BAB II Kajian Pustaka 2.1 Penerapan Program Bantuan Operasional Sekolah Bantuan Operasional Sekolah adalah Program pemerintah yang pada dasarnya adalah untuk penyediaan pendanaan biaya operasi nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar. Berdasarkan Buku petunjuk teknis penggunaan Bantuan Operasional Sekolah secara khusus program BOS tersebut Bertujuan Untuk : 1. Membebaskan pungutan bagi seluruh siswa SD/SDLB negeri dan SMP/SMPLB/SMPT( terbuka) negeri terhadap biaya operasi sekolah , kecuali pada rintisan sekolah bertaraf internasional(RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional( SBI ). 2. Membebaskan pungutan seluruh siswa miskin dari seluruh pungutan dalam bentuk apapun baik disekolah negeri maupun swasta. 3. Meringankan beban biaya operasi sekolah bagi siswa di sekolah swasta maupun di negeri. Kebijakan Pemerintah
dalam mencanangkan Program dana Bantuan
Operasional Sekolah ( BOS ), bahwa pemanfaatan atau penggunaan dana Bantuan Operasional sekolah dapat digunakan untuk membiayai : 1. Dana BOS tersebut digunakan dalam Pengembangan Perpustakaan Seperti : mengganti buku teks yang rusak, menambah kekurangan untuk memenuhi rasio satu siswa satu buku, dapat memperoleh akses informasi online, 26
pemeliharaan Buku atau koleksi perpustakaan, peningkatan kompetensi tenaga kepustakaan, pemeliharaan perabot perpustakaan. 2. Dana BOS tersebut digunakan dalam pembiayaan kegiatan dalam rangka penerimaan siswa baru seperti : Biaya pendaftaran, penggandaan Formulir, administrasi pendaftaran dan biaya pendaftaran ulang, biaya pendataan data pokok pendidikan, pembuatan spanduk sekolah bebas pungutan. 3. Dana BOS digunakan dalam pembiayaan kegiatan pembelajaran dan ekstra kurikuler siswa seperti : pembelajaran kontekstual, pengembangan
pada
pendidikan karakter, pembelajaran remedial, pembelajaran pengayan, peman tapan persiapan ujian, olahraga, kesenian, karya ilmiah remaja, pramuka, dan usaha kesehatan sekolah. 4. Dana BOS digunakan dalam pembiayaan kegiatan ulangan dan ujian seperti: Ulangan harian, ulangan umum, ujian sekolah 5. Dana BOS digunakan dalam pembiayaan bahan-bahan habis pakai, seperti: buku tulis, kapur tulis, pensil, spidol, kertas, bahan praktikum, buku induk siswa, buku inventaris, minuman dan makanan ringan untuk kebutuhan sehari-hari disekolah dan penggunaan suku cadang alat kantor. 6. Dana BOS digunakan dalam pembiayaan langganan daya dan jasa seperti : biaya listrik sekolah, dan telepon, pembiayaan penggunaan internet dan termasuk pemasangannya, membeli genset untuk sekolah yang tidak ada jaringan listrik.
27
7. Dana BOS digunakan dalam pembiayaan perawatan sekolah seperti: pengecatan, perbaikan atap bocor, perbaikan pintu dan jendela, perbaikan sanitasi sekolah, serta perawatan fasilitas sekolah lainnya. 8. Dana BOS digunakan dalam pembiayaan honorarium bulanan guru honorer dan tenaga kependidikan honorer seperti: pegawai administrasi, satpam, peg awai perpustakaan, penjaga sekolah, pegawai kebersihan. 9. Dana BOS digunakan dalam pembiayaan pengembangan profesi guru seperti: KKG dan menghadiri seminar yang terkait langsung dengan peningkatan mutu pendidikan dan ditugaskan oleh sekolah. 10. Dana BOS digunakan untuk membantu membiayai siswa Miskin atau kurang mampu seperti : membiayai pemberian tambahan bantuan biaya transportasi bagi siswa miskin yang menghadapi masalah biaya transport dari dan ke sekolah, membeli alat transportasi sederhana bagi siswa miskin yang akan menjadi barang inventaris sekolah ( misalnya sepeda, perahu penyeberangan dll), pembiayaan membeli seragam, sepatu dan alat tulis bagi siswa penerima bantuan siswa miskin (BSM) sebanyak penerima BSM baik dari pusat, provinsi, maupun, kabupaten/kota di sekolah tersebut. 11. Dana BOS digunakan untuk pembiayaan seperti: alat tulis kantor, penggandaan, surat menyurat, insentif bagi bendahara dalam rangka penyusunan laporan BOS dan biaya transportasi dalam rangka mengambil dana BOS di Bank 12. Dana BOS digunakan untuk membiayai pembelian perangkat Komputer sepe rti printer atau printer plus scanner, tinta printer dll.
28
13. Dana BOS digunakan untuk membiaya keperluan lainnya seperti: alat peraga/media pembelajaran, mesin ketik, peralatan UKS, pembelian meja dan kursi siswa jika meja da kursi yang ada sudah rusak berat. 2.2 Nilai Anak dalam Masyarakat Secara umum kehadiran anak dalam keluarga dapat dilihat sebagai faktor yang menguntungkan orangtua dari segi psikologis, ekonomis, dan sosial(Su’adah 2005: 103). 1. Anak dapat lebih mengikat tali perkawinan, yang mana orangtua merasa lebih puas dalam berumahtangga dengan melihat perkembangan emosi dan fisik anak. Kehadiran anak juga mendorong komunikasi antara suami istri karena mereka merasakan pengalaman bersama anak. 2. Orangtua merasa lebih muda dengan membayangkan masa muda mereka melalui kegiatan anak mereka. 3. Anak merupakan simbol yang menghubungkan masa depan dan masa lalu. Dalam kaitan ini, orangtua sering menemukan kebahagiaan diri mereka dalam anak-anak mereka; kepribadian, sifat, nilai, dan tingkah laku mereka diturunkan lewat anak-anak mereka. 4. Orangtua memiliki makna dan tujuan hidup dengan adanya anak. 5. Anak merupakan sumber kasih sayang dan perhatian 6. Anak dapat meningkatkan status seseorang. Pada beberapa masyarakat, individu baru mempunyai hak suara setelah ia memiliki anak. 7. Anak merupakan penerus keturunan. Untuk penganut sistem patrilineal bahwa adanya anak laki-laki sangat diharapkan karena anak laki-laki akan 29
meneruskan garis keturunan yang diwarisi lewat nama keluarga. Keluarga yang tidak memiliki anak laki-laki dianggap tidak memiliki garis keturunan dan keluarga itu akan dianggap punah dan dapat dikatakan orangtua menjadi gagal atau tidak berhasil jika tidak memiliki anak sama sekali baik laki-laki maupun perempuan. 8. Anak merupakan pewaris harta pusaka. Bagi masyarakat yang sistem matrilineal, anak perempuan selain penerus garis keturunan juga bertindak sebagai pewaris dan penjaga harta pusaka yang diwarisinya sedangkan anak laki-laki hanya mempunyai hak guna atau hak pakai dan pada masyarakat sistem patrilineal bahwa laki-lakilah yang mewariskan harta pusaka. 9. Anak juga memiliki nilai ekonomis yang penting. Anak-anak bekerja untuk membantu orangtua, misalnya pada masyarakat desa anak-anak bekerja mengumpulkan rumput, ke sawah, memelihara ternak, menjaga adik-adiknya, serta semakin besar usia mereka semakin berat pekerjaan yang harus mereka lakukan. Pada
masyarakat, fungsi
orangtua
terhadap
anak
sudah
seharusnya
berlangsung karena orangtua bertanggungjawab atas anak-anak mereka. Tidak sedikit bantuan yang diberikan oleh orangtua kepada anak walaupun anak-anaknya seharusnya sudah bisa menghidupi dirinya sendiri. Bantuan yang diberikan oleh orangtua misalnya orangtua memberikan tumpangan tempat tinggal buat anakanaknya yang sudah menikah. Orangtua juga biasanya membiayai sekolah anak sampai ke perguruan tinggi, tidak jarang orangtua juga memberikan bantuan keuangan pada anak-anak mereka yang sudah menikah tetapi belum mempunyai
30
penghasilan yang cukup. Bantuan yang diberikan oleh orangtua dapat dilihat sebagai hubungan saling ketergantungan anak pada orangtua. Pertama, orangtua berharap bila mereka membutuhkan bantuan anak akan menolong mereka. Kedua, menolong anak merupakan kepuasan secara emosional. Keluarga dan anak pada umumnya menjadi topik pembicaraan apabila dua orang sahabat lama baru berjumpa. Jarang sekali dalam perjumpaan semacam itu antara dua orang sahabat membicarakan soal kekayaan. Hal tersebut menggambarkan bahwa anak mempunyai nilai yang mat penting dalam kehidupan seseorang atau keluarga, melebihi nilai harta kekayaan. Nilai anak bagi orangtua dalam kehidupan sehari-hari dapat diketahui antara lain dari adanya kenyataan bahwa anak menjadi tempat orangtua mencurahkan kasih sayang, anak merupakan sumber kebahagiaan keluarga, anak sering dijadikan pertimbangan oleh sepasang suami istri untuk membatalkan keinginannya bercera, kepada anak nilai-nilai dalam keluarga disosialisasikan dan harta kekayaan keluarga diwariskan dan anak juga menjadi tempat orangtua menggantungkan harapan.
2.3 Nilai Anak dalam Masyarakat Batak Toba Pandangan sudah sekaligus merupakan penilaian. Orientasi nilai yang ada pada masyarakat akan berbeda-beda, umpamanya apakah orangtua memperhatikan anakanak dan mendidik mereka agar bersikap bebas dalam mengambil tindakan-tindakan inisiatif atau anak dilihat sebagai harapan masa depan keluarga. Memberikan motivasi kepada anak agar mau mempelajari pola-pola tingkah laku yang diajarkan kepadanya merupakan hal yang penting. Motivasi mana yang lebih dominan
31
diberikan oleh orangtua kepada anak-anaknya dalam masyarakat pasti berbeda-beda. Dalam pemberian motivasi itu dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan orangtua dimasa lampau serta latar belakang kebudayaan. Dalam Masyarakat Batak Toba mengenal tiga nilai yaitu Hamoraon, Hasangapon, Hagabeon(kekayaan, kehormatan, dan kebahagiaan). Ketiga hal ini merupakan tujuan hidup masyarakat Batak Toba. Kekayaan(Hamoraon) adalah segala sesuatu yang dimiliki oleh seseorang, berupa kekayaan terhadap harga diri, kekayaan karena memiliki anak, dan kekayaan memiliki harta. Tanpa anak akan merasa tidak kaya walaupun banyak harta seperti ungkapkan pada Masyarakat Batak Toba “Anakhon Hi do Hamoraon di Ahu” (anakku adalah harta yang paling berharga buatku) yang menganggap bahwa anak adalah harta tertinggi bagi orangtua pada masyarakat Batak Toba. Pada masyarakat Batak Toba harta benda tidak selalu menjadi tolak ukur kesuksesan seseorang, tetapi kejayaan, pendidikan yang tinggi dan kemakmuran anak-anak mereka yang menjadi tolak ukur kesuksesan mereka. Anak bagi masyarakat Batak Toba merupakan harta yang paling berharga, kehormatan, sekaligus kekayaan bagi orangtuanya. Orangtua menginginkan anak yang lahir itu akan rajin bekerja dan bijaksana, menjadi panutan tau teladan bagi masyarakat. itulah sebabnya orangtua menyekolahkan anaknya setinggi-tingginya, segala upaya dilakukan demi membiayai pendidikan anak-anaknya. Mereka akan bekerja siang dan malam demi anak-anaknya, untuk itu segala pikiran dan tenaga serta serta harga diri senantiasa dikorbankan demi anak-anaknya. Keluarga yang mempunyai anak yang berhasil dalam sekolah dan pekerjaan keberhasilan orangtua yang telah bersusah
32
payah membesarkannya, mereka merupakan kebanggaan kebanggaan orangtua sekaligus harta yang dibanggakan oleh orangtua. Kebahagiaan (Hagabeon) itu adalah kebahagiaan dalam keturunan yang biasanya diucapkan saat upacara pernikahan ungkapan yang mengharapkan agar kelak pengantin dikaruniai putra 17 dan putri 16 yang artinya keturunan memberikan harapan hidup, kerena keturunan itu memberikan kebahagiaan yang tak ternilai bagi orangtua, keluarga dan kerabat. Kehormatan (Hasangapon) adalah suatu kedudukan yang dimiliki di dalam lingkungan masyarakat, yang status diperoleh melalui proses belajar. Apabila sudah mamora, gabe dan dihargai dalam masyarakat maka diartikan ia telah memiliki hasangapon. Anak adalah sumber kehormatan(Hasangapon) dalam masyarakat. semakin tinggi tingkat pendidikan anak-anak suatu keluarga, semakin dianggap terpandang(Hasangapon) keluarga tersebut dalam masyarakatnya. Anak-anak yang berhasil menyelesaikan pendidikan tinggi merupakan harta yang tak ternilai harganya bagi orangtua dan membuat keluarga itu terpandang (Hasangapon).
2.4 Teori Dramaturgi Pandangan Erving Goffman tentang diri dibentuk oleh pendekatan dramaturginya
ini.
menurut
Goffman
(sebagaimana
menurut
mead
dan
interaksionisme simbolik lainnya) diri adalah: bukan sesuatu yang bersifat organik yang mempunyai tempat khusus dalam menganalisis diri(self), kita mengambilnya dari pemiliknya, dari orang yang akan sangat diuntungkan atau dirugikan olehnya, karena ia dan tubuhnya semata hanya menyediakan patokan bagi sesuatu yang
33
menghasilkan kerja sama yang akan tergantung untuk sementara. Cara menghasilkan dan mempertahankan diri tak terletak pada patokan itu. Menurut Goffman, diri bukan milik aktor tetapi lebih sebagai hasil interaksi dramatis antara aktor dan audiensi. Diri adalah “pengaruh dramatis yang muncul dari suasana yang ditampilkan, karena diri adalah hasil interaksi dramatis maka mudah terganggu selama penampilannya. Dramaturgi Goffman memerhatikan proses yang dapat mencegah gangguan atas penampilan diri, meski bagian terbesar bahasannya ditekankan pada kemungkinan interaksi dramaturgi ini, Goffman menunjukkan bahwa kebanyakan pelaksanaannya adalah sukses. Hasilnya adalah bahwa dalam keadaan biasa, diri yang kukuh serasi dengan pelakunya dan “penampilannya” berasal dari pelaku. Goffman berasumsi bahwa saat berinteraksi, aktor ingin menampilkan perasaan diri yang dapat diterima oleh orang lain. Tetapi, ketika menampilkan diri, aktor menyadari bahwa anggota audiensi dapat mengganggu penampilannya. Karena itu aktor menyesuaikan diri dengan pengendalian audiensinya, terutama unsurunsurnya yang dapat mengganggu. Aktor berharap perasaan diri yang mereka tampilkan kepada audiensi akan cukup kuat memengaruhi audiensi dalam menunjukkan aktor sebagai aktor yang dibutuhkan. Aktor pun berharap ini akan menyebabkan audiens bertindak secara sengaja seperti yang diinginkan aktor dari mereka. Goffman menggolongkan perhatian sentral ini sebagai “manajemen pengaruh”
manajemen
ini
meliputi
tehnik
yang
digunakan
aktor
untuk
mempertahankan kesan tertentu dalam menghadapi masalah yang mungkin mereka hadapi dan metode yang mereka gunakan untuk mengatasi masalah itu.
34
Dengan mengikuti analogi teatrikal ini, Goffman berbicara mengenai panggung depan(front stage). Front adalah bagian pertunjukan yang umumnya berfungsi secara pasti dan umum untuk mendefenisikan situasi bagi orang yang menyaksikan pertunjukan. Dalam Front stage, Goffman membedakan antara setting dan front personal. Setting mengacu pada pemandangan fisik yang biasanya harus ada di situ jika aktor memainkan perannya. Front personal terdiri dari berbagai macam barang perlengkapan yang bersifat menyatakan perasaan yang memperkenalkan penonton dengan aktor dan perlengkapan itu diharapkan penonton dimiliki oleh aktor. Goffman kemudian membagi front personal ini menjadi penampilan dan gaya. Penampilan meliputi berbagai jenis barang yang mengenalkan kepada kita status sosial aktor, Gayamengenalkan pada penonton, peran macam apa yang diharapkan aktor untuk dimainkan dalam situasi tertentu. Tingkah laku kasar dan yang lembut menunjukkan jenis pertunjukan yang sangat berbeda. Umumnya kita mengaharapkan penampilan dan gaya saling bersesuaian. Meski berpandangan struktural seperti itu, perhatian utama Goffman terletak dibidang
interaksi.
Ia
menyatakan,
karena
orang
umumnya
mencoba
mempertunjukkan gambaran idealis mengenai diri mereka sendiri di depan umum, maka tanpa terelakkan mereka merasa bahwa mereka harus menyembunyikan sesuatu dalam perbuatan mereka. Pertama, aktor mungkin ingin menyembunyikan kesenangan rahasia(misalnya meminum alkohol) yang menjadi kegemaran dimasa lalu(pemabuk) yang bertentangan dengan prestasi mereka. Kedua, aktor mungkin ingin menyembunyikan kesalahan yang telah dilakukan dalam meyiapkan langkah yang telah diambil untuk memperbaikin kesalahan itu. Ketiga, aktor mungkin merasa
35
perlu untuk menunjukkan hasil akhir dan menyembunyikan proses yang terlibat dalam menghasilkannya. Keempat, aktor mungkin merasa perlu menyembunyikan dari audien bahwa dalam membuat suatu produk akhir telah melibatkan “pekerjaan kotor”. Pekerjaan kotor seperti tugas-tugas yang tidak bersih secara fisik, semilegal, kejam, dan cara buruk lainnya. Kelima, dalam melakukan perbuatan tertentu aktor mungkin menyelipkan standar yang lain. Keenam, aktor mungkin merasa perlu menyembunyikan penghinaan tertentu atau setuju dihina asalkan perbuatannya dapat berlangsung terus. Umumnya aktor mempunyai kepentingan tetap dalam menyembunyikan seluruh fakta. Aspek dramaturgi lain di Front stage adalah aktor sering mencoba menyampaikan kesan bahwa mereka lebih akrab dengan audien ketimbang dalam keadaan yang sebenarnya. Goffman menyatakan audien sendiri mungkin mencoba menagatasi kepalsuan itu agar citra ideal mereka tentang aktor tidak hancur. Tehnik lain yang digunakan oleh aktor adalah mistifikasi. aktor sering cenderung memistifikasi pertunjukan mereka dengan membatasi hubungan antara diri mereka sendiri dengan audien. Dengan membangun jarak sosial antara diri mereka dengan audien mereka mencoba menciptakan perasaan kagum di pihak audien. Goffman juga membahas panggung belakang (back stage) dimana fakta disembunyikan di depan atau berbagai jenis tindakan informal mungkin timbul. Back stage biasanya berdekatan dengan front stage tetapi juga ada jalan memintas antara keduanya. Pelaku tak bisa mengharapkan anggota penonton di depan mereka muncul di belakang. Pelaku tak bisa mengaharapkan anggota penonton di depan mereka muncul dibelakang. Mereka terlibat dalam berbagai jenis pengelolaan kesan untuk
36
memastikannya. Pertunjukan mungkin menjadi sulit ketika aktor tak mampu mencegah penonton memasuki pentas belakang. Goffman mengklaim bahwa interaksi- interaksi sehari-hari dapat dipahami lebih baik jika kita menganggap orang sebagai aktor diatas panggung. Sebagai aktor orang bermain peran dan memanipulasi alat-alat atau barang keperluan pentas, tata panggung, pakaian, dan symbol-simbol untuk mencapai hasil yang berguna khususnya interaksi-interaksi lancar yang memunculkan diri berharga (George Ritzer- Douglas J. Goodman, 2011: 295).
2.6 Nilai Menurut Horton dan Hunt dalam (Narwoko, 2004:55) nilai adalah gagasan mengenai apakah suatu pengalaman itu berarti atau tidak berarti. Nilai pada hakikatnya mengarahkan perilaku dan pertimbangan seseorang, tetapi ia tidak menghakimi apakah sebuah perilaku tertentu itu salah atau benar. Nilai adalah suatu bagian penting dari kebudayaan. Suatu tindakan dianggap sah, artinya secara moral dapat diterima kalau harmonis dengan nilai-nilai yang disepakati dan dijunjung oleh masyarakat di mana tindakan itu dilakukan. Ketika nilai yang berlaku menyatakan bahwa kesalehan beribadah adalah sesuatu yang harus dijunjung tinggi, maka bila ada orang yang malas beribadah tentu akan menjadi bahan pergunjingan. Sebaliknya, bila ada orang yang dengan ikhlas rela menyumbangkan sebagian hartanya untuk kepentingan ibadah atau rajin amal dan sebagainya, maka ia akan dinilai sebagai orang yang pantas dihormati dan diteladani. Di dalam masyarakat yang terus berkembang, nilai senantiasa akan ikut berubah. Pergeseran nilai dalam banyak hal juga akan mempengaruhi perubahan
37
Folkways dan Mores. Di wilayah pedesaan, sejak berbagai siaran dan tayangan televisi swasta mulai dikenal, dengan perlahan-lahan terlihat bahwa didalam masyarakat itu mulai terjadi pergeseran nilai, misalnya nilai tentang kesopanan. Tayangan-tayangan acara yang didominasi sinetron-sinetron mutakhir yang sering memperlihatkan artis-artis berpakaian relatif terbuka alias minim, sedikit banyak menyebabkan batas-batas toleransi masyarakat terpengaruh menjadi ikut longgar (Narwoko, 2004).
38