian Munt, 1994, Pitana, 2005 45). 2.2.1. Perencanaan Pariwisata Secara umum perencanaan adalah suatu proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. 19
Perencanaan itu sendiri merupakan alat dan bukan tujuan, dengan demikian dapat berubah-ubah menurut tempat, waktu dan keadaan. Perencanaan sebagai alat untuk dibuat sedemikian rupa sehingga fleksibel untuk tiap era pembangunan. Perencanaan dipakai sebagai alat atau cara karena hal ini didasarkan pada pertimbangan: a. Dengan perencanaan dapat dibuat urutan-urutan kegiatan menurut skala prioritas untuk mencapai tujuan. a. Dengan perencanaan dapat dibuat pengalokasian sumber daya yang paling baik. Alternatif dapat dibuat, agar sumber digunakan dengan sebaik-baiknya. b. Perencanaan merupakan alat ukur dari pada kemajuan ekonomi dan juga sebagai alat pengawas dari pada pelaksanaan pembangunan. c. Dengan perencanaan diharapkan pembangunan tidak terputus-putus, sebab perencanaan ialah merencanakan proses pembangunan menyeluruh. Pariwisata dikembangkan untuk berbagai tujuan, terutama manfaat ekonomi berupa penerimaan dari luar negeri (penerimaan devisa) dari pariwisata international, peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja dan penerimaan pemerintah untuk mendorong sektor ekonomi lain seperti: sektor pertanian, perikanan, peternakan, industri manufaktur dan membantu pembiayaan pembangunan prasarana dan sarana umum untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pariwisata juga dapat mengupayakan pelestarian lingkungan dan konservasi peninggalan purbakala.
Dengan adanya pariwisata memungkinkan dikembangkan
berbagai jenis rekreasi dan fasilitas bisnis untuk memenuhi kebutuhan wisatawan dan masyarakat lokal.
Fasilitas-fasilitas tersebut belum tentu dibangun tanpa ada 20
pariwisata. Pariwisata juga dapat meningkatkan pendidikan, pengenalan alam budaya nusantara serta mempererat pergaulan antar bangsa.
Selain itu pariwisata dapat
menimbulkan permasalahan antara lain hilangnya potensi ekonomi, ketimpangan ekonomi, tercermarnya lingkungan, merosotnya identitas budaya lokal, pengaruh budaya negatif. Dalam upaya mengoptimalkan manfaat pariwisata dan meminimalkan permasalahan-permasalahan yang muncul diperlukan perencanaan yang baik serta manajemen yang bijaksana.
Perencanaan pariwisata harus dintegrasikan dengan
perencanaan nasional secara holistic (menyeluruh). Secara khusus perencanaan pariwisata diperlukan dalam situasi, sebagai berikut: a. Pariwisata modern tergantung tipe aktivitas daerah, berbagai negara dan sektor swasta memiliki sedikit pengalaman untuk mengembangkan pariwisata itu sendiri. Perencanaan dan pengembangan pariwisata dapat mengantarkan suatu daerah untuk mengembangkan sektor ini. b. Pariwisata itu sangat kompleks, multi sektoral dan beraneka ragam aktivitas menyangkut berbagai sektor pertanian, perikanan, peternakan, manufaktur, sejarah, taman nasional, aktivitas rekreasi, berbagai jenis fasilitas umum dan pelayanan, transportasi dan prasarana. Koordinasi dari perencanaan dan pengembangan proyek akan mempermudah mamadukan elemen-elemen yang akan dikembangkan untuk keperluan pariwisata dengan kebutuhan masyarakat lokal. c. Kebanyakan pariwisata itu secara prinsip menjual produk, sesuai kebutuhan pengunjung termasuk keperluan fasilitas dan pelayanan. Karena itu harus secara 21
cermat memprediksi pasar wisatawan dan produk-produk harus direncanakan tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan dan sosial budaya dalam memenuhi permintaan akan produk tersebut. d. Pariwisata dapat memberikan berbagai macam manfaat ekonomi langsung dan tak langsung dan dapat dioptimalkan dengan perencanaan yang bijaksana dan terpadu. Tanpa perencanaan, manfaat tersebut tidak sepenuhnya akan menjadi kenyataan dan masalah-masalah ekonomi akan muncul. e. Pariwisata secara umum dapat memberikan keanekaragaman manfaat dan permasalahan
sosial-budaya.
Perencanaan
dapat
dipergunakan
untuk
mengoptimalkan manfaat tersebut serta meminimalkan masalah-masalah. Secara khusus perencanaan dan kebijakan pengembangan pariwisata yang baik dapat memperkecil permasalahan-permasalahan dan bermanfaat bagi konservasi objek wisata. f. Pengembangan atraksi-atraksi,
fasilitas,
fasilitas prasarana dan mobilitas
wisatawan secara umum akan memberikan dampak positif dan negatif terhadap lingkungan fisik. Perencanaan yang bijaksana dapat menetapkan batas optimal sehingga pariwisata tidak menimbulkan masalah perencanaan dan kemerotan lingkungan dan bermanfaat bagi proyek lingkunagn. g. Ada banyak kepedulian yang saat ini telah diekspresikan perihal perencanaan termasuk pariwisata berkelanjutan.
22
h. Perencanaan mencakup basis program pengembangan yang rasional untuk sector pemerintah dan swasta agar dapat mementukan perencanaam investasi. (Inskeep, 1991) World Tourism Organization sampai tahun 1980 menginventarisasi perbedaan jenjang perencanaan pariwisata yang telah diidentifikasi antara lain inter-regional, nasional, regional, lokal dan sektoral. Masing-masing jenjang dan tipe perencanaan dapat diformulasikan sebagai berikut: a. Perencanaan nasional secara umum termasuk perencanaan pariwisata. b. Perencanaan
infrastruktur
di
tingkat
nasional.
Perencanaan
ini
diikuti
pengembangan infrastruktur di tingkat nasional termasuk infrastruktur pariwisata. c. Perencanaan
dan
pengembangan
pariwisata
secara
nasional,
khususnya
perencanaan dan pengembangan pariwisata di tingkat nasional. d. Perencanaan infrstruktur pariwisata diikuti perencanaan dan pengembangan infrastruktur pariwisata di tingkat nasional. e. Perencanaan promosi dan pemasaran secara nasional yang merupakan rencana atau program promosi dan pemasaran produk-produk pariwisata. Beberapa pendekatan perencanaan pariwisata sangat kompleks antara jenjang dan jenis perencanaan antara lain: a. Perencanaan fisik fasilitas pariwisata harus seimbang dengan rencana kebutuhan wisatawan maupun masyarakat lokal, karena itu pengembangan pariwisata harus diakomodasikan dengan bentuk pengembangan sosial dan ekonomi.
23
b. Perencanaan pariwisata adalah suatu proses yang didasari penelitian dan evaluasi bagaimana optimalisasi dari kontribusi potensi pariwisata untuk memakmurkan manusia dan kualitas lingkungan. c. Proses perencanaan pariwisata dapat mengantisipasi perubahan sistem. Proses perencanaan tersebut dapat meningkatkan manfaat sosial ekonomi dan lingkungan. d. Tidak ada satu definisi perencanaan pariwisata, maka analisis elemen-elemen situasi dapat membantu tingkat perencanaan. e. Perencanaan pariwisata tidak terkait atau tidak persis sama di seluruh dunia. Proses perencanaan memerlukan perhitungan berbagai faktor seperti topografis, ekonomi, kebutuhan wisatawan dan kebutuhan daerah.
Ada beberapa faktor
ekstenal yang harus dimodifikasi dalam proses implementasi dari perencanaan. f. Perencanaan pariwisata harus memperhitungkan konservasi alam lingkungan. g. Idealnya perencanaan pariwisata sepenuhnya mengakomodasikan aktivitas social, ekonomi, pada semua tingkatan sehingga dapat dioptimalkan kebutuhan wisatawan dan meminimalkan degradasi sosial, ekonomi dan lingkungan nasional maupun lokal. h. Perencanaan pariwisata tidak hanya menformulasikan rencana di masa datang, tapi yang terpenting adalah perbaikan kondisi ekonomi.
Perencanaan pariwisata
hendaknya memperhatikan pasar wisatawan. (Braddon, 1982 dalam Anom, 2005) Keputusan travel research Seminar III IUOTO di Paraguay tahun 1964 disimpulkan bahwa perencanaan pariwisata baik secara nasional, regional maupun lokal berdasarkan dua tingkat “preliminary survey” atau survei pendahuluan yaitu: 24
1. Mengadakan survey secara terperinci mengenai sifat dan bentuk pengembangan yang direncanakan, termasuk sumber-sumber potensial dalam kepariwisataan. 2. Meneliti dan mempelajari konsumen (wisatawan) dimasa yang akan datang atas dasar survey dan pandangan jauh ke depan (forecasting.) Bila dirinci proses perencanaan dalam kepariwisataan dapat dilakukan dalam lima tahap: 1. Melakukan inventarisasi mengenai semua fasilitas yang tersedia dan potensi yang dimiliki. 2. Menaksir pasaran pariwisata dan mencoba melakukan proyeksi lalu lintas wisatawan pada masa yang akan datang. 3. Memperhatikan didaerah belahan dunia mana permintaan (demand) adalah lebih besar dari pada persediaan atau penawaran (supply). 4. Melakukan peneltian kemungkinan perlunya penanaman modal, baik modal dalam negeri maupun modal asing. 5. Melakukan perlindungan terhadap kekayaan alam yang dimiliki dan memelihara warisan budaya bangsa serta adat-itiadat suatu bangsa yang ada. Kesimpulan yang dapat diambil adalah untuk mencapai suatu pariwisata yang baik tanpa merusak sinergitas antara sumber alam, lingkungan dan manusia diperlukan perencanaan yang menyeluruh (holistic) dalam hal ini mampu memperkirakan daya dukung (carrying capacity) secara keseluruhan.
25
2.2.2. Sumber Daya Air dalam Pengembangan Pariwisata Dalam pengembangan pariwisata tidak lepas dari dua komponen yang perlu diperhatikan yaitu komponen supply dan demand. Penawaran (supply) merupakan bentuk produk yang ditawarkan kepada wisatawan sehingga wisatawan tertarik untuk berkunjung ke suatu destinasi wisata.
Sedangkan permintaan (demand) lebih
dipengaruhi oleh kondisional dari wisatawan untuk membeli produk yang ditawarkan baik dari fisik, budaya, interpersonal maupun status atau prestise. Destinasi wisata yang baik harus merencanakan pengembangan wisata secara terintegrasi antara manusia dan karakteristik ekosistem alam yang dalam hal ini lingkungan dimana pariwisata tersebut akan dikembangkan. Menurut Medlik (1980) ada empat aspek (4A) yang harus diperhatikan dalam penawaran pariwisata yaitu: 1. Attraction (daya tarik), dimana daerah tujuan wisata dalam menarik wisatawan hendaknya memiliki daya tarik baik daya tarik berupa alam maupun masyarakat dan budayanya. 2. Accesable (bisa dicapai), hal ini dimaksudkan agar wisatawan domestic dan mancanegara dapat dengan mudah dalam pencapaian tujuan ke tempat wisata. 3. Amenities (fasilitas), syarat ini merupakan syarat suatu daerah tujuan wisata (DTW) dimana wisatawan dapat dengan kerasan tinggal lebih lama didaerah tersebut. 4. Ancillary, adanya lembaga pariwisata. Wisatawan akan sering mengunjungi dan mencari daerah tujuan wisata (DTW) apabila didaerah tersebut wisatawan dapat 26
merasakan keamanan (protection of tourism), dan terlindungi baik melaporkan maupun mengajukan suatu kritik dan saran mengenai suatu keberadaan mereka sebagai pengunjung. Bukart dan Medlik dalam Yoeti, (1996;164) produk pariwisata adalah suatu susunan produk yang terpadu yang terdiri komponen objek wisata beserta fasilitas yang
mendukungnya.
Lengkapnya
komponen
produk
pariwisata
tersebut
menyebabkan menjadi lebih menariknya suatu objek wisata. Beberapa pendapat lain lebih menjelaskan banyak hal secara mendetail suatu komponen supply wisata dalam pengembangan pariwisata. Seperti menurut Pearce (1989; 25) elemen supply dari wisata adalah: 1. Attraction, yang terbuat dari alam: a. Alam; pemandangan, flora dan fauna, iklim dan cagar alam. b. Buatan manusia; tempat ibadah, monument, bangunan peninggalan sejarah dan museum. c. Budaya; music, bahasa, nyayian, tarian, upacara adat dan perayaan tradisional. 2. Accommodation, yang terdiri dari: hotel dan motel 3. Facility and services, yang terdiri dari: a. Pelayanan pendukung; pusat pembelanjaan dan toko souvenir b. Faslitas lainnya; apotik , restoran, bank dan rumah sakit. 4. Infrastructure, yang terdiri dari: a. Prasarana transportasi; jalan, pelabuhan, stasiun kereta api dan airport. b. Utilitas; air bersih, listrik dan saluran pembuangan air kotor. 27
5. Transportation, yang terdiri dari : route angkutan dan moda angkutan. Menurut Mc Intosh (1995;269) menjelaskan tentang komponen produk pariwisata memiliki empat kategori yaitu: 1. Sumber daya alam yang terdiri dari; udara, iklim, pegunungan, lembah, flora dan fauna, mata air, pantai dan pemandangan alam. 2. Infrastruktur terdiri dari; instalasi air bersih, system pembuangan air limbah, jalur gas, system listrik dan telekomunikasi system drainase serta fasilitas lainnya seperti: jalan raya, airport, kereta api, jalan, tempat parkir, taman, lampu jalan, dermaga, stasiun bus dan kereta api, hotel, motel, restoran, pusat pembelanjaan, museum, tempat hiburan dan pertokoan. 3. Transportasi yang terdiri dari: pesawat udara, kapal laut, bus, taksi dan trem. 4. Sumberdaya kebudayaan dan keramahtamahan. Gunn ( 1993;57) menjelaskan terdapat lima unsur dalam komponen pariwisata yaitu: 1. Attraction, yang terdiri dari: sumberdaya alam seperti, pantai, tanah perkemahan, taman, lapangan golf, daerah konservasi alam, penjelajahan, bersepeda dan kawasan ski. Sumberdaya budaya seperti, tempat bersejarah, tempat arkeologi, museum, lingkungan penduduk asli, festival dan agrowisata. 2. Service
yang terdiri dari: akomodasi, pelayanan makan / restoran dan travel
agent. 3. Transportation yang terdiri dari: airport, kereta api dan pelabuhan laut.
28
4. Information yang terdiri dari: peta, buku petunjuk perjalanan, video, artikel majalah, pemandu wisata dan brosur. 5. Promotion melalui iklan, publisitas, humas, dan insentif berupa potongan harga dan hadiah. Menurut Wahab (1996; 110) menjelaskan tentang unsur - unsur penawaran pariwisata yaitu: 1. Sumber-sumber alam yang terdiri dari: a. Iklim, udara lembut dan sinar matahari. b. Tata letak dan pemandangan alam; daratan, pegunungan, panorama danau, sungai, pantai, air terjun, gua dan gunung berapi. c. Unsur rimba; hutan dan pohon d. Flora dan fauna; tumbuhan langka, berburu, memancing, taman suaka e. Pusat kesehatan; sumber air mineral dan sumber air panas. 2. Hasil karya manusia yang terdiri dari: a. Sejarah budaya dan agaman; monument peninggalan sejarah, museum, gedung kesenia, tugu peringatan, perpustakaan, pentas budaya, industri kerajinan tangan, perayaan tradisional, upacara adat, eksebisi, karnaval dan bangunan keagamaan. b. Prasarana: system air bersih, listrik, system air limbah, telekomunikasi, jalur lalu lintas, rumah sakit, apotik, pusat pembelanjaan, saloon, pompa bensin, bengkel, kendaraan, kantor polisi, kantor pemerintahan, hotel, motel,
29
penginapan, restoran, warung makan-minum, travel agent, usaha perjalanan wisata dan sewa kendaraan. c. Alat transportasi penunjang; kereta api, bus, airport dan dermaga. d. Sarana pelengkap; gedung sandiwara, kedai umum dan bioskop. e. Pola hidup masyarakat; tradisi dan adat istiadat. Mill (2000; 26) menjelaskan tentang empat dimensi pariwisata yaitu: 1. Atraksi yang terdiri dari: a. sumber daya alam, iklim dan keindahan alam, b. budaya, cara hidup, tempat bersejarah dan agama, c. etnisitas, d. hiburan. 2. Fasilitas-fasilitas yang terdiri dari: a. Tempat menginap seperti hotel, motel dan resort b. Tempat makan dan minum. c. Insfrastruktur seperti drinase air bersih, fasilitas kesehatan, stasiun kereta api dan bus, listrik, jalan serta kantor polisi. d. Transportasi. e. Keramah-tamahan. Sedangkan Isnkeep (1991) dalam tourism planning an integrated and sustainable development approach menjelaskan tentang komponen produk wisata ada enam yaitu: 1. Atraksi alam dan budaya. 30
2. Akomodasi dan pelayanan: souvenir dan kerajinan tangan. 3. Fasilitas transportasi dan pelayanan; jalan pelabuhan, mobil dan kereta api. 4. Infrastruktur lain seperti: air bersih, pembuangan air limbah, pembuangan sampah, listrik, facsimile, telepon dan teleks. 5. Elemen lembaga, badan atau aturan dari pemerintah dan swasta. Berdasarkan beberapa pendekatan pengembangan pariwisata dari beberapa komponen aspek pariwisata faktanya air bersih berperan besar dan sangat dibutuhkan dalam pengembangan destinasi wisata.
Secara jelas sumber daya air (air bersih)
masuk dalam komponen amenities atau pun infrastructure yang penting untuk mendukung suatu destinasi wisata. Wisatawan akan lebih aman, tenang dan kerasan jika infrastruktur air tersedia dengan memadai.
Dengan kata lain Infrastructure
capacity, lebih spesifik lagi menyangkut daya dukung air (water carrying capacity) harus senantiasa surplus ataupun setidaknya balance dengan kebutuhan operasional wisata. Jangka panjangnya destinasi wisata tetap dipertahankan. Kesimpulannya bahwa pendekatan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism) penekanannya terletak pada carrying capacity (Matheison and Wall 1982; Inskeep 1991, Swarbrooke, 1999). Dimana ketersediaan sumber daya alam harus tersedia dalam jumlah cukup atau balance ketika suatu kegiatan industri pariwisata mulai dioperasikan. Mengacu dari keseimbangan antara daya dukung ketersediaan sumber daya air dengan kebutuhan industri pariwisata serta penduduk lokal akan air, maka peneliti akan mengukur bagaimana kebutuhan air standart pariwisata dan
31
penduduk di Pulau Bunaken dibandingkan dengan ketersediaan air alami, serta air produksi yang dihasilkan oleh perusahaan air minum di Kota Manado. 2.3.
Penelitian Sebelumnya Penelitian terdahulu yang dianggap relevan dengan penelitian ini antara lain:
penelitian (Mardani, 2003) dalam tulisannya berjudul “Daya Dukung Lingkungan Fisik Dalam Pengembangan Pariwisata Budaya Berkelanjutan Di Bali,” bertujuan membahas kemampuan fisik lingkungan Bali dalam mendukung pembangunan pariwisata Budaya Bali Berkelanjutan melalui pendekatan sumber daya dengan berbagai indikator lingkungan antara lain dijelaskan bahwa perubahan pola hidup masyarakat Bali seperti pengenalan tanaman perkebunan dan pemanfaatan batu bata dalam penyediaan pemukiman telah mengakibatkan hilangnya sebagian hutan sekaligus hilangnya habitat berbagai jenis tanaman dan hewan.
Selain itu
kompleksitas aktivitas kehidupan mengubah pola kehidupan agraris masyarakat yaitu lahan-lahan pertanian subur telah berubah menjadi lahan pemukiman dan prasarana ekonomi. Kerusakan habitat dan perubahan ekosistem alam mengakibatkan turunnya daya dukung lingkungan Bali. Untuk indikator kebutuhan air di Bali tahun 1990 kebutuhan air mencapai 53% tahun 2000 naik 73% dan untuk 10 tahun yang akan datang (penulisan tahun tersebut) peningkatan kebutuhan air untuk hotel telah mencapai 206% hal ini didasari pada perhitungan peningkatan jumlah kamar hotel dan kebutuhan air per kamar.
Pada penelitian (Mardani, 2003) penekanannya pada
lingkungan fisik secara umum beberapa indikator penentunya yaitu sumber daya hutan dan sumber daya lahan dengan sub indikator air. 32
Sedangkan
penelitian
(Sunarta,
2010)
dalam
tulisannya
berjudul
“Perkembangan Mass Tourism dan Krisis Air di Bali,” bertujuan membahas supply dan demand sumber daya air di Bali dan berapa besar ketersediaan air di Bali serta distribusi ketersediaannya masing-masing kabupaten. Dijelaskan nilai daya dukung air di semua kabupaten lebih besar dari pada jejak ekologi air, dengan ini memberikan gambaran bahwa status daya dukung air di propinsi Bali adalah surplus. Sunarta (2010) penelitiannya lebih mengfokuskan pada ketersediaan air secara alami di tiap kabupaten yang ada di Bali dibandingkan dengan kebutuhan semua industri yang beroperasi, penekanan pariwisata ada pada kebutuhan standart air hotel serta wisatawan. Pada Profil Kabupaten / Kota Manado Propinsi Sulawesi Utara (anonim, 2004), dijelaskan mengenai analisis pengelolaan air bersih yang diproduksi oleh PDAM Manado (sebelum menjadi PT Air) untuk tahun 2005 jumlah penduduk sebesar 451.172 jiwa, membutuhkan air bersih sebesar 45.117.200 liter/hari. Jumlah ini diperhitungkan dari jumlah penduduk dikalikan dengan jumlah/kebutuhan dasar penduduk untuk klasifikasi kota sedang (100 lt/org/hr). Namun PDAM Kota Manado dapat memproduksi sebanyak 54.432.000 liter/hari. Sehingga terdapat kelebihan (surplus) kapasitas produksi sebanyak 9.314.800 liter/hari, atau 107,81 liter/detik. Hasil kajian PDAM Manado (PT. Air) akan ketersediaan air di kota Manado ini, tidak memperhitungkan kebutuhan operasional industri (termasuk pariwisata) dengan wisatawan.
33
Berdasarkan pada penelitian sebelumnya, peneliti mengacu pada penelitian dari Mardani (2003), dan Sunarta (2010) karena terdapat persamaan dalam meneliti daya dukung air. Adapun persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan peneliti sebelumnya yaitu pada penelitian Mardani dan Sunarta pada perhitungan kebutuhan air per kamar hotel / bulan selain itu menghitung besarnya ketersediaan alami air pada suatu wilayah tertentu. Perbedaannya pada dua penelitian sebelumnya berlokasi di Bali sebagai pusatnya pariwisata dengan produksi air alami yang ada di daerah dengan melibatkan perhitungan kebutuhan industri lainnya. Sedangkan penelitian saat ini berfokus di Pulau Bunaken Kota Manado yang merupakan destinasi bahari, faktor kebutuhan yang dihitung spesifiknya hanya untuk kebutuhan pariwisata dan penduduk lokal serta untuk hitungan daya dukung air tidak hanya air alami pada lokasi penelitian namun juga daya dukung air yang diproduksi oleh perusahaan penyedia air bersih yaitu PT Air Manado.
34