BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu istilah yang sangat erat kaitannya. Kesehatan kerja mengacu pada keadaan umum fisik, mental dan kesejahteraan emosional, setiap karyawan diharuskan sehat dan bebas dari penyakit, cedera atau masalah mental dan emosional yang mengganggu aktivitas, praktek manajemen keselamatan di organisasi dibentuk untuk mempertahankan karyawan secara keseluruhan menjadi baik. (Malthis dan Jackson, 2003) Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) bertujuan untuk memberikan pengetahuan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan masalah keselamatan dan kesehatan yang terjadi dalam pekerjaan. Dalam keselamatan dan kesehatan kerja (K3) terdapat tiga pokok masalah terjadinya kecelakaan kerja, yaitu peristiwa yang terjadi secara kebetulan, kondisi dan tindakan atau perbuatan yang membahayakan yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja.(Moekijat 2010). Menurut Hasibuan (2003), keselamatan dan kesehatan kerja akan menciptakan terwujudnya pemeliharaan karyawan dengan baik. Dengan memberikan penyuluhan dan pembinaan yang baik agar mereka menyadari pentingnya keselamatan kerja bagi mereka ataupun bagi perusahaan. Sedangkan menurut Mangkunegara (2002), keselamatan dan kesehatan kerja adalah upaya
9
10
untuk menjamin dan menjaga kesehatan serta keutuhan jasmani dan rohani para tenaga kerja khususnya manusia, menuju masyarakat yang adil dan makmur. 2.1.1.1 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Menurut Mangkunegara (2002), tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah sebagai berikut: 1) Agar setiap karyawan mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis. 2) Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya selektif mungkin. 3) Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya. 4) Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai. 5) Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja. 6) Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja. 7) Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja 2.1.1.2 Keselamatan Kerja Menurut Malthis dan Jackson (2002), keselamatan kerja mengarah kepada perlindungan fisik yang bertujuan untuk menghindari cidera fisik dan kecelakaan kerja. Seorang manajer harus menaruh perhatian besar terhadap keselamatan kerja dengan tujuan untuk menumbuhkan rasa hati-hati dalam bekerja untuk mengurangi bahaya atau resiko-resiko yang akan terjadi.
11
Menurut
Malthis
dan
Jackson
(2006),
manajemen
yang
efektif
membutuhkan sebuah komitmen organisasional pada kondisi kerja yang aman. Keselamatan kerja juga berpengaruh terhadap jam kerja karyawan, dimana akan timbul rasa lelah karena pekerjaan fisik yang dilakukan atau karena rasa bosan yang timbul akibat mengerjakan pekerjaan yang sama pada periode yang lama atau kerja lembur. Jika timbulnya rasa lelah maka akan mengurangnya motivasi kerja dan memungkinkan untuk timbulnya kecelakaan kerja. Tetapi, jika program keselamatan yang dirancang dan dikelola dengan baik dapat memberikan keuntungan yaitu mengurangi kecelakaan dan biaya-biaya terkait, seperti kompensasi para pekerja dan denda. Moekijat (2010), berpendapat setidaknya sebagian dari keselamatan kerja dan pencegahan terjadinya kecelakaan kerja adalah tanggung jawab seorang manajer, karena seorang manajer mempunyai pengaruh dan perhatian yang besar terhadap keselamatan kerja para karyawannya dengan tujuan agar karyawan dapat bekerja secara hati-hati untuk mengurangi berbagai macam resiko dan mengurangi biaya. Karena sebaik apapun tempat atau kondisi lingkungan kerja akan selalu terjadi kecelakaan kerja, oleh karena itu supervisor atau manajer sangat berperan penting dalam hal ini. Akan tetapi jika dengan adanya tanggung jawab oleh semua tingkatan manajemen yang ada pada satu perusahaan untuk mengurangi tindakan yang membahayakan para karyawan. Maka dalam hal ini supervisor sebagai pengawas pada tingkat paling bawah yang mempunyai peranan penting karena sebagai mata rantai yang sangat berpengaruh dalam manajemen.
12
2.1.1.2.1 Manajemen Keselamatan Menurut Malthis dan Jackson (2006) Manajemen keselamatan adalah komitmen organisasional dalam usaha untuk menjaga keselamatan yang dikoordinasi dari manajemen tingkat atas untuk memasukan semua anggota organisasi dan juga harus tercermin dalam tindakan manajerial. Pada gambar 2.1 menjelaskan berbagai macam pendekatan yang digunakan oleh para pemberi kerja dalam mengatur keselamatan.
1. Pendekatan organisasional : • Merancang pekerjaan • Mengembangkan dan mengimplementasikan kebijakan keselamatan • Menggunakan komite - komite keselamatan • Mengkoordinasikan investigasi kecelakaan.
Pendekatan pada Manajemen Keselamatan yang Efektif
2. Pendekatan teknik mesin • Merancang lokasi dan peralatan kerja • Meninjau peralatan • Menerapkan prinsip - prinsip ergonomi 3. Pendekatan Individual • Menguatkan motivasi dan sikap keselamatan • Memberikan pelatihan keselamatan karyawan • Memberikan penghargaan keselamatan melalui program intensif
Sumber : Malthis dan Jackson “Human Resource Management” (2006 , P491)
Gambar 2.1 Pendekatan pada manajemen keselamatan yang efektif
13
2.1.1.2.2 Indikator Keselamatan Kerja Menurut Mangkunegara (2002), bahwa indikator penyebab keselamatan kerja adalah: 1) Keadaan tempat lingkungan kerja, yang meliputi: (1) Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya yang kurang diperhitungkan keamanannya. (2) Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak (3) Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya. 2) Pemakaian peralatan kerja, yang meliputi: (1) Pengaman peralatan kerja yang sudah usang atau rusak. (2) Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik Pengaturan penerangan. 2.1.1.3 Kesehatan Kerja Malthis dan Jackson (2002) menerangkan bahwa masalah kesehatan kerja pada karyawan yang beraneka jenis sangatlah susah untuk dihindari. Masalahmasalah tersebut dapat berupa masalah kesehatan yang kecil sampai pada keadaan sakit yang parah / serius yang berhubungan dengan pekerjaan yang mereka lakukan. Beberapa diantara masalah tersebut seperti masalah pada kesehatan emosional
sampai
dengan
karyawan
yang
memiliki
kecenderungan
mengkonsumsi obat-obatan terlarang atau alkohol. Kesehatan kerja itu sendiri berhubungan pada kondisi fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum dengan tujuan memelihara kesejahteraan individu secara menyeluruh. Mangkunegara (2002), kesehatan kerja menunjukan pada kondisi yang bebas dari gangguan fisik, mental, emosi atau rasa sakit yang disebabkan oleh
14
lingkungan kerja. Sedangkan Sedarmayanti (2010), menyebutkan bahwa kesehatan merupakan sebuah pemeliharaan dimana suatu kondisi untuk menjaga kesejahteraan fisik dengan meningkatkan kondisi mental, loyalitas dan kondisi fisik para pegawai agar mereka tetap ingin bekerja sampai mereka pensiun. 2.1.1.3.1 Persoalan Kesehatan Menurut Malthis dan Jackson (2002 : P495), persoalan kesehatan di tempat kerja terdiri atas : 1) Penyalahgunaan obat-obatan (subtance abuse) Pemakaian obat-obatan terlarang, alkohol atau berbagai zat kimia yang telah diatur oleh undang-undang. Berbagai masalah dan kekhawatiran para pemberi kerja yang berhubungan dengan penyalahgunaan tersebut dimana para karyawan akan menjadi lamban dalam bekerja, cara berbicara yang tidak jelas, kesulitan berjalan, ketidakkonsistensian, depresi, emosional, tingkat ketidak hadiran yang meningkat dan sebagainya. Untuk mendorong karyawan untuk menyelesaikan masalah tersebut, perusahaan memberikan beberapa opsi yang biasanya telah disahkan oleh hukum. Seorang karyawan dihadapkan pada supervisor atau manajer yang berhubungan dengan perilaku dan kinerja mereka yang tidak memuaskan. 2) Persoalan kesehatan emosional / mental Pada zaman sekarang banyak individu yang mengalami tekanan dalam masalah keluarga, pekerjaan atau kehidupan pribadi. Berikut ini merupakan masalah yang di miliki karyawan yang berhubungan dengan pekerjaan : (1) Stres
15
Dimana individu tidak dapat menangani berbagai macam tuntutan. Para profesional SDM, supervisor dan manajer harus bisa menangani stres pada karyawan yang jika tidak dapat menimbulkan kelelahan atau menunjukan perilaku yang tidak sehat seperti meminum alcohol atau menyalahgunakan resep dokter. (2) Depresi Persoalan yang berhubungan dengan kesehatan emosional / mental. Jika depresi berada pada tingkat yang ekstrim maka depresi dapat membuat seorang karyawan bunuh diri. Disarankan untuk memberikan pelatihan mengenai gejala-gejala depresi dan apa yang harus dilakukan jika gejala gejala tersebut mulai terlihat. (3) Promosi Kesehatan Merupakan pendekatan suportif guna memudahkan dan mendorong para karyawan untuk meningkatkan tindakan dan gaya hidup yang sehat. Promosi kesehatan dapat berupa : program kesehatan dan budaya kesehatan organisasional. 2.1.1.3.2 Faktor Kesehatan Kerja Faktor- faktor yang mempengaruhi kesehatan kerja karyawan antara lain dalam Mangkunegara (2002) : 1) Pengaturan udara (1) Pergantian udara di ruang kerja yang tidak baik (2) Suhu udara yang tidak dikondisikan pengaturannya. 2) Kondisi fisik pegawai
16
(1) Kerusakan alat indera, stamina pegawai yang tidak sehat. (2) Emosi pegawai yang tidak stabil. (3) Program jaminan kesehatan. 3) Pengaturan pencahayaan dan penerangan (1) pencahayaan dan penerangan yang cukup dalam ruang yang digunakan untuk bekerja. 2.1.1.4 Kecelakaan Kerja Menurut Dale S. Beach yang dikutip oleh Malthis dan Jackson (2006) kecelakaan adalah kejadian yang tidak diharapkan yang menggangu jalannya kegiatan. Menurut Moekijat (2010), beberapa kondisi yang membahayakan atau faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja adalah : 1) Perlengkapan yang perawatannya kurang baik. 2) Perlengkapan kerja yang sudah rusak atau tidak layak pakai. 3) Prosedur yang membahayakan pekerja pada mesin atau perlengkapan kerja lainnya. 4) Tempat penyimpanan yang melebihi muatan. 5) Penerangan yang kurang memadai (terlalu redup atau menyilaukan). 6) Vertilasi atau saluran udara yang tidak baik. Terdapat tiga faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan, yakni peristiwa-peristiwa yang terjadi secara kebetulan, kondisi yang membahayakan dan tindakan yang membahayakan. Akan tetapi kondisi fisik dan mental seseorang juga turut menimbulkan kecelakaan kerja. Banyak cara yang dapat dilakukan
untuk
mencegah
timbulnya
kecelakaan
kerja
yaitu
dengan
17
menggunakan pendekatan dasar terhadap pencegahaan kecelakaan kerja dimana bergantung pada tiga-E. Enginering dimana suatu pekerjaan harus direncanakan terlebih dahulu, education karyawan diberikan pendidikan untuk memahami bagaimana pentingnya keselamatan dalam bekerja, enforcement dimana para karyawan menaati peraturan-peraturan yang ada .
2.1.2 Pengertian Motivasi Kerja Menurut Nawawi (2005), motivasi dalam manajemen adalah untuk menciptakan kondisi yang dapat mendorong setiap pekerja dimana hal tersebut akan berlangsung secara efektif dan efisien jika para manajer dapat memotivasi para pekerja agar melaksanakan tugas-tugasnya dengan rasa senang dan puas. Menurut Griffin dan Moorhead (2010), motivasi kerja adalah tugas penting suatu manajer, motivasi adalah suatu himpunan kekuatan yang menyebabkan orang terlibat dalam satu perilaku daripada perilaku alternatif lainnya. Menurut Robbin dan Judge (2011), motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas individual, arah, dan ketekunan usaha ke arah tujuan. 3 elemen inti dari motivasi adalah intensitas, arah dan ketekunan. Intensitas menggambarkan bagaimana seseorang berusaha keras, elemen intensitas adalah titik fokus apabila kita membicarakan motivasi. Namun, intensitas tinggi tidak mungkin untuk memimpin hasil prestasi kerja yang menguntungkan kecuali usaha yang disalurkan ke arah yang menguntungkan organisasi. Oleh karena itu, kita harus mempertimbangkan kualitas usaha dan intensitasnya. Upaya diarahkan konsisten dengan tujuan organisasi adalah keharusan jenis usaha yang harus kita
18
cari. Akhirnya, motivasi memiliki dimensi ketekunan, ini mengukur seberapa lama seseorang dapat mempertahankan usaha. Karyawan yang termotivasi dapat menyelesaikan tugas mereka untuk mencapai tujuan mereka dan organisasi. Menurut Hersey dan Blanchard yang diterjemahkan oleh Agus Dharma (2002), motivasi bergantung kepada kuat dan lemahnya motif. Motif dapat diartikan sebagai kebutuhan, keinginan, dorongan, dan gerak hati dalam diri seseorang yang diarahkan pada tujuan yang berada di bawah alam sadar. Menurut Stoner DKK yang diterjemahkan oleh Winardi (2011), para manajer yang menentukan cara bagaimana melakukan suatu pekerjaan. Kemudian manajer berusaha untuk memotivasi para pekerja dengan sistem upah dimana para pekerja yang banyak menghasilkan output, maka makin banyak pula penghasilan mereka. Menurut Winardi (2011), peningkatan motivasi pada karyawan akan berdampak positif pada peningkatan produksi pada suatu perusahaan tetapi dengan begitu belum berarti meningkatnya pula efektifitas produksi. Jika meningkatnya produksi diikuti dengan ketrampilan yang tepat dan juga sumber daya yang baik maka akan memperbesar produktivitas dan efektivitas produksi. Malthis dan Jackson (2006), teori motivasi / Higiene Herzberg mengasumsikan bahwa sekelompok factor, motivator, menyebabkan tingkat kepuasan dan motivasi kerja yang tinggi. Akan tetapi faktor-faktor Higiene dapat menimbulkan ketidakpuasan kerja. Hasil penelitian Herzberg menyatakan tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan yaitu :
19
1) Hal-hal yang mendorong karyawan adalah pekerjaan yang menantang untuk mencakup perasaan untuk berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan dapat menikmati pekerjaan itu sendiri dan adanya pengakuan atas semuanya itu. 2) Hal- hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama faktor yang bersifat pelengkap pekerjaan seperti peraturan pekerjaan, penerangan, cuti, jabatan, hak, gaji, dan tunjangan. 3) Karyawan kecewa, jika peluang untuk berprestasi terbatas. Mereka akan menjadi sensitive pada lingkungannya dan mulai mencari kesalahan. Teori Herzberg dalam buku Malthis dan Jackson (2006), menyatakan bahwa orang dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruh oleh dua faktor yang merupakan kebutuhan, yaitu : 1) Maintenance Factors Faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh kesejahteraan fisik. Kebutuhan kesehatan ini menurut Herzberg merupakan kebutuhan yang berlangsung secara terus menerus, karena kebutuhan ini akan kembali kepada titik nol setelah dipenuhi. Faktor pemeliharaan ini meliputi hal-hal seperti gaji, kondisi kerja fisik, kepastian pekerjaan, mobil dinas dan macam- macam tunjangan lainnya. Hilangnya fakor pemeliharaan dapat menyebabkan timbulnya ketidakpuasan karyawan dan meningkatkannya absensi karyawan, bahkan dapat menyebabkan turnover. 2) Motivation Factors Faktor motivasi adalah hal-hal yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang yang menyangkut kepuasan psikologis dalam melakukan pekerjaan. Faktor
20
motivasi ini berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung berkaitan dengan pekerjaan. Misalnya ruangan yang nyaman, penerangan yang baik, dan penempatan yang tepat. Dalam teori ini timbul pendapat bahwa dalam perencanaan pekerjaan harus direncanakan sebaik mungkin, agar kedua faktor ini ( faktor maintenance dan faktor motivasi) dapat dipenuhi. Tabel 2.1 menerangkan perbedaan teori motivasi higiene herzberg, dimana didalamnya terdapat faktor yang dapat meningkatkan motivasi serta faktor yang dapat mengurangi kepuasan. Tabel 2.1 Teori Motivasi Higiene
Motivator (Satisfiers)
Faktor-faktor Higiene (Dissatisfiers)
•
Prestasi
•
Hubungan antarpersonal
•
Pengakuan perusahaan
•
Administrasi kebijakan
•
Pekerjaan itu sendiri
•
Kondisi kerja
•
Tanggung jawab
•
Pengawasan
•
Kemajuan
•
Gaji
Sumber : Malthis dan Jackson “Human Resource Management” (2006: 115)
Implikasi penelitian Herzberg terhadap manajemen dan praktik SDM adalah dimana seseorang mungkin tidak termotivasi untuk bekerja lebih keras walaupun manajer mempertimbangkan dan menyampaikan faktor – faktor higiene dengan hati-hati untuk menghindari ketidakpuasan karyawan. Herzberg menyarankan bahwa hanya motivator yang membuat karyawan mencurahkan lebih banyak usaha dan dengan demikian meningkatkan kinerja karyawan.
21
2.1.2.1 Tujuan Motivasi Menurut Hasibuan (2003), tujuan motivasi terdiri dari : 1) Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan. 2) Meningkatkan produktivitas kerja karyawan. 3) Memperhatikan kestabilan karyawan perusahaan. 4) Meningkatkan kedisiplinan karyawan. 5) Mengefektifkan pengadaan karyawan. 6) Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik. 7) Meningkatkan loyalitas, kreativitas, dan partisipasi karyawan. 8) Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan. 9) Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas - tugasnya. 10) Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.
2.1.3 Produktivitas Kerja Sedarmayanti (2009) menyatakan bahwa produktivitas kerja tidak sematamata ditujukan untuk mendapatkan hasil kerja yang banyak, melainkan kualitas untuk kerja yang sangat penting diperhatikan. Sedangkan menurut Daft dan Marcic
(2007),
produktivitas
itu
penting
karena
yang
mempengaruhi
kesejahteraan seluruh karyawan. Produktivitas adalah output organisasi barang dan jasa dibagi dengan inputnya. Produktivitas dapat ditingkatkan dengan meningkatkan jumlah output dengan menggunakan tingkat yang sama dari input atau dengan mengurangi jumlah input yang dibutuhkan untuk menghasilkan output. Dua pendekatan untuk mengukur produktivitas adalah faktor produktivitas
22
total seperti rasio dari total output ke input dari tenaga kerja, modal, bahan dan energi, Serta dengan faktor produktivitas parsial seperti output ke tenaga kerja saja / modal atau yang lainnya. Menurut Hasibuan (2006), menjelaskan definisi produktivitas adalah sebagai perbandingan antara keluaran (output) dengan masukan (input), produktivitas naik hanya dimungkinkan oleh adanya peningkatan efisiensi (waktu, bahan, tenaga) dan sistem kerja, teknik produksi, dan adanya peningkatan keterampilan tenaga kerja. Menurut Mulyadi (2012), dengan meningkatnya persaingan pasar maka akan terjadi peningkatan dalam hal ketenagakerjaan dimana kualitas tidak lagi diperhatikan. Sedangkan keunggulan suatu negara atau perusahaan ditentukan oleh produktivitas, kualitas produk yang dihasilkan dan tingkat efisiensi yang dicapai dalam berproduksi. Oleh karena itu sumber daya manusia yang baiklah yang akan meningkatkan produktivitas. 2.1.3.1 Faktor Produktivitas Kerja Menurut Sinungan (2008), produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang berhubungan dengan tenaga maupun faktor – faktor lain seperti: 1) Pendidikan dan keterampilan, karena pada dasarnya tingkat pendidikan dan intensitas latihan meningkatkan keterampilan kerja. 2) Keterampilan fisik dipengaruhi oleh gizi dan kesehatan dimana faktor gizi dan kesehatan dipengaruhi oleh tingkat penghasilan. 3) Penggunaan sarana – sarana produksi alat yang digunakan (manual, semi
23
manual, mesin) teknologi dan lingkungan kerja. 4) Kemampuan manajerial menggerakan dan mengarahkan tenaga kerja dan sumber – sumber yang lain, serta kesempatan yang diberikan. Selain itu menurut Sedarmayanti (2009), terdapat pula berbagai faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja diantaranya adalah : 1) Sikap Mental, berupa : (1) Motivasi Kerja. (2) Disiplin kerja. (3) Etika kerja. 2) Pendidikan. Pada umumnya seseorang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi akan mempunyai wawasan yang lebih luas dan mempunyai produktivitas yang lebih baik. 3) Keterampilan. Apabila karyawan semakin terampil, maka ia akan semakin piawai dalam menggunakan fasilitas kerja dengan lebih baik. 4) Manajemen. Pengertian manajemen disini berkaitan dengan system yang digunakan pemimpin untuk mengatur bawahannya, semakin tepat maka akan menimbulkan semangat kerja yang tinggi di dalam karyawannya yang mendorong karyawan untuk melakukan tindakan produktif. 5) Hubungan Industrial Pancasila (H.I.P) . Dengan adanya penerapan ini, maka, akan : (1) Menciptakan ketenangan kerja dan memberikan motivasi kerja secara produktif sehingga produktivitas akan meningkat.
24
(2) Menciptakan hubungan kerja yang baik sehingga menimbulkan partisipasi aktif dalam usaha meningkatkan produktivitas. (3) Menciptakan harkat dan martabat pegawai sehingga mendorong karyawan untuk berdedikasi dalam upaya meningkatkan produktivitas. 6) Tingkat penghasilan. Penghasilan kerja yang memadai akan menimbulkan konsentrasi kerja yang baik . 7) Gizi dan kesehatan. Karyawan yang berbadan sehat dan gizinya terpenuhi, maka akan lebih kuat bekerja, dan jika didukung dengan semangat kerja yang tinggi maka produktivitas kerja akan meningkat. 8) Jaminan sosial. Jaminan yang diberikan oleh organisasi kepada pegawainya yang dimaksud akan meningkatkan loyalitas dan semangat kerja. 9) Lingkungan dan iklim kerja. Faktor lingkungan yang baik serta iklim yang nyaman akan meningkatan rasa nyaman dalam beraktivitas . 10) Sarana produksi. Mutu sarana produksi akan berpengaruh pada limbah yang terbuang semakin baik maka pemborosan bahan dapat ditekan seminim mungkin. 11) Teknologi. Apabila teknologi yang dipakai tepat dan maju maka akan memungkinkan : (1) Tepat waktu dalam penyelesain produksi. (2) Jumah produksi lebih banyak dan bermutu. (3) Memperkecil limbah. 12) Kesempatan Berprestasi. Setiap karyawan bekerja pasti mengharapkan peningkatan karir yang bermanfaat baik bagi dirinya maupun organisasi.
25
Apabila terbuka kesempatan yang lebar dalam berprestasi, maka akan menimbulkan dorongan psikologis untuk meningkatkan dedikasi serta pemanfaatan potensi yang dimiliki untuk meningkatkan produktivitas kerja. Organisasi merupakan suatu tempat dimana karyawan dapat memperoleh pengalaman kerja dan kesempatan untuk meningkatkan keterampilan. Tanggung jawab peningkatan keterampilan melalui pengalaman dan kesempatan akan tergantung dari pimpinan organisasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor manajemen sangat berperan dalam meningkatkan produktivitas kerja, baik secara langsung melalui perbaikan organisasi dan tata prosedur yang dapat memperkecil pemborosan, maupun secara tidak langsung melalui penciptaan jaminan kesempatan bagi pegawai untuk berkembang, penyediaan fasilitas pelatihan dan perbaikan penghasilan serta pemberian jaminan sosial.
2.1.4 Pengaruh Motivasi Terhadap Produktivitas Kerja Menurut Sedarmayanti (2009) Untuk mendapatkan kinerja yang baik dapat dipengaruhi oleh kecakapan dan motivasi. Kecakapan tanpa motivasi atau motivasi tanpa kecapakan, tidak akan menghasilkan output yang tinggi. Untuk melihat efektivitas kinerja. Larsen dan Mitchell menggunakan beberapa teori, antara lain pendekatan kontingensi (contingency approach) yang merupakan gabungan dari beberapa pendekatan lain. Intinya adalah kinerja akan sangat bergantung pada perpaduan yang tepat antara individu dan pekerjaannya. Untuk pencapaian hasil produktivitas yang maksimum, organisasi harus
26
menyeleksi orang yang tepat, dengan pekerjaan yang dapat memungkinkan mereka untuk bekerja secara optimal. Motivasi dapat diartikan sebagai suatu daya pendorong (driving force) yang menyebabkan orang berbuat sesuatu atau yang diperbuat karena takut akan sesuatu. Misalnya seorang yang ingin naik pangkat atau naik gaji berusaha sebaik mungkin untuk meningkatkan perbuatannya yang menunjang pencapaian keinginan tersebut. Perbuatan atau tindakan tersebut dapat diartikan bekerja keras agar lebih berprestasi, menambah keahlian, sumbang saran dan lain – lain. Pada umumnya, seorang pegawai akan mengalami kepuasan kinerja apabila mempunyai kebebasan dalam menentukan pekerjaan yang ingin dilakukannya dengan cara yang diinginkannya. Demikian pula, peran serta dan keterlibatan diri tanpa paksaan, akan meningkatkan motivasi kerja. Kesesuaian antara kebutuhan individual dan kebutuhan organisasi, merupakan faktor yang penting untuk menunjang produktivitas kerja.
2.1.5 Penelitian Terdahulu Ada 3 jurnal yang digunakan dalam penelitian ini sebagai refrensi 1) Hubungan Keselamatan dan Kesehatan (K3) dengan Produktivitas Kerja Karyawan (Studi Kasus: Bagian Pengolahan PTPN VIII Gunung Mas, Bogor). Penulis: T. Lestari, E. Trisyukianti. (2009) . Hasil dari penelitian tersebut menjelaskan bahwa faktor - faktor K3 yang dianalisis yang meliputi pelatihan keselamatan, publikasi keselamatan kerja, kontrol lingkungan
27
kerja, pengawasan dan disiplin telah dilaksanakan dengan baik. Hubungan antara K3 dengan produktivitas kerja karyawan adalah positif, sangat nyata dan berkorelasi kuat. 2) Pelaksanaan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja Karyawan PT. Bitratex Industries Semarang. Penulis: Ibrahim Jati Kusuma (2011) Hasil dari penelitian tersebut adalah pelaksanaan program K3 dapat mengurangi absentisme, pengurangan biaya klaim kesehatan, pengurangan turnover kerja dan semua karyawan di bagian produksi mampu untuk mencapai target produksi yang diterapkan oleh perusahaan. 3) Pengaruh Kepuasan dan Motivasi Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Riyadi Palace Hotel di Surakarta . Penulis : Edhi Prasetyo dan M. Wahyudin (2010). Hasil dari penelitian tersebut adalah variabel motivasi kerja mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap produktivitas kerja pegawai. Dua variabel independen yang pilih berdasarkan hasil uji-t ternyata variabel motivasi kerja lebih besar pengaruhnya dari pada kepuasan kerja terhadap produktivitas kerja, dengan diterimanya yang ada pada penelitian ini, maka dapat dijadikan masuka dan evaluasi bagi perusahaan untuk meningkatkan motivasi.
2.2 Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran dalam penelitian ini terdiri dari variabel independen atau variabel bebas yaitu program keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dan motivasi kerja. Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi
28
variabel lain yang sifatnya berdiri sendiri. Sedangkan variabel dependen atau variabel terikat dalam penelitian ini adalah produktivitas kerja karyawan. Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi oleh beberapa variabel lain yang sifatnya tidak dapat berdiri sendiri. Berdasarkan dari teori Mangkunegara (2002), yang mempengaruhi faktor keselamatan kerja dan faktor kesehatan kerja, teori motivasi Herzberg dalam buku Malthis dan Jackson (2006) dan faktor produktivitas kerja menurut Sinungan (2009), maka dapat dibuat secara skematis kerangka pemikiran dalam penelitian ini yang ditunjukan pada Gambar 2.2 .
29
X1 Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
X2 Motivasi Kerja
1. Keadaan tempat lingkungan kerja. 2. Pemakaian peralatan kerja 3. Pengaturan udara 4. Kondisi fisik pegawai 5. Pengaturan pencahayaan dan penerangan.
1. Maintenance factors 2. Motivation factors
Y Produktivitas Kerja Karyawan
1. Pendidikan dan keterampilan 2. Ketrampilan fisik 3. Penggunaan sarana produksi 4. Kemampuan manajerial. Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
30
2.3
Hipotesis 1)
Bagaima na pengaruh keselamatan dan kesehatan kerja (K3) terhadap produktivitas kerja karyawan? H0 = Variabel Program keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap variabel
produktivitas kerja
karyawan. H1 = Variabel program keselamatan dan kesehatan kerja (K3) mempengaruhi secara signifikan terhadap variabel
produktivitas kerja
karyawan. 2)
Bagaima na pengaruh motivasi kerja terhadap produktivitas kerja karyawan? H0 = Variabel motivasi kerja tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap variabel produktivitas kerja karyawan. H1 = Variabel motivasi kerja mempengaruhi secara signifikan terhadap variabel Produktivitas kerja karyawan.
3)
Bagaima na pengaruh program keselamatan dan kesehatan kerja (K3) serta motivasi terhadap produktivitas kerja karyawan? H0 = Program keselamatan dan kesehatan kerja (K3) serta motivasi kerja tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap variabel produktivitas kerja karyawan.
31
H1 = Program keselamatan dan kesehatan kerja (K3) serta motivasi kerja mempengaruhi secara signifikan terhadap variabel produktivitas kerja karyawan.