BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1.Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Desa Partisipasi anggota masyarakat adalah ketertiban anggota masyarakat dalam pembangunan, meliputi kegiatan dalam perencanaan dan pelaksanaan (implementasi) program/proyek pembangunan yang dikerjakan dalam masyarakat lokal. Pastisipasi atau peran serta masyarakat dalam pembangunan (pedesaan) merupakan aktualisasi dari kesediaan dan kemampuan anggota masyarakat berkorban
dan
berkoordinasi
dalam
implemetasi
program/proyek
yang
dilaksanakan. Dimaklumi bahwa anggaran pembangunan yang tersedia adalah relatif terbatas sedangkan program/proyek pembangunan yang dibutuhkan (yang telah direncanakan) jumlahnya relative banyak, maka perlu dilakukan peningkatan pertisipasi
masyarakat
untuk
menunujang
implementasi
pembangunan
program/proyek di masyarakat. Anggota masyarakat bukan merupakan proyek pembangunan. Anggota masyarakat daerah pedesaan sebagian besar terdiri dari petani, yang sebagian besarnya pentani kecil dan sebagian besarnya merupakan buruh tani. Petani umumnya
lemah
kedudukannya
karena
tingkat
pendidikannya
dan
keterampilannya masih rendah, kemampuan modal dan pemasaran mereka relative terbatas. Sehingga sangat mudah untuk dijadikan sasaran pemerasan seperti ijon dan tengkulak berpropesi ke pelosok desa sudah sejak lama.
Universitas Sumatera Utara
Alasan atau pertimbangannya adalah anggota masyarakat dianggap bahwa mereka mengetahui sepenuhnya tentang permasalahan dan kepentingannya atau kebutuhannya. 1. Meraka memahami sesungguhnya tentang keadaan lingkungan sosial dan ekonomi masyarakatnya 2. Mereka mampu menganalisis sebab akibat dari berbagai kejadian yang terjadi dalam masyarakat. 3. Mereka mampu merumuskan solusi untuk mengatasi permasalahan dan kendala yang dihadapi masyrakat. 4. Meraka mampu memanfaatkan sember daya pembangunan (SDA, SMD dan TEKNOLOGI) yang dimiliki untuk meningkatkan produksi dan produktifitas dalam rangka mencapai sasaran pembangunan masyarakat 5. Anggota masyarakat dengan upaya meningkatkan kemampuan dan SDM-nya sehingga dengan berlandaskan pada kepercayaan diri dan kewaspadaan yang kuat mampu menghilangkan sebagian besar tergantung pada pihak luar
2.2. Pembangunan Pedesaan Pembangununan pedesaan pada masa lalu berdasarkan pada asas pemerataan yang penerapannya di arahkan secara sektoral dan pada setiap desa. Meskipun jenis dana/anggaran bantuan untuk pembangunan pedesaan bermacam mamacam dan jumlahnya relatif benar. Tetapi jika di bagi secara merata, maka
Universitas Sumatera Utara
masing- masing desa memproleh jumlah dan yang relative kecil, sehingga pemampaatanya kurang berhasil Desa sebagai unit produksi (utamanya sektor pertanian dalam arti luas) mempunyai peranan yang sangat penting sebagi penyangga daerah perkotaan. Kurang berhasil pembangunan desa pada masa lalu, maka pada masa sekarang ini pemerataan dan keadilan perlu di modivikasi dengan: (1)
pendekatan spasial dalam
bentuk
pembentukan desa pusat
pertumbuhan (DPP) dan kawasan terpilih pusat pertumbuhan desa (KTP2D) dan (2) pembangunan dilakukan secara partisipatif Pendekatan yang diarahkan pada masing masing desa itu (pada masa lalu) dapat di ibaratkan seperti sebatang lidi yang berdiri sendiri, jelas sangat bermamfat, sebaliknya jika lidi lidi tersebut di himpun di persatukan dalam bentuk sapu lidi akan lebih kuat dan lebih bermampaat ( Desa Pusat Pertumbuhan Dan Desa Desa Hinterland Dan Kawasan Terpilih Pusat Pertumbuhan Desa) Pada masa lalu, pendekataan partisipatif melalui pertumbuhan dan kesepakatan warga desa yang di lakukan akan menghasilakan rumusan program yang merupakan daptar keinginan dan bukan kebutuhan orang banyak. Sehingga menimbukan kekecewaan masyarakat banyak. Pada masa sekarang, perencanan partisipatif dalam menyusun program pembangunan harus di lakukan melalui analisis permasalahan, analisis potensi dan analisis kepentingan kelompok, dalam masyarakat, dengan menggunakan kreteria yang terukur, sehinggga menghasilkan rumusan program pembanguan yang benar benar di butuhkan masyarakat
Universitas Sumatera Utara
setempat. Jadi perencanan di lakukan secara Bottom-up (dari lapisan masyarakat grass rool) dan merupakan pendekatan partisipatif dan sepesial. Menurut McClledland yang menyarankan dalam sebuah hipotesanya “Dorongan kearah kejayaan “ itu bahwa kejayaan yang selalunya wujud dalam sebuah masyarakat yang menghadapi sifat individualiasme yang sangat tinggi, susunan persangan, serta mempunyai dorongan yang kuat untuk maju. ( Mohd Shukri Abdullah. 1989:37) Dalam hal tersebut pembangunan saran teranan transportasi desa telah membuat masyarakat menjuat kerah kemajuan. Pembangunan trasportasi desa akan membuat semangat masyarakat menuju dalam sebuah perubahan. Informasi informasi akan cepat masuk ke dalam desa. Keinginan yang kuat untuk maju membuat masyarakat untuk berubah. Dalam teorinya McCledland perubahan itu bukan dari pemerintah melainkan berasal dari masyarakat itu sendiri. Adanya pembangunan saran trasportasi baik jalan maupun yang berjeniskan gang akan mendorong masyarakat kearah kemajuan. Adanya dorongan yang kuat untuk maju yang berasal dari sebagaian masyarakat desa Hutatinggi untuk tetap membangun sarana trasportasi merukan ciri-ciri dari pada masyarakat yang sudah mempunyai pandangan kedepan. Mereka sudah beriorentasi secara ekonomis dan tidak terkungkung oleh nilai nilai yang lama, sehingga membuat masyarakat tetap staknan. Pergesaran paradigma pembangunan dari paradigma pemerataan dan penangulangan kemiskinan menuju paradigma pembangunan pembangunan partisipatif pelaku ekonomi (masyarakat). Menurut kerangka perencanan pembangnan spasial. Kebijakan pembangunan berwawasan spasial itu harus dapat
Universitas Sumatera Utara
menjawab beberapa pertanyaan mendasar yang berkaitan dengan peningkatanpeningkatan partisipatif dan produksi penduduk/masyarakat: 1. Bagaimana dapat mendorong partisipasi masyarakat, terutama keluarga keluarga berpendapatan rendah dalam proses pembanguan. 2. Bagaimana dapat mencipatakan kegiatan perekonomian antara sektoral di tingkat desa. 3. Bagaimana
dapat
menyususun
perencanan
dalam
program
pembangunan yang di butuhkan masyarakat pedesaaan. Konsep perencanaan yang dilakasanakan sebelum Revelita IV (1983/1984) merupakan Top-Down Planning. Filosospi pembangunan dalam beberapa dasawarsa waktu itu adalah bertumpu pada paradigma klasik (Trickling Down Effect atau dampak tetesan kebawah). Dampak tetesan kebawah merupakan mekanisme pembangun yang instruktif dan bersiapat
Top Down.
Konsep
pembanganan ini di motivasi oleh semangat pembangunan yang mengangap pertumbuhan maksimal. Melalui produktipitas yang tinggi dan kompleksitas produksi (Production development centre). Aplikasi konsep yang hegemonitik ini telah menimbulkan berbagai masalah yang cukup serius, misalanya ketimpangan, kemiskinan, keterbelakangan dan kemasalasan. Dampak negatif tersebut secara tidak langsung mengakibatkan ke marginalisasian masyarakat bawah (grassroot). Masyarakat akar bawah menjadi sekedar sebagai objek, sebagi penonton, dan sebagi suplemen dari pembangunan masyarakat di daerahnya. Dengan demikian program pembanguanan daerah menjadi tidak afresiatif terhadap masalah,
potensi
kebutuhan
masyarakat
sebagai
penerima
program
pembangunan. Terdapat sekurang kurangnya tiga aspek esensial yang terabaikan
Universitas Sumatera Utara
dalam implementasi dan pelembagaan dari konsep pembangunan pedesaan ini, yakni: •
Prefensi (kepentingan) masyarakat, banyak program pembangunan di susun dengan tidak memperhatikan kebutuhan dan kehendak masyarakat setempat secara luas.
•
Lingkungan sosial budaya, tampa di sadari paradigma pembangunan yang di laksananakan ternyata tidak serasi dan bahkan bertentangan dengan budaya tradisional.
•
Kehidupan sosial dan budaya, semata- mata lebih menekan pada aspek fisik dan ekonomi sehingga program pembangunan ternyata banyak di antranya telah menimbulkan dampak negative sehingga merusak ekologi lingkungan.
Pengabaian terhadap aspek-aspek diatas telah mempengaruhi pada tingginya tingkat kegagalan berbagai program yang di laksanankan di berbagai daerah. Kegagalan perencanaan Top down diganti dengan konsep perencanaan pembangunan yang berasal dari bawah (Bottom-up planning).
Sistem
perencanaan bottom-up telah mengintrodusir penyusunan perencanaan melalui kegiatan kegiatan Musbangdes (Musyawarah Pembangunan Desa) tingkat kecamatan, rapat UDKP ( Unit Daerah Kerja Pembangunan Desa) tingkat II, ( Kabupaten) dan Tingkat I (Provinsi), serta rakornas (Rapat kordinasi nasional) tingkat pusat, yang hingga sekarang ini belum dilaksanakan secar optimal. Beberapa usulan dari desa hanya di rumuskan oleh beberapa orang saja, akan ditentukan oleh kepala desa/LKMD atau seringkali di interpensi oleh pemerintah tingkat kecamatan. Konsep perencanaan pembangunan bottom-up
yang
Universitas Sumatera Utara
mengantikan top- down, ternya memiki kekurangan bahkan kegagalan di sebakan oleh tidak memperhatikan aspirasi masyarakat sehingga masyarakat tidak berpatisipasi secara aktif dalam pembangunan Pembangunan masyarakat desa pada dasarnya merupakan masyarakat yang didukung oleh pemerintah untuk memajukan masyarakat desa. Oleh karena itu pendekatan utama yang di gunakan dalam pembangunan desa adalah sebagai berikut: 1. Pendekatan partisipatif yang melibatkan warga masyarakat desa dengan segenap proses pembangunan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengambilan, dan pemanfaatan hasil hasilnya. 2. Pendekatan kemandirian yang menitik beratkan pada kegiatan dan usuha berdasarkan kemandirian lokal. 3. Pendekatan keterpaduan, yakni mengarahkan kegiatan pembangunan secara sektoral dan lintas daerah ke dalam suatu proses pembangunan yang menyeluruh dan terpadu.
2.3. Manfaat Perencanaan Pembangunan Partisipatif Untuk menjaring dan menyaring program pembangunan yang akan di butuhkan masyarakat di tempuh melalui FGD (Focus Group Discussion) atau diskusi kelompok terpokus. Bukan suara terbanyak yang menjadi criteria, dan tidak menjamin prioritas peringkat pertama dari suatu program. Dalam menentukan prioritas program pembangunan harus dilakukan criteria yang teratus menggunakan bobot dan nilai nilai dari masing masing criteria yang digunakan terhadap program pembangunan yang di usulkan ( misalnya jaringan irigasi,
Universitas Sumatera Utara
pasar, jalan desa, dan sebagainya). Dalam proses komunikasi dan diskusi dalam kelompok masyarakat adalah kesejajaran dari semua peserta. Diskusi seharusnya mencerminkan masalah yang terkai orang dalam masyarakat. Perencanaan secara partisipatif di perlukan Karena memberi mamfaat sekuarang kuarangnya, yaitu: A. Anggota masyarakat mampu secara kritis menilai lingkungan sosial ekonominya dan mampu mengidentifikasi bidang-bidang atau sektor-sektor yang perlu dilakukan perbaikan, dengan demikian perlu di lakukan arah masa depan mereka. B. Anggota masyarakat dapat berperan dalam merencanakan masa depan masyarakat tampa memerlukan bantuan para pakar atau instansi perencana pembangunan dari luar daerah pedesaan. C. Masyarakat dapat menghimpun sumber daya dan sumber dana dari kalangan anggota masyarakat untuk mewujudkan tujuan yang di kehendaki masyarakat. (Rahardjo Adisasmita. 2006:2741)
Universitas Sumatera Utara