BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Metode Inquiry 2.1.1.1 Hakekat Metode Inquiry Istilah Inqury berasal dari kata Inquiry (Inggris) yang berarti penyelidikan, inquiry mengandung proses mental yang tinggi tingkatannya. Model pembelajaranl inquiry merupakan komponen dari suatu bagian praktik pendidikan yang seringkali diterjemahkan sebagai mengajar heuristik, yakni suatu jenis mengajar yang meliputi metode-metode yang dirancang untuk meningkatkan keaktifan siswa yang lebih besar, berorientasi pada proses mengarahkan diri sendiri , mencari diri sendiri, dan refleksi yang sering mucul sebagai kegiatan belajar (Dimyati,1991: 123) Pembelajaran dengan metode inquiry memungkinkan para siswa menemukan sendiri informasi-informasi yang di perlukan untuk mencapai tujuan instruksional Hal ini berarti berimplikasi atau berpengaruh terhadap peranan guru sebagai penyampai informasi ke arah peran guru sebagai pengelola interaksi belajar mengajar di kelas. Namun demikian metode pembelajaran inquiry dapat berupa kegiatan belajar tentang dari penemuan terbimbing sampai penemuan tidak terbimbing. Untuk lebih memahami tentang metode pembelajaran inquiry dapat dijelaskan beberapa definisi tentang inquiry dari para ahli pendidikan. Sukarno dkk (1995: 44) menyatakan bahwa metode inquiry adalah pola belajar mengajar yang dirancang untuk melatih siswa melakukan proses penelitian. Penelitian itu dapat terjadi bila siswa dihadapkan pada masalah yang mengandung tantangan intelektual secara bebas, terarah ke dalam kegiatan meneliti untuk memperoleh pengetahuan. Menurut Moejiono (1992: 119) metode inquiry adalah pola belajar mengajar yang di rancang untuk melatih siswa melakukan proses meneliti. Penelitian itu dapat terjadi bila siswa di hadapkan pada masalah yang mengandung tantangan intelektual secara bebas, terarah ke dalam kegiatan meneliti untuk memperoleh pengetahuan .
8
Menurut Sumantri (2001: 164) metode inquiry atau penemuan adalah cara penyajjian pelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan informasi dengan atau tanpa bantuan guru. Menurut Sumaatmadja (2003: 52) metode inquiry adalah salah satu cara belajar yang bersifat mencari secara kritis, analitis, argumental (ilmiah) dengan langkahlangkah tertentu menuju suatu kesimpulan yang meyakinkan, karena didukung oleh data. Menurut Winataputra (2003 : 12) metode inquiry (penelitian) adalah kelompok model pembelajaran yang memusatkan perhatian pada pengembangan proses penalaran. Berdasarkan uraian tersebut diatas, yang dimaksud metode pembelajaran inquiry adalah pola belajar mengajar yang memusatkan pengembanagn proses penalaran yang dirancang untuk melatih siswa untuk melakukan proses penelitian dalam menemukan informasi-informasi yang diperlukan dalam mencapai tujuan belajarnya sehingga dapat menuju kesimpulan yang meyakinkan karena didukung oleh data. 2.1.1.2 Tujuan dan Kegunaan Metode Inquiry Menurut Ismail (2003: 127) Metode inquiry sangat sesuai digunakan guru apabila tujuan pembelajarannya antara lain agar siswa: a.
Aktif mencari serta meneliti sendiri pemecahan suatu masalah.
b.
Aktif mencari sumber informasi/data.
c.
Aktif bekerja sama dalam kelompok.
d.
Mengenal metode penelitian dalam IPA.
e.
Mampu menemukan relasi-relasi antara perubah dan menggeneralisasikan.
f.
Mampu melakukan penelitian, meliputi kemampuan merumuskan masalah
,merencanakan dan melakukan penelitian, merumuskan kesimpulan, mengemukakan pendapat, berdebat, menyanggah dan mempertahankan pendapat. g.
Agar siswa bersedia bersifat obyektif, jujur, terbuka dan sebagainya.
Senada dengan Ismail, Sumaatmadja (2003: 125) menyatakan bahwa tujuan atau kegunaan metode pembelajaran inquiry adalah : a.
Mengembangkan sikap, keterampilan siswa untuk mampu memecahkan masalah, serta mengambil keptusan secara obyektif dan mandiri. b. Mengembangkan kemampuan berpikr para siswa. Proses berpikir terdiri dari serentetan keterampilan-keterampilan (mengumpulkan informasi,membaca data dan lain-lain), yang penerapannya memerlukan pembiasaan atau pembakuan. c. Melalui Inquiry, kemampuan berpikir tadi idproses dalam situasi yang benar-benar dihayati, diminati siswa serta berbagai macam ragam alternatif d. Membina mengembangkan sikap penasaran (ingin tahu lebih jauh) dan cara berpikir objektif mandiri, kritis analitis baik secara individual maupun kelompok. Untuk ini program dan jalannya pelajaran hendaknya: memberikan kesempatan pengembangan individu dan siswa sentris, dibina suasana belajar yang bebas dari tekanan, ketakutan atau paksaan. Menurut Sumantri (2001: 165) Tujuan metode pembelajaran inquiry adalah : a.
Meningkatkan keterlibatan peserta didik dalam menemukan dan memproses hasil belajarnya. b. Mengurangi ketergantungan peserta didik pada guru untuk mendapatkan pengalaman belajarnya. c. Melatih peserta didik menggali dan memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar yang tidak ada habisnya. d. Memberi pengalaman seumur hidup. Menurut Depdiknas (2003: 71) tujuan pemakaian metode inquiry adalah: a. Meningkatkan keterlibatan siswa secara aktif dalam memperoleh dan memproses perolehan belajar. b. Mengarahkan para siswa sebagai pelajar seumur hidup c. Mengurangi ketergantungan para guru sebagai satu-satunya sumber informasi yang diperlukan oleh siswa d. Melatih para siswa mengeksplorasi atau memanfaatkan lingkungannnya sebagai sumber informasi yang tidak akan pernah tuntas digali. Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan/ kegunaan inquiry adalah mengembangkan sikap penasaran dan keingintahuan, keteramilan, kemampuan berpikir kritis dan obyektif, mengurangi ketergantungan pesrta didik pada guru, melatih peserta didik menggali dan memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar yang tidak ada habisnya.
2.1.1.3 Keunggulan dan Kelemahan model Inquiry Pembelajaran dengan metode inquiry dalam pelaksanaanya memiliki keunggulan dan kelemahan. Adapun keunggulan dari metode inquiry (Mulyasa, 2005) dapat diuraikan sebagai berikut : Keunggulan metode inquiry: a.
Dapat membentuk dan mengembangkan konsep dasar kepada siswa.
b.
Meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep dasar ide-ide dengan lebih baik.
c.
Memaksimalkan ingatan siswa pada situasi belajar yang baru.
d. Mendorong siswa agar berfikir dan bekerja secara mandiri, jujur, obyektif, terbuka dalam merumuskan hipotesanya. e. Memberi kepuasan yang bersifat intrinsik. f. Pembelajaran lebih menggairahkan karena siswa diberi kebebasan untuk belajar sendiri. g. Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu. h. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasi informasi. Kelemahan metode inquiry: a. Selalu didominasi siswa yang lebih pintar. b. Tidak sesuai untuk kelas yang jumlah siswanya banyak. c. Memerlukan waktu yang relatif banyak (lama). d. Perlu persiapan yang benar-benar matang (siswa-guru). e. Memerlukan perhatian yang ekstra ketat dari guru. 2.1.1.4 Langkah-Langkah Metode Pembelajaran Inquiry Menurut website inquiry UIUC Copyright (1998-2004 inquiry page version 1,35) dinyatakan bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran inquiry terdiri dari 5 tahapan yaitu:
a.
Bertanya (ask) Tahapan ditandai dengan keinginan siswa untuk menemukan sesuatu. Pertanyaan yang bermakna diilhami oleh keinginan mengetahui sesuatu tentang pengalaman dunia nyata. Suatu pertanyaan atau masalah menjadi focus utama dalam tahapan ini, dan siswa mulai untuk menggambarkan dan menguraikan apa artinya.
b.
Investigasi (investigate) Pada tahap ini siswa mulai untuk mengumpulkan informasi, meneliti, mempelajari, ahli bereksperimen, mengobservasi dan mewawancarai. Siswa boleh menuang kembali pertanyaan, menyaring pertanyaan atau meloncat jauh ke pertanyaan baru yang tidak ada kaitannya dengan pertanyaan pada langkah pertama.
c.
Menghasilkan (create) Siswa di tahap create mengabungkan informasi ulang didapat dan saling berhubungan serta melakukan tugas yang kreatif membentuk pemahaman baru yang gagasan dan teorinya di luar pemahaman utamanya.
d.
Diskusi (Discus) Pada tahap diskusi, siswa mulai berbagi gagasan baru mereka dengan orang lain, bertukar fikiran dan mulai bertanya pada yang lain tentang investigasi dan pengalaman mereka sendiri.
e.
Refleksi (Reflect) Siswa pada tahap refleksi menggunakan waktunya untuk melihat kembali permasalahan awal atau pertanyaan awal mereka. Menurut Bruce Joyce dan Marssha Weil dalam Hidayati, et.all (2008: 6.10-6.11),
ada 5 tahap pelaksanaan inquiry yang berangkat dari fakta sampai terjadinya suatu teori. Tahap pertama, guru memberi permasalahan dan menjelaskan prosedur pelaksanaan inquiry kepada siswa. Tahap kedua, adalah verifikasi, yaitu siswa mengumpulkan data atau informasi tentang peristiwa/masalah yang telah mereka lihat atau alami, dengan mengajukan pertanyaan sedemikian rupa sehingga guru hanya menjawab “ya” atau “tidak”. Tahap ketiga, adalah melakukan eksperimentasi, siswa
mengajukan faktor atau unsur baru ke dalam permasalahan agar dapat melihat apakah peristiwa itu dapat terjadi secara berbeda. Eksperimen mempunyai dua fungsi yaitu eksplorasi dan menguji langsung. Tahap keempat, guru meminta siswa untuk mengorganisir data dan menyusun suatu penjelasan. Artinya data tersebut setelah diorganisir kemudian dideskripsikan sehingga menjadi suatu paparan hasil temuannya. Tahap kelima, siswa diminta untuk menganalisis proses inquiry. Analisis dari siswa ini penting karena menjadi dasar pelakasanaan inquiry berikutnya, artinya guru harus memperbaiki kekurangan-kekurangan atau kesalahan yang telah dilakukan. Suherman (2003: 215) menyatakan metode inkuiri terdiri atas 4 tahap yaitu: (1) Guru merangsang siswa dengan pertanyaan, masalah, permainan, dan teka-teki; (2) Siswa menentukan prosedur mencari dan mengumpulkan informasi atau data yang diperlukan untuk memecahkan pertanyaan atau masalah; (3)Siswa menghayati pengetahuan yang diperolehnya dengan inquiry yang baru dilaksanakan; (4) siswa menganalisis metode inquiry dan prosedur yang ditemukan untuk dijadikan metode umum yang adapat diterapkan ke situasi lain. Menurut Gulo dalam Trianto (2010: 169) pelaksanaan pembelajaran inquiry adalah sebagai berikut: a.
Mengajukan pertanyaan atau permasalahan Kegiatan inkuiri dimulai ketika pertanyaan aatu permasalahan diajukan. Untuk menyakinkan bahwa pertanyaan sudah jelas, pertanyaan tersebut dituliskan di papan tulis, kemudian siswa diminta untuk merumuskan hipotesa.
b.
Merumuskan hipotesis Hipotesis Adalah jawaban sementara atas pertanyaan atau solusi permasalahan yang dapat diuji dengan data. Untuk memudahkan proses ini, guru menanyakan kepada siswa gagasan mengenai hipotesis yang mungkin. Dari semua gagasan yang ada, dipilih salah satu hipotesia yang relevan dengan permasalahan yang diberikan.
c.
Mengumpulkan data hipotesis digunakan untuk menuntun proses pengumpulan data. Data yang dihasilkan dapat berupa tabel, matrik, atau grafik.
d.
Analisis data Dalam tahap ini siswa bertanggung jawab menguji hipotesis yang telah dirumuskan dengan menganalisis data yang telah diperoleh. Faktor penting dalam menguji hipotesis adalah „benar‟ atau „salah‟. Setelah memperoleh kesimpulan dari data percobaan, siswa dapat menguji hipotesis yang telah dirumuskan.
e.
Membuat kesimpulan Langkah penutup dari pembelajaran inquiry adalah membuat kesimpulan sementara berdasarkan data yang diperoleh siswa.
Sagala (2010: 197) menyatakan bahwa ada lima tahapan yang ditempuh dalam melaksanakan pembelajaran inquiry yakni (1) perumusan masalah untuk dipecahkan siswa; (2) menetapkan jawaban sementara atau lebih dikenal dengan istilah hipotesis; (3) siswa mencari informasi, data, fakta yang diperlukan untuk menjawab permasalahan/hipotesis; (4) menarik kesimpulan jawaban atau generalisasi; dan (5) mengaplikasikan kesimpulan/generalisasi dalam situasi baru. Sementara tahapan pembelajaran inquiry yang dikemukakan oleh Eggen & kauchak dalam Trianto (2010: 172) adalah : a. Mengajukan pertanyaan atau masalah Guru membimbing siswa mengidentifikasi masalah dan masalah dituliskan di papan tulis. Guru membagi siswa dalam kelompok. b. Membuat hipotesis Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk curah pendapat dalam membentuk hipotesis. Guru membimbing siswa dalam menentukan hipotesis yang relevan dengan permasalahan dan memprioritaskan hipotesa mana yang menjadi prioritas penyelidikan. c. Merancang percobaan Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk menentukan langkah-langkah yang sesuai dengan hipotesis yang akan dilakukan guru. Guru membimbing siswa mengurutkan langkah-langkah percobaan. d. Melakukan percobaan untuk memperoleh informasi Guru membimbing siswa mendapatkan informasi melalui percobaan
e. Mengumpulkan data dan menganalisis data Guru memberi kesempatan pada tiap kelompok untuk menyampaikan hasil pengolahan data yang terkumpul. f.
Membuat kesimpulan Guru membimbing siswa dalam menbuat kesimpulan.
Menurut Sanjaya (2006: 199) mengemukakan bahwa langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran inkuiri sebagai berikut: a. Orientasi Pada langkah ini guru mengkondisikan agar siswa siap melaksanakan proses pembelajaran, guru merangsang dan mengajak siswa untuk berpikir memecahkan masalah. b. Merumuskan masalah Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah yang menantang siswa untuk berpikir memecahkan teka-teki permasalahan. c. Mengajukan hipotesis Siswa berpikir untuk menebak atau mengira-ngira (berhipotesis) dari suatu permasalahan. Siswa merumuskan jawaban sementara dari suatu permasalahan yang dikaji. d. Mengumpulkan data Siswa menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mendorong siswa untuk berpikir mencari informasi yang mereka butuhkan. Guru secara terus menerus memberikan dorongan kepada siswa untuk belajar melalui penyuguhan berbagai jenis pertanyaan secara merata kepada seluruh siswa sehingga mereka terangsang untuk berpikir. e. Menguji hipotesis Proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. f.
Merumuskan kesimpulan
Siswa mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Merumuskan kesimpulan merupakan gong-nya dalam proses pembelajaran. Sudjana dalam Trianto (2010: 172) menyatakan, ada lima tahapan yang ditempuh dalam melaksanakan pembelajaran inkuiri, yaitu: a. Merumuskan masalah untuk dipecahkan oleh siswa b. Menetapkan jawaban sementara atau lebih dikenal dengan istilah hipotesis c. Mencari informasi data, dan fakta yang diperlukan untuk menjawab hipotesis atau permasalahan. d. Menarik kesimpulan jawaban atau generalisasi e. Mengaplikasikan kesimpulan. Menyadarkan keingintahuan terhadap sesuatu, mempradugakan suatu jawaban serta menarik kesimpulan dan membuat keputusan yang valid untuk menjawab permasalahan yang didukung oleh buktibukti. Langkah-langkah dalam proses inquiry adalah menyadarkan keingintahuan terhadap sesuatu, mempradugakan suatu jawaban serta menarik kesimpulan dan membuat keputusan yang valid untuk menjawab permasalahan yang didukung oleh bukti-bukti. Strategi pelaksanaan inquiry adalah sebagai berikut: a. Guru memberikan penjelasan, instruksi,atau pertanyaan terhadap materi yang akan diajarkan. b. Guru memberikan tugas kepada peserta didik untuk menjawab pertanyaan yang jawabannya bisa didapatkan pada proses pembelajaran yang dialami siswa. c. Guru memberikan penjelasan terhadap persoalan-persoalan yang mungkin membingungkan peserta didik. d. Resitasi untuk menemukan fakta yang telah dipelajari. e. Peserta didik merangkum dalam bentuk rumusan sebagai kesimpulan yang dapat dipertanggung jawabkan. (Mulyasa, 2007: 109) Berdasarkan berbagai pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah metode pembelajaran inkuiri meliputi: mengajukan pertanyaan atau masalah, merumuskan masalah yang ditemukan, merumuskan hipotesis, merancang dan
melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, dan menarik kesimpulan. 2.1.2
Hasil Belajar IPA
2.1.2.1 Hakekat Hasil Belajar Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Belajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subjek yang menerima pelajaran (sasaran didik), sedangkan mengajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pengajar. Belajar bukan merupakan kegiatan menghafal dan bukan pula mengingat. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilannya, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya, dan lain-lain aspek yang ada pada individu (Sudjana, 2002: 28). Dalam proses belajar dan mengajar terjadi interaksi antara guru dan siswa. Interaksi guru dan siswa sebagai makna utama proses pembelajaran memegang peranan penting untuk mencapai tujuan pembelajaran yang efektif. Kedudukan siswa dalam proses belajar dan mengajar adalah sebagai subjek dan sekaligus sebagai objek dalam pembelajaran, sehingga proses atau kegiatan belajar dan mengajar adalah kegiatan belajar siswa dalam mencapai suatu tujuan pembelajaran. Hasil belajar dalam kontesktual menekankan pada proses yaitu segala kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Nilai siswa diperoleh dari penampilan siswa sehari-hari ketika belajar. Hasil belajar diukur dengan berbagai cara misalnya, proses bekerja, hasil karya, penampilan, rekaman, dan tes (Depdiknas: 2003). Pembelajaran merupakan suatu usaha dasar yang dilakukan oleh guru dengan tujuan untuk membantu siswa agar dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya, sehingga perubahan tingkah laku yang diharapkan dapat terwujud. Proses belajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran, sedangkan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimilki
siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Dengan demikian hasil belajar dapat dilihat dari hasil yang dicapai siswa, baik hasil belajar (nilai), peningkatan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah perubahan tingkah laku atau kedewasaannya. Horward Kysley dalam Sudjana (2002: 22) membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum sedangkan Gagne membagi lima kategori hasil belajar, yakni (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) strategi kognitif, (d) sikap, dan (e) keterampilan motorik. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri atas enam aspek, yakni: pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri atas lima aspek yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotorik, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketetapan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretative (Sudjana, 2002: 22). Hasil belajar biasanya dapat diketahui melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan sampai di mana tingkat kemampuan dan keberhasilan siswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Hasil belajar yang dicapai oleh siswa dipengaruhi dua faktor utama yakni faktor dari dalam diri siswa itu dan faktor yang datang dari luar siswa atau faktor lingkungan. Faktor yang datang dari diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Seperti dikemukakan oleh Clark bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Di samping faktor kemampuan yang
dimiliki oleh siswa, juga ada faktor lain, seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis (Sudjana, 2002: 40). Adanya pengaruh dari dalam diri siswa, merupakan hal yang logis dan wajar, sebab hakikat perbuatan belajar adalah perubahan tingkah laku individu yang diniati dan disadari. Salah satu lingkungan belajar yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar di sekolah, ialah kualitas pengajaran yaitu tinggi rendahnya atau efektif tidaknya proses belajar dan mengajar dalam mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu hasil belajar siswa di sekolah dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan kualitas pembelajaran. Berdasarkan uraian diatas, dapat penulis simpulkan bahwa Hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Artinya, hasil pembelajaran tidak dilihat secara fragmentaris atau terpisah, melainkan komprehensif. 2.1.2.2 Tujuan Hasil Belajar Tujuan pembelajaran dalam bukunya Sugandi, dkk (2000:25) adalah membantu siswa pada siswa agar memperoleh berbagai pengalaman dan dengan pengalaman itu tingkah laku yang dimaksud meliputi pengetahuan, ketrampilan, dan nilai atau norma yang berfungsi sebagai pengendali sikap dan prilaku siswa. Tujuan pembelajaran menggambarkan kemampuan atau tingkat penguasaan yang diharapkan dicapai oleh siswa setelah mereka mengikuti suatu proses pembelajaran. Dari uraian diatas dinyatakan bahwa tujuan hasil belajar adalah untuk mengetahui perubahan perilkau siswa setelah mengalami proses pembelajaran secara obyektif yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. 2.1.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja, yaitu: (Slameto: 2003: 54)
a. Faktor intern, yakni dalam diri individu yang sedang belajar, meliputi keadan atau kondisi jasmaniah, psikologis, dan kelelahan. b. Faktor ekstern, yakni ada di luar individu, meliputi keluarga, sekolah, atau masyarakat. Selain faktor yang mempengaruhi belajar siswa terdapat pula faktor penyebab kesulitan belajar, dimana kesulitan belajar itu merupakan suatu kondisi dimana siswa tidak dapat belajar secara wajar, disebabkan adanya ancaman, hambatan ataupun gangguan dalam belajar. Faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar, yaitu: (Muhibbin Syah, 1995: 173) a. Faktor intern siswa meliputi gangguan atau kekurangmampuan psiko-fisik siswa, yakni
rendahnya kapasitas intelektual siswa, labilnya emosi dan sikap, dan
terganggunya alat-alat indra penglihatan dan pendengaran. b. Faktor ekstern meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa, yakni lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, dan lingkungan sekolah. 2.1.2.4 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Sekolah Dasar Ilmu Pengetahuan Alam merupakan ilmu pengetahuan yang berkaitan erat dengan cara mencari tahu tentang tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja, tetapi merupakan suatu proses penemuan. Proses pembelajaran IPA
menekankan
pada
pemberian
pengalaman
secara
langsung
untuk
mengembangkan kompetensi siswa agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. IPA sebagai “pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal), dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen”. Merujuk pada pengertian IPA, maka dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA meliputi 4 unsur utama, yaitu:
a. Sikap, rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibatyang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar. b. Proses atau prosedur pemecahan masalah metode melalui ilmiah. c. Produk, berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum. d. Aplikasi, penerapan metode ilmiah, dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan IPA di SD bermanfaat bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Pendidikan IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung dan kegiatan praktis untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Dalam standar kompetensi IPA di SD, menyebutkan tujuan dan fungsi mata pelajaran IPA sebagai berikut: a. Menanamkan pengetahuan dan konsep-konsep IPA yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. b. Menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap sains dan teknologi. c. Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan. d. Ikut serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam. e. Mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat. f.
Menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. Dalam hubungannya dengan pembelajaran IPA di SD diharapkan para siswa
mempelajari IPA melalui cara-cara seperti digunakan oleh para ahli IPA ketika mempelajari objek dan gejala alam. Oleh karena itu hal ini berhubungan dengan penggunaan pendekatan pembelajaran IPA. Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran IPA hendaknya memungkinkan siswa untuk belajar berpikir dan bertindak seperti yang dilakukan oleh para ahli IPA. Pendekatan sering disebut pendekatan inquiry dan pendekatan proses.
Dalam proses pembelajaran IPA yang diutamakan adalah pendekatan konsep dan proses. Siswa selain mengetahui bagaimana belajar juga dapat mengetahui konsep yang diajarkan. Ruang Lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut. a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan. b. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas. c. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana. d. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya. 2.1.2.5 Hasil Belajar IPA Sekolah Dasar Penilaian hasil belajar IPA oleh pendidik/guru dapat menggunakan berbagai teknik penilaian berupa tes, observasi, penugasan perseorangan atau kelompok, dan bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dn tingkat perkembangan peserta didik; a. Teknik tes, berupa tes tertulis, tes lisan, dan tes praktik atau tes kinerja; b. Teknik observasi atau pengamatan dilakukan selama pembelajaran berlangsung ada atau di luar kegiatan pembelajaran; c. Teknik penugasan baik perseorangan atau kelompok dapat berbentuk tugas rumah dan atau proyek. 2.2 Penelitian yang Relevan Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mikrotul Jamilah (2009), menunjukkan hasil bahwa penerapan pendekatan CTL melalui metode inquiry dan tanya jawab dapat meningkatkan pemahaman konsep energi bunyi pada siswa kelas IV MI Al Fatah Banjarejo Pakis Malang.
Penelitian Ruwanti (2009), menunjukkan hasil bahwa penggunaan metode inquiry terbukti dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa kelas V pada mata pelajaran IPA di MI Miftahul Ulum Sidorejo Malang. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sundari (2011), menunjukkan hasil bahwa melalui metode inquiry dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN Cibatu 2 Kecamatan Cibatu Kabupaten Garut pada mata pelajaran IPA topik ciri-ciri khusus tumbuhan Penelitian Rukiyah (2011), menyatakan bahwa melalui metode inquiry dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV SDN Tlajung Udik Gunung Putri Kabupaten Bogor tahun pelajaran 2010/2011. Penelitian Andang S (2011), menyatakan bahwa penggunaan metode inquiry terbukti dapat meningkatan minat dan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPA di kelas V SD Negeri 2 Adipala. Dari beberapa penelitian diatas, peneliti berpendapat bahwa dengan menerapkan metode inquiry dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA.
2.3 Kerangka Berpikir Berdasarkan uraian diatas, diperoleh alur kerangka berpikir sebelumnya diperoleh kerangka berpikir bahwa kondisi awal SD Negeri 1 Undaan Lor Kecamatan Undaan Kabupaten Kudus dalam pembelajaran IPA di kelas IV lebih banyak berpusat pada guru, guru terlalu banyak berceramah, sehingga siswa hanya sebagai pendengar, kondisi seperti ini mengakibatkan siswa merasa bosan dan enggan untuk belajar IPA. Hal ini mengakibatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA rendah. Kondisi awal seperti ini peneliti akan melakukan suatu tindakan untuk mengatasinya. Peneliti akan menerapkan metode pembelajaran inquiry dalam pembelajaran IPA. Dari tindakan yang dilaksanakan peneliti, diharapkan mencapai kondisi akhir yaitu hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri 1 Undaan Lor Kecamatan Undaan Kabupaten Kudus dalam pembelajaran IPA dapat meningkat, dan siswa lebih tertarik dan senang untuk belajar IPA. Berdasarkan uraian diatas dapat digambarkan kerangka berpikir berikut ini:
Kualitas pembelajaran IPA di kelas IV SDN 1 Undaan Lor Kudus rendah
Guru menekankan pada metode ceramah
Siswa belum mampu merumuskan masalah, keberanian beragumen kurang dan respon siswa rendah
Hasil belajar IPA siswa masih rendah terbukti hasil belajar siswa yang kurang dari KKM 60%
Penerapan metode inquiry
Kelebihan metode inquiry 1. 2. 3. 4. 5.
Siswa lebih antusias dalam menerima pelajaran
Memaksimalkan ingatan siswa Siswa lebih aktif. Memberi kepuasan yang bersifat intrinsik. Siswa lebih antusias Mengembangkan bakat atau kecakapan individu.
Hasil belajar IPA meningkat
Siswa dapat merumuskan masalah, keberanian beragumen meningkat, dan lebih paham dalam menerima pelajaran
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
2.4 Hipotesis Tindakan Berdasarkan uraian landasan teori dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis tindakan adalah: Penerapan metode inquiri dapat meningkatkan hasil belajar tentang sifat-sifat benda kelas 1V Semester 1 SD N l Undaan Lor Tahun 2012/2013.