BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kelompok Sosial Kelompok sosial merupakan gejala yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena sebagian besar kegiatan manusia berlangsung di dalamnya. Soekanto (2002 : 115) mengemukakan beberapa persyaratan sebuah kelompok sosial. 1. Setiap anggota kelompok harus sadar bahwa dia merupakan sebagian dari kelompok yang bersangkutan. 2. Adanya hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan anggota yang lainnya. 3. Ada suatu faktor yang dimiliki bersama, sehingga hubungan antara mereka bertambah erat. Faktor tadi dapat merupakan nasib yang sama, kepentingan yang sama, ideologi politik yang sama dan lain-lain. Tentunya faktor mempunyai musuh bersama misalnya, dan dapat pula menjadi faktor pengikat/pemersatu. 4. Berstruktur, berkaidah dan mempunyai perilaku. 5. Bersistem dan berproses. Hampir semua manusia pada awalnya merupakan anggota kelompok sosial yang dinamakan keluarga. Walaupun anggota-anggota keluarga tadi selalu menyebar, pada waktu-waktu tertentu mereka pasti berkumpul, misalnya pada makan pagi bersama, siang dan malam. Setiap anggota mempunyai pengalaman-pengalaman masing-masing dalam hubungannya dengan kelompok-kelompok sosial lainnya di luar rumah. Bila mereka berkumpul, terjadilah tukar-menukar pengalaman di antara mereka. Pada saat-saat demikian, yang terjadi bukanlah pertukaran pengalaman
Universitas Sumatera Utara
semata, tetapi para anggota keluarga tersebut mungkin telah mengalami perubahanperubahan, walaupun sama sekali tidak di sadari. Saling tukar-menukar pengalaman tersebut oleh Bogardus (1945 : 4) disebut social experiences di dalam kehidupan berkelompok, mempunyai pengaruh yang besar di dalam pembentukan kepribadian orang-orang yang bersangkutan. Penelitian terhadap sosial experiences tersebut sangat penting untuk mengetahui sampai sejauh mana pengaruh kelompok terhadap individu terhadap pengaruh tadi dalam proses pembentukan kepribadian. Suatu kelompok sosial cenderung untuk tidak menjadi kelompok yang statis, akan tetapi selalu berkembang serta mengalami perubahan-perubahan baik dalam aktivitas
maupun
bentuknya.
Kelompok tadi dapat
menambhkan alat-alat
perlengkapan untuk dapat melaksankan fungsi-fungsinya yang baru di dalam rangka perubahan-perubahan yang di alaminya, atau bahkan dapat mempersempit ruang lingkupnya. Kelompok sosial dapat dibagi menjadi in-group dan out-group. Menurut Sumner, in-group adalah kelompok sosial dengan mana individi mengidentifikasikan dirinya. Jelasnya, bahwa apabila suatu kelompok sosial merupakan in-group atau tidak, bersifat relatif dan tergantung pada situasi-situasi sosial yang tertentu. Sedangkan out-group diartikan sebagai kelompok yang menjadi lawan dan in-group nya (Soekanto, 2003 : 123). Sikap in-group pada umumnya di dasarkan pada faktor simpati dan selalu mempunyai perasaan dekat dengan anggota-anggota kelompok, sedangkan sikap outgroup selalu ditandai dengan kelainan yang berwujud antagonisme atau antipati. Menurut Polak, perasaan in-group dan out-group atau perasaan dalam serta luar
Universitas Sumatera Utara
kelompok dapat merupakan dasar suatu sikap yang dinamakan etnosentrisme. Anggota-anggota suatu kelompok sosial tertentu, sedikit banyak akan mempunyai kecenderungan untuk menganggap bahwa segala sesuatu yang termasuk dalam kebiasaan-kebiasaan kelompoknya sendiri sebagai sesuatu yang terbaik apabila dibandingkan dengan kebiasaan-kebiasaan kelompok lain. Kecenderungan tadi disebut etnosentrisme, yaitu suatu sikap untuk menilai unsur-unsur kebudayaan lain dengan mempergunakan ukuran-ukuran kebudayaan sendiri. Pada umumnya etnis Cina menunjukan orientasi in-groupnya, sebagai salah satu anggota dari sebuah klan. Penggunaan klan menunjukkan adanya interest yang kuat pada famili-familinya dan secara intents akan cenderung kurang perhatiannya kepada orang lain (out-group), rasa interest ini akan membuat mereka memiliki rasa satu group yang erat dalam lingkungan kelompoknya, sehingga mereka mempunyai orientasi yang kuat terhadap kelompok sosialnya sehungga akan menghambat interaksi sosial yang harmonis dengan anggota out-group nya. Asas familisme pada ajaran Cina yang mengutamakan kepentingan klen (kepentingan kelompok) lebih diutamakan daripada kepentingan kelompok lain (etnis yang berbeda). Segala apa yang dilakukan ditujukan demi kepentingan dalam klan. Orientasi kehidupan semacam ini kurang mempunyai kepentingan kepada masyarakat luas. Keadaan yang demikian tidak memungkinkan terjadinya komunikasi dan kontak sosial secara harmonis dengan kelompok sosial yang berbeda, sehingga akan menghambat interaksi yang harmonis antara etnis Cina dengan etnis lainnya Orang Cina yang memiliki etos kerja untuk kekeluargaan dan diri sendiri cenderung memperhatikan keluarga. Mereka kurang memiliki perhatian pada
Universitas Sumatera Utara
masyarakat luas sebagai out-group nya, sehingga rendah tingkat interaksi sosialnya dengan kelompok lainnya.
2.2. Interaksi Sosial. Dalam teori interaksi sosial suatu interaksi tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat yaitu : 1. Kontak sosial (social contact) 2.
Komunikasi (communication) Interaksi sosial dimaksudkan sebagai pengaruh timbal balik antara dua belah
pihak yaitu antara individu satu dengan individu atau kelompok lain dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Terjadinya interaksi sosial karena adanya saling mengerti tentang maksud dan tujuan masing-masing pihak dalam suatu hubungan sosial (Basrowi, 2005 :139). Dari teori diatas interaksi yang terjadi antara penjual dan pembeli yang berasal dari etnis yang sama yaitu etnis Cina terjalin dengan sangat baik selain Karena adanya kontak langsung tetapi juga adanya saling mengerti diantara mereka yang secara tidak langsung membuat mereka mengerti hal-hal apa saja yang dibutuhkan oleh pembeli, seperti dalam hal membeli barang mereka selalu menginginkan barang yang berkualitas. Hal ini terjadi karena sudah merupakan kebiasaan mereka begitu juga dengan perilaku pedagang etnis Cina, dimana dalam berdagang mereka tidak mempersoalkan tentang untung besar tetapi kenyamanan agar pembeli merasa puas berbelanja di tempat tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Manusia mempunyai naluri untuk senantiasa berhubungan dengan sesamanya. Hubungan yang sinambung tersebut menghasilkan pola pergaulan yang dinamakan interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompokkelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Pola interaksi senantiasa mengacu pada hubungan yang lebih teratur antara individu-individu, sekaligus juga dengan sendirinya memperlihatkan bahwa gugusan tindakan-tindakan yang dilakukan tidak dengan asal sembarangan saja. Individu mengikuti kebiasaan yang teratur ini dalam rangka menyederhanakan dan memudahkan kehidupan sosialnya. Pada kenyataannya, interaksi meliputi hal-hal seperti norma-norma, status-status dan tujuan. Selanjutnya meliputi pula kewajiban timbal balik, status timbal balik, tujuan dan makna yang secara timbal balik berarti antara dua atau lebih individu didalam kontak yang bersamaan. Di dalam masyarakat yang majemuk (Plural Society) seperti Indonesia pengetahuan tentang interaksi sosial yang terjadi antara suatu kelompok dengan kelompok masyarakat lainnya sangat penting dengan mengetahui dan memahami perihal kondisi yang dapat dikembangkan bagi usaha pembinaan bangsa dan masyarakat. Di dalam fakta sosial ini pasti terdapat interaksi antara individu-individu di dalam sub sistem sosial. Interaksi ini dapat terjadi karena mereka saling melengkapi kebutuhan satu sama lain. Untuk saling melengkapi kebutuhan tersebut harus ada ketergantungan satu sama lain antara sub sistem sosial tersebut. Interaksi dimulai dengan adanya keperluan atau kepentingan masing-masing individu dalam masyarakat. Sampai pada tingkat tertentu dalam waktu yang sama dan hidup bersama
Universitas Sumatera Utara
pada suatu tempat. Munculnya masyarakat itu sendiri karena adanya interaksi antara individu-individu. Begitu pula terjadinya berbagai aktivitas atau kegiatan masyarakat terjadi karena adanya interaksi sosial. Pada umumnya orang Cina mempunyai kelebihan yang jelas dalam berhubungan dengan orang asing. Kecakapan mereka mengesani dan melayani orang asing telah sejak dulu kala. Sudah menjadi kebiasaan mendarah daging bagi mereka untuk bersukap ramah, memberikan kesan yang sebaik mungkin, dan memperoleh keuntungan dari kelebihan kebudayaannya, terutama etiket mereka yang baik. Berbagai analisis menekankan bahwa sistem nilai orang Cina bermuara pada ajaran Confucius, walaupun bagi kebanyakan dari mereka hal ini tidak disadarinya. Sebenarnya dapat dikatakan ada suatu tradisi yang diteruskan secara turun-temurun mengenai apa yang baik dan bagaimana prilaku yang baik atupun yang buruk. Seperti yang sering dikemukakan dalam sistem nilai yang diteruskan secara turun-temurun terdapat hormat dan berbakti kepada orang tua dan orang yang lebih tua, bekerja keras dan berhasil dalam karya apa pun (untuk keharuman keluarga nama keluarga), ulet dan “tahan banting” dalam menghadapi kesulitan, serta selalu berikhtiar untuk mencapai yang terbaik (achievement motivation) Perbedaan-perbedaan di antara orang Cina Asia Tenggara ini harus diingat sebagai sebuah penawaran terhadap sistem pemahaman akan suatu kecinaan yang mendasar dan lazim. Meskipun mereka menjadi bagian dari unsur-unsur warisan identitas etnis dan budaya Cina dimana pun, interaksi sosial masyarakat Cina Asia Tenggara dengan para tetangga pribumi telah mempengaruhi identitas etnis dan budayanya.
Universitas Sumatera Utara
Pada kasus etnis Cina hokkien ternyata rendahnya efektifitas komunikasi antar budaya antar etnis adalah dipengaruhi oleh stereotip (25%) yang bahwa seandainya pandangan terhadap etnik lain semakin posesif, mak semakin besar pengaruhnya bagi etnik Cina hokkien berkomunikasi secara efektif dengan etnik lain dan juga sebagianya (Cohen,1992 : 181) Konsep defenisi situasi (the defenisition of the situation) merupakan konsep penting dalam interaksi sosial. Berbeda dengan pandangan yang mengatakan bahwa interaksi manusia merupakan pemberian tanggapan (response) terhadap rangsangan (stimulus), maka memurut Thomas seseorang tidak segera memberikan reaksi manakala ia mendapat rangsangan dari luar. Menurutnya tindakan individu selalu didahului suatu tahap penilaian dan pertimbangan ; rangsangan dari luar diseleksi melalui proses yang dinamakannnya defenisi/penafsiran situasi. Menurt karp dan yoels ciri yang dibawa sejak lahir seperti ras sangat menentukan interaksi. Begitu juga yang terjadi pada etnis cina, karena mereka memiliki ras yang sama maka interaksi yang terjadi diantara mereka tidak terlepas dari persamaan yang mereka miliki seperti persamaan bahasa.
Universitas Sumatera Utara