39
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Pada bab ini dikemukakan enam sub bagian yaitu; a) teori
belajar dan
pembelajaran Alquran hadis; b) hakekat pembelajaran Alquran hadis; c) tipe grup investigasi dalam pembelajaran kooperatif; d) pengajaran Alquran hadis di Madrasah Aliyah (MA); e) karakteristik siswa Madarasah Aliyah (MA); f) spesifikasi pengembangan dan g) kerangka pikir penelitian. A. Teori Belajar dan Pembelajaran Alquran Hadis 1. Teori-Belajar yang Mendukung Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) bukanlah metode pembelajaran yang baru di dunia pendidikan. Tetapi belakang metode ini hanya digunakan pada tujuan tertentu seperti tugas dan laporan kelompok. Beberapa alasan pembelajaran kooperatif memasuki jalur utama praktik pendidikan di antaranya adalah; a) mendukung pencapaian prestasi siswa; b) mengembangkan hubungan antar kelompok; c) penerimaan terhadap teman kelas yang lemah dalam bidang akademik; d) meningkatkan rasa harga diri; e) tumbuhnya kesadaran bahwa siswa perlu belajar berpikir, menyelesaikan masalah dan mengintegrasikan serta mengaplikasikan pengetahuan mereka. Slavin (1995 : 2). Model pembelajaran kooperatif pada dasarnya tidak berevolusi dari sebuah teori induvidual atau pendekatan tunggal dalam belajar. Sesungguhnya, ia berakar pada masa Yunani awal. Dalam proses perkembangannya, diketahui dari hasil karya para psikolog Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
40
pendidikan dan para teoritisi pedagogis maupun teori pemrosesan informasi tentang belajar serta teoritisi kognitif dan perkembangan Piaget dan Vygosky.
Sesungguhnya
konsep kelas yang demokratis telah dikembangkan oleh John Dewey dalam bukunya yang berjudul “democracy and education” pada tahun 1969 M. Menurut John Dewey, kelas harus mencerminkan masyarakat yang lebih luas dan menjadi laboratoriun dari kehidupan yang nyata. Paedagogy John Dewey menghendaki agar guru menciptakan lingkungan belajar yang ditandai oleh prosedur yang demokratis dan proses ilmiah. Arends (2004 : 7). Mengapa para siswa yang bekerja dalam kelompok kooperatif bisa belajar lebih banyak dari pada mereka yang di atur dalam kelas-kelas tradisional. Penelitian yang menyelidiki pertanyaan ini memberikan berbagai variasi dari model-model teoritis yang menjelaskan keunggulan pembelajaran kooperatif. Secara umum ada dua kategori teori dalam hal ini yaitu; teori motivasi dan teori kognitif.
a. Teori Motivasi. (Motivation Theories) Motivasi dalam pembelajaran kooperatif terutama pada aspek penghargaan atau struktur tujuan di mana para siswa bekerja. Deutsh dalam slavin (1995 : 4) menyebutkan bahwa ada tiga struktur tujuan pembelajaran. Ketiga struktur tujuan yang dimaksud adalah; a) struktur tujuan kooperatif yaitu usaha yang berorientasi pada tujuan dimana setiap induvidu memberi kontribusi pada pencapaian tujuan anggota
yang lain; b)
struktur tujuan kompetetif yang menekankan pada tiap induvidu menghalangi pencapaian Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
41
tujuan anggota yang lain; dan c) struktur tujuan induvidualistik yang memiliki ciri bahwa tiap induvidu tidak memiliki konsekwensi apapun bagi pencapaian tujuan anggota lainnya. Dari ketiga struktur tujuan tersebut, struktur tujuan kooperatif mampu menciptakan situasi dimana satu-satunya cara anggota kelompok bisa meraih tujuan pribadi adalah jika kelompok mereka bisa berhasil. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan individual, anggota kelompok harus membantu teman setimnya untuk melakukan apapun guna membuat kelompok mereka berhasil, termasuk memberikan motivasi dan dorongan maksimal
sesama anggota tim. Pencetus teori motivasional ini mengkritik sistem
penilaian kompetetif dan sistem penghargaan informal di kelas karena akan menciptakan norma-norma yang berlawanan dengan usaha-usaha akademik. Hal tersebut karena kesuksesan seorang siswa akan menurunkan kesempatan sukses bagi siswa yang lainnya. Di antara kritik yang sering dilontarkan para pencetus teori motivasional terhadap pengaturan kelas tradisional adalah penilaian kompetetif dan sistem penghargaan informal di kelas menciptakan norma-norma di antara mereka yang berlawanan dengan usaha-usaha akademik. Kesuksesan salah satu siswa, menurunkan kesempatan sukses bagi siswa yang lainnya. Para siswa lebih suka mengespresikan norma bahwa pencapaian yang tinggi hanya untuk “orang aneh” dan anak kesayangan guru. Norma penghalang seperti ini sering ditemukan dalam dunia industri.
Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
42
Beberapa kajian telah memperlihatkan bahwa ketika para siswa bekerja bersamasama untuk meraih sebuah tujuan kelompok, membuat mereka akan mengespresikan norma-norma yang baik dalam melakukan apa pun yang diperlukan untuk keberhasilan dalam kelompok. Dalam kelas kooperatif, murid yang berusaha keras selalu hadir di kelas dan membantu yang lainnya belajar serta akan dipuji dan didukung oleh teman satu timnya. Hal ini bertolak belakang dengan situasi dalam kelas tradisional. Slavin (1995 : 16). b. Teori Kognitif (Cognitive Theories). Teori kognitif menekankan pada pengaruh kerjasama, apakah sebuah kelompok mencoba meraih tujuan kelompok atau tidak. Ada dua kategori utama yang berkaitan dengan teori kognitif ini. Kedua kategori yang dimaksud adalah teori pembangunan (development theories) dan teori elaborative kognitif (cognitive elaborative). Teori pembangunan (development theories).
Teori ini memiliki asumsi dasar
bahwa interaksi di antara para siswa berkaitan dengan tugas-tugas yang sesuai meningkatkan penguasaan mereka terhadap konsep kritik. Vygosky dalam Slavin (1995 ; 18-19) mendefinisikan wilayah pembangunan paling dekat sebagai “jarak antara level pembangunan aktual seperti yang ditentukan oleh penyelesaian masalah secara independen dan level pembangunan potensial seperti yang ditentukan melalui penyelesaian masalah dengan bantuan dari orang dewasa atau dalam kolaborasi dengan teman yang lebih mampu. Menurut Vygosky bahwa kolaborasi di antara anak-anak Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
43
mendorong pertumbuhan karena anak-anak yang usianya sebaya lebih suka bekerja dalam wilayah pembangunan paling dekat satu sama lain. Perilaku yang diperlihatkan dalam kolaborasi, lebih berkembang di bandingkan perilaku yang ditunjukkan sebagai induvidu. Lebih jauh Vygosky berpandangan bahwa pengetahuan tentang perangkat sosial, bahasa, nilai-nilai, peraturan, moralitas dan system symbol (seperti membaca dan matematika) hanya dapat dipelajari dalam interaksi dengan orang lain. Selanjutnya teori elaborative kognitif (cognitive elaborative). Penelitian dalam bidang psikologi kognitif telah menemukan bahwa jika informasi ingin dipertahankan di dalam memori dan berhubungan dengan informasi yang sudah ada di dalam memori, maka orang yang belajar harus terlibat dalam semacam pengaturan kembali kognitif elaborasi. Di antara contoh yang dikemukakan adalah menulis rangkuman atau ringkasan dari penjelasan yang disampaikan adalah pelajaran tambahan yang lebih baik daripada sekadar menyalin catatan, karena rangkuman dan ringkasan menuntut para siswa untuk mengatur kembali materi dan memilih bagian yang penting dari penjelasan tersebut. Salah satu cara elaborasi yang efektif adalah menjelaskan materi kepada orang lain. Penelitian terhadap pengajaran oleh teman telah lama menemukan adanya keuntungan pencapaian yang diterima oleh pengajar maupun yang diajari. Danel Darsereau dan rekan-rekannya menemukan serangkaian studi
bahwa para mahasiswa yang bekerja
dalam struktur rancangan kooperatif dapat mempelajari materi teknis atau prosedur dengan jauh lebih baik daripada mereka bekerja sendiri-sendiri. Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
44
Dalam metode ini, para siswa bertindak sebagai pembaca dan pendengar. Mereka membaca sebagian dari teks dan kemudian pembaca merangkum informasinya, sementara pendengar mengoreksi kesalahan, mengisi materi yang hilang, dan demikian cara bagaimana kedua siswa dapat mengingat gagasan utamanya. Pada bagian berikutnya, siswa berganti peran. Dansereau dalam Slavin (1995 ; 16-17) juga menemukan bahwa pembaca dan pendengar bisa belajar lebih banyak dari pada mereka belajar sendiri. Hal ini memperlihatkan terjadinya penemuan peer teaching (pengajaran antar teman). Selain itu, penemuan Noreen Webb menemukan bahwa siswa yang paling banyak mendapat keuntungan dalam hal kooperatif adalah mereka yang memberikan penjelasan kepada teman yang lain. Menurutnya, siswa yang mendengar penjelasan juga memperoleh pengetahuan yang banyak tetapi tidak sebanyak dengan siswa yang bertindak sebagai penjelas materi pelajaran. Slavin (1995 ; 18-19). Agar pembelajaran kooperatif
yang digunakan dapat memberi dampak positif
terhadap pencapaiann siswa, hendaknya sesuai dengan kerangka teoritis yang digambarkan oleh Slavin adalah sebagai berikut :
Motivation
To Learn
Cognitive Proces
Elaborated Explanations
Peer Group Goals Modeling Muhammad Nasir, 2012 Based Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan On Learning of Cognitive Pemahaman Siswa Group Elaboration : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Members Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Peer Practice Peer Assessment & Correction
45
To Encourage Groupmates to Learn
Enhanced Learning
To Help Groupmates to Learn
Bagan 2.1 Learning Theory & Cooperative Learning
Teori belajar yang mendukung bagaimana efektifitas pembelajaran kooperatif terkait dengan implementasi dari berbagai elemen-elemen pembelajaran kooperatif tersebut. Dari gambar di atas, model Slavin‟s tersebut menjelaskan bahwa sintesis dari berbagai perspektif teori belajar mengenai cara dalam pembelajaran kooperatif akan menghasilkan peningkatan pembelajaran (enhanced learning). Siswa dimotivasi untuk belajar (to learn) dan untuk mendorong dan membantu teman lain dalam kelompoknya untuk belajar (to encourage and help others in the group to learn). Dengan kata lain, proses kognitif tersebut akan menghasilkan peningkatkan pembelajaran. Dilihat dari landasan psikologi belajar, pembelajaran kooperatif dipengaruhi oleh psikologi belajar kognitif holistik yang menekankan bahwa belajar adalah proses berpikir. Selain itu, psikologi humanistik juga mendasari model pembelajaran ini yang beranggapan bahwa perkembangan kognitif harus diimbangi dengan perkembangan pribadi. mendasari model ini adalah teori Gestalt
Teori lain yang
dan teori Medan. Gestalt beranggapan bahwa
Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
46
keseluruhan lebih memberi makna dari pada bagian yang terpisah. Sementara teori Medan beranggapan bahwa setiap tingkah laku bersumber dari ketegangan (tensión). Ketegangan itu muncul karena ada kebutuhan (need). Jika kebutuhan tidak terpenuhi, maka selamanya induvidu berada dalam situasi tegang. Akhir dari ini adalah setiap induvidu membutuhkan interaksi dengan induvidu lain yang akan membentuk anggota kelompok. Wina Sanjaya (2006 : 241). Yacobs (1990 : 3-12) menyebutkan bahwa beberapa landasan psikologis yang mendukung model pembelajaran kooperatif adalah; a) teori belajar sosial, gestalt dan dinamika kelompok mendukung pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan learning together; b) psikologi kognitif mendukung pembelajaran kooperatif tipe Students Teams Achievement Devision (STAD); dan c) psikologi humanistik dan filsafat John Dewey mendukung pembelajaran kooperatif tipe grup investigasi (group investigation).
2.
Relevansi Teori Belajar Kognitif, Sosial dan Humanistik dengan Pembelajaran Alquran Hadis Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan
proses belajar dari pada hasil belajar itu sendiri. Bagi aliran ini, belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon. Namun lebih dari itu, belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan terpatah-patah, tetapi melalui proses yang mengalir, Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
47
bersambung-sambung, menyeluruh. Ibarat seseorang yang memainkan musik, orang ini tidak ”memahami” not-not balok yang terpampang di partitur sebagai informasi yang saling lepas berdiri sendiri, tetapi sebagai satu kesatuan yang secara utuh masuk ke pikiran dan perasaan. Dalam proses ini, peserta didik dipandang sebagai individu yang dinamis yang membangun pemahaman secara berkelanjutan. Jones & Araje (2002; 4). Peserta didik tidaklah dapat disamakan dengan mesin yang akan memberikan respon secara mekanistis terhadap stimulus yang diberikan, sebagaimana pandangan behaviorisme. Piaget berpendapat, bahwa sejak kecil setiap anak sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian dinamakan “skema”. Skema terbentuk karena pengalaman. Semakin dewasa anak, semakin sempurna pula skema yang dimilikinya. Proses penyempurnaan skema dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses penyempurnaan skema, dan akomodasi adalah proses mengubah skema yang sudah ada hingga terbentuk skema baru. Asimilasi dan akomodasi terbentuk berkat pengalaman siswa (Sanjaya, 2007 : 257). Dalam pembelajaran Alquran hadis, proses pembelajaran semestinmya tidak hanya dengan membacakan ayat kepada siswa, menterjermahkan ayat di depan kelas dan menjelaskan kandungan ayat dan hadis yang diakhiri dengan perintah menghafal ayat dan hadis tertentu saja, tetapi pembelajaran Alquran hadis harus melibatkan siswa secara aktif untuk membangun pengetahuan mereka sendiri dengan beriteraksi dengan teman kelas untuk memilah kosa ayat dan hadis, menterjemahkan, menafsirkan,
mengkaji
Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
48
kandungan ayat dan hadis serta melihat kaitannya langsung dengan realitas kehidupan. Dengan demikian, Belajar Alquran dan hadis seharusnya
belajar untuk membentuk
makna bukan hanya sekedar menghafal sejumlah ayat dan hadis. Selain itu, pembelajaran Alquran hadis semestinya menekankan pada adanya kerjasama
antara siswa dalam mengkaji dan mendalami setiap ayat dan hadis.
Kerjasama ini penting sebagai pembelajaran awal dalam memiliki sikap menghargai orang lain.
Siswa harus memahami dirinya sebagai makluk sosial. Dalam hal ini
interaksi kooperatif harus menjadi perhatian para guru dalam pelaksanaan pembelajaran Alquran hadis. Pendidikan sebagai salah satu bentuk kehidupan semestinya berintikan kerjasama dan interaksi. Dalam teori belajar sosial, interaksi harus terjadi antara dua arah yaitu siswa dengan siswa atau siswa dengan guru, atau bahkan interaksi antara siswa dengan bahan ajar dan lingkungan sosial. Nana Syaodih (2007 : 13). Pada dasarnya, interaksi edukatif ini didasarkan pada pandangan John Dewey tentang demokrasi dalam tulisan Gret Rudiger Wegmarshus. Demokrasi menurut Dewey memiliki tiga makna penting yaitu sebuah cara hidup (a way of life), sebuah proses pembelajaran (a learning process), dan
sebuah pengamalan bermakna dalam masyarakat dan sekolah
(a
meaningful experience in society and in scholl). Yacobs (1990 : 3-13). Dalam pembelajaran kelompok, pengembangan kemampuan kognitif harus diimbangi dengan kemampuan hubungan interpersonal. Psikologi humanistik melihat pentingnya keseimbangan isi dan proses. Siswa adalah makhluk yang memiliki berbagai Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
49
potensi. Oleh karena itu, mereka harus bisa mengaktualisasikan potensi yang mereka miliki. Guru harus menghargai settiap siswa dengan berbagai kerakternya. Nana Syaodih (2007 : 87) menyebutkan bahwa tujuan pengajaran dalam hal ini adalah memperluas kesadaran diri sendiri dan mengurangi kerenggangan dan keterasingan dari lingkungan. Murry Print (1993 :30) menyebutkan
bahwa humanistic menekankan
perlunya
kurikulum sekolah yang mempersiapkan berbagai pengalaman yang berharga untuk meningkatkan pengembangan personal siswa. Hal ini searah dengan berbagai pendekatan dalam pembelajaran Alquran hadis. Dalam hal ini, pendekatan keimanan, pendekatan pengamalan, pendekatan pembiasaan, pendekatan rasional, pendekatan emosional, pendekatan fungsional, dan pendekatan keteladanan.
Pendekatan-pendekatan
di
atas
merupakan
pendekatan
yang
berorientasi pada keaktifan dan pengharagaan kepada siswa sebagai makluk yang memiliki potensi.
B. Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif 1. Pengertian dan Komponen Pembelajaran Kooperatif Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
50
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham konstruktivis. Model pembelajaran ini merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Amalya Nattiv dkk (1991 : 1), Ashtiani, ali Fathi dkk (2007 : 137). Dalam pembelajaran ini, belajar dikatakan belum selesai, jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran. Pembelajaran kooperatif
adalah sebuah strategi pengajaran yang melibatkan
partispasi siswa dalam kelompok belajar dan menekankan pada interaksi positif di antara mereka. Strategi ini dilakukan dengan membentuk sebuah kelompok kecil yang terdiri dari beberapa orang dengan perbedaan kemampuan (different levels of ability). Anggota kelompok tersebut bekerja sama dalam aktivitas pembelajaran untuk memperbaiki pemahaman mereka terhadap materi pelajaran tertentu. Howard Margolis (1990 ; 2) Partisipasi keaktifan setiap anak dalam kelompok kooperatif merupakan hal yang paling penting dan harus menjadi pertimbangan utama, mengingat pembelajaran kooperatif termasuk model pembelajaran yang berorientasi pada keaktifan siswa. Silberman, Mel (1996 : 111). Dalam pelaksanaannya, para siswa dihargai atas usahanya baik secara individual maupun kelompok.
Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
51
Terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara kerja kelompok dengan pengelompokan siswa untuk bekerja secara kooperatif. Menempatkan siswa ke dalam sebuah kelompok
tidaklah secara otomatis menjadi
pembelajaran kooperatif. Oleh
karena itu, pembelajaran kooperatif harus disusun dan diatur dengan baik oleh guru secara propfesional.
Pendapat yang sama dikemukakan oleh Walter dan kawan-kawan
bahwa pembelajaran kooperatif menunjuk pada sebuah metode pembelajaran yang di dalamnya terdapat sekelompok siswa dengan berbagai tingkat kemampuannya bekerja sama dalam sebuah kelompok kecil untuk mencapai tujuan kelompok. (Edited excerpt from Slavin, R. (1992). Cooperative Learning.In Gall, Joyce, P., Gall, M. D., Borg, Walter R. (1999 : 1) Nattive Amalya dan kawan-kawan mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai sebuah metode pengajaran dimana para siswa bekerja sama dalam kelompok kecil untuk melakukan penelitian dengan tujuan umum. Bentuk kerja sama ini telah terjadi sejak awal tahun 1970 ketika para peneliti dan guru-guru kelas menemukan bahwa kerja kelompok lebih efektif jika berbagai komponen yang diperlukan oleh sebuh kelompok terpenuhi. Komponen yang dimaksud adalah;
a) adanya tanggungjawab
individual (individual accountability); b) tujuan kelompok (group goal); c) dukungan tugas (task support); dan d) sosial atau pengembangan keterampilan tugas (social/task skill development). Oleh karena itu, kerja kelompok yang di dalamnya terdapat berbagai komponen dianggap sebagai pembelajaran kooperatif. Sebuah tim atau kelompok pada Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
52
biasanya terdiri dari empat sampai dengan enam anggota kelompok dan pada umumnya bersifat heterogen dalam hal tingkat kemampuan, jenis kelamin, suku. Setiap anggota dalam tim memiliki tugas yang berbeda agar kerja kelompok dapat berjalan untuk mencapai tujuan yang akan dicapai. Nattiv, Amalya (1991 : 216). Hasan Solihatin dan Raharjo (2007 : 4) mengemukakan bahwa kooperatif mengandung pengertian bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama. Sehubungan dengan pengertian tersebut,
Slavin (1995 : 1) mengatakan bahwa pembelajaran
kooperatif adalah suatu model pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen untuk mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan pengertian di atas, maka pembelajaran kooperatif menurut Wina Sanjaya minimal memiliki empat unsur penting yaitu; a) adanya peserta dalam kelompok; b) adanya aturan dalam kelompok; c) adanya upaya setiap anggota kelompok; dan d) adanya tujuan yang harus dicapai. Wina Sanjaya (2006 : 241). Unsur-unsur pembelajaran kooperatif yang digambarkan oleh Johnson, Johnson & Smith adalah;
a) adanya ketergantungan positif dari masing-masing siswa (positive
interdependence). Hal ini menjadi sebuah persepsi di kalangan siswa bahwa mereka memiliki hubungan yang erat antara siswa yang satu dengan lainnya dalam berusaha memperoleh pemahaman bersama; b) adanya tatap muka secara langsung bagi semua anggota kelompok yang mendukung interaksi siswa dalam mendorong, membantu dan Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
53
mendukung
usaha siswa lainnya
untuk mengusai atau memecahkan masalah
pembelajaran (face to face); c) adanya tanggungjawab individual. Hal ini penting karena penampilan dan perilaku pembelajaran setiap siswa akan dinilai
(individual
accountability); d) adanya keterampilan sosial siswa (social skills students); e) adanya proses kelompok (group process). Siswa dalam hal ini, memperoleh kesempatan untuk melakukan identifikasi berbagai cara untuk memperbaiki proses dengan menggunakan segala kemampuan yang dimiliki. Elemen-elemen kunci dari pembelajaran kooperatif menurut Lalita Agashe (t.th : 2-3) adalah adanya ketergantungan positif antara siswa (clearly perceived positive interdependence), adanya interaksi antar siswa (considerable motivational (face-to-face) interaction, adanya tanggungjawab induvidul dan personal
untuk mencapai tujuan
(clearly perceived individual accountability and personal responsibility to achieve the group‟s goals), adanya keterampilan kerjasama antar siswa (frequent use of the relevant interpersonal and small-group skills) dan adanya analisa fungsi kelompok (frequent and regular analysis of the functioning of the group, to improve its future effectiveness). Menurut Robert J. Stahl (1992 : 1-5) bahwa elemen penting dalam pembelajaran kooperatif adalah; a) adanya pernyataan jelas tentang tujuan pembelajaran siswa secara khusus (a clear set of specific student learning outcome objectives), semua siswa dalam kelompok harus mengetahui hasil pembelajaran yang akan dicapai atau yang menjadi target pencapaian (All students in the group “buy into” the targeted outcome), c) Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
54
menjelaskan dan menyempurnakan pernyataan tugas-perintah atau petunjuk penyelesaian (Clear and complete set of task-completion directions or instructions), d) adanya kelompok yang heterogen (heterogeneous groups.), e) para siswa memiliki kesempatan yang sama untuk sukses (equal opportunity for success), f) adanya ketergantungan positive (positive interdependence.); g) adanya interaksi langsung antara siswa (face-toface interaction); h) adanya sikap dan perilaku interaksi sosial yang positive (positive social interaction behaviors and attitudes); i) adanya akses untuk memperoleh informasi (access to must-learn information).; j) adanya kesempatan untuk menyelesaikan tugas proses informasi yang diminta (apportunities to complete required informationprocessing tasks); k) adanya waktu yang cukup untuk digunakan dalam pembelajaran (sufficient time is spent learning); l) adanya tanggungjawab individual (Individual accountability); m) adanya pengakuan untuk keberhasilan kelompok secara akademik (public recognition and rewards for group academic success); n) adanya
refleksi
kelompok yang dilakukan setelah pembelajaran (post-group reflection).
2. Konsep Dasar dan Prinsip Pembelajaran Kooperatif Beberapa konsep mendasar yang perlu diperhatikan dan diupayakan oleh guru dalam pembelajaran kooperatif menurut Robert J. Stahl adalah meliputi sebagai berikut : a) perumusan tujuan belajar siswa harus jelas; b) penerimaan yang menyeluruh oleh siswa tentang tujuan belajar; c) ketergantungan yang bersifat positif; d) interaksi yang Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
55
bersifat terbuka; e) tanggungjawab individu; f) kelompok bersifat heterogen; g) interaksi sikap dan perilaku sosial yang positif; h) tindak lanjut (follow up) dengan melakukan analisis bagaimana penampilan dan hasil kerja siswa dalam kelompok belajarnya. Beberapa hal lain yang harus diperhatikan dalam pembelajaran kooperatif adalah; a) bagaimana hasil kerja yang dihasilkan; b) bagaimana mereka membantu anggota kelompoknya dalam mengerti dan memahami materi dan masalah yang dibahas; c) bagaimana
sikap dan perilaku mereka dalam interaksi kelompok belajar bagi
keberhasilan kelompoknya; dan d) apa yang mereka butuhkan untuk meningkatkan keberhasilan kelompok belajarnya di kemudian hari; serta e) kepuasan dalam belajar. Setiap siswa dan kelompok harus memperoleh waktu yang cukup untuk belajar dalam mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilannya. Apabila siswa tidak memperoleh waktu yang cukup dalam belajar, maka keuntungan akademis dari penggunaan pembelajaran kooperatif akan sangat terbatas. Perolehan belajar siswa pun sangat terbatas sehingga guru hendaknya mampu merancang dan mengalokasikan waktu yang memadai dalam menggunakan model ini dalam pembelajarannya. Model pembelajaran kooperatif, berpijak pada kaidah kolektivitas siswa untuk memperoleh saling pemahaman (mutual understanding). Menurut Slavin (1995: 5), ada tiga konsep utama dari pembelajaran kooperatif, yaitu penghargaan kelompok (team award), pertanggungjawaban individu (individual accountability) dan kesempatan yang sama untuk berhasil (equal opportunities for sucess). Model belajar kooperatif Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
56
merupakan suatu model pembelajaran yang membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman dan sikapnya sesuai dengan kehidupan nyata di masyarakat, sehingga dengan bekerja secara bersama-sama di antara sesama anggota kelompok akan meningkatkan motivasi, produktivitas, dan perolehan belajar. Di samping itu, model belajar pembelajaran kooperatif mendorong peningkatan kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai permasalahan yang ditemui selama pembelajaran, karena siswa dapat bekerja sama dengan siswa lain dalam menemukan dan merumuskan alternatif pemecahan terhadap masalah materi pelajaran yang dihadapi. Dalam belajar kooperatif , tidak terlihat dominasi siswa yang pandai terhadap siswa di bawah rata-rata. Menurut Slavin (1995: 5) pertanggungjawaban difokuskan pada anggota tim untuk menolong siswa lainnya dalam belajar. Menurut Johnsons bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang melibatkan para siswa bekerja secara kelompok untuk mencapai suatu tujuan dimana di dalamnya terdapat: a) positive interdepedence (saling ketergantungan positif);
b) individual accountability (tanggung jawab
perorangan); c) face to face promotive interuction (tatap muka); d) appropriate use of collaborative skills (komunikasi antar anggota);
dan e) group processing (evaluasi
proses kelompok).
Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
57
3. Tujuan Pembelajaran Kooperatif Setiap model pembelajaran ditandai dengan struktur tugas, struktur tujuan dan struktut reward. Struktur tugas menunjukan cara pelajaran diorganisasikan dan jenis pekerjaan yang diperintahkan kepada siswa. Struktur tugas pembelajaran kooperatif adalah menuntut kerja sama dan interdependensi di antara siswa untuk menyelesaikan tugas secara bertanggungjawab. Sementara struktur tujuan menunjukkan pada tujuan yang bersifat induvidualistik, tujuan yang bersifat kompetetif dan struktur tujuan kooperatif. Pembelajaran kooperatif lebih menekankan pada struktur tujan kooperatif yang melahirkan interdepensi sosial dan kegiatan bersama membuat usaha siswa di anggap sebagai faktor primer
kesuksesan belajar. Selanjutnya struktur reward juga
terbagi ke dalam tiga jenis yaitu struktur reward induvidualis yang diperoleh siswa apabila berhasil melakukan sesuatu tanpa bantuan orang lain, struktur reward kompetetif diakui
usaha induvidul apabila dibandingkan dengan usaha orang lain dan struktur
reward kooperatif
diperoleh apabila usaha induvidul dalam membantu orang lain
mendapat sruktut rewardnya. Arends (2008 : 165). Berdasarkan penjelasan di atas, maka diketahui bahwa tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok tradisional yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya. Model pembelajaran Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
58
kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran. Ketiga tujuan pembelajaran yang dimaksud yaitu: Pertama, hasil belajar akademik. Beberapa ahli mengemukakan bahwa model ini unggul dalam membantu siswa untuk memahami konsep-konsep yang cukup sulit. Model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Selain mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja sama menyelesaikan tugas-tugas akademik yang diberikan guru. Kedua, penerimaan terhadap perbedaan individu. Tujuan lain dari model pembelajaran kooperatif ini adalah penerimaan secara luas dari individu-individu yang berbeda berdasarkan kemampuan akademik, ras, budaya, kelas dan tingkat sosial. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja sama dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu individu yang satu dengan yang lain. Ketiga, pengembangan keterampilan sosial. Tujuan penting lainnya dari pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan sosial ini penting dimiliki oleh siswa karena saat ini banyak siswa yang kurang keterampilan sosialnya. Keterampilan sosial dikembangkan antara lain Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
59
adalah berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, bekerja dalam kelompok, kompromi dan sebagainya. Berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Parker R.E. (1985 : 2-3) bahwa tujuan pembelajaran kooperatif secara umum ada dua yaitu; pencampaian tujuan akademik (anhancing academic achievement) dan pencapaian tujuan sosial (achievement social goal). Selanjutnya Carol. A (1986 : 2-3) juga menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran kooperatif ada tiga yaitu academic achievement, intergroup relation and self-estem and attitudes toward other. Lebih jauh Kevin Oliver (1999 : 7-8) menyebutkan tujuan akhir dari pembelajaran kooperatif adalah
berpikir kritis (critical thinking), berpikir tentang materi dengan
pembelajaran aktif (reasoning about course content (i.e., active learning), siswa memperoleh pemahaman isi pembelajaran yang lebih baik karena mereka diminta untuk menjelaskan kepada orang lain (students acquire better understanding of course content as they are required to explain topics to others in team), sikap dan perilaku yang lebih baik terhadap bahan pelajaran (better attitudes toward courses),
meningkatkan
keterampilan sosial (increased social skills), menghargai pendangan yang multi dan perspektif (respect for multiple opinions and perspectives), pencapaian akademik dan produktivitas yang tinggi (higher achievement and higher productivity). Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok pembelajaran tradisional yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
60
diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sejak awal terbentuknya pendidikan formal, siswa dipicu agar menjadi lebih baik dari teman-teman sekelasnya dan sistem kompetisi ini tampaknya sangat mendominasi dunia pdidikan, sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya. Untuk lebih jelasnya perbedaan kelompok belajar kooperatif dengan kelompok belajar konvensional dapat digambarkan sebagai berikut Tabel 2.1 Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif dengan Kelompok Belajar Konvensional KELOMPOK BELAJAR KOOPERATIF
KELOMPOK BELAJAR KONVENSIONAL
Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu, dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif.
Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.
Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.
Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok sedangkan anggota kelompok lainnya hanya "mendompleng" keberhasilan "pemborong".
Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui
Kelompok belajar biasanya homogen.
Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
61
siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan bantuan. Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompoknya. Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong-royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.
Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masingmasing. Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan.
Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung, guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerjasama antar anggota kelompok
Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.
Guru memperhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar
Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar
Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai)
Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas
(Killen, 1996 ; 12) 4. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif Beberapa ciri dari pembelajaran kooperatif adalah; a) setiap anggota memiliki peran; b) terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa; c) setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya; d) guru
Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
62
membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok; e) guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan. Deng Xiao Ming, (2007 : 9-10). Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif sebagaimana dikemukakan oleh Slavin (1995 ; 10), yaitu penghargaan kelompok, pertanggungjawaban individu, dan kesempatan yang sama untuk berhasil. Secara ringkas ketiga hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a) Penghargaan kelompok. Pembelajaran kooperatif menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh jika kelompok mencapai skor di atas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan hubungan antar personal yang saling mendukung, saling membantu, dan saling peduli. b) Pertanggungjawaban individu. Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu
dari
semua
anggota
kelompok.
Pertanggungjawaban
tersebut
menitikberatkan pada aktivitas anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar. Adanya pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman sekelompoknya. c) Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan. Pembelajaran kooperatif menggunakan metode skoring yang mencakup nilai perkembangan berdasarkan Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
63
peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang terdahulu. Dengan menggunakan metode skoring ini setiap siswa baik yang berprestasi rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya.
5. Merencanakan Pembelajaran Kooperatif Menurut Arends bahwa beberapa tugas dan keputusan unik yang dibutuhkan seorang guru untuk merencanakan pembelajaran kooperatif. Tugas dan keputusan yang dimaksud adalah; a) bagaimana memilih pendekatan; b) mengembangkan materi; c) merencanakan untuk memberikan orientasi berbagai tugas dan peran (membentuk timtim siswa); d) mengembangkan materi; dan e) merencanakan penggunaan waktu dan ruang. Kelima hal tersebut akan dijelaskan sebagai berikut : Pertama,
bagaimana
memilih
pendekatan.
Beberapa
ahli
membagi
pembelajaran ini menjadi beberapa tipe atau pendekatan. Slavin (199 5:76), misalnya membagi pembelajaran kooperatif menjadi beberapa pendekatan di antaranya yaitu ; a) student teams achievement division (STAD) atau pembelajaran peningkatan prestasi tim (PPPT); b) team games tournamen (TGT) atau pembelajaran permainan tim (PPT); c) jigsaw atau permainan keahlian tim (PKT); d) team assisted individualization (TAI) atau pembelajaran tim dibantu individual (PTDI) dan cooperative integrated reading and
Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
64
composition (CIRC) atau pembelajaran membaca dan komposisi kooperatif terintegrasi (PMKKT). Sedangkan Arends dalam Helly dan Sri Mulyantini, (2008: 13-16), membagi pembelajaran kooperatif menjadi empat pendekatan yaitu: a)
Pendekatan Student Teams Achievement Divisions (STAD). Pendekatan STAD ini dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkins dan dipandang sebagai pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dari pembelajaran kooperatif. Guru yang menggunakan STAD, juga mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa dalam suatu kelas tertentu dibagi menjadi beberapa kelompok atau tim dengan masingmasing kelompok terdiri dari empat atau lima orang, setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri dari laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku dan etnik, memiliki kemampuan campuran (tinggi, sedang dan rendah). Tiap anggota tim menggunakan lembar kerja akademik, saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui tanya jawab atau diskusi. Secara individual atau tim setiap minggu atau dua minggu siswa dilakukan evaluasi oleh guru untuk mengetahui penguasaan mereka terhadap bahan akademik yang telah dipelajari. Tiap individu dan tim diberi skor atas penguasannya terhadap bahan ajar dan kepada individu atau tim yang berprestasi tinggi diberi penghargaan. Kadang-kadang
Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
65
beberapa atau seluruh tim diberikan pennghargaan apabila mampu mencapai kriteria atau standar tertentu itu. b) Pendekatan Jigsaw. Pendekatan Jigsaw ini pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman dari Universitas Texas dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan kawan-kawannya. Dengan pendekatan ini siswa dibagi menjadi beberapa tim yang anggotanya terdiri dari lima sampai enam orang dengan karakteristik heterogen. Bahan akademik disajikan dalam bentuk teks dan tiap siswa bertanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian dari bahan akademik tersebut. Kelompok siswa seperti ini disebut "kelompok ekspert" (expert group). Para siswa dari tim yang berbeda berkumpul dengan siswa lain yang memiliki tanggung jawab yang sama dari kelompok lain, selanjutnya mereka bekerja sama mempelajari atau mengerjakan bagian tersebut. Kemudian masing-masing siswa kembali ke kelompoknya sendiri (home teams) dan membagikan apa yang telah dipelajari dalam kelompok pakar kepada anggota dalam kelompoknya. Setelah diadakan pertemuan dan diskusi dalam kelompoknya, para siswa dievaluasi secara individu atas bahan yang telah dipelajari. Dalam pendekatan Jigsaw versi Slavin, penskoran dilakukan sama seperti dalam pendekatan Students Team Achievement Devision (STAD). Individu atau tim yang memperoleh skor tinggi diberi penghargaan oleh guru. c)
Pendekatan GI (Group Investigation). Dasar-dasar pendekatan grup investigasi (GI)
Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
66
dirancang oleh Herbert Thelen dan selanjutnya diperbaiki oleh Sharan dan kawankawannya dari Universitas Tel Aviv. Pendekatan Grup Investigasi (GI) sering dipandang sebagai pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit untuk diterapkan. Berbeda dengan Students Team Achievement Devision (STAD) dan Jigsaw, dalam pendekatan GI siswa dilibatkan dalam perencanaan baik dalam menentukan topik maupun cara mempelajarinya melalui investigasi. Pendekatan ini menuntut siswa untuk memiliki kemampuan komunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok (group process skills). Dalam penerapan investigasi kelompok ini, guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota lima atau enam siswa dengan karakteristik yang heterogen. Dalam beberapa kasus, kelompok dapat dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban persahabatan atau minat yang sama dalam topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai sub topik yang telah dipilih kemudian menyiapkan dan menyajikan laporannya kepada keseluruhan kelas. d) Pendekatan struktural. Pendekatan ini dikembangkan oleh Spencer Kagan dan kawan-kawan. Meskipun memiliki banyak kesamaan dengan pendekatan lainnya, tetapi pendekatan ini memberi penekanan pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Berbagai struktur tersebut dikembangkan oleh Kagan dengan maksud agar menjadi alternatif Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
67
dari berbagai struktur kelas tradisional, seperti metode resitasi, yang ditandai dengan pengajuan pertanyaan oleh guru kepada seluruh siswa dalam kelas dan siswa memberi jawaban setelah mengangkat tangan dan ditunjuk oleh guru. Struktur yang dikembangkan Kagan menghendaki agar siswa bekerja saling bergantung dalam kelompok kecil secara kooperatif. Ada struktur yang dikembangkan untuk meningkatkan penguasaan isi akademik dan ada pula struktur yang dirancang untuk mengajarkan keterampilan social.
Think-pair-
share dan numbered-head-together adalah struktur yang dapat digunakan untuk meningkatkan penguasaan isi akademik, sedangkan active listening dan time tokens, adalah struktur yang dikembangkan untuk mengajarkan keterampilan sosial. Lie (2005: 55-73) mengemukakan beberapa metode pembelajaran lain yang termasuk pembelajaran kooperatif untuk mengembangkan nilai-nilai sosial, di antaranya: a) mencari pasangan (make to match), dikembangkan oleh Lorna Curran tahun 1994; b) bertukar pasangan dan berpikir-berpasangan-berempat yang dikembangkan dari teknik think-pair-share dari
Frank Lyman dan think-pair-square dari Spencer Kagan;
c)
berkirim salam dan soal; d) kepala bernomor yang dikembangkan oleh Spencer Kagan tahun 1992; e) dua tinggal dua tamu (two stay two stray) yang dikembangkan oleh Spencer Kagan; f) keliling kelompok; h). kancing gemerincing yang dikembangkan oleh Spencer Kagan ( 1992); dan i). lingkaran kecil lingkaran besar yang dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992), j). Jigsaw yang dikembangkan oleh Aronson Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
68
Sukmadinata (2004: 204) mengemukakan lima model utama pembelajaran kooperatif. Tiga model yang bersifat umum yang dapat digunakan dalam berbagai bidang studi, yaitu model Pembelajaran Peningkatan Prestasi Tim (STAD), Pembelajaran Permainan Tim (TGT), dan Pembelajaran Keahlian Tim (JIGSAW). Sedangkan dua model lainnya lebih bersifat khusus, yaitu Pembelajaran Percepatan Tim digunakan dalam Matematika, dan Pembelajaran Membaca dan Komposisi Terpadu digunakan dalam Bahasa. Tabel berikut ini memperlihatkan perbedaan pendekatan pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran tradisional.
Tabel 2.2 Perbandingan Pendekatan dalam Pembelajaran Kooperatif Variabel 1. Tujuan Kognitif 2. Tujuan Sosial 3. Struktur Tim
Tipe STAD Informasi akademik sederhana
Tipe JIGSAW Informasi akademik sederhana
Kerja Kerja kelompok kelompok dan kerja sama dan kerja sama Kelompok Kelompok belajar heterogen dengan belajar 5-6 anggota heterogen menggunakan pola dengan 4-5 klpk 'asal' dan klpk orang 'ahli'
Tipe Grup Investigasi Informasi akademik tingkat tinggi
Pendekatan Struktural Informasi akademik sederhana
Kerja sama kelompok kompleks
Keterampilan klpk dan keterplan sosial
Kelompok
Bervariasi, berdua, bertiga, kelompok dengan 4-5 orang anggota
belajar heterogen dengan 5-6 orang anggota klpk.
Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
69
anggota Biasanya guru
Biasanya guru
Biasanya siswa
Siswa dapat menggunakan lembar kegiatan dan saling membantu u. menuntaskan materi belajarnya
Siswa mempelajari materi dalam kelompok „ahli‟ kemudian membantu anggota kelompok „asal‟ mengkaji materi itu
Siswa menyelesaikan inkuiri kompleks
6. Penilaian
Tes mingguan
Bervariasi dapat berupa tes mingguan
7. Pengakuan
Lembar pengakuan dan publikasi lain
Publikasi lain
Proyek dan menulis laporan, dapat menggunakan tes essay Lembar pengakuan dan publikasi lain
4. Pemilihan Topik 5. Tugas Utama
Kedua, mengembangkan materi.
Biasanya guru Siswa mengerjakan tugas-tugas yang diberikan secara sosial dan kognitif Bervariasi
Bervariasi
Mengembangkan materi pada pendekatan
students team achievement devision (STAD) misalnya, kiranya harus dapat diuji melalui kuis, dapat diadministrasikan dan diskor dengan cepat. Apabila berbentuk teks, maka teks itu harus memberikan informasi yang cukup. Sementara untuk materi Jigsaw, materinya memungkinkan dapat dibagi menjadi beberapa bagian dan bila berbentuk teks, maka teks itu harus memberikan informasi yang cukup bagi siswa. Selanjutnya untuk materi grup investigasi (GI)
kiranya sumber-sumber yang relevan dengan materi
pembelajaran tersedia dan dapat dijangkau. Apabila berbentuk teks, maka teks itu juga harus memberikan informasi yang cukup bagi siswa. Dan terakhir materi pendekatan
Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
70
structural adalah sama dengan pendekatan yang lain yaitu harus memberikan informasi yang cukup bagi peserta didik selama pembelajaran berlangsung. Ketiga, merencanakan untuk memberikan orientasi berbagai tugas dan peran dan membentuk tim-tim siswa. Membentuk tim dapat dilakukan dengan dua cara yaitu : a). kelompok Siswa
dibentuk dengan melibatkan siswa. Dengan demikian, anggota
kelompok diseleksi berdasarkan kreteria pemilihan siswa sendiri; b) kelompok siswa diseleksi oleh guru berdasarkan berbagai pertimbangan yang dapat memperlancar kerja sama dalam belajar untuk mencapai tujuan. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran kooperatif adalah struktur tugas harus kompatibel dan kooperatif, bukan kompetetif. Oleh karena itu, perlu pemahaman yang jelas tentang tugas dan peran siswa sebelum pembelajaran dimulai, dan perlu pengusaan skenario pembelajaran oleh guru dari awal hingga akhir pembelajaran. Keempat, mengembangkan matode. Pengembangan matode pembelajaran dapat dilakukan dengan menggunakan metode ceramah yang bermakna, perlu penyiapan materi oleh siswa sebelum pembelajaran dimulai serta penggunaan perpustakaan dan spesialis media. Kelima, merencanakan penggunaan waktu dan ruang. Diperlukan waktu yang agak lama untuk interaksi kelompok kecil. Oleh karena itu, perlu perencanaan yang matang tentang waktu dan ruang yang akan digunakan. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian khusus adalah penggunaan ruang kelas, pra sarana pembelajaran dan lain-lain Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
71
serta penataan tempat duduk yang memungkinkan siswa dapat berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain serta memungkinkan siswa saling menatap dalam proses pembelajaran. Arends (2008 : 16-20). Menurut Arends dalam Helly dan Sri Mulyantini, (2008: 27-31), bahwa cara yang dapat dilakukan oleh seorang guru untuk memperlancar pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: a) Membantu transisi dengan menuliskan langkah-langkah kunci di papan tulis, memberikan pengarahan dengan jelas dan meminta dua tiga orang untuk memparafrasakan pengarahan itu serta mengidentifikasi dan memberikan tanda yang jelas pada lokasi setiap tim belajar. b) Mengajarkan kerja sama dengan mengajarkan keterampilan social melalui teknik-teknik seperti: 1) interdepensi. Guru memberitahukan kepada siswa bahwa mereka dapat saling membantu dalam memahami sebuah teks. Setelah itu, mereka harus mengerjakan worksheet untuk penilaian induvidual atau membagi tugas dan tanggungjawab selama proses kerjasama; 2) keterampilan berbagi. Hal ini dilakukan dengan memberitahukan kepada siswa bahwa nilai berbagi itu penting bagi siswa yang merasa lebih hebat. Di antara cara yang dapat dilakukan adalah round robin dengan melontarkan sebuah pertanyaan yang memiliki kemungkinan jawaban yang banyak. Dengan pertanyaan itu, siswa dapat menjawab secara bergantian. Cara lain adalah pair cheks dengan langkahnya adalah pair work (bekerja berpasangan, coach checks (siswa yg bertindak sebagai pelatih memerikasa jawaban),
coach praisers (bila
sepakat, pasangan saling memuji), patner switch roler. (pasangan berganti peran), pairs check, (semua pasangan berkumpul untuk mengoreksi jawaban.), team celebrate (saling bersalaman kalau jawaban sesuai); 3) keterampilan berpartisipasi. Keterampilan ini dilakukan Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
72
dengan menstrukturkan tugas siswa.
Guru memiliki administasi lengkap dengan nama
kelompok, time tokens (memberikan waktu dan batas bicara) dan high talker tap out (salah seorang bertindak mengawasi pengunaan waktu); 4) keterampilan sosial. yaitu sebagian siswa membutuhkan bantuan, tetapi yang lain merasa tidak perlu mendapat bantuan; 5) keterampilan berkelompok. Hal ini dilakukan dengan cara saling mengenal dan menghormati perbedaan serta membangun tim melalui team interviews (wawancara berbagai hal tentang pasangan), team murals (menggambarkan keinginan kerja sama tim melalui mural) dan lainlain; dan f) Keterampilan komuniksi. Keterampilan dilakukan dengan memberikan peran dan tugas yang berbeda dalam proses pembelajaran, peran dan tugas tersebut dipertukarkan.
6. Peran Guru Dalam Pembelajaran Kooperatif Seorang guru yang ingin menggunakan pembelajaran kooperatif secara efektif dan mendasarkan praktik kelasnya pada teori-teori yang divalidasi dalam penelitian, maka ada empat hal yang perlu diperhatikan oleh guru yaitu; a) memahami hakekat ketergantungan sosial (social interdependence) berupa usaha cooperative, competitive, and individualistic; b) guru harus memahami teori ketergantungan sosial (social interdependence theory) yang telah divalidasi oleh ratusan studi penelitian yang mengindikasikan bahwa cooperative jika dibandingkan dengan usaha competitive dan individualistic efforts telah menghasilkan pencapaian yang lebih besar, hubungan positif yang lebih baik dan kesehatan psikologi yang lebih besar; c) guru perlu memahami lima unsur yang membuat pembelajaran kooperatif bisa bekerja yaitu ketergantungan positif Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
73
(positive interdependence), tanggungjawab individual (individual accountability), interaksi pendukung (promotive interaction), kesesuaian penggunaan keterampilan sosial (appropriate use of social skills), dan pemrosesan kelompok (group processing); d) guru membutuhkan pemahaman
tentang fleksibilitas dan
beberapa bentuk pembelajaran
kooperatif seperti formal cooperative learning, informal cooperative learning, and cooperative based groups. Setiap tipe pembelajaran kooperatif memiliki karakter dan penggunaan yang berbeda. Karakter dan penggunaan tersebut terlihat pada table berikut ini; Tabel 2.3 Tipe-Tipe Pembelajaran Kooperatif Tipe Karakter
Penggunaan
Informal Learning Group
Cooperative Based Group
short-term less structured turn to your neighbor
stay together until the task is done structure facilitates 5 critical elements heterogeneous or homogeneous
long-term peer support heterogeneous
academic support – study for test, make sure all are achieving routine tasks homework, attendance personal support sympathetic listening, trust-building, crosscultural relationship building
in any class size focus attention prior to lecture – set to break up lecture -"reset," check for understanding, review what was said, summarize the main points
review homework work through a problem together review for a test perform a lab experiment write a report \do a project
Formal Cooperative Group
David W. Johnson and Roger T. Johnson, (1987 : 13) Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
74
Lebih jauh, Johnson menjelaskan bahwa ada lima peran yang perlu dipahami oleh guru dalam mengatur dan mengorganisasi pelaksanaan pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Kelima hal yang dimaksud adalah; a) mengkhususkan tujuan pembelajaran secara rinci (specifying the objectives for the lesson); b) membuat keputusan tentang bagaimana menempatkan siswa dalam pembelajaran kelompok sebelum pembelajaran dimulai (making decision about placing students in learning group before the lesson is tought); c) menjelaskan tugas, struktur tujuan, dan aktivitas pembelajaran siswa (explaining the task, goal structure and learning activity to the students); d) melakukan monitoring bagaimana efektifitas kelompok pembelajaran kooperatif dan menjadi perantara untuk menyiapkan tugas-tugas asistensi atau untuk meningkatkan interpersonal siswa dan keterampilan kelompok. Hal ini dilakukan dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan dan mengajarkan tugas-tugas keteranpilan; e) melakukan evaluasi dan penilaian terhadap pencapaian siswa dan membantu siswa mendiskusikan bagaimana mereka melakukan kerja sama dan kolaborasi dengan siswa yang lain (evaluating student‟s achievement and helping students \discuss how well they collaborated with each other. Johnson dalam winget patricia (1987 : 13). Lebih rinci Johnson menyebutkan delapan belas peran guru dalam implementasi pembelajaran kooperatif yaitu; a) merinci tujuan pembelajaran (specifying instructional objectives). Ada dua hal yang perlu dijelaskan secara khusus oleh guru dalam hal ini yaitu the academic objective needs to be specified at the correct level for the students dan Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
75
matched to right level of instruction according to a conceptual or task analysis; b) Menentukan besar kecilnya jumlah siswa dalam sebuah kelompok pembelajaran (deciding on the Size of the group); c) menentukan siswa ke dalam kelompok (assigning students to groups); d) mengatur ruangan atau tempat berlangsungnya pembelajaran (arranging the room); e) merencanakan materi pembelajaran untuk mendukung saling ketergantungan di antara siswa (planning the instructional material to promote interdependence);
f) menentukan peran masing-masing siswa atau kelompok untuk
menjamin terjadinya saling ketegantungan (assigning role to ensure interdependence); g) menjelaskan tugas-tugas akademik (explaining the academic task);
h) menyusun
ketergantungan tujuan positif (structuring positive goal interdependence); i) menyusun tanggungjawab individual (structuring individual accountability);
j) menyusun
kerjasama antara kelompok (structuring intergroup cooperation); k) menjelaskan kreteria tingkas kesuksesan (explaining criteria for success); l) merinci perilaku yang diinginkan (specifying desired behaviors); m) memonitoring perilaku siswa (monitoring studens‟s behavior); o)
menyiapkan asistensi tugas (providing task assistance); p)
menjadi
perantara untuk mengajarkan keterampilan elaborasi (intervening to teach collaborative skills); q) menyiapkan kesimpulan akhir pembelajaran (providing content closure to the lesson); r) mengevaluasi kualitas pembelajaran siswa (evaluating the quality of students‟ learning); dan s) menilai bagaimana kelompok difungsikan (assessing how well the group functioned) Wingat Patricia (1987 : 13-24) Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
76
Berdasarkan berbagai pandangan di atas tentang peran guru dalam model pembelajaran kooperatif tipe grup investigasi, maka peneliti dapat menyinpulkan bahwa pada dasarnya guru harus memiliki minimal lima peran penting dalam membuat desain dan mengimplementasikan desain pembelajaran yaitu peran dalam mengembangakan tujuan, mengembangkan materi, mengembangkan strategi, mengembangkan media dan mengembangkan evaluasi. Untuk tujuan ini, maka Miftahul A‟la menyebutkan bahwa setiap guru harus dinamis, inovatif, reaktif, kreatif, belajar terus menerus. A‟la (2011 : 92-136) 7. Interaksi dalam Pembelajaran Kooperatif Roger T and David W Johnson (1997 : 1-5) menyebutkan ada tiga cara mendasar siswa dapat berinteraksi dengan siswa lain dalam belajar yaitu; a) mereka dapat berkompetisi untuk melihat siapa yang terbaik. Pola ini lebih dominan terjadi saat ini; b) mereka dapat bekerja secara induvidual (individualistically) untuk mencapai tujuan tanpa memberi perhatian kepada siswa lain; dan c) mereka dapat bekerja secara bersama dengan memberi perhatian kepada siswa lain. Kooperatif dilakukan oleh siswa dengan merayakan keberhasilan bersama, saling bekerja sama dalam mengerjakan pekerjaan rumah, dan belajar dengan teman yang berlatarbelakang etnis, jenis kelamin, suku yang berbeda. Ketiga pola interaksi ini tidak memiliki pengaruh yang sama dalam membantu siswa mempelajari konsep dan keterampilan.
Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
77
Pola interaksi kompetisi (competitive) ditandai dengan ketergantungan tujuan secara negative, di mana ketika seorang siswa menang, maka siswa yang lain dianggap kalah. Sementara situasi dalam pola interaksi induvisualitik (individualistic learning situation), siswa mandiri atas siswa lain dan bekerja untuk mencapai sebuah kreteria , dimana keberhasilannya tergantung atas perilaku yang dimiliki dalam kaitannyya dengan kreteria yang ditetapkan. Dengan demikian, kesuksesan orang lain tidak mempengaruhi skornya. Adapun pola interaksi dalam sitausi pembelajaran kooperatif
(cooperative
learning situation) ditandai dengan ketergantungan tujuan positif dengan tanggungjawab induvidual. Kelas yang menggunakan pembelajaran kooperatif adalah ketika siswa bekerja sama dalam kelompok kecil untuk membantu siswa yang lain dalam belajar secara teratur. Untuk mengatur interaksi pembelajaran kooperatif, maka beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh para guru adalah: a) memilih pelajaran (select a lesson). Guru perlu memilih bahan pelajaran yang tepat untuk membuat keputusan
memulai pemebelajaran kooperatif;
b)
(Make the following decisions), jumlah kelompok yang sesuai
dengan pelajaran (select the groups' size most appropriate for the lesson), menentukan siswa ke dalam kelompok (assign the students to groups), mengatur ruangan kelas (arrange the classroom) dan menyiapkan materi yang sesuai (provide the appropriate materials); c) menjelaskan tugas-tugas dan struktur tujuan kooperatif (explain the task
Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
78
and cooperative goal structure to the students) dan d) melakukan monitoring terhadap kinerja kelompok (monitor the groups as they work). Secara khusus Deng Xiao Ming (2007 : 9-12) mengemukakan cara untuk mendukung interaksi antara siswa dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe grup investigasi, dan yang perlu dilakukan oleh guru dalam pendekatan pembelajaran ini adalah : Pertama, pola interaksi siswa perlu diatur dengan baik (the pattern of student interaction needs to be structured). Dalam pengaturan pembelajaran akademik, ada tiga pola interaksi dasar yang mendukung siswa dalam interaksi dengan yang lainnya. Ketiga pola yang dimaksud adalah kerjasama (cooperative) yang mendukung interaksi kolaborasi positif di antara para siswa, kompetisi (competitive) yang membolehkan siswa bersaing atau bertanding
untuk melihat siapa di antara mereka yang terbaik, dan
individual (individualistic) yang menghendaki siswa bekerja secara individual untuk mencapai tujuan tanpa memberikan perhatian kepada teman yang lain. Dalam situasi pembelajaran kooperatif, beberapa teknik yang dapat digunakan oleh para pengajar untuk mengorganisasi siswa dalam berinteraksi dan dapat mencapai tujuan akademik yang baik, terutama dalam tipe grup investigasi (group investigation) adalah meminta siswa untuk melakukan identifikasi masalah (identify a problem), mengevaluasi informasi (evaluate information), mendiskusikan masalah (discuss the problem) dan melakukan penelitian sebuah consensus (reach a consensus). Para siswa dianjurkan untuk Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
79
memiliki interpretasi terhadap fakta dan mengeksplor berbagai sisi atas sebuah isu dalam sebuah diskusi dan di akhir diskusi tersebut, mereka harus melahirkan sebuah kesimpulan dan bagaimana memecahkan sebuah masalah. Dalam kondisi demikian, maka perdebatan mungkin terjadi di antara para siswa untuk menghasilkan sebuah kesepakatan. Kedua, konflik kognitif harus diciptakan untuk memperdalam interaksi siswa dan mendorong pebelajar (Cognitive conflicts should be induced to deepen the studentstudent interaction and push learners). Hal lain yang perlu dilakukan oleh setiap tenaga pengajar untuk kognitif.
mendukung terjadinya interaksi dalam pembelajaran adalah konflik
Salah satu cara untuk menciptakan konflik kognitif
adalah dengan
pengembangan kognitif tingkat tinggi (cognitive development to higher levels). Dalam konsep pengembangan kognitif tingkat tinggi, belajar dimaknai sebagai proses mental untuk mengakomodasi pengalaman baru siswa. Asumsi sentral kontrsuktivitik Bruner beranggapan bahwa belajar adalah proses aktif, dimana siswa membangun ide dan konsep mereka sendiri yang didasarkan pada pengetahuan sebelumnya. Tentu saja setiap siswa akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap sesuatu yang baru dalam pikirannya.
Oleh karean itu, ketika siswa diletakkan dalam situasi pembelajaran
kooperatif, maka dapat dipastikan akan terjadi konflik. Dengan demikian, konflik harus diatur untuk membantu siswa agar tidak terjadi perdebatan yang tidak menghasilkan sesuatu. D. W. Johnson mengatakan bahwa konflik kognitif di antara siswa jika diatur dengan baik,
maka hal tersebut dapat mengembangkan dan membangun kembali
Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
80
kognitif tingkat tinggi bagi siswa. Konflik kognitif adalah ketidaksesuaian antara ide dan pendekatan (disagreement about ideas and approaches). Konflik ini terjadi jika anggota tim aktif berpartisipasi dalam menukar ide, menilai dan membandingkan pandangan setiap anggota tim dan memikir ulang perbedaan mereka. Teori belajar kognitif yang didasarkan pada paradigma proses informasi menawarkan penjelasan memuaskan untuk menfasilitasi peran konflik kognitif dalam pengembangan kognitif. Dalam mengatur pembelajaran kolaborasi, hasil pembelajaran yang dipresentasikan oleh seorang pelajar, tentu dengan input atau hasil yang relevan dengan pelajar yang lain. Hasil pembahasaan seorang pelajar memerlukan proses kognitif setiap induvidu yang meliputi proses seleksi, organisasi dan integrasi. Dengan demikian, hasil pemahaman dari seorang siswa harus dapat diterima oleh siswa lain. Jika tidak terjadi, siswa lain tidak menerima hasil pembahasan siswa tertentu, maka dapat dipastikan akan terjadi konflik kognitif. Untuk menciptakan konflik kognitif maka perlu adanya kebebasan dan suasana yang rileks yang memungkinkan siswa mengekspresikan ide dan keyakinan mereka. Selama terjadi ketidaksepahaman di antara anggota tim, maka mereka terus memperdalam diskusi, memperluas kajian untuk memperbaiki kualitas pengambilan keputusan. Ketiga, interaksi antara siswa dengan tingkat pengembangan yang berbeda harus didukung. Oleh karenanya, siswa dapat memperoleh manfaat dari siswa yang lebih mampu. (Interaction between learners who are on different developmental levels should Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
81
be promoted so that students can benefit from verbal scaffolds coming from more capable learners). Konsep utama dalam teori sosio-kultural Vigotsky (Vygotsky‟s socio cultural theory ) adalah Zone of Proximal Development (ZPD). Vygotsky mendefinsikan konsep ZPD
ini sebagai jarak antara tingat perkembangan aktual yang ditentukan oleh
pemecahan masalah secara mandiri dengan tingkat perkembangan potensi yang ditentukan melalui pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau dalam kolaborasi dengan sejumlah teman yang lebih mampu. Vygotsky (1978 ; 86. Skafolding memainkan peran sentral dalam mengarahkan siswa pada tingkat perkembangan aktualnya menuju tingkat perkembangan potensialnya. Scaffolding diartikan sebagai penyiapan dukungan untuk siswa dalam tingkat pembelajarannya sampai dukungan itu tidak diperlukan lagi. Zona perkembangan proksimal diartikan sebagai fungsi-fungsi atau kemampuankemapuan yang belum matang yang masih berada pada proses pematangan. Ibaratnya sebagai embrio, kuncup atau bunga yang belum menjadi buah. Tunas-tunas perkembangan itu akan menjadi matang melalui interaksinya dengan orang dewasa atau kolaborasi dengan teman sebaya yang lebih berkompeten. Untuk menafsirkan zona perkembangan proksimal ini dengan menggunakan scaffolding interpretation, yaitu memandang zona perkembangan proksimal sebagai perancah, sejenis wilayah penyangga atau batu beton loncatan untuk mencapai taraf perkembangan yang semakin tinggi. Zona perkembangan proksimal ini mendasari perkembangan teori belajar dan pembelajaran Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
82
untuk meningkatkan kualitas dan mengoptimalkan perkembangan kognitif anak. Beberapa konsep kunci yang perlu dicatat adalah bahwa perkembangan dan belajar bersifat interdependen. Perkembangan kemampuan seseorang bersifat context dependent atau tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial, dan sebagai bentuk fundamental dalam belajar adalah partisipasi dalam kegaiatan sosial. Berbijak pada konsep zona perkembangan proksimal, maka sebelum terjadi internalisasi dalam diri anak atau sebelum kemampuan intramental terbentuk, anak perlu dibantu dalam proses belajarnya. Orang dewasa atau teman sebayanya yang lebih kompeten perlu membantu dengan berbagai cara seperti memberikan contoh, memberikan umpan balik, menarik kesimpulan dan sebagainya dalam rangka perkembangan kemampuannya. Dalam konteks pembelajaran komperatif, siswa harus diberikan tugas-tugas yang melebihi tingkat perkembangan paling sedikit beberapa siswa. Siswa yang membutuhkan bantuan atas sebuah tugas dapat belajar dari teman yang lebih menguasai tugas tersebut. Siswa yang menguasai tersebut, juga memperoleh manfaat secara kognitif dan emosi dari pengorganisasian dan penjelasan yang mereka ketahui. Scaffold yang dipersiapkan oleh siswa yang lebih mampu akan menurunkan kompleksitas tugas, oleh karena itu, siswa yang lemah akan merasa terjamin dan termotivasi untuk mengikuti aktifitas pembelajaran. Para guru perlu mendesain dengan hati-hati tugas-tugas untuk menjamin bahwa siswa dapat mengatasi atau menguasai sumber kajian dan dengan bantuan
Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
83
scaffold, kemampuan bahasa dapat didorong untuk mendorong the zone of proximal development menuju the potential developmental level. Model pembelajaran grup investigasi yang didasarkan pada pembelajaran kooperatif telah diaplikasikan oleh penulis dengan menfokuskan diri pada tugas pemecahan masalah (problem-solving tasks) dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling menukar informasi (share information), mendiskusikan perbedaan yang dihasilkan dari pertukaran ide (discuss the differences generated from the exchange of ideas), dan meneliti kesepakatan kelompok (reach a group consensus). Setiap kelompok terdiri dari empat siswa. Anggota dalam sebuah dipilih berdasarkan kemampuan. Oleh karena itu, tiap kelompok memiliki seorang siswa yang memiliki kemampuan paling tinggi (one top-level), dua siswa dengan kemampuan menengah (two middle-level) dan satu siswa dengan kemampuan rendah (one struggling student in each group). Siswa dengan kemampuan yang paling tinggi pada setiap kelompok dipilih sebagai pemimpin kelompok dengan konfirmasi sebelumnya. Tanggungjawab ketua kelompok adalah untuk menjamin : a) diskusi diperluas dan diperdalam; b) setiap anggota kelompok memiliki kesempatan untuk berkonstribusi mengenati isi diskusi; c) sebuah kesepakatan yang telah diteliti sebagai akhir diskusi. Interaksi di antara anggota tim dapat dianggap berhasil apabila memenuhi karakteristik berikut ini;
Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
84
Pertama, sebuah pola interaksi kerjasama (cooperative interaction pattern) telah dijalankan dalam sebuah diskusi. Interaksi siswa adalah spontanitas, adaptive, bermakna. Semua anggota kelompok diikutsertakan dalam pertukaran pendapat, pengakuan setiap pandangan yang lain dan menghasilkan sebuah kesepakatan. Adanya otonomi siswa yang kuat. Siswa merasa bebas untuk berbicara langsung (students feel free to direct the conversation, bebas mengajukan pertanyaan (initiate questions,), merubah topik (change the topic),
dan melakukan negosiasi makna (negotiate different meanings). Mereka
menjadi menguasai tugas secara baik. Sebagaimana diketahui bahwa belajar dianggap sukses dan efektif, jika siswa menjadi termotivasi dan mencurahkan segala upayanya untuk tujuan pembelajaran. Selain itu, siswa belajar bekerja sama dengan teman lain. Mereka merealisasikannya dalam sebuah diskusi. Setiap siswa berkonstribusi sesuatu yang baru tentang topik. Pemikiran mereka diperkaya oleh siswa lain. Kedua, konflik kognitif (cognitive conflicts) dikembangkan untuk mendorong dan memperdalam interaksi. Siswa secara bebas memberikan kontribusi berupa pandangan personalnya, menawarkan argumentasi dan balasan argument, sepakat atau tidak sepakat dengan teman lain, dan akhirnya dapat melahirkan sebuah kesepakatan. Konflik kognitif dihasilkan dari sebuah proses diskusi yang mempunyai pengaruh positif
terhadap
kemahiran berbahasa siswa. Konflik kognitif menantang siswa untuk mengakui dan memikirkan ulang pemahaman mereka sebelumnya dan membantu mereka menjadi lebih toleran kepada orang lain dengan pendangan alternatif Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
85
8. Mengevaluasi Pembelajaran Kooperatif Dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif, evaluasi perlu dilakukan baik saat proses pembelajaran berlangsung maupun hasilnya. Penilaian dalam pembelajaran kooperatif tidak menggunakan sistem peringkat sebagaimana yang banyak digunakan banyak sekolah. Dalam penilaian, siswa mendapatkan nilai secara pribadi dan nilai kelompok. Siswa bekerja sama dan saling membantu dalam mempersiapkan tes, kemudian masing-masing mengerjakan tes sendiri-sendiri dan menerima nilai pribadi. Sementara untuk nilai kelompok dapat dilakukan dengan beberapa cara ( Lie, 2004: 89) yaitu: a) nilai kelompok bisa diambil dari nilai terendah siswa dalam kelompok; b) nilai kelompok diambil dari rata-rata nilai semua individu anggota kelompok yang merupakan sumbangan dari setiap anggota. Kelebihan dari kedua cara penilain tersebut adalah semangat gotong royong yang ditanamkan pada siswa. Dengan cara seperti ini kelompok akan berusaha untuk saling membantu dalam mempersiapkan diri untuk tes. Guru melakukan evaluasi saat berlangsungnya proses pembelajaran atau pada saat siswa melakukan presentasi tugasnya. Dilakukan dengan menggunakan teknik observasi dengan instrumen evaluasi berbentuk skala. Hal-hal yang dievaluasi oleh guru saat presentasi kelompok meliputi kejelasan dan pentingnya topik yang disajikan, pengorganisasian bahan yang disajikan, pengetahuan tentang topik, kejelasan tentang apa yang dipelajari dari topik, kerjasama antar angggota kelompok, kesesuaian dengan tugas yang disajikan, pencapaian tugas pembelajaran, Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
86
tingkat pemahaman anggota kelompok, partisipasi di dalam kelas, dan penguasaan setiap anggota dalam tiap topik yang dibahas. Hasil evaluasi tersebut merupakan hasil kelompok. Sedangkan evaluasi oleh siswa dilakukan setelah pembelajaran berakhir, lebih bersifat evaluasi diri dan berkaitan dengan tanggung jawab kelompok yang dilakukan individu siswa. Evaluasi ini menggunakan teknik non tes berbentuk skala. Unsur-unsur yang di evaluasi oleh siswa adalah; kerjasama anggota, kesungguhan anggota dalam kerja kelompok, penghargaan dan toleransi anggota kelompok dalam menerima masukan, pemahaman terhadap tujuan pembelajaran, tanggung jawab dalam kelompok, penilaian terhadap tanggung jawab anggota kelompok lain dalam kelompok, dan peringkat penampilan dalam kelompok. Salah satu penilaian yang dapat digunakan dalam model pembelajaran kooperatif adalah penilaian teman sejawat. Penilaian ini dapat dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Di antara manfaat penilaian teman sejawat ini telah ditemukan oleh para peneliti seperti Searby dan Ewers pada tahun 1997 dan Stainer pada 1997 yaitu; a ) mendukung siswa dalam belajar; b)
siswa termotivasi dan bertanggungjawab atas
pekerjaanya; c) siswa memperoleh peningkatan kesadaran tentang pentingnya dinamika kelompok dilakukan secara berkesinambungan. Shanti Divaharan (2002 : 5)
C. Tipe Grup Investigasi dalam Pembelajaran Kooperatif Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
87
1.
Landasan Filosofis dan psikologis yang Melandasi Tipe Investigasi Kelompok (Group Investigation) Ide model pembelajaran kooperatif tipe group investigation (GI) bermula dari
perpsektif filosofis terhadap konsep belajar.
Untuk dapat belajar, seseorang harus
memiliki pasangan atau teman. Pada tahun 1916, John Dewey, menulis sebuah buku Democracy and Education. Dalam buku itu, Dewey menggagas konsep pendidikan, bahwa kelas seharusnya merupakan cermin masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata. Pemikiran Dewey yang utama tentang pendidikan adalah: a) siswa hendaknya aktif, learning by doing; b) belajar hendaknya didasari motivasi intrinsik; c) pengetahuan adalah berkembang, tidak bersifat tetap;
d) kegiatan belajar hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa; e)
pendidikan harus mencakup kegiatan belajar dengan prinsip saling memahami dan saling menghormati satu sama lain, artinya prosedur demokratis sangat penting; f) kegiatan belajar hendaknya berhubungan dengan dunia nyata. Arends (1998 : 24) Hal yang sama dikemukakan oleh Jacoba, George M
(1991 :
4-10) dalam
tulisannya yang berjudul “foundantion of cooperative learning” menyebutkan bahwa pendekatan grup investigasi (group investigation approach) didasarkan pada filsafat John Dewey dan berkembang dengan psikologi humanistik. Kunci penting dari filsafat John Dewey yang mendukung pendekatan grup investigasi tersebut adalah; a) belajar dengan melakukan dan siswa harus aktif (learn by doing, students should be active); b) adanya motivasi dari dalam siswa (instrinsic motivation); c) pengetahuan adalah Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
88
perubahan bukan sesuatu yang dipasang (knowledge is changing, not fixed); d) belajar harus berkaitan dengan kebutuhan dan minat siswa (learning should relate to studen‟s needs and interest); e) pendidikan harus meliputi belajar untuk bekerja dengan orang lain, memberi perhatian dan memahami orang lain, prosedur yang demokratis adalah sesuatu yang esensi (education should include learning to work with, respect, and understand others. Democratic procedures are essential); f) belajar harus berkaitan dengan dunia nyata (learning should be related to the world beyond the classroom, and should help to improve that world). Gagasan-gagasan Dewey akhirnya diwujudkan dalam model group-investigation yang kemudian dikembangkan oleh Herbert Thelen. Thelen menyatakan bahwa kelas hendaknya merupakan miniatur demokrasi yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial antar pribadi. Arends, (1998 : 28). Dasar-dasar pendekatan Grup Investigasi (GI) dirancang oleh Herbert Thelen dan selanjutnya diperbaiki oleh Sharan dan kawan-kawannya dari Universitas Tel Aviv. Pendekatan Grup Investigasi (GI) sering dipandang sebagai pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit untuk diterapkan. Berbeda dengan students team achievement devision (STAD) dan Jigsaw, dalam pendekatan grup investigasi (GI) siswa dilibatkan dalam perencanaan baik dalam menentukan topik maupun cara mempelajarinya melalui investigasi. Pendekatan ini menuntut siswa untuk memiliki kemampuan komunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
89
(group process skills). Dalam penerapan investigasi kelompok ini guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota lima atau enam siswa dengan karakteristik yang heterogen. Dalam beberapa kasus, kelompok dapat dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban persahabatan atau minat yang sama dalam topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai sub topik yang telah dipilih kemudian menyiapkan dan menyajikan laporannya kepada keseluruhan kelas. Kemajuan dunia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dan ekonomi yang mengubah dunia menjadi desa global ternyata tidak menghapus konflik antara manusia yang selalu mewarnai sejarah umat manusia. Yang terjadi akhir-akhir ini bahkan sebaliknya yaitu terjadinya konflik antar manusia yang didasarkan atas prasangka, baik antar ras, antar suku, antar agama dan antar si kaya dan si miskin, dan antar negara. Padahal sejak berakhirnya perang dunia ke-2 berbagai deklarasi untuk menjadi dasar penyelesaian konflik seperti deklarasi Hak Asasi Manusia (HAM), piagam Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), dan kita bangsa Indonesia memiliki landasan pandangan hidup Pancasila yang hakekatnya adalah untuk membangun negara kebangsaan yang demokratis, berkeadilan sosial, ber-ketuhanan yang maha esa, dan menggalang persatuan dan persaudaraan bukan hanya antar warga bangsa melainkan dengan seluruh umat manusia seperti dinyatakan dalam kalimat “ketertiban dunia yang didasarkan
Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
90
kemerdekaan, keadilan sosial dan perdamaian abadi”. Tetapi kenyataan menunjukkan terjadinya berbagai konflik sosial baik horizontal maupun vertical. Diakui oleh komisi internasional untuk pendidikan abad ke-21 tentang sulitnya menciptakan kerukunan, toleransi dan saling pengertian dan bebas dari prasangka. Dalam pengamatan komisi tersebut, sebabnya diuraikan dalam kalimat berikut : “It is difficult task, since people very naturally tend overvalue their own qualities and those of their group and to harbour prejudies against others. Furthermore, the general climate of competition that is at present characteristic of economi activity, within and above al! between nations, tends to give priority to the competitive spirit and individual success. Such competition now amounts to ruthless economic warfare and to a tension between rich and poor that is dividing nations and the world, and exacerbating historic rivalries”.16) Latar belakang kenyataan dalam masyarakat yang digambarkan oleh komisi di atas menuntut pendidikan tidak hanya membekali generasi muda untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dan kemampuan bekerja serta memecahkan masalah, melainkan kemampuan untuk hidup bersama dengan orang lain yang berbeda dengan penuh toleransi, pengertian, dan tanpa prasangka. Dalam kaitan ini adalah tugas pendidikan untuk pada saat yang bersamaan setiap peserta didik memperoleh pengetahuan dan memiliki kesadaran bahwa hakekat manusia adalah beragam tetapi dalam keragaman tersebut terdapat persamaan. Pendidikan untuk mencapai tingkat kesadaran akan persamaan antar sesama manusia dan terdapat saling ketergantungan satu
Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
91
sama lain tidak dapat ditempuh dengan pendidikan dengan pendekatan tradisional melainkan perlu menciptakan situasi kebersamaan dalam waktu yang relatif lama. Dalam hubungan ini, prinsip relevansi sosial dan moral yang disarankan Israel Scheffler sangat memadai. Suatu prinsip yang memerlukan suasana, belajar yang secara “inherently” mengandung nilai-nilai toleransi saling ketergantungan, kerjasama, dan tenggang rasa. Ini diperlukan proses pembelajaran yang menuntut kerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Kegiatan “camping” yang berlangsung mingguan dengan sasaran bersama yang harus dicapai oleh seluruh peserta merupakan salah satu model yang perlu ditempuh. Model sekolah berasrama dan kampus yang merupakan kawasan tersendiri merupakan pendekatan yang ditempuh Inggris dan Amerika Serikat dalam membangun bangsa yang bersatu. Kiranya bangsa Indonesia perlu belajar dari negara lain. Tiga pilar pendidikan yaitu learning to know, learning to do, dan learning to live together tentu ditujukan bagi lahirnya generasi muda yang mampu mencari informasi dan atau menemukan ilmu pengetahuan, yang mampu melaksanakan tugas dalam memecahkan masalah, dan mampu bekerjasama, bertenggang rasa, dan toleran terhadap perbedaan. Bila ketiganya berhasil dengan memuaskan akan menimbulkan adanya rasa percaya diri pada masing-masing peserta didik. Hasil akhirnya adalah manusia yang mampu mengenal dirinya. Dalam bahasa Undang-Undang No. 02 Tahun 1989 adalah manusia yang berkepribadian yang mantap dan mandiri. Manusia yang utuh yang Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
92
memiliki kemantapan emosional dan intelektual, yang mengenal dirinya, yang dapat mengendalikan dirinya, yang konsisten dan yang memiliki rasa empati (tepo sliro), atau dalam kamus psikologi disebut memiliki “Emotional Intelligance”. Inilah kurang lebih makna “learning to be”, yaitu muara akhir dari tiga pilar belajar. Pendidikan yang berlangsung selama ini pada umumnya tidak mampu membantu peserta didik (pelajar/ mahasiswa) mencapai tingkatan kepribadian yang mantap dan mandiri atau manusia yang utuh karena proses pembelajaran pada berbagai pilar tidak pernah sampai kepada tingkatan “joy of discovery” pada pilar “learning to know”, tingkatan joy of being succesful in achieving objective, pada “learning to do”, dan tingkatan joy of getting together to achieve common goal 2. Pengertian Grup Investigasi (Group Investigation). Grup investigasi (group investigation) adalah salah satu pendekatan atau bentuk (form) dari model pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Secara bahasa, kata Grup Investigasi (Group Investigation) terdiri dari dua kata, yaitu kata grup dan kata investigasi. Grup berarti golongan atau kelompok, dan investigasi berarti penyelidikan. Poerwadarminta ( 1980 : 71 dan 90). Dari kedua kata tersebut, dipahami bahwa grup investiasi (group investigation) menunjukkan adanya segolongan atau sekelompok orang yang bekerja sama dengan baik melakukan penyelidikan secara mendalam terhadap obyek tertentu dengan menggunakan waktu tertentu untuk mencapai tujuan tertentu secara bersama-sama. Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
93
Investigasi kelompok (group investigation) dikembangkan di the University of TelAviv. Investigasi kelompok ini (group investigation) adalah rencana organisasi kelas secara umum di mana para siswa bekerja dalam kelompok kecil yang menggunakan strategi inkuiri dan pembelajaran kooperatif (and cooperative planning and projects). Setelah para siswa memilih sub topik dari bidang kajian yang akan dipelajari, para anggota kelompok kemudian membagi diri dalam sub-sub topik yang menjadi tugas secara individual dan berusaha menyelesaikan tugas dengan mempersiapkan laporan. Setiap kelompok
membuat presentasi untuk mengkomunikasikan hasil temuan dan
pemahaman mereka di dalam kelas. Slavin (1995 : 101). Sementara investigasi kelompok (group investigation) sebagai salah satu bentuk atau pendekatan dalam model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) didefenisikan sebagai model pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam membentuk kelompok yang terdiri dari tiga sampai enam orang siswa untuk merencanakan, melaksanakan investigasi
dan melakukan sintesis temuan serta
mempresentasikan hasil temuan kelompok di depan kelas. Peran guru secara umum dalam grup investigasi ini adalah
membuat para siswa menyadari atau memahami
sumber-sumber yang berangkali dapat membantu mereka selama proses penyelidikan berlangsung. Slavin (1995 : 111). Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa salah satu perbedaan pendekatan grup investigasi (GI) dengan
pendekatan lain dari model pembelajaran kooperatif
Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
94
(cooperatif learning)
seperti
pendekatan jigsaw, pendekatan students team
achievement devision (STAD), pendekatan teams game tournament (TGT) dan pendekatan lainnya adalah pendekatan grup investigasi (group investigation) ini dalam pelaksanaannya melibatkan para siswa atau kelompok siswa dalam menentukan topik atau bahasan yang akan diselidiki pada setiap pembelajaran. Dalam hal ini, menurut penulis, tentu keterlibatan yang dimaksud di sini, tetap berpegan teguh pada tahapan perkembangan kemampuan siswa. Hal lain yang perlu ditegaskan dalam hal ini adalah keterlibatan tersebut tetap diarahkan dan dibimbing oleh pengajar sebagai tenaga ahli dalam pelaksanaan pembelajaran. Dalam pendekatan
grup investigasi,
terdapt
empat komponen utama (four
important componens). Keempat komponen yang dimaksud adalah;
a) investigasi
(investigation); b) interaksi (interaction); c) interpretasi (interpretation) dan d) motivasi instrik (intrinsic motivation). Zingaro, D. ( 2008 : 1). Kegiatan investigasi (investigation) menunjukkan adanya fakta bahwa kelompok siswa terfokus pada proses inquiri atau penyelidikan tentang topik yang telah dipilih. Sementara
komponen
interaksi (interaction) menunjukkan
tanda sebagai metode
pembelajaran kooperatif atau kerjasama yang meminta para siswa untuk mengexplor ideide mereka
dan membantu teman yang lainnya selama proses belajar berlangsung.
Selanjutnya kegiatan interpretasi (interpretation) terjadi ketika melakukan sintesis
dan mengelaborasi
kelompok siswa
temuan-temuan masing-masing anggota
Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
95
kelompok untuk meningkatkan pemahaman dan klarifikasi ide-ide yang berkembang. Komponen terakhir adalah motivasi intrinsik (intrinsic motivation) yang menunjukkan adanya dorongan dalam diri para siswa dengan memberikan atau menghadiahi mereka otonomi dan kemandirian dalam proses penyelidikan (investigation) Secara teoritis (theoretically), Grup Investigasi (GI) merupakan salah satu strategi dalam model kelompok sosial. Model ini dikembangkan oleh Shlomo and Sharan pada tahun 1988 dan dikembangkan untuk mengekspos kemampuan siswa dalam prosedur sain secara kooperatif dalam memecahkan masalah. Metode ini terbagi ke dalam enam tahap. Tujuannya adalah
untuk mengembangkan keterampilan berpartisipasi dalam
tujuan demokratis (the development of skills for participation in democratic purposes) atau menekankan pada pengembangan sosial. Grup Investigati (GI) juga mendukung pengembangan keterampilan akademik dan pemahaman personal (development of the academic skills and also personal understanding)”. Joyce, Weil, dan Calhoun, (2000 : 31).
3. Sejarah Investigasi Kelompok (group investigation) Salah satu elemen penting dari pembelajaran kooperatif adalah Grup Investigasi (GI). Metode ini secara original dikembangkan oleh Thelen sebagai sebuah upaya untuk mengkombinasikan dengan salah satu strategi pengajaran dalam bentuk dan dinamika proses demokrasi dan proses inquiri akademik. Joice & Weil, (1986 : 227).
Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
96
Di dalam Grup Investigasi (Group Investigation) para siswa memperoleh bagian secara aktif dalam merencanakan apa yang mereka ingin pelajari termasuk bagaimana mempelajarinya. Mereka membentuk kelompok kooperatif yang sesuai dengan tujuan umum dalam sebuah topik.
Seluruh anggota kelompok ikut membantu melakukan
perencanaan bagaimana meneliti topik-topik tertentu. Mereka kemudian membagi kerja di antara mereka dan setiap anggota kelompok terlibat secara aktif untuk melakukan investigasi. Pada akhir pembelajaran, kelompok melakukan analisa dan menyimpulkan pekerjaan mereka yang dilanjutkan dengan pemaparan hasil temuan mereka di depan kelas. Grup
Investigasi (GI) dengan model pembelajaran kooperatif pada prinsipnya
terbagi ke dalam dua kategori. Kategori pertama dikembangkan oleh Sharan dan Sharan tahun 1976 dan kategri kedua dikembangkan Johnson dan Johnson tahun 1975. Kedua kategori ini sangat berbeda secara signifikan dengan model pembelajaran tutorial (peer tutoring models). Di dalam model pembejaran kooperatif yang berbasis Grup Investigasi (GI) ini tidak menggunakan kompetisi dan permainan sebagaimana yang digunakan dalam model pembelajaran tutorial (peer tutoring models). Keunikan lain dari Grup Investigasi (group investigation) ini adalah siswa dilatih dalam strategi kelompok untuk menggunakan keterampilan berkomunikasi dan memecahkan masalah. Karen (1990 : 1424).
Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
97
Ciri khas dari Grup Investigasi (GI) yang dikembangkan oleh Sharan tahun 1976 tersebut adalah siswa senantiasa berada dalam kelompok atau grup meskipun tidak dipaksa oleh guru. Para siswa memilih teman kelompok mereka sendiri dari berbagai latar belakang. Penekanannya adalah kelompok melakukan penyelidikan atau melakukan diskusi seraya merekan dan mengumpulkan data yang berkaitan dengan bahasan atau topik yang dipilih oleh mereka atau guru mereka.
Dalam kategori ini, guru tidak
menghadirkan berbagai informasi sebagaimana gaya tutorial teman dengan berbasis pembelajaran kooperatif.
Para siswa harus memberanikan diri untuk mencari sumber
pembelajaran sendiri, melakukan interpretasi terhadap data yang dihimpun, melakukan sintesis dan penyempurnaan tugas kelompuk untuk dipresentasikan di depan teman kelas mereka. Karen (1990 : 14). Pembelajaran kooperatif berbasis Grup Investigasi (GI) ini memberikan atonomi yang tinggi dan saling ketergantungan dalam melaksanakan tugas bagi siswa. Sementara Grup Investigasi (GI) yang dikembangkan oleh Sharan dan Sharan (1976) menghendaki persiapan dan pelatihan bagi kelompok siswa sebelum enam langkah proses pembelajaran Grup Investigasi (GI) (lihat langkah pembelajaran Grup Investigasi) diimplementasikan. Menurut Sharan ada empat hal yang perlu dilakukan sebelum keenam langkah pembelajaran Grup Investigasi (GI) dilaksnakan. Keempat hal yang dimaksud adalah; a) membaca dan memahamai pembelajaran; b) membagikan materi pembelajaran dan menentukan wilayah kerja;
c) membantu setiap anggota
Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
98
kelompok; dan d) mengevaluasi aktifitas kelompok. Pembelajarn secara khusus yang termasuk modeling, praktek dan diskusi kiranya diberikan kepada siswa sebelum pembelajaran Grup Investigasi (GI) dilakukan secara penuh. latihan keterampilan berkomunikasi, latihan dalam mendengar dan latihan dalam teknik bertanya juga merupakan hal yang dipertegas oleh Sharan (1976). Karen (1990 : 17).
4. Langkah-Langkah Pembelajaran Grup Investigasi Menurut Slavin, model grup investigasi (group-investigation)
memiliki enam
langkah pembelajaran. Slavin (1995 : 113-114). Keenam langkah yang dimaksud adalah sebagai berikut; a. Pengelompokan (grouping). Pengelompokkan sebagai langkah pertama dilakukan dengan menetapkan jumlah anggota kelompok, menentukan sumber, memilih topik, merumuskan permasalahan. Hal ini tentu saja selaras dengan pembelajaran kooperatif yang menekankan adanya kerjasama anggota kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. b. Perencanaan (planning). Langkah kedua adalah melakukan perencanaan dengan menetapkan apa yang akan dipelajari, bagaimana mempelajari, siapa melakukan apa, dan apa tujuannya. c. Penyelidikan (investigation). Langkah selanjutnya adalah pelaksannaan penyelidikan atau investigasi oleh seluruh anggota kelompok. Investigasi dilakukan dengan saling
Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
99
tukar
informasi
dan
ide,
berdiskusi,
klarifikasi,
mengumpulkan
informasi,
menganalisis data, membuat inferensi tentang topik yang dipelajari. d. Pengorganisasian (organizing). Pengorganisasian dalam hal ini adalah semua anggota kelompok menulis laporan, merencanakan presentasi laporan, penentuan penyaji, moderator, dan notulis. e. Presentasi atau pemaparan (presenting). Langkah kelima ini menghendaki setiap kelompok secara bergantian memaparkan atau mempresentasikan hasil penyelidikan mereka mengenai topik yang dibahas. Dalam pelaksanaannya, salah satu kelompok menyajikan
atau
mempresentasikan,
sementara
kelompok
lain
mengamati,
mengevaluasi, mengklarifikasi, mengajukan pertanyaan atau tanggapan. f. Penilaian (evaluating). Langkah terakhir ini dilakukan dengan meminta siswa untuk melakukan koreksi terhadap laporan masing-masing berdasarkan hasil diskusi kelas, siswa dan guru berkolaborasi mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan, melakukan penilaian hasil belajar yang difokuskan pada pencapaian pemahaman. Sistem sosial yang
berkembang adalah minimnya arahan guru, demokratis, guru dan siswa
memiliki status yang sama yaitu menghadapi masalah, interaksi dilandasi oleh kesepakatan. Selanjutnya, langkah-langkah pembelajaran grup investigasi (GI) menurut Sharan and Hertz Lazarowitz, (1980 ; 23) adalah sebagai berikut;
Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
100
a.
Topik dan tim (topics and teams). Topik kajian atau pembelajaran diidentifikasi yang selanjutnya dilakukan pembentukan tim belajar, (topics for study are identified and students are placed in teams.)
b.
Perencanaan (planning). Anggota tim membagi sub kajian atau sub materi yang akan diselidiki sebagai tujuan dari studi mereka dan bagaimana topik-topik tersebut dipelajari.
c.
Aksi (action). Anggota tim mencari informasi, mereviu informasi, menganalisis atau mengevaluasi informasi dan meneliti beberapa kesimpulan.
d.
Persiapan laporan akhir (final report preparation). Setiap anggota tim harus ikut aktif mempersiapkan ringkasan aktivitasnya. Laporan akhir yang dimaksud dapat berupa laporan tertulis melalui presentasi di depan kelas secara bergiliran.
e.
Presentasi (presentation). Setiap anggta tim wajib mempresentasikan temuantemuannya di dalam kelas. Hal ini dilakukan di dalam kelas dengan bentuk “lecture/telling” dengan menggunakan permainan peran, panel, simulasi dan lainlain.
f.
Evaluasi atau penilaian (assessment/evaluation). Tujuan, metode, dan makna evaluasi dapat dinegosiasikan secara kolaboratif di antara siswa dan instruktur. Hal tersebut biasanya sebuah pengalaman belajar yang menakutkan di dalam dirinya. . Menurut Daniel Zigaro (1998 : 1-2), langkah-langkah pembelajaran model grup
investigasi (group investigation) adalah; Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
101
a.
Guru mempresentasikan atau menghadirkan problem atau masalah di depan kelas. Para siswa secara berkelompok kemudian memilih topik tertentu yang dianggap mereka menarik untuk dikaji dalam proses pembelajaran. Problem-problem yang dikemukakan di sini adalah masalah yang dianggap penting sebagai reaksi variatif dari siswa adalah hal yang penting bagi kesesuaian formasi grup. Guru harus menghindari untuk memberikan kepada mereka berupa ide-ide ataupun menolak ideide tersebut dari siswa.
b.
Anggota kelompok melakukan perencanaan prosedur penyelidikan, tugas-tugas dan tujuan dengan memiliih sub-sub topik yang akan dikaji secara induvidual.
c.
Anggota kelompok mencoba melakukan penyelidikan atau penelitian sebagaimana yang telah direncanakan sebelumnya. Peran guru dalam hal ini adalah senantiasa mengikuti proses pelaksanaan penyelidikan, Menawarkan bantuan kepada siswa ketika diminta, mendukung dengan sumber belajar, menjamin dengan berbagai keterampilan yang digunakan dalam proses pembelajaran.
d.
Anggota kelompok merencanakan presentasi mereka. Mereka melakukan evaluasi terhadap apa yang mereka telah kaji atau pelajari sekaligus melakukan sisntesis ke dalam bentuk yang akan dipahamkan di dalam kelas.
e.
Anggota kelompok secara bergantian melakukan presentasi di depan kelas.
f.
Para guru dan siswa melakukan evaluasi terhadap investigasi dan menghasilkan presentasi. Melalui proses, anggota kelompok secara perwakilan membuat laporan
Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
102
untuk kelas, membantu anggota kelompok untuk selalu berapresiasi bahwa mereka adalah bagian dari unit yang lebih besar. Pendapat tokoh yang lain menyebutkan bahwa untuk mengimplementasikan pembelajaran kooperatif yang berbasis grup investigasi
(group investigation), maka
langkah-langkah atau prosedur pelaksanaan adalah sebagai berikut ini: “Phase one: encounter puzzling situation (planned or unplanned), b) phase two: explore reactions to the situation, c) phase three: formulate study task and organize for study (problem definition, role, and assignments), d) phase four: independent and group study, e) phase five: analyze progress and process, and f) phase six: recycle activity, (joyce, weil, & calhoun, 2000, p. 30) Beberapa peneliti berpandangan bahwa pembelajaran kooperatif (cooperative learning) telah difokuskan untuk menentukan hubungan antara pembelajaran kooperatif dengan pencapaian siswa.
Jones
dan Caston menemukan hubungan positif yang
signifikan antara pembelajaran kooperatif (cooperative learning) dan pencapaian siswa (student achievement), meskipun hasil studi yang lain seperti Abu, Flowers, and Flowers tahun 1997, dan Thompson and Chapman tahun 2004 menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan secara signifikan. Beberapa peneliti berusaha untuk menfokuskan diri pada pembelajaran kooperatif yang berbasis grup investigasi (group investigation). Learning telah melakukan studi bahwa terdapat dampak pembelajaran kooperatif (cooperative learning) terhadap kesadaran multi budaya (multicultural awareness), pertemanan lintas etnis (cross-ethnic Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
103
friendships), hubungan antar pribadi (interpersonal relationships), dan perilaku sosial yang baik (pro-social behaviors). Hasil ini juga memperlihatkan bahwa pembelajaran kooperatif (cooperative learning), termasuk grup investigasi (GI)
menghasilkan
pengaruh positif terhadap pencapaian akademik siswa (students‟ academic achievement) dan perilaku sosial siswa (social behaviors). “Jongeling and Lock (1995) juga GI as an alternative to the lecture method in a research methods class of 69 registered nurses. Their results show that the following factors determined the success of the group investigation process in student achievement and social behaviors: (a) careful and extensive pre-course planning, (b) selection of appropriate 'research' topics, (c) a clear statement of objectives, (d) availability and location of resources, (e) development of group investigation skills and group dynamics, (f) a clear understanding of course assessment and the fairness of the procedures for assessment. Ian Abordo et.ell (2005)”. Sementara menurut Sharan (1981 : 12) bahwa terdapat enam langkah pokok dari pembelajaran kooperatif
berbasis investigasi (grup investigation based cooperative
learning). Keenam lengkah pokok yang dimaksud adalah; a. Siswa memilih sub-sub topik dari topik-topik asli yang telah dipilih oleh guru. Mereka kemudian diorganisasi ke dalam kelompok heterogen yang terdiri dari dua sampai enam orang. b. Siswa dan guru secara bersama-sama merencanakan pengalaman, tugas dan tujuan sub topik pembelajaran yang tepat. c. Siswa
melakukan kegiatan pembelajaran sesuai dengan yang direncanakan pada
langkah kedua di bawah bimbingan guru. Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
104
d. Siswa melakukan analisa dan evaluasi atas informasi yang telah dipelajari dan menentukan bagaimana mengambil kesimpulan untuk dipresentasikan di depan teman kelas mereka. e. Guru mengkoordinasikan pekerjaan mereka yang akan dipresentasikan dengan menekankan siswa untuk mencapai target yang telah ditentukan. Sementara itu, evaluasi dilakukan oleh guru di dalam kelas. Dalam hal ini termasuk penilaian secara induvidu dan kelas atau kombinasi keduanya. Karen (1990 : 15). Huntala dalam tulisannya yang berjudul; ”group investigation : structuring an inquiry based curriculum mengemukakan enam langkah pembelajaran kooperatif berbasis grup investigasi (group investigation). Keenam langkah yang dimaksud adalah; a) melakuakan identifikasi topik dan mengorganisai kelompok yang akan melakukan penyelidikan atau penelitian; b) merencanakan
langkah-langkah, prosedur dan
pembagian tugas penyelidikan atau penelitian; c) pelaksanaan investigasi sesuai dengan rencana yang dilakukan sebelumnya; d)
kelompok investigasi melakukan persiapan
untuk presentasi di depan teman kelas mereka; e) presentasi akhir; dan f) pengujian dan evaluasi yang dilakukan baik oleh guru maupun oleh guru dan siswa secara bersamasama. Huntala (1994 : 6-11). Hal yang serupa dikemukakan oleh Lyons, P.R (1990 : 67) yang mengemukakan enam langkah pendekatan grup investigasi yaitu; topics and teams, planning, action, final report preparation, presentation and assessment or evaluation. Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
105
Dari berbagai pendapat tentang sintaks atau langkah pembelajaran kooperatif dengan tipe Grup Investigasi (GI) di atas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa pada umumnya terdapat enam langkah atau enam tahapan pelaksanaan pembelajaran yang menggunakan tipe Grup Investigasi (GI) sebagai salah satu pendekatan dari model pembelajaran kooperatif sebagai berikut ; Tabel 2. 4 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi TAHAPAN AKTIVITAS PEMBELAJARAN 1. Grouping (Topic and Team)
2. Planning
Melakukan perencanaan tentang apa yang akan dipelajari. Melakukan perencanaan bagaimana mempelajari Melakukan perencanann siapa melakukan apa Melakukan perencananan apa tujuannya.
3. Report Preparation
Setiap anggota tim harus ikut aktif mempersiapkan ringkasan aktivitas Laporan akhirnya berupa laporan tertulis melalui presentasi di depan kelas secara bergiliran
4. Investigation (Action)
Menetapkan jumlah anggota kelompok Menentukan sumber pembelajaran Memilih topik kajian Merumuskan permasalahan
Saling menukar informasi dan ide Melakukan diskusi mendalam Melakukan klarifikasi Mengumpulkan berbagai informasi Menganalisis data Membuat inferensi tentang topik yang dipelajari
5. Presenting
Semua anggota kelompok menulis laporan, Merencanakan presentasi laporan, Menentukan penyaji, moderator, dan notulis
6. Evaluating
Meminta siswa untuk melakukan koreksi terhadap laporan masing-masing berdasarkan hasil diskusi kelas Siswa dan guru berkolaborasi mengevaluasi
Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
106
pembelajaran yang dilakukan, melakukan penilaian hasil belajar yang difokuskan pada pencapaian pemahaman. Sistem sosial yang berkembang adalah minimnya arahan guru, demokratis, guru dan siswa memiliki status yang sama yaitu menghadapi masalah, interaksi dilandasi oleh kesepakatan
5.
Dampak Pembelajaran Kooperatif Tipe Investigasi Kelompok terhadap Kemampuan dan Pencapaian Siswa (Instructional Effect and Nurtrant Effect) Dalam upaya untuk menentukan apakah pembelajaran kooperatif
manfaat terhadap
memiliki
peningkatan kemampuan peserta didik, maka beberapa
penelitian telah mengungkap beberapa pengaruh pembelajaran kooperatif kemampuan siswa baik
rendah,
sedang
dan tinggi.
hasil
terhadap
Penelitian-penelitian ini
memperlihatkan adanya dampak pembelajaran kooperatif terutama yang berkaitan dengan tiga hal yaitu; a) interaksi siswa (student interaction); b) kemampuan siswa (ability) dan c) pencapaian (achievement) siswa. Skon, Johnson and Johnson membandingkan pengaruh pengaturan pembelajaran kooperatif, kompetetif dan induvidual terhadap
pencapaian umum dan pencapaian
strategi kognitif tingkat tinggi. Beliau memperlakukan delapan puluh enam anak dengan tiga kondisi yang berbeda yaitu; a) kondisi pertama adalah kondisi dengan pembelajaran kooperatif yang membagi siswa secara heterogen atau homogen sesuai dengan tingkat kemampuan mereka; b) kondisi kedua dengan model pembelajaran kompetetif yang mengkondisikan siswa yang memiliki kemampuan yang sama; c) kondisi ketiga dengan pembelajaran induvidual yang mendukung siswa untuk belajar Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
107
secara induvidual. Hasil penelitian mereka memperlihatkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif, siswa yang memiliki kemampuan rendah dan menengah memperoleh pencapaian akademik yang tinggi atau skoor yang tinggi dibandingkan dengan
pembelajaran
kompetetif. Sementara siswa yang memiliki kemampuan yang tinggi, mereka memperoleh pencapaian akademik atau skoor yang sama antara pembelajaran kooperatif dan pembelajaran kompetetif dengan beberapa variasi yang tergantung pada tugas. Dalam hal tertentu, bagi Skoon dan kawan-kawan
menemukan sebuah fakta
bahwa pembelajaran kooperatif memiliki manfaat bagi siswa yang memiliki kecerdasan yang tinggi terkait dengan hubungan atau interaksi dengan siswa yang memiliki kemampuan rendah dan menengah sebagaimana pertemanan atau hubungan intereksi mereka dengan siswa yang memiliki kemampuan atau kecerdasan yang tinggi. Temuan di atas sesungguhnya merupakan sebuah fakta bahwa bagi siswa yang memiliki kemampuan intelektual yang tinggi, mereka dapat memperoleh skoor nilai yang dapat dibandingkan antara pembelajaran kompetetif dan kooperatif. Fakta inipun mendukung untuk diterapkannya
model pembelajaran kooperatif bagi siswa yang memiliki
kemampuan intelektual yang tinggi. Karen (1990 : 42-45). Dengan kata lain, pembelajaran tidak hanya menekankan pada hasil semata, tetapi juga menekankan pada proses dan interaksi konstruktivistik antara siswa dengan guru, antara siswa dengan siswa. Hal ini searah dengan apa yang dikemukakan oleh Paolo Freira bahwa guru dan Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
108
peserta didik tidak boleh terlalu terpaku pada hal-hal yang bersifat birokratis yang menyebabkan munculnya kekakuan hubungan antara guru dan siswa dalam prsoses pembelajaran. Freira,P (2005 : 13). Dalam kasus pembelajaran kooperatif yang berbasis Grup Investigasi (group investigation), dampaknya terhadap pencapai akademik bagi siswa dapat dikaji melalui hasil penelitian Slavin mengindikasikan
yang dilaksanakan pada tahun 1980.
pencapaian kemampuan akademik yang tinggi
Hasil penelitiannya bagi siswa dalam
pembelajaran yang menggunakan kelompok kecil dibandingkan pembelajaran yang menggunakan kelompok besar atau kelas besar. Lima hasil studi yang dilakukan oleh Johnson dan asosiasinya juga menemukan hasil pencapaian yang tinggi bagi siswa dalam pembelajaran kooperatif dibanding dengan pembelajaran kompetetif
dan metode pembelajaran induvidualistik bagi siswa yang
memiliki kemampuan rendah . Hasil studi Johnson juga memperlihatkan
adanya
pencapaian positif siswa dalam hal hubungan antarpribadi, kepercayaan, penghargaan, penerimaan dan sikap terhadap sekolah dan lain-lain. Karen (1990 : 42-45). Oleh karena itu, seperti halnya model pembelajaran yang lain, model pembelajaran ini diharapkan memiliki dampak positif, baik dampak pembelajaran (instructional effect) maupun dampak pengiring (nurturant effect). Bruce and Joyce (2000 : 53) dan kawankawan dalam bukunya yang berjudul “models of teaching” mengemukakan bahwa di antara dampak pembelajaran model pembelajaran kooperatif tipe Grup Investigasi (GI) Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
109
adalah; a) adanya penguasaan dan proses kelompok yang efektif (effective group process and governance); b) adanya pandangan yang bersifat konstruktivistik terhadap pengetahuan (constructivistic view of knowledge ); c) adanya disiplin penelitian secara kolaboratif (discipline of collaborative inquiry). Dampak pengiring dari model pembelajaran kooperatif tipe Grup Investigasi (GI) (nurturant effect) bagi Bruce dan kawan-kawan dalam bukunya yang berjudul “models of teaching” di antaranya adalahl; a) adanya kemamdirian siswa dalam belajar (independence as a learner); b) adanya perhatian terhadap martabat dan harga diri (respect for dignity of all); c) penelitian sosial sebagai sebuah cara hidup (social inquiry as a way of life); d) adanya kehangatan dan hubungan antar pribadi (interpersonal and affiliation). Secara singkat kedua dampak pembelajaran di atas tergambar pada bagan di bawah ini; Gambar 2.2 Dampak Pembelajaran dan Pengiring Model Kooperatif Tipe Grup Investigasi Instructional Effect effective group process angovernance
constructivistic view of knowledge
discipline of collaborative inquiry.
Model Grup Investigasi
Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
110
independence as a learner
respect for dignity of all
social inquiry as a way of life
interpersonal and affiliation
Nurturant Effect
Diadopsi dari Bruce and Joyce, (2000 ; 53).
Dengan berlandaskan pada gambar di atas, maka peneliti berharap hasil pengembangan model pembelajaran kooperatif tipe Grup Investigasi (group investigation based cooperative learning) dalam mata pelajaran Alquran hadis di Madrasah Aliyah (MA) ini dapat memberikan dampak positif seperti yang tergambar di atas.
Selain
kedua dampak yang dijelaskan di atas, dampak pengiring lain yang peneliti harapkan tampak pada peserta didik adalah; a) tumbuhnya minat dan motivasi belajar Alquran hadis bagi siswa Madrasah Aliyah (MA); b) lahirnya rasa senang dan suka mempelajari Alquran hadis ; c) tumbuhnya kebiasaan melakukan penelitian terhadap ayat-ayat Alquran dan hadis secara mandiri dan berkelanjutan; d) adanya kemamdirian dalam belajar yang pada akhirnya akan melahirkan rasa percaya diri untuk melakukan hal-hal yang lebih berat lagi; e) jika dilihat dari sisi kooperatif, model pembelajaran ini akan melahirkan adanya hubungan baik dan kerjasama antar siswa dalam proses belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dengan model pembelajaran ini, diharapkan siswa dapat melihat kelas sebagai Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
111
tempat yang dapat memberikan kepuasan tersendiri dalam belajar. Ada anggapan bahwa lahir dan munculnya rasa malas siswa dalam belajar disebabkan oleh beberapa faktor yaitu; pola mengajar yang dijalankan oleh guru sangat otoriter, pendidik tidak memberikan
ruang bagi peserta didik untuk menyampaikan pendapat mengenai
persoalan dalam pembelajaran dan pendidik menganggap dirinya yang paling pintar dan hebat. Yamin, M. (2010 : 208). Oleh karena itu, demokratisasi perlu diciptakan dalam kelas pembelajaran. Menurut peneliti, model pembelajaran kooperatif tipe grup investigasi adalah model yang memungkinkan lahirnya demokratisasi dalam kelas. Sementara dampak pembelajaran (instructional effect) yang diharapkan selain yang tergambar pada bagan di atas adalah; a) adanya pencapaian akademik tingkat tinggi; b) siswa dapat membangun pengetahuan mereka sendiri terhadap materi atau ayat-ayat Alquran dan hadis melalui kegiatan membaca (qira‟ah), menterjemah (tarjamah), menafsirkan dan memahami (tafahhum) dan lain-lain. D. Pengajaran Alquran dan Hadis di Madrasah Perubahan besar yang terjadi pada masyarakat dan bangsa Indonesia khususnya serta masyarakat dan bangsa-bangsa di dunia pada umumnya, menuntut adanya penyesuaian-penyesuaian tertentu dalam bidang pendidikan. Pendidikan tidak cukup lagi diselenggarakan secara tradisional, berjalan apa adanya tanpa adanya target yang jelas dan tidak adanya prosedur pencapaian target yang terbukti efektif dan efisien. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang merupakan ciri dari Kurikulum 2004 didesain untuk Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
112
menjamin berlangsungnya proses pendidikan yang kondusif
bagi berkembangnya
potensi peserta didik, sehingga mereka mampu hidup mandiri dan harmonis di tengahtengah masyarakat yang majemuk. Sesuai dengan kerangka pikir di atas, Kurikulum Alquran dan hadis Madrasah Aliyah
(MA)
menitikberatkan
dikembangkan target
dengan
kompetensi
pendekatan
dari
pada
sebagai
berikut:
a)
lebih
penguasaan
materi;
b)
lebih
mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang tersedia; c) memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pelaksana pendidikan di lapangan untuk mengembangkan dan melaksanakan program pembelajaran sesuai dengan kebutuhan. Kurikulum Alquran dan hadis Madrasah Aliyah (MA) yang dikembangkan dengan pendekatan tersebut diharapkan mampu meneguhkan keimanan dan meningkatkan ketaqwaaan siswa kepada Allah swt., kecakapan hidup, kemampuan bekerja dan bersikap ilmiah sekaligus menjamin pengembangan kepribadian Indonesia yang kuat dan berakhlak mulia. Kehidupan dan peradaban manusia senantiasa mengalami perubahan. Dalam merespon fenomena itu, manusia berpacu mengembangkan kualitas pendidikan, salah satunya melalui penyempurnaan kurikulum. Pendidikan yang berkualitas tinggi diperlukan untuk menciptakan kehidupan yang cerdas, damai, terbuka, demokratis, dan mampu bersaing. Dalam konteks madrasah, agar lulusannya memiliki kenggulan kompetitif dan komparatif, kurikulum madrasah dikembangkan dengan pendekatan berbasis kompetensi. Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
113
Hal ini dilakukan agar madrasah secara kelembagaan dapat merespon secara proaktif berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, serta tuntutan desentralisasi. Dengan cara seperti itu, madrasah tidak akan kehilangan relevansi program pembelajarannya.
Dalam konteks ini, peranan dan efektifitas pendidikan agama di
madrasah sebagai landasan bagi pengembangan spiritual dan peningkatan kesejahteraan masyarakat sangat penting. Asumsinya adalah jika pendidikan agama termasuk Alquran dan hadis yang dijadikan landasan pengembangan nilai spiritual dilakukan efektif, maka kehidupan masyarakat akan lebih baik. Pendidikan Alquran dan hadis di Madrasah Aliyah (MA) sebagai bagian yang integral dari pendidikan agama, memang bukan satu-satunya faktor yang menentukan dalam pembentukan watak dan kepribadian peserta didik. Tetapi secara substansi mata pelajaran Alquran dan hadis memiliki kontribusi yang sangat penting dalam memberikan motivasi kepada peserta didik untuk mempraktekkan nilai-nilai keyakinan keagamaan (al-tauhid) dan perilaku terpuji (al akhlak al-karimah) dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pertimbangan tersebut, disusunlah kurikulum nasional Alquran dan hadis untuk Madrasah Aliyah (MA)
mata pelajaran
yang berbasis kompetensi dasar
dengan mencerminkan keberagaman kebutuhan peserta didik secara nasional. Standar ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai acuan dalam mengembangkan kurikulum Alquran dan Hadis dan pelaksanaan pembelajarannya sesuai dengan kebutuhan madrasah. Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
114
1. Pengertian Mata Pelajaran Alquran dan Hadis Mata pelajaran Alquran dan hadis merupakan salah satu unsur penting mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) pada madrasah yang memberikan pendidikan kepada peserta didik untuk memahami dan mencintai Alquran dan hadis sebagai sumber ajaran Islam dan mengamalkan isi dan kandungannya dalam kehidupan sehari-hari.
2. Tujuan dan Fungsi Pengajaran Alquran dan Hadis Pembelajaran Alquran dan hadis bertujuan agar peserta didik gemar untuk membaca Alquran dan hadis dengan benar sebagai hasil dari kegiatan mempelajari, memahami, meyakini kebenaran, dan mengamalkan ajaran-ajaran dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sebagai petunjuk dan pedoman dalam seluruh aspek kehidupan peserta didik. Menurut Muhammad Abdul Qadir Ahmad bahwa tujuan pengajaran Alquran adalah untuk memberikan kemampuan kepada anak didik agar memiliki; a) kemantapan membaca sesuai syarat-syarat yang telah ditetapkan, dan menghafal ayat-ayat atau surahsurah yang mudah bagi mereka; b) kemampuan memahami kitab Allah secara sempurna, memuaskan akal dan mampu menenangkan jiwanya; c) kesanggupan menerapkan ajaran agama Islam dalam menyelesaikan problem hidup sehari-hari; d) kemampuan memperbaiki tingkah laku murid melalui metode pengajaran yang tepat; e) kemampuan memanifestasikan keindahan retorika dan uslub Alquran; f) penumbuhan rasa cinta dan Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
115
keagungan Alquran dalam jiwa; dan g) pembinaan pendidikan Islam berdasarkan sumber utamanya. Qadir, M.A. (2008 : 78). Selanjutnya, mata pelajaran Alquran dan hadis pada Madrasah Aliyah (MA) memiliki fungsi sebagai
berikut: a) fungsi pemahaman, yaitu menyampaikan ilmu
pengetahuan berupa cara membaca dan menulis Alquran serta kandungan Alquran dan hadis; b) sumber nilai, yaitu memberikan pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat; c) sumber motivasi, yaitu memberikan dorongan untuk meningkatkan
kualitas
hidup
beragama,
bermasyarakat
dan
bernegara.;
d)
pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan peserta didik dalam meyakini kebenaran ajaran agama Islam, melanjutkan upaya yang telah dilaksanakan dalam lingkungan keluarga maupun jenjang pendidikan sebelumnya; e) fungsi perbaikan, yaitu memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam keyakinan, pemahaman dan pengamalan ajaran Islam peserta didik dalam kehidupan sehari-hari; f) fungsi pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari lingkungan atau budaya lain yang dapat membahayakan diri peserta didik dan menghambat perkembangannya menuju manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt.; g) fungsi pembiasaan, yaitu menyampaikan pengetahuan, pendidikan dan penanaman nilai-nilai Alquran dan hadis pada peserta didik sebagai petunjuk dan pedoman dalam seluruh kehidupannya.
Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
116
3. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Alquran Hadis Madrasah Aliyah (MA) Standar kompetensi mata pelajaran Alquran dan hadis berisi sekumpulan kemampuan yang harus dikuasai peserta didik selama menempuh mata pelajaran Alquran dan hadis di Madrasah Aliyah
(MA). Kemampuan ini berorientasi kepada perilaku
afektif dan psikomotorik dengan dukungan pengetahuan kognitif dalam rangka memperkuat keimanan, ketaqwaan, dan ibadah kepada Allah Swt. Kemampuankemampuan yang tercantum dalam standar kompetensi ini merupakan penjabaran dari kemampuan dasar umum yang harus dicapai peserta didik di tingkat Madrasah Aliyah (MA). Kemampuan-kemampuan tersebut meliputi: Mampu mendefinisikan Alquran dan wahyu, mengetahui kemukjizatan Alquran, mengenal kedudukan, fungsi dan tujuan Alquran, cara-cara dan hikmah diturunkannya Alquran dan mengetahui pokok-pokok isi Alquran. Mampu mengenali persamaan dan perbedaan hadis, sunnah, khabar dan atsar, mengetahui unsur-unsur hadis dan beberapa kitab kumpulan hadis. Mampu memahami kemurnian dan kesempurnaan Alquran, dan menerapkan prinsip Alquran sebagai sumber nilai, mengenali nikmat Allah dan mensyukurinya, dan memahami ajaran Alquran tentang pemanfaatan alam. Mampu memahami ayat-ayat Alquran dan hadis tentang pola hidup sederhana, pokokpokok kebajikan dan amar ma‟ruf nahi munkar dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
117
Mampu memahami ayat-ayat Alquran dan hadis Rasulullah tentang nikmat Allah dan cara mensyukurinya. Mempu memahami ayat-ayat Alquran hadis
Rasulullah tentang Alquran tentang
perintah menjaga kelestarian lingkungan hidup. Memahami ayat-ayat Alquran dan hadis Rasulullah tentang pola hidup sederhana dan perintah menyantuni para dhu‟afa. Memahami ayat-ayat Alquran dan hadis tentang pola hidup sederhana dan perintah menyantuni para dhu‟afa. Memahami ayat-ayat Alquran dan hadis Rasulullah tentang kompetisi dalam kebaikan Memahami ayat-ayat Alquran dan hadis Rasulullah tentang amar makruf dan nahi mungkar. Memahami ayat-ayat Alquran dan hadis Rasulullah tentang ujian dan cobaan. Berikut ini, peneliti akan mengemukakan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) kelas XI (sebelas) program IPA, IPS dan Bahasa semester I dan II siswa Madrasah Aliyah (MA) untuk mata pelajaran Alquran hadis. Hal ini dilakukan karena subjek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI (sebelas) Madrasah Aliyah (MA) di kota Samarinda. Tabel 2.5 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kelas XI (Sebelas) Program IPA, IPS dan Bahasa Semester I dan II Siswa Madrasah Aliyah (MA) Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
118
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
1. Memahami ayat-ayat 1.1 Alquran dan hadis Rasulullah tentang nikmat Allah dan cara 1.2 mensyukurinya
Mengartikan Alquran Surah al-Zukhruf ayat 9-13, al-Angkabut ayat 17 dan hadis tentang syukur
1.3
Menunjukkan perilaku orang yang mengamalkan Alquran Surah alZukhruf ayat 9-13, al-Angkabut ayat 17 dan hadis tentang syukur
1.4
Mengidentifikasi macam-macam nikmat Allah sebagaimana yang terkandung di dalam Alquran Surah al-Zukhruf ayat 913, al-Angkabut ayat 17 dan hadis tentang syukur
1.5
Melaksanakan cara-cara mensyukuri nikmat Allah seperti yang terkandung dalam surah al-Angkabut ayat 17 dan hadis tentang syukur nikmat
2. Memahami ayat-ayat Alquran tentang perintah menjaga kelestarian lingkungan hidup
Menjelaskan kandungan Alquran Surah al-Zukhruf ayat 9-13, al-Angkabut ayat 17 dan hadis tentang syukur
2.1 Mengartikan Alquran Surah (QS) alRum ayat 41-42, surah al- A‟raf ayat 56-58, surah Shad ayat 27-28, surah alFurqan ayat 45-50, dan surah al-Baqarah ayat 204-206 2.2
Menjelaskan kandungan Alquran Surah (QS) al-Rum ayat 41-42, surah alA‟raf ayat 56-58, surah Shad ayat 2728, surah al-Furqan ayat 45-50, dan surah al-Baqarah ayat 204-206
2.3
Menunjukkan perilaku orang yang mengamalkan kandungan Alquran Surah (QS) al-Rum ayat 41-42, surah al- A‟raf ayat 56-58, surah Shad ayat 27-28, surah al-Furqan ayat 45-50, dan surah al-Baqarah ayat 204-206
Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
119
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar 2.4 Menerapkan perilaku menjaga kelestarian lingkungan hidup sebagaimana terkandung dalam Alquran Surah (QS) al-Rum ayat 41-42, surah al- A‟raf ayat 56-58, surah Shad ayat 27-28, surah al-Furqan ayat 45-50, dan surah al-Baqarah ayat 204-206
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) Program IPA, IPS dan Bahasa Semester II (Genap) Siswa Madrasah Aliyah (MA) Standar Kompetensi 3. Memahami ayat-ayat Alquran dan hadis sulullah tentang pola hidup sederhana dan perintah menyantuni para dhu‟afa
Kompetensi Dasar 3.1
Mengartikan Alquran surah (QS) alQashash ayat 79-82, surah al-Isra ayat 26-27; 29-30, surah al-Baqarah ayat 177 dan hadis tentang pola hidup sederhana serta perintah menyantuni para dhu‟afa
3.2
Menjelaskan kandungan Alquran Surah (QS) al-Qashash ayat 79-82, surah alIsra ayat 26-27; 29-30, surah al-Baqarah ayat 177 dan hadis tentang pola hidup sederhana serta perintah menyantuni para dhu‟afa
3.3
Menunjukkan perilaku orang yang mengamalkan Alquran Surah (QS) alQashash ayat 79-82, surah al-Isra ayat 26-27; 29-30, surah al-Baqarah ayat 177 dan hadis tentang pola hidup sederhana serta perintah menyantuni para dhu‟afa
3.4
Menerapkan perilaku hidup sederhana dan menyantuni kaum dhu‟afa sebagaimana yang terkandung di dalam Alquran Surah (QS) al-Qashash ayat 7982, surah al-Isra ayat 26-27; 29-30, surah al-Baqarah ayat 177 dan hadis
Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
120
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar tentang pola hidup sederhana serta perintah menyantuni para dhu‟afa
4. Memahami ayat-ayat Alquran tentang berkompetisi dalam melaksanakan kebaikan
4.1 Mengartikan Alquran Surah (QS) alBaqarah ayat 148, surah Fathir ayat 32 dan surah al-Nahl ayat 97 4.2 Menjelaskan kandungan Alquran Surah (QS) al-Baqarah ayat 148, surah Fathir ayat 32 dan surah al-Nahl ayat 97 4.3 Menceritakan perilaku orang yang mengamalkan kandungan Alquran Surah (QS) al-Baqarah ayat 148, surah Fathir ayat 32 dan surah al-Nahl ayat 97 4.4 Mengidentifikasi hikmah perilaku berkompetisi dalam kebaikan sebagaimana yang terkandung di dalam Alquran Surah (QS) al-Baqarah ayat 148, surah Fathir ayat 32 dan surah alNahl ayat 97 4.5 Menerapkan perilaku berkompetisi dalam kebaikan sebagaimana yang terkandung di dalam Alquran Surah (QS) al-Baqarah ayat 148, surah Fathir ayat 32 dan surah al-Nahl ayat 97
5. Memahami ayat-ayat Alquran dan hadis tentang amar makruf dan nahi mungkar
5.1 Mengartikan Alquran Surah (QS) Ali Imran ayat 104 dan hadis tentang amar makruf dan nahi mungkar 5.2 Menjelaskan kandungan Alquran Surah (QS) Ali Imran ayat 104 dan hadis tentang amar makruf dan nahi mungkar 5.3 Menunjukkan perilaku orang yang mengamalkan Alquran Surah (QS) Ali Imran ayat 104 dan hadis tentang amar makruf dan nahi mungkar 5.4 Melaksanakan amar makruf dan nahi
Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
121
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar mungkar seperti yang terkandung di dalam Alquran Surah (QS) Ali Imran ayat 104 dan hadis tentang amar makruf dan nahi mungkar
6. Memahami ayat-ayat Alquran dan Hadis tentang ujan dan cobaan
6.1 Mengartikan Alquran Surah al-Baqarah ayat 155 dan hadis tentang ujian dan cobaan 6.2 Menjelaskan kandungan Alquran Surah al-Baqarah ayat 155 dan hadis tentang ujian dan cobaan 6.3 Menunjukkan perilaku orang-orang yang tabah dan sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan sebagaimana yang terkandung di dalam Alquran Surah alBaqarah ayat 155 dan hadis tentang ujian dan cobaan 6.4 Menerapkan perilaku tabah dan sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan seperti yang terkandung dalam Alquran Surah al-Baqarah ayat 155 dan hadis tentang ujian dan cobaan
4.
Materi Pengajaran Alquran dan Hadis Secara umum, sesungguhnya materi pendidikan agama Islam itu adalah seluruh
ajaran agama Islam mulai dari konsep aqidah atau keesaaan Allah, ibadah, muamalah sampai pada akhlak yang kesemuanya terkandung di dalam Alquran dan hadis Rasulullah saw. Oleh karena itu, ruang lingkup pengajaran agama Islam itu sangat luas sekali karena meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Zakiah Darajat menyebutkan bahwa ruang lingkup pengajaran yang terkait dengan bidang studi rumpun agama Islam adalah: Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
122
a) pengajaran keimanan; b) pengajaran akhlak; c) pengajaran ibadah; d) pengajaran fikih; e) pengajaran ushul fikih; f) pengajaran qiraat Alquran; g) pengajaran tafsir; h) pengajaran ilmu tafsir; i) pengajaran hadis; j) pengajaran ilmu hadis; k) pengajaran sejarah dan l) pengajaran tarikh tarsyri. Mata pelajaran Alquran dan hadis adalah mata pelajaran yang memberikan bekal kepada peserta didik untuk memahami Alquran dan sebagai sumber ajaran Islam dan mengamalkan isi Alquran dan hadis dalam kehidupan sehari-hari. Adapun ruang lingkup materi atau bahan kajian mata pelajaran Alquran dan hadis meliputi: Pertama, „ulum Alquran dan „ulum al-hadis secara garis besar yang disajikan secara ringkas dan jelas meliputi: pengetahuan Alquran dan wahyu Alquran sebagai mu'jizat Rasul, kedudukan, fungsi dan tujuan Alquran, cara-cara wahyu diturunkan, hikmah Alqur‟an diturunkan secara berangsur-angsur, tema pokok Alquran, cara mencari surat-surat dan ayat-ayat Alquran, pengertian hadis, sunnah, khabar dan atsar, kedudukan dan fungsi hadis, unsur-unsur hadis, pengenalan beberapa kitab kumpulan hadis seperti kitab bulugh al-maram, kitab subul al-ssalam dan kitab shahih al-Bukhari dan shahih almuslim. Kedua, ayat-ayat Alquran pilihan yang disajikan secara sistematis dan hadis-hadis pilihan yang mendukung ayat dengan topik-topik meliputi kemurnian dan kesempurnaan Alquran, Alquran dan hadis sebagai sumber nilai dan pemikiran tentang kebesaran dan kekuasaan Allah, Alquran sebagai sumber nilai dasar kewajiban beribadah kepada Allah, Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
123
nikmat Allah berdasarkan ayat Alquran dan hadis serta syukur nikmat, ajaran Alquran tentang pemanfaatan sumber alam dan memanfaatkannya, ajaran Alquran dan hadis tentang pola hidup sederhana dan mengamalkannya, pokok-pokok kebajikan, prinsipprinsip amar ma‟ruf nahi munkar (al-amr bi a-makruf), hukum dan metode dakwah, tanggung jawab manusia, kewajiban berlaku adil dan dan jujur, larangan berbuat khianat, pergaulan sesama manusia dan tidak berlebih-lebihan, makanan yang baik dan halal, ajaran Alquran dan hadis yang berkaitan dengan pembangunan pribadi dan masyarakat dan ayat-ayat Alquran mengenai ilmu pengetahuan. Zakiyah Darajat lebih jauh mengemukakan bahwa ruang lingkup pengajaran qiraat Alquran minimal ada enam yaitu; a) pengenalan huruf hijaiyah; b) cara membunyikan masing-masing huruf hijaiyah dan sifat huruf itu yang dikenal dengan makhraj; c) bentuk dan tanda baca, seperti syakal, syaddah, mad, tanwin dan sebagainya; d) bentuk dan fungsi tanda berhenti baca (wakaf); e) cara membaca, melagukan dengan macam-macam irama dan qiraat yang dimuat dalam ilmu qiraat dan nagham; f) adab al-tilawah yang berisi tata cara dan etika membaca Alquran sesuai fungsi bacaan itu sebagai ibadah. Hal yang terpenting dalam pengajaran qiraat Alquran ini adalah keterampilan membaca Alquran dengan baik sesuai dengan kaidah yang disusun dalam ilmu tajwid. Berikutnya ruang lingkup pengajaran tafsir seharusnya berisi tafsir dari keseluruhan ayat-ayat Alquran yang dimulai dari surah al-fatihah sampai surah al-nas menurut mushaf Utsmani. Namun karena sulitnya mengajarkan secara keseluruhan dengan Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
124
mengikuti tafsir yang ditulis oleh para mufassir besar, maka materi pengajaran tafsir tidak lagi mengikuti urutan bahan pada kitab-kitab tafsir, tetapi mengumpulkan ayat-ayat tertentu kemudian ditafsirkan dengan pedoman kitab tafsir yang sudah ada. Pada tingkat awal, isi pengajaran tafsir biasanya hanya sekedar alih bahasa yang ditambah sedikit dengan kandungan ayat. Pada tingkat lanjutan, terjemahan diperluas dengan syarah katakata Arab yang terdapat di dalam teks ayat yang memiliki pengertian yang luas dan banyak. Selain itu, ayat tersebut dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Sementara untuk tingkatan yang lebih tinggi,
terjemahan dilengkapi dengan syarah mufradat
menurut berbagai pendapat, instimbath hukum dengan berbagai pendapat ulama, dengan asbab al-nuzul dan berbagai kemungkinan pelaksanaannya serta dilengkapi pula dengan dalil naqli dan aqli. Pengajaran ilmu tafsir pada umumnya membahas sejumlah teori atau ilmu yang berkaitan dengan berbagai petunjuk dan ketentuan untuk menafsirkan Alquran. Materi atau bahan yang dibahas dalam pengajaran ini di antaranya adalah Alquran dan wahyu, nuzul Alquran dan sejarahnya, macam-macam qiraat dan tokohnya, sejarah dan cara pengumpulan atau pembukuan Alquran, cabang-cabang ilmu Alquran, kandungan isi Alquran, macam-macam uslub Alquran atau redaksi dalam Alquran, istilah-istilah yang digunakan dalam menafsirkan Alquran, kaidah-kaidah tafsir, biografi para mufassir dan pegangan mereka dalam melakukan penafsiran, masalah israiliyat dalam penafsiran, ayatayat mutasyabihat dan beberapa kitab tafsir dengan kecenderungan
atau corak
Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
125
penafsirannya. Bila dilihat dari segi pembahasannya, ruang lingkup ilmu tafsir cukup luas dan dalam. Oleh karena itu, tidak seluruh permasalahannya dapat dibicarakan dalam satu tingkatan sekolah atau madrasah. Selanjutnya materi pengajaran hadis. Jika dilihat dari sisi materi pengajaran hadis, sesungguhnya sangat luas dan banyak. Oleh karena itu, ruang lingkup pengajaran hadis ini tergantung pada tujuan pengajarannya pada satu tingkatan tertentu. Pada prinsip materi pengajarannya meliputi teks dan pengertiannya, baik teks itu berasal dari nabi atau ucapan para sahabat tentang nabi. Isinya tentu ucapan nabi atau cerita tentang perilaku kehidupan nabi. Materi teks atau isi tentang ucapan nabi atau cerita tentang perilaku nabi tersebut dapat diambil dari berbagai kitab hadis yang sudah tersusun oleh para muhadditsin. Di antara nama kitab hadis yang disusun adalah shahih, sunan, jami, musnad dan lain-lain. Dewasa ini kita mengenal berbagai kitab hadis yang dapat dijadikan sebagai rujukan dalam pengajaran hadis seperti kitab Shahih Bukhari yang disusun oleh Imam alBukhari, kitab Shahih Muslim yang disusun oleh Imam Muslim, kitab Sunan Abu Daud yang disusun oleh Imam Abu Daud, kitan Sunan al-Nasa‟i yang disusun oleh Imam Nasa‟i, kitab Jami‟ Tirmidzi yang disusun oleh Imam Tirmidzi, kitab Sunan ibn Majah yang disusun oleh Imam ibnu Majah, kitab Masnad Imam Ahmad yang disusun oleh Imam Ahmad Ibn Hambali, kitab Ma‟jimus Tsalatsah yang disusun oleh Imam Thabrani, kitab Daruquthni yang disusun oleh Imam Daruquthni, kitab Shahih Abu ‟Awanah yang Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
126
disusun oleh Imam Abu ”Awanah dan Kitab Shahih Ibnu Khuzaimah yang disusun oleh Ibnu Khuzaimah. Jika dilihat secara keseluruhan, tentu ruang lingkup pengajaran ilmu hadis juga sangat luas dan dalam. Namun demikian, pengajaran ilmu hadis itu paling tidak harus mengemukakan pengertian ilmu hadis, ruang lingkupnya secara global, kedudukan hadis dalam ajaran Islam, tingkatan-tingkatan hadis, pengertian rawi dan syarat-syarat perawi, pengertian sanad, pembagian dan macam-macam hadis, hadis maqbul dan mardud, macam-macam hadis dhaif dan lain-lain. Mengingat hadis berbeda dengan Alquran, yang teks-teksnya tidak seluruhnya dapat diyakini, karena banyaknya hadis-hadis palsu yang pernah muncul, maka timbullah berbagai penelitian tentang teks hadis itu. Penelitian itu ditujukan untuk melihat susunan teks, orang-orang yang meriwayatkan hadis (sanad), asbab al-wurud, syarat-syarat hadis yang dapat dijadikan hujjah sebagai dasar hukum. Hasil penelitian inilah yang kemudian melahirkan sebuah ilmu yang dikenal dengan ilmu hadis. Ilmu ini terus mengalami perkembangan
berkat usaha para ulama hadis yang terus melakukan penelitian.
Perkembangan itu ditandai dengan lahirnya beberapa cabang ilmu hadis seperti ilmu riwayat hadis, ilmu dirayah hadis, ilmu asbabul wurud, ilmu thabaqatil hadis, ilmu ruwah wa rijal al-hadis, ilmu fiqhul hadis, ilmu jarh wa al-ta‟dil, dan ilmu tahammulul hadis. Zakiah Darajat, (2008 : 57 : 117) 5. Pemahaman Siswa Terhadap Mata Pelajaran Alquran Hadis Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
127
Memahami Alquran dan hadis hukumnya adalah wajib berdasarkan ayat berikut yang artinya sebagai berikut : "Maka mengapakah mereka tidak mau mentadabburi Alqur'an. ? Apakah karena hati mereka terkunci mati. ?" (QS 47:24). Hal ini juga sejalan apa yang dikemukakan oleh Al-Syathibi dalam bukunya “al-Muwafaqat Fi Ushul alSyari‟ah” yang mengatakan bahwa salah satu fungsi diturunkannya syariat kepada umat manusia adalah untuk dipahami (li al-ifhami). Tanpa pemahaman terhadap ayat Alquran dan hadis Rasulullah saw, maka kitab yang tidak ada keraguan di dalamnya (QS 2 : 2) tidak akan pernah menjadi petunjuk dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Ada beberapa tahapan agar kita mampu memahami dan mampu berinteraksi dengan Alquran menurut al-Kholidiy, S.A.F. (2010 : 1-). Tahapan yang dimaksud adalah sebagai berikut: a) memperhatikan adab tilawah; b) membaca satu surat, satu juz, atau satu ruku‟ dengan pelan- pelan,
khusyu‟, tadabbur dan penuh penghayatan. Tidak
mementingkan target dalam satu hari harus selesai satu surat, satu juz atau beberapa lembar; c) memperhatikan dan merenungi satu ayat, diperdalam untuk mendapatkan arti yang terkandung dalam ayat tersebut, dengan cara dibaca dengan penuh perasaan dan penghayatan, mendengarkan dari bacaan orang lain atau kaset dan dilakukan berulangulang sampai mendapat arti yang terkandung dalam ayat tersebut; d) mempelajari secara rinci, susunan kata, konteks kalimat, arti yang terkandung, sebab turunnya (asbabun nuzul), i'rab sampai betul-betul memahami seluk-beluk ayat tersebut dan berbagai sudut pandang; e) memahami korelasi ayat dengan kondisi sekarang; f) merujuk kepada yang Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
128
dipahami oleh para salafus shalih terutama pemahaman para shahabat. Hal ini dikarenakan mereka lebih ahli dibanding Profesor Alquran terpintar saat ini pun, karena mereka mendapat petunjuk langsung dari Rasulullah saw. Oleh karena itu, dari aspek kesopanan dan aspek ilmiah, kita harus lebih mendahulukan pemahaman para shahabat. Hal ini untuk mencegah agar Alquran tidak dipahami sesuai dengan hawa nafsu kita; g) mempelajari pendapat para ahli tafsir yang memiliki bobot ilmiah. Dalam buku metode terjamah Alquran sistem 40 jam yang dikeluarkan oleh Nahdhatul Ulama (NU) Kalimantan Timur ditemukan beberapa tahapan secara khusus untuk menerjemahkan ayat-ayat Alquran. Tahapan yang dimaksud adalah; a) membaca induvidual; b) membaca bersama; c) memilah kosa kata; d) menterjemahkan kosa kata yang telah dipilah; e) menterjemahkan ayat secara utuh; f) menjelaskan kandungan ayat. Indikator pemahaman Alquran dan hadis bagi siswa Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawiyah (MTS) tentu berbeda dengan indikator pemahaman bagi siswa Madrasah Aliyah (MA). Indikator pemahaman bagi siswa Madrasah Ibtidaiyah (MI) di antaranya adalah; a) menekankan pada cara melafalkan huruf-huruf hijaiyah dan tanda bacanya; b) menyusun kata-kata dengan huruf-huruf hijaiyah baik secara terpisah maupun bersambung; c) cara melafalkan dan menghafal surat - surat tertentu dalam juz‟ amma; d) arti surat tertentu dalam juz‟amma; e) menerapkan kaidah-kaidah ilmu tajwid dalam bacaan Alquran; f) memahami dan menghafal hadis tertentu. Sementara indikator pemahaman Alquran hadis bagi siswa lulusan Madrasah Tsanawiyah (MTS) adalah; a) Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
129
bagaimana siswa menerapkan kaidah ilmu tajwid dalam bacaan Alquran; b) memahami ayat-ayat tertentu dari
Alquran; c) memahami
hadis tertentu yang relevan dengan
kehidupan siswa,; d) memahami sejarah turunnya Alquran; dan e) memahami arti hadis dan macam-macamnya. Sementara indikator pemahaman siswa lulusan Madrasah Aliyah (MA) justru lebih luas. Siswa Madrasah Aliyah (MA) tidak hanya sekedar bisa membaca (reading), menulis (writing) dan menterjemahkan (translating) ayat-ayat dan hadis tertentu, tetapi mereka harus bisa memaknai ayat dan hadis tersebut secara integral dengan memilah kosa kata dan klausa ayat dan hadis, menjelaskan asbabul nuzul dan asbabul wurud hadis, mengaitkan ayat dengan realitas kehidupan, mengaitkan ayat antara ayat dan hadis yang relevan. Dalam penelitian ini, indikator pemahaman bagi siswa Madrasah Aliyah (MA) adalah ; a) dapat memilah klausa ayat dan hadis; b) dapat menganalisis beberapa struktur kata dalam ayat dan hadis kaitannya dengan ilmu Nahwu, Sharaf dan Balaghah; c) dapat menterjemahkan setiap kosa kata dan klausa ayat dan hadis; d) dapat menterjemahkan ayat dan hadis secara utuh; e) dapat mengungkap sebab turun (asbabul nuzul) ayat dan sebab muncul (asbabul wurud) hadis; f) dapat mengungkap hubungan ayat dengan ayat sebelum dan sesudahnya, termamsuk ayat dan hadis yang relevan, g) dapat menjelaskan kandungan ayat dan hadis; h) dapat mengaitkan ayat-ayat dan hadis dengan realitas kehidupan. Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
130
E. Karakteristik Siswa Madrasah Aliyah (MA) 1. Usia Siswa Madrasah Aliyah (MA) Usia siswa Madrasah Aliyah (MA) sama dengan usia siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) yaitu berada antara umur 12 atau 13 tahun hingga 18 atau 19 tahun. Pada usia ini anak memiliki berbagai
kebutuhan. Murray dalam
Mulyani
Sumantri dan Nana Syaodih (2007 : 42-43) mengemukakan duapuluh kebutuhan anak pada usia ini. Di antara kebutuhan yang memiliki kaitan dengan kemampuan akademik dan kerjasama adalah need for achievement
yaitu kebutuhan berprestasi, need for
affiliation yaitu kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain, need for agression yaitu kebutuhan untuk melakukan tindakan,
autonomy need yaitu kebutuhan untuk
bertindak secara mandiri;, counteraction yaitu kebutuhan untuk mencari perbedaan, defendance need yaitu kebutuhan untuk bergantung pada diri sendiri, deference need yaitu
kebutuhan untuk meniru, need for dominance
yaitu kebutuhan untuk
mendominasi, nurturance yaitu kebutuhan untuk membantu orang yang memerlukan bantuan, infavoidance yaitu kebutuhan untuk menghindari kegagalan, succorance yaitu Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
131
kebutuhan mencari bantuan orang lain dan understanding yaitu kebutuhan untuk menganalisis. Pada usia tersebut, siswa juga memiliki ciri perkembangan intelektual berupa proses berpikirnya sudah mampu mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal (asosiasi, diferensiasi, komparasi dan kausalitas) dalam ide-ide atau pemikiran abstrak meskipun terbatas, memiliki kecakapan dasar umum, menjalani laju perkembangan yang pesat, memiliki kecakapan khusus dan mulai menunjukkan kecenderungan yang lebih jelas. Mulyani
Sumantri
dan
Nana
Syaodih
(2007:
46-47)
menyebutkan
bahwa
berkembangnya kemampuan berpikir formal operasional pada remaja ditandai dengan tiga hal penting yaitu; a) anak mulai mampu berpikir tentang kemungkinankemungkinan; b) anak mampu berpikir ilmiah berupa merumuskan masalah, membatasi masalah, menyusun hipotesis, mengumpulkan, mengolah data hingga mengambil kesimpulan; c) anak mampu memadukan ide-ide secara logis. Abin Syamsuddin Makmun (1996 : 92) mengemukakan tiga profil perkembangan intelektual siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) adalah; a) siswa pada usia ini sudah mampu mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal disertai kemampuannya membuat generalisasi yang lebih konklusif dan komprehensif; b) tercapainya titik puncak kedewasaan intelektual umum, yang mungkin ada pertambahan yang sangat terbatas bagi yang terus bersekolah; c) kecenderungan bakat tertentu mencapai titik puncak dan kemantapannya. Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
132
Menurut Peaget bahwa
anak umur sebelas hingga delapan belas tahun telah
sampai pada tahap operasional formal . Ciri pokok perkembangan kognitif tahap ini antara lain anak sudah dapat berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berpikir ”kemungkinan”. Model berpikir ilmiah dengan tipe hipothetico-deductive dan inductive sudah mulai dimiliki anak dengan kemampuan menarik kesimpulan, menafsirkan dan mengembangkan hipotesis. Pada tahap ini kondisi berpikir anak sudah dapat; a) bekerja secara efektif dan sistematis; b) menganalisis secara kombinasi; c) berpikir secara proporsional dan d) menarik generalisasi pada satu macam isi. Nana Syaodih (2007 : 118), Ratna Willis Dahar ( 1996 : 155-156), Budiningsih (2005 ; 39).
2. Relevansi Usia Siswa Madrasah Aliyah (MA), Tipe Grup Investigasi dan Karakteristik Materi Pembelajaran Alquran Hadis Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa usia siswa Madrasah Aliyah (MA) pada umumnya berada antara usia empat belas hingga tujuh belas tahun. Pada Usia ini, anak telah memiliki kemampuan berpikir tentang kemungkinan-kemungkinan. Mereka memiliki kemampuan berpikir ilmiah berupa merumuskan masalah, membatasi masalah, menyusun hipotesis, mengumpulkan, mengolah data hingga mengambil kesimpulan,
mampu memadukan ide-ide secara logis. Mulyani Sumantri dan Nana
Syaodih (2007 : 46-47). Karakteristik relevan dengan
anak pada usia siswa Madrasah Aliyah (MA) tersebut
sangat
karakteristik pembelajaran koopertif tipe grup investigasi (group
Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
133
investigation). Skenario pembelajaran kooperatif tipe grup investigasi menghendaki siswa untuk melakukan penyelidikan secara mendalam dengan menggunakan kemampuan logis dan analisis
terhadap obyek
tertentu dan menggunakan waktu
tertentu untuk mencapai tujuan tertentu secara bersama-sama.
Hal ini terlihat pada
komponen utama tipe grup investigasi tersebut yaitu adanya investigasi (investigation), adanya interaksi (interaction), adanya interpretasi (interpretation) dan adanya motivasi intrinsik (intrinsic motivation). Daniel Zingaro ( 2008 : 1). Hal ini juga terlihat dari tahapan pelaksananan Grup Investigasi (GI) yaitu adanya pengelompokan (grouping), adanya perencanaan bersama (planning), adanya kegiatan penyelidikan dan analisis (investigation), adanya penyampaian secara lisan (presenting) dan adanya
evaluasi
bersama ( evaluation). Berbagai kebutuhan anak pada usia Madrasah Aliyah (MA) seperti kebutuhan untuk membantu orang yang memerlukan bantuan (need for affiliation), kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain (infavoidance), kebutuhan untuk melakukan tindakan (need for aggression), kebutuhan untuk bertindak secara mandiri (autonomy need) dan lain sangat mendukung pelaksanaan
model pembelajaran kooperatif
tipe grup
investigasi dengan adanya kerjasama dalam kelompok kecil, adanya tanggungjawab individual, interaksi sebagai bagian dari ciri pembelajaran kooperatif. Dengan demikian, menurut peneliti bahwa karakteristik usia siswa Madrasah Aliyah (MA) dan karakteristik skenario dan tujuan pembelajaran kooperatif tipe Grup Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
134
Investgasi (GI) sangat mendukung pencapain tujuan pembelajaran Alquran hadis di Madrasah Aliyah (MA), terutama di kelas XI (sebelas) dan XII (duabelas). Pada dua kelas ini, di antara kompetensi yang diharapkan dari siswa Madrasah Aliyah (MA) adalah mampu
mamahami, menafsirkan dan memaknai secara rinci, sistematis
mendalam dan menyeluruh kandungan setiap ayat atau hadis yang menjadi kajian dalam setiap pembelajaran mulai dari kegitan menulis (al-kitabah), membaca dengan baik (alqiraah), memilah kosa kata dan klausa ayat atau hadis, (al-kalimat wa al-jumlah), menterjemah ayat dan hadis (al-tarjamah), menganalisis beberapa kaidah dalam kaitan ilmu nahwu (al-tahlil), mengungkap sebab turun ayat (asbabul nuzul) atau sebab lahirnya hadis (asbabul wurud) menafsirkan ayat Alquran (al-tafsir), memahami kandungan Alquran (al-fahm), kaitan ayat atau hadis dengan ayat dan hadis lain yang relevan (almunasabat), menghafal ayat-ayat Alquran dan hadis nabawi (al-tahfidz), sampai pada kegiatan mengajarkan ayat dan hadis kepada orang lain (al-ta‟lim). Pencapaian berbagai kompetensi di atas, tentu hanya bisa dilakukan bagi siswa yang telah sampai pada usia siswa Madrasah Aliyah (MA). Pencapaian tujuan tersebut juga akan lebih cepat, jika skenario pembelajaran yang diterapkan guru Alquran hadis adalah scenario pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dan bekerja sama dalam kelompok kecil untuk mencapai tujuan.
F. Spesifikasi Pengembangan dan Kerangka Pikir Penelitian 1. Sepesifikiasi Pengembangan Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
135
Pendekatan Grup Investigasi (group investigation) adalah satu dari sekian banyak pendekatan dalam pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Beberapa pendekatan lain menurut yang dikemukakan oleh Rober E. Slavin ( 1995 : 214 ) adalah student team achievement division (STAD). team games tournament (TGT), jigsaw learning, team accelerated instruction (TAI), cooperative integrated reading and composition (CIRC), pendekatan struktiral dan lain-lain. Setiap pendekatan memiliki ciri dan sintaks yang berbeda dengan yang lainnya, meskipun semuanya menggunakan
sistem kelompok
dalam pelaksanaannya. Berikut ini adalah spesifikasi tipe yang akan dikembangkan oleh peneliti dalam penelitian dan pengembangan model pada mata pelajaran Alquran
hadis khususnya
siswa kelas XI (sebelas) di kota Samarinda Kalimantan Timur. Dalam proses pengembangannya, tentu mengalami berbagai perubahan sesuai dengan tuntutan kurikulum Alquran hadis, tuntutan karakteristik siswa dan kondisi objektif sarana dan prasarana pembelajaran di Madrasah Aliyah (MA) kelas XI (Sebelas) kota Samarinda.
Team Games Tournament (TGT)
Tujuan Kognitif : Informasi akademik tingkat tinggi
Student Team Achievement Division (STAD)
Tujuan sosial : kerjasama dan keterampilan sosial
Group Investigation (GI)
Pemilihan Topik : Guru dan siswa berkolaborasi
Cooperative Tugas Tim : melakukan Inquiry Muhammad Nasir, 2012 Team Accelerated dan penelitian secara mendalam Learning Pengembangan Model Pembelajaran Instruction (TAI) Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan dan presentasi hasil Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasahpenyelidikan Aliyah (MA)secara di Kota Samarinda berkelompok Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
136
Ccooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)
Structural Approach
Tugas : Mendanpingi siswa selama investigasi dan presentasi hasil Penilian : Berbasis Proses dan Berbasis Hasil dalam bentuk Essay
Bagan 2.3 Tipe Pembelajaran Kooperatif Berdasarkan bagan di atas, diketahui bahwa tujuan utama tipe Grup Investigasi (GI) adalah peningkatan kemampuan akademik tingkat tinggi bagi peserta didik, meskipun keterampilan sosial dan kerjasama, juga menjadi tujuan lain dari tipe pembelajaran ini. Hasil penelitian Slavin pada tahun 1980 akademik (academic skill) yang tinggi
mengindikasikan
pencapaian kemampuan
bagi siswa dalam pembelajaran yang
menggunakan kelompok kecil dibandingkan pembelajaran yang menggunakan kelompok besar atau kelas besar. Karen (1990 : 42-45). Dengan tujuan tersebut, maka beberapa ahli di bidang ini seperti Robert Slavin, (1995 : 113-114). Sharan and Hertz Lazarowitz, (1980 ; 23), Daniel Zagaro, (1998 : 1-2), Jongeling and Lock (1995), Huntala (1994 : 611) menentukan enam tahap skenario pembelajaran dalam tipe grup investigasi yaitu; Tabel 2.6 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi TAHAP
KEGIATAN
Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
137
1. Grouping (Topic and Team) 2. Planning
3. Report Preparation
4. Investigation (Action)
5.
Presenting
6. Evaluating
Menetapkan jumlah anggota kelompok Menentukan sumber pembelajaran Memilih topik kajian Merumuskan Permasalahan Melakukan perencanaan tentang apa yang akan dipelajari. Melakukan perencanaan bagaimana mempelajari Melakukan perencanann siapa melakukan apa Melakukan perencananan apa tujuannya. Setiap anggota tim harus ikut aktif mempersiapkan ringkasan aktivitas Laporan akhirnya berupa laporan tertulis melalui presentasi di depan kelas secara bergiliran Saling menukar informasi dan ide Melakukan diskusi mendalam Melakukan klarifikasi Mengumpulkan berbagai informasi Menganalisis data Membuat inferensi tentang topik yang dipelajari Semua anggota kelompok menulis laporan Merencanakan presentasi laporan Menentukan penyaji, moderator, dan notulis Meminta siswa untuk melakukan koreksi terhadap laporan masing-masing berdasarkan hasil diskusi kelas Siswa dan guru berkolaborasi mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan melakukan penilaian hasil belajar yang difokuskan pada pencapaian pemahaman. Sistem sosial yang berkembang adalah minimnya arahan guru, demokratis, guru dan siswa memiliki status yang sama yaitu menghadapi masalah, interaksi dilandasi oleh kesepakatan
Berdasarkan karakteristik mata pelajaran Alquran hadis kelas XI (sebelas) yang salah satu tujuannya adalah agar siswa Madrasah Aliyah (MA) mampu memahami dan memaknai kandungan ayat-ayat Alquran dan hadis secara integral, maka spesifikasi pengembangan model yang dikembangkan peneliti dalam penelitian adalah; a) tahap ketiga yaitu tahap persiapan presentasi ditiadakan mengingat investigasi yang dilakukan Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
138
dalam pembelajaran Alquran hadis lebih sederhana dari pada invesrtigasi sebuah kasus; b) sisi waktu yang digunakan mengikuti alokasi waktu yang tersedia dalam pembelajaran Alquran hadis di Madrasah Aliyah (MA). Tabel 2.7 Skenario Model Pengembangan Tipe Grup Investigasi Tahapan 1. Grouping (Topic) And Team 2. Planning
3. Investigating
4. Presenting
5. Evaluating
Aktivitas Pembelajaran Membentuk dan menetapkan jumlah anggota kelompok Menentukan sumber pembelajaran Memilih satu ayat atau hadis sebagai kajian untuk setiap kelompok Merencanakan tugas dengan menetapkan : a) Siapa melakukan apa; Apa tujuannya; Berapa lama waktu Memilah dan menterjemah kosa kata ayat atau hadis, Mengungkap sebab turunnya ayat dan asbabul wurud hadis Mengungkap hubungan ayat dengan ayat sebelum dan sesudahnya Memahami kandungan ayat atau hadis secara utuh Menginvestigasi kaitan ayat atau hadis dengan kehidupan. Setiap kelompok mempresentasikan hasil investigasi di depan kelas secara bergantian Kelompok lain menanyakan hal-hal yang kurang jelas kepada kelompok presentasi siswa untuk melakukan koreksi terhadap presentasi kelompok lain Siswa dan guru berkolaborasi mengevaluasi pembelajaran Penilaian hasil belajar yang difokuskan pada pencapaian pemahaman.
Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
139
7.
Kerangka Pikir Penelitian Untuk memudahkan peneliti dalam melakukan pengembangan model pembelajaran
kooperatif tipe Grup Investigasi (grup investigation based cooperative learning), maka peneliti merumuskan sebuah kerangka pikir penelitian. Kerangkan pikir penelitian inilah yang akan menjadi acuan utama, titik awal dan arahan yang jelas dan sistematis dalam mengembangkan model yang tepat dengan mempertimbangkan berbagai faktor. Pada bagan di bawah ini, tergambar bahwa peneliti akan memulai melakukan pengembangan model pembelajaran kooperatif tipe grup investigasi (grup investigation based cooperative learning), dengan melakukan kajian terhadap konsep dasar pembelajaran kooperatif
tipe Grup Investigasi (model teoritis) terutama yang berkaitan dengan
pengertian, tujuan, landasan filosofis dan psikologis, prosedur dan langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe grup investigasi di berbagai sumber. Selanjutnya peneliti melakukan analisis terhadap karakteristik mata pelajaran Alquran hadis terutama yang berkaitan dengan Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD) dan materi mata pelajaran Alquran hadis Madrasah Aliyah (MA) kelas XI (sebelas). Hal lain yang dipertimbangkan peneliti dalam pengembangan model ini adalah bagaimana karakteristik lokasi penelitian atau hasil studi pendahuluan dan karakteristik siswa Madrasah Aliyah (MA) di Samarinda. Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
kota
140
Hasil pengembangan model yang dilakukan dengan beberapa tahapan, diharapkan dapat menghasilkan sebuah produk model berupa model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok (grup investigation based cooperative learning) yang cocok diimplementasikan pada mata pelajaran Alquran hadis untuk meningkatkan pemahaman (understanding) siswa Madrasah Aliyah (MA) kelas XI (sebelas) di kota Samarinda Kalimantan Timur. Secara sederhana kerangka pikir penelitian yang dianut oleh peneliti dapat dilihat pada bagan di bawah ini :
Muhammad Nasir, 2012 Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Grup Investigasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa : Studi pada Mata Pelajaran Alquran Hadis Kelas XI Madrasah Aliyah (MA) di Kota Samarinda Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
132 Bagan 2. 4 Kerangka Pikir Penelitian Pengembangan Identifikasi Masalah dan Model
Telaah Teoritis
Pengembangan Draft Model
Karakteristik model Karakteristik Mata Pelajaran Alquran Hadis Kararketristik siswa Karakteristik Lingkungan
Teacher
Pengembangan Model
Topic and Team
Interaction
Telaah Empiris
Planning
Action
Investigation
Final Report Preparation
interpretation
Student
Efektifitas Model
Sumber Belajar
Group Investigation Based Cooperative Learning
Presentation
Evaluation
Motivation
Environmet
Peningkatan Pemahaman Siswa