BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Peran Didalam kamus besar bahasa Indonesia peran ialah perangkat tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat (E.St. Harahap, dkk, 2007: 854). Sedangkan makna peran yang dijelaskan dalam status, kedudukan dan p eran dalam masyarakat, dapat dijelaskan melalui beberapa cara, yaitu pertama penjelasan historis. Menurut penjelasan historis, konsep peran semula dipinjam dari kalangan yang memiliki hubungan erat dengan drama atau teater yang hidup subur pada zaman yunani kuno atau romawi. Dalam hal ini, peran berarti karakter yang disandang atau dibawakan oleh seorang aktor dalam sebuah pentas dengan lakon tertentu. Kedua, pengertian peran menurut ilmu sosial. Peran dalam ilmu sosial berarti suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika menduduki jabatan tertentu, seseorang dapat memainkan fungsinya karena posisi yang didudukinya tersebut. Jadi, dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian peran guru adalah perangkat tingkah laku atau tindakan yang dimiliki seseorang dalam memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Seseorang dikatakan menjalankan peran manakala ia menjalankan hak dan kewajiban yang disandangnya.
2.2
Pengertian Bank
Pengertian Bank Menurut UU No.10 Thn 1998 adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Pengertian Bank Menurut Kasmir dalam bukunya Manajemen Perbankan, secara sederhana bank dapat diartikan sebagai “lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya”.
1.3 Jenis-jenis Bank Berbicara mengenai jenis jenis bank, maka dilihat dari fungsinya jenis jenis bank ada 3 (tiga) yaitu : 1)
Bank Umum, yaitu merupakan bank yang bertugas melayani seluruh jasa-jasa perbankan baik secara konvensional maupun syariah, serta melayani segenap lapisan masyarakat, baik masyarakat perorangan maupun lembaga-lembaga lainnya. Bank umum juga dikenal dengan nama bank komersil (Dahlan S. 2005:276).
2)
Bank Perkreditan Rakyat (BPR), yaitu Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (Kasmir 2002:33:34). Artinya disini BPR jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan kegiatan bank umum. Sesuai dengan pendapat di atas, dapat dijelaskan kembali bahwa pada dasarnya Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dalam menyediakan berbagai fasilitas sama halnya dengan bank umum, tetapi kegiatan operasional di Bank Perkreditan
Rakyat (BPR) tidak seluas dibandingkan dengan kegiatan yang ada di bank umum terutama dalam memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran 3)
Bank Sentral, yaitu Bank sentral adalah suatu institusi yang bertanggung jawab untuk menjaga stabilitas harga atau nilai suatu mata uang yang berlaku di negara tersebut, yang dalam hal ini dikenal dengan istilah inflasi atau naiknya harga-harga yang dalam arti lain turunnya suatu nilai uang. Bank Sentral menjaga agar tingkat inflasi terkendali dan selalu berada pada nilai yang serendah mungkin atau pada posisi yang
optimal
bagi
perekonomian
(low/zero
inflation),
dengan
mengontrol
keseimbangan jumlah uang dan barang. Apabila jumlah uang yang beredar terlalu banyak maka bank sentral dengan menggunakan instrumen dan otoritas yang dimilikinya.
1.4 Peran Bank Indonesia Sebagai bank sentral, Bank Indonesia memiliki lima peran utama dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Kelima peran utama yang mencakup kebijakan dan instrumen dalam menjaga stabilitas sistem keuangan itu adalah: Pertama, Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara lain melalui instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia dituntut untuk mampu menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan berimbang. Hal ini mengingat gangguan stabilitas moneter memiliki dampak langsung terhadap berbagai aspek ekonomi.
Kebijakan moneter melalui penerapan suku bunga yang terlalu ketat, akan
cenderung bersifat mematikan kegiatan ekonomi, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu,
untuk menciptakan stabilitas moneter, Bank Indonesia telah menerapkan suatu kebijakan yang disebut inflation targeting framework. Kedua, Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga keuangan yang sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja lembaga perbankan seperti itu dilakukan melalui mekanisme pengawasan dan regulasi. Seperti halnya di negara-negara lain, sektor perbankan memiliki pangsa yang dominan dalam sistem keuangan. Oleh sebab itu, kegagalan di sektor ini dapat menimbulkan ketidakstabilan keuangan dan mengganggu perekonomian. Untuk mencegah terjadinya kegagalan tersebut, sistem pengawasan dan kebijakan perbankan yang efektif haruslah ditegakkan. Selain itu, disiplin pasar melalui kewenangan dalam pengawasan dan pembuat kebijakan serta penegakan hukum (law enforcement) harus dijalankan. Bukti yang ada menunjukkan bahwa negara-negara yang menerapkan disiplin pasar, memiliki stabilitas sistem keuangan yang kokoh. Sementara itu, upaya penegakan hukum (law enforcement) dimaksudkan untuk melindungi perbankan dan stakeholder serta sekaligus mendorong kepercayaan terhadap sistem keuangan. Untuk menciptakan stabilitas di sektor perbankan secara berkelanjutan, Bank Indonesia telah menyusun arsitektur perbankan Indonesia dan rencana implementasi Basel II. Ketiga, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Bila terjadi gagal bayar (failure to settle) pada salah satu peserta dalam sistem sistem pembayaran, maka akan timbul risiko potensial yang cukup serius dan mengganggu kelancaran sistem pembayaran. Kegagalan tersebut dapat menimbulkan risiko yang bersifat menular (contagion risk) sehingga menimbulkan gangguan yang bersifat sistemik. Bank Indonesia mengembangkan mekanisme dan pengaturan untuk mengurangi risiko dalam sistem pembayaran yang cenderung semakin
meningkat. Antara lain dengan menerapkan sistem pembayaran yang bersifat real time atau dikenal dengan nama sistem RTGS (Real Time Gross Settlement) yang dapat lebih meningkatkan keamanan dan kecepatan sistem pembayaran. Sebagai otoritas dalam sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki informasi dan keahlian untuk mengidentifikasi risiko potensial dalam sistem pembayaran. Keempat, melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat mengakses informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan. Melalui pemantauan secara macroprudential, Bank Indonesia dapat memonitor kerentanan sektor keuangan dan mendeteksi potensi kejutan (potential shock) yang berdampak pada stabilitas sistem keuangan. Melalui riset, Bank Indonesia dapat mengembangkan instrumen dan indikator macroprudential untuk mendeteksi kerentanan sektor keuangan. Hasil riset dan pemantauan tersebut, selanjutnya akan menjadi rekomendasi bagi otoritas terkait dalam mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meredam gangguan dalam sektor keuangan. Kelima, Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman sistim keuangan melalui fungsi bank sentral sebagai Lender of the Last Resort (LoLR). Fungsi LoLR merupakan peran tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam mengelola krisis guna menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan. Fungsi sebagai LoLR mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun krisis. Fungsi ini hanya diberikan kepada bank yang menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Pada kondisi normal, fungsi LoLR dapat diterapkan pada bank yang mengalami kesulitan likuiditas temporer namun masih memiliki kemampuan untuk membayar kembali. Dalam menjalankan fungsinya sebagai LoLR, Bank
Indonesia harus menghindari terjadinya moral hazard. Oleh karena itu, pertimbangan risiko sistemik dan persyaratan yang ketat harus diterapkan dalam penyediaan likuiditas tersebut. Bank Indonesia sebagai Bank Sentral Republik Indonesia memiliki tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Untuk mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia memiliki tugas di bidang moneter, Sistem Pembayaran (SP), dan Stabilitas Sistem Keuangan (SSK). Sebagaimana diketahui bahwa pelaksanaan kebijakan moneter membutuhkan dukungan Sistem Pembayaran yang handal. Untuk mewujudkan suatu sistem pembayaran yang handal dibutuhkan suatu sistem keuangan yang stabil. Sistem keuangan yang stabil tersebut tidak terlepas dari efektivitas dari kebijakan moneter. Secara sederhana, sistem pembayaran dibagi menjadi sistem pembayaran tunai dan sistem pembayaran non tunai. Sistem Pembayaran tunai merupakan sistem pembayaran yang menggunakan uang kartal sebagai alat pembayaran, sedangkan sistem pembayaran non tunai mengacu pada sistem pembayaran yang tidak menggunakan uang kartal sebagai alat pembayaran, sebagaimana gambar di bawah ini.
Gambar 2.1 Peran Bank Indonesia dalam SPN dan GNNT, SNKI 2011
Sumber: Surat Edaran Bank Indonesia Tahun 2011
Untuk menjalankan Principles for Innovative Financial Inclusion yang ditetapkan pada forum G20 dalam mewujukan Keuangan Inklusif di Indonesia, maka dibutuhkan 9 kondisi yaitu: 1. Leadership; 2. Diversity; 3. Innovation; 4. Protection; 5. Empowerment; 6. Cooperation. 7. Knowledge; 8. Proportionality; dan 9. Framework. Hal ini menjadi mandat bagi Bank Indonesia untuk menjalankan model-model layanan keuangan yang dapat menjangkau seluruh masyarakat Indonesia yang berada di seluruh wilayah dan daerah, termasuk daerah remote. Untuk dapat memfasilitasi mandat tersebut, maka suatu proses innovation menjadi bagian yang harus diperhatikan dan mendapatkan porsi yang penting, sebagaimana diagram di bawah ini:
Gambar 2.2 Permasalahan, Jenis Layanan, Pendekatan & Solusi SNKI
Permasalahan • Besarnya jumlah unbanked (FI Index Indonesia 2010 = 19,6% • Sebaran unbanked sampai ke pelosok • Tingginya inequality (gini ratio meningkat 2010= 0,37 menjadi 2012=0,41) • Rendahnya financial literacy • Produk & jasa yang tidak sesuai • Kompleksnya proses bisnis • Saluran distribusi yang tidak sesuai
Layanan yang diperlukan
Pendekatan
Inovasi • Mudah • Terjangka u • Harga murah • Aman & Terpercay a • Nyaman • Proporsio nal
Saluran Produk Regulasi Proses Bisnis • Media/ Perangkat • Edukasi • • • •
Sumber: Surat Edaran Bank Indonesia Tahun 2011
Dengan mengembangkan pola berpikir di bawah ini, maka proses layanan pembayaran non tunai diharapkan akan menjadi salah satu bagian penting dalam proses transformasi yang terjadi dalam program elektronifikasi yang menjadi bagian dari infrastruktur Keuangan Inklusif di Indonesia, sebagaimana diagram di bawah ini:
Ke
Di m m m dl no
Gambar 2.3 Tahapan dalam Proses Layanan Keuangan Digital (LKD)
Kemampuan pengelolaan keuangan/ kesejahteraan Keeping Payment/Transfe r
Menabung
Kredit Program
Pr
Keuangan
UMK = proces
loan
= evolution
Credit scheme Financial track record Program bantuan pemerintah (BLT, PKH, dll)
Basic Saving & E-money Branchless Banking
Unbanked people
Depositors (banked)
• Bank • Non Bank • Agent
Nasabah U Banking Transaction
Debitur Potensial • Feasible • Eligible
• account • Database
Banked People
Financial “Service” Deepen
Unbanked People
Nasabah Bank
Individu, unit usaha
Individu, Unit usaha Mikro, Kecil, Menengah
Sumber: Surat Edaran Bank Indonesia Tahun 2011
Fea
Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat dalam satu dekade terakhir merupakan faktor pendorong berkembangnya sistem pembayaran non tunai terkait dengan sifat transaksi yang terintegrasi dengan teknologi informasi. Selain itu, transaksi non tunai memang lebih praktis dan efisien karena pengguna tidak perlu repot menghitung uang saat pembayaran dan saat menerima pengembalian. Oleh sebab itu, Bank Indonesia
menerbitkan PBI No. 16/1/PBI/2014 tentang
Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran sebagai panduan aspek perlindungan konsumen serta PBI No. 16/8/PBI/2014 tentang Perubahan atas PBI No. 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money). Sebagai langkah konkret untuk mendorong peningkatan transaksi non tunai, Bank Indonesia telah meluncurkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang ditandai dengan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara Bank Indonesia dengan 4 (empat) lembaga negara yaitu Kementerian Keuangan, Kemenko Perekonomian, Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI), dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengenai kerjasama dalam rangka memperluas akses layanan keuangan dan edukasi kepada masyarakat serta penggunaan transaksi non tunai dalam penyelenggaran kegiatan sesuai kewenangan lembaga masing-masing.
1.5 Pengertian Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) GNNT merupakan salah satu program nyata untuk melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat melalui praktik penggunaan instrument non tunai uang elektronik secara langsung sehingga pengguna menjadi terbiasa dan mulai merasa nyaman untuk menggunakan instrument pembayaran non tunai. Gerakan yang dicanangkan oleh
Bank Indonesia bersama Pemerintah, pada 14 Agustus 2014 dengan memberikan peran masing-masing sebagai gambar di bawah ini:
Gambar 2.4 Upaya Mempengaruhi dari sisi Demand •
Mendorong perubahan perilaku: kewajiban penggunaan Uang Elektronik di Transjakarta dan KCJ
•
Rencana pembatasan transaksi tunai
•
Program bantuan pemerintah secara non tunai: BSM, PKH dan BPJS
•
Lembaga pemerintah menggunakan pembayaran non tunai untuk PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pejak), dari posisi potensi APBD tahun 2003 yang mencapai besar Rp 300T menjadi posisi 2013 sebesar Rp1.800T
•
Dengan ditandatanganinya MoU dan deklarasi GNNT 14 Agustus 2014, peluang mempengaruhi transaksi non tunai yang dilakukan oleh pemerintah semakin terbuka lebar
Sumber: Surat Edaran Bank Indonesia Tahun 2011
Gambar 2.5 Upaya Mempengaruhi dari Sisi Supply
Sumber: Surat Edaran Bank Indonesia Tahun 2011
Dalam melakukan program transformsi tunai ke non tunai, secara garis besar berada dalam program elektronifikasi, dimana defisini elektronifikasi dari beberapa sumber adalah sebagai berikut: a.
Electronification is changing something from a paper based system to an electronic system” (Urban Dictionary);
b.
Electronification is the movement of information and/or transfer of funds through electronic means” (Jeffery, Craigh A, The Impact of Electronification on the Balance Sheet, 2005); atau
c.
Electronic payments can be widely defined as payments that are initiated, processed, transferred, and received electronically which is regulated and supervised by central bank” (E-payment Without Frontier, ECB, 2014). Yang secara sederhana menterjemahkan electronicficasi sebagai suatu upaya terpadu
dan terintegrasi untuk mengubah pembayaran dari tunai menjadi non tunai. Analisis dan pola berfikir dalam melihat suatu proses transformasi berpikir dari program non tunai adalah sebagai berikut: Gambar 2.6 Gap Analysis tentang Evaluasi Transformasi Tunai Non Tunai
KONDISI SP RITEL SAAT INI PEOPLE BEHAVIOUR : Penggunaan instrumen di perkotaan masih rendah Hampir seluruh masyarakat pedesaan masih belum mengenal transaksi non tunai KETERSEDIAAN LAYANAN SISTEM PEMBAYARAN : Layanan, Infrastruktur, dan Instrumen Sistem Pembayaran sudah lengkap dan memadai namun masih banyak ruang untuk penyempurnaan PELAKU INDUSTRI SISTEM PEMBAYARAN : Belum tercipta sinergi bank dan non bank untuk ketersediaan dan jangkauan layanan Pelaku industri masih didominasi oleh pelaku asing KOORDINASI KELEMBAGAAN DAN REGULASI : Koordinasi masih perlu disempurnakan untuk mendukung elektronifikasi Kerangka Hukum SP perlu dilengkapi untuk mendorong masyarakat bertransaksi non tunai
GAP ANALYSIS TARGET ELEKTRONIFIKASI : 1. Transaksi SP Ritel 2,4 x GDP 2. LKD 10.000 Agen dan 500.000 rekening
People Behaviour Ketersediaan Layanan Sistem Pembayaran
Pelaku Industri Sistem Pembayaran
PEO
KET SIS Lay akti seca “sha
PE PE
Koordinasi Kelembagaan dan Regulasi Untuk Tujuan Elektronifikasi
KO DA STRATEGI : 1. Elektronifikasi transaksi layanan pemerintah 2. Elektronifikasi melalui keuangan Inklusif : Layanan kepada masyarakat unbanked
Sumber: Surat Edaran Bank Indonesia Tahun 2011
Bagaimana dengan penerapan dasar-dasar proses transformasi tunai kepada non tunai itu dapat memberikan rasa kebutuhan dan manfaat positif bagi pengguna, kita bisa
melihat bahwa syarat non tunai digemari antara lain harus memenuhi hal-hal sebagai berikut: a. Easy to use, secure and convinience, transaksi mudah, aman dan nyaman b.
All Inclusive, akses layanan pembayaran yang luas dan menjangkau seluruh wilayah dan lapisan masyarakat
c.
All Method of payment, menggunakan seluruh metode pembayaran
d.
All Integrated, layanan yang terkoneksi dan interoperable
e.
More efficient, mekanisme pembayaran yang efisien dan harga yang terjangkau Bagaimana strategi yang akan dilakukan oleh Bank Indonesia dalam menjalankan
perannya sebagai pelaku transformasi itu sendiri, dapat dilihat dalam tahapan di bawah ini, dengan target pada tahun 2024, maka pencapaian user yang bertransaksi dengan non tunai mencapai angka 4x angka GDP 2024. Hal ini sesuai dengan mapping nasional tentang hal ini sebagaimana gambar 6 di bawah ini: Gambar 2.7 Staging Transformasi dan Target Non Tunai via Elektronifikasi
2024 : 2015 Kondisi Saat Ini : • Transaksi SP ritel 1.68 x GDP • Belum terdapat infrastruktur non tunai utk layanan public & pemerintah • Saluran distribusi yang perlu diperluas
• Transaksi SP ritel 4 x GDP
• Transaksi SP Ritel 2,4 x GDP • Penyusunan roadmap elektronifikas i retail payment • MoU/PKS dilengkapi dengan Bisnis Model dan Strategi Layanan Transaksi Non Tunai untuk transaksi pembayara n pemerintah
Sumber: Surat Edaran Bank Indonesia Tahun 2011
Sedangkan dalam gambaran kemudahannya dicerminkan pada diagram di bawah ini:
Gambar 2.8 strategi yang akan dilakukan oleh Bank Indonesia dalam menjalankan perannya sebagai pelaku transformasi
Akses Lebih Luas
Praktis
M p ide
Meningkatkan akses masyarakat ke dalam sistem pembayaran
Efisiensi Rupiah Menekan biaya pengelolaan uang rupiah dan cash handling,
Efisiensi Transaksi
Meningkatkan sirkulasi uang dalam perekonomian (velocity of money
Sumber: Surat Edaran Bank Indonesia Tahun 2011
Berdasarkan survei terhadap uang elektronik sebagai metode pembayaran terlihat meningkat dari survei awal ke survei akhir. Peningkatan ini disebabkan oleh beberapa indikator yaitu meningkatnya responden yang mendengar istilah uang elektronik, meningkatnya responden yang memiliki uang elektronik, dan meningkatnya pemahaman responden terhadap provider uang elektronik. Hasil survei sebelum implementasi GNNT hanya tiga belas persen responden yang mendengar uang elektronik, dan meningkat signifikan menjadi
seratus persen pasca
implemnetasi GNNT. Hal ini disebabkan adanya edukasi melalui rangkaian kegiatan GNNT, mulai dari sosialisasi, Pusat Informasi LCS, Talkshow, Pekan Non Tuni dan Bazar Non Tunai yang dilakukan oleh Bank Indonesia dan Perbankan.
Gambar 2.9 Prosentase Responden Mendengah Istialh Uang Elektronik
Sumber: Survei GNNT 2014
Dari sisi kepemilikan uang elektronik, hasil survei juga menunjukkan peningkatan yang signifikan. Jumlah responden yang memilkik uang elektronik pasca GNNT adalah seratus persen jauh meningkat dari sebelum implementasi GNNT yang hanya sebelas persen. Kondisi ini sama dengan jumlah responden yang mengetahui uang elektronik pasca implemntasi GNNT yaitu seratus persen.
Grafik 2.10 Responden yang memiliki uang elektronik
Memiliki
89%
11% Survei awal
tidak 100%
0 survei akhir
Sumber: Survei GNNT 2014
Seluruh responden yang mendengar dan menggunakan uang elektronik pada survei akhir ketika responden ditanyakan provider uang elektronik, mereka menjawab sebagian besar BNI dua puluh persen, BRI Sembilan belas persen, BANK permata delapan belas persen, CIMB Niaga lima belas persen, BCA lima belas persen dan Bank Mandiri empat belas persen. Kondisi ini mengalami peningkata yang dimana pada survei awal responden yang tidak tahu sebesar delapan puluh tujuh persen, BNI satu persen, Bank Permata satu persen, CIMB Niaga dua persen, Bank Mandiri satu persen, BCA empat persen, BNI tiga persen, dan BRI dua persen. Peningkatan pemahaman tersebut dikarenakan meningkatnya responden yang mengetahui dan menggunakan uang elektronik sesuai dengan penjelasan sebelumnya dan adanya kerjasama dari beberapa bank berupa sosialisai mengenai uang elektronik.
Gambar 2.11 Provider Yang Terlintas Jika Menyebut Uang Elektronik
100%
87%
80% 60% 40% 20%
18% 1%
15% 2%
14% 1%
15% 4%
CIMB Niaga
bank mandiri
BCA
20% 3%
19% 2%
0%
0% Bank permata
Survei awal
BNI
BRI
lainnya
Survei akhir
Sumber: Survei GNNT 2014
Responden yang menggunakan uang elektronik pada survei akhir adalah sebagian besar menggunakan provider BRIZZI dua puluh lima persen, FLAZZ Card Sembilan belas persen, T-Cash enam belas persen, dan E-Money tujuh persen.
Gambar 2.12 Instansi Yang Saat Ini Menggunakan Uang Elektronik Survei awal
Servei ke dua
0% 0%0% 0%0% 0%0% 0%0% 0%0% 0%0% 0%0% 0%0% 0%0% 0%0% 0%0% 0%0% 0%0% 0%0% 0%0% 0%0% 0%0% 0%0% 0%0% 0%0% 0%0% 0%0% 0%0% 0%0% 0%
Sumber: Survei GNNT 2014
1.6 Tujuan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) 1) Memberikan pengalaman menggunakan APMK (Alat Pembayaran Menggunakan Kartu) dan uang elektronik bagi masyarakat yang baru mulai menggunakan instrumen
pembayaran non tunai tersebut, sehingga dapat menimbulkan kebiasaan dalam bertransaksi secara rutin. 2) Mendorong peningkatkan frekuensi penggunaan APMK dan uang elektronik dalam kegiatan transaksi masyarakat. 3) Mempelajari perilaku dari masyarakat yang telah memiliki rekening di bank dan telah memiliki APMK maupun uang elektronik namun penggunaan untuk bertransaksi cenderung masih minim. Dengan program ini diharapkan dapat memperoleh informasi yang tepat mengenai apakah akan terjadi perubahan perilaku masyarakat untuk menggunakan instrumen tersebut apabila masyarakat difasilitasi dengan berbagai kemudahan seperti keberadaan merchant yang lebih banyak serta infrastruktur yang lebih merata dan berbagai program yang menarik. 4) Memberikan edukasi tentang uang elektronik baik melalui sosialisasi, pusat informasi, lomba, seminar, talkshow non tunai dan bazar. 5) Mendorong peningkatan frekuensi penggunaan Uang Elektronik
1.7 Jenis – jenis Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) 1)
Cek (Cheque) Cek merupakan salah satu instrumen pembayaran non tunai berbasis kertas yang sudah ada sejak lama, yang merupakan perintah tanpa syarat dari nasabah giro pemegang cek, kepada bank penerbit cek untuk membayarkan suatu nilai nominal uang tertentu kepada pembawa. Cek dapat dibayarkan tunai kepada pembawa atau dapat pula diminta untuk dipindahbukukan melalui mekanisme pemindahbukuan antar rekening di bank yang
sama atau di bank lain dengan fasilitas SKNBI (Sistem Kliring Nasional BI) atau RTGS (Real Time Gross Settlement), tergantung dari nominal yang akan disettle. 2)
Bilyet Giro (BG) Bilyet Giro adalah surat perintah pemindahbukuan dari nasabah giro suatu bank penerbit untuk memindahkan sejumlah dana/uang dari rekeningnya ke rekening penerima yang namanya disebut dalam bilyet giro, pada bank yang sama atau bank lain. Bilyet Giro tidak bisa ditunaikan, karena Bilyet Giro merupakan alat perintah pindah buku.
3)
Mesin ATM (Anjungan Tunai Mandiri) ATM merupakan layanan jaringan kantor terendah dari suatu jaringan bank, dan berada di bawah pengelolaan kantor cabang utama atau kantor cabang bank. Mesin ATM, merupakan suatu bentuk layanan transaksi yang dapat memberikan layanan tunai maupun non tunai, yang dilakukan atas beban rekening nasabah suatu bank. Saat ini layanan tunai dapat berupa tarik tunai atau setor tunai, dan transkasi transfer dana ataupun pembayaran.
4)
Internet Banking Layanan Internet Banking memungkinkan nasabah bank melakukan transaksi melalui internet dengan alamat website milik bank. Layanan ini mampu menjawab kebutuhan nasabah perbankan akan layanan secara cepat, aman, nyaman, murah dan tersedia setiap saat (24 jam/hari, 7 hari/minggu) yang dapat diakses melalui internet dari mana saja.
5)
Mobile Banking
Layanan perbankan yang diberikan kepada nasabah suatu bank dengan menggunakan fasilitas jaringan telco seluler/handphone GSM (Global System for Mobile Communiation) dengan menggunakan media SMS (Short Message Service) atau aplikasi yang disediakan oleh perbankan. Layanan mobile banking memudahkan nasabah bertransaksi perbankan di mana saja dan kapan saja, termasuk untuk layanan berbasis USSD. 6)
Mesin EDC (Electronic Data Capture) EDC adalah alat bantu mendapatkan sejumlah data yang dienkrip oleh mesin untuk melakukan transaksi keuangan dengan melakukan pendebitan/pembebanan via kartu, baik kartu kredit ataupun debit, dan saat ini juga ada beberapa EDC yang dilengkapi dengan teknologi taping (untuk melayani uang elektronik-UNik). Penggunaan EDC oleh banyak merchant di pasar tradisional dan modern mendorong layanan transaksi non tunai dengan berbagai kemudahan bertransaksi untuk melakukan pembayaran dan/atau pembelian. Dengan adanya mesin EDC, transaksi lebih praktis dan aman, karena para penjual maupun konsumennya tidak perlu lagi melakukan transaksi dengan menggunakan uang tunai.
7)
e-Parking Card Penggunaan uang elektronik untuk pembayaran biaya parkir (e-Parking) akan mempermudah dan mempercepat waktu pembayaran, hanya butuh waktu beberapa detik untuk menempelkan e-Parking card dan transaksi pembayaran parkir pun selesai. Hal ini akan mengurangi antrean kendaraan ketika keluar halaman parkir.
8)
e-Ticketing Commuter Line
Penggunaan kartu prabayar sebagai e-Ticketing untuk pembayaran tiket Kereta Commuter Line membuat transaksi pembayaran menjadi lebih mudah, cepat dan tidak perlu repot menyediakan uang tunai. Alat pembayaran elektronik ini juga praktis karena dapat diisi ulang dan dapat dipindahtangankan selayaknya uang tunai biasa. 9)
e-Ticketing Transjakarta Yang dimaksud dengan implementasi e-Ticketing Transjakarta adalah pembayaran tarif bus Transjakarta secara elektronis menggunakan kartu prabayar yang dikeluarkanoleh beberapa bank. Kartu prabayar dapat dibeli dikantor cabang masingmasing bank atau di merchant-merchant yang telah bekerja sama dengan bank. Selain itu, kartu juga dapat dipindahtangankan dan dapat diisi ulang.
10) Phone To Phone Transfer Phone To Phone Transfer menggunakan teknologi NFC (Near Field Communication) atau komunikasi jarak dekat. NFC umumnya dipasang pada ponsel, keuangan non tunai. Area Transaksi Non Tunai Saat ini, banyak ditemukan area tertentu seperti pusat perbelanjaan, kantin, atau foodcourt yang hanya menerima pembayaran secara non tunai. Model ini dikenalkan dalam program less cash society (LCS) yang merupakan suatu kawasan non tunai untuk mendorong tumbuh berkembangnya transaksi non tunai sebagaimana digagas dalam GNNT 2014. Fenomena ini muncul karena adanya kebutuhan transaksi yang praktis dan cepat tanpa perlu menggunakan uang tunai. 11)
On Board Unit
System pembayaran tarif jalan tol otomatis menggunakan alat yang scanner dipasang pada panel tiang/dibox layanan non tunai untuk memindai OBU (on board unit) yang dipasang di dash board kendaraan konsumen pengguna jalur khusus bayar non tunai tol. Pengguna jalan tol dapat langsung melewati gardu bayar OBU dengan kecepatakn maks 20 km/jam agar OBU dapat dibaca oleh msein scanner pengelola jalan tol dengan baik. Modul ini amat membantu efisiensi waktu pembayaran di gardu bayar tol dan dapat mengurangi antrian pembayaran di gardu pintu tol. 12)
Electronic Road Pricing Electronic Road Pricing atau ERP adalah sebuah modul aplikasi scanner yang diterapkan pada jalan berbayar. Model ini layaknya kendaraan melewati jalan tol. Jalan berbayar atau ERP ini akan segera diterapkan di jalan protokol di kawasan tertib lalu lintas di Jakarta, dengan pertimbangan untuk mengelolaa kemacetan jalan, akibat banyaknya kendaraan yang masuk pada jam-jam tertentu. System ERP ini diterapkan setelah terlebih dahulu memasang alat On Board Unit (OBU) di kendaraan. Saat kendaraan melewati gerbang sensor ERP, frekuensinya akan terbaca oleh sistem dan secara otomatis transaksi pembayaran terjadi.