BAB II INSTRUMEN DAN TEKNIK PENGUKURAN PEMBELAJARAN
A. Pendahuluan Pengukuran merupakan proses yang natural dan biasa dilaksanakan baik sengaja maupun tidak sengaja. Sebagai seorang pendidik, segala pengukuran yang dilakukan selayaknya dapat dipertanggungjawabkan secara akademik, transparan dan logis. Oleh karena itu, selain dibutuhkan instrumen dalam pengukuran dibutuhkan pula teknik yang jelas dan logis dalam mengukur hasil belajar. Pelaksanaan pengukuran tidak lepas dari sebuah alat pengukur yang disebut instrumen. Alat ukur yang baik niscaya akan memberikan hasil pengukuran yang baik jika dibarengi dengan teknik yang baik pula. Dalam dunia pendidikan dikenal 2 instrumen yang sering digunakan dalam pengukurannya, yaitu: Instrumen Tes dan Non Tes. Dalam bab ini dibahas tentang pengukuran yang menggunakan tes dan non tes dalam kegiatan pembelajaran. Dalam bab ini, anda akan mempelajari berbagai bentuk instrumen baik tes maupun non tes. Kedudukan kedua instrumen tersebut tidak lepas dari peranan kurikulum 2013 yang selain menitikberatkan kepada keterampilan juga kepada sikap. Untuk itu, setelah melaksanakan perkuliahan ini anda diharapkan dapat : 1. Menjelaskan pengertian tes. 2. Menjelaskan pengertian non tes 3. Menjelaskan kedudukan tes, dan non tes dalam evaluasi pembelajaran 4. Mengelompokan jenis tes. 5. Menyusun berbagai jenis tes 6. Mengelompokan jenis non tes. 7. Menyusun berbagai jenis non tes B. Tes Tes merupakan suatu bentuk instrumen yang paling akrab digunakan dalam dunia pendidikan di berbagai jenjang. Oleh karena itu, penting kiranya untuk memahami tes, kegunaan dan jenis tes dari berbagai sudut pandang. Djaali dan Pudjiono (2004) mengatakan tes merupakan sejumlah pertanyaan yang memiliki 26
27 jawaban yang benar atau salah. Tes diartikan juga sebagai sejumlah pertanyaan yang membutuhkan jawaban, atau sejumlah pertanyaan yang harus diberikan tanggapan
dengan
tujuan
mengukur
tingkat
kemampuan
seseorang
atau
mengungkap aspek tertentu dari orang yang dikenai tes (testee). Tes
merupakan
rangka melaksanakan
suatu
teknik
kegiatan
atau
pengukuran,
cara
yang
yang
digunakan
didalamnya
dalam terdapat
berbagai pertanyaan, pernyataan atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau dijawab oleh peserta didik untuk mengukur aspek perilaku peserta didik. Dalam rumusan ini terdapat beberapa unsur penting. Pertama, tes merupakan suatu cara atau teknik yang disusun secara sistematis dan digunakan dalam rangka kegiatan pengukuran. Kedua, di dalam tes terdapat berbagai pertanyaan dan pernyataan atau serangkaian tugas yang harus dijawab dan dikerjakan oleh peserta didik. Ketiga, tes digunakan untuk mengukur suatu aspek perilaku peserta didik. Keempat, hasil tes peserta didik perlu diberi skor dan nilai. Tes adalah himpunan pertanyaan yang harus dijawab, atau pernyataanpernyataan yang harus dipilih/ditanggapi, atau tugas-tugas yang harus dilakukan oleh orang yang dites dengan tujuan mengukur suatu aspek (perilaku) tertentu dari orang yang dites. Secara umum tes dibedakan menjadi tes tertulis dan tes tidak tertulis. Tes tertulis adalah sebuah tes dimana soal dan jawaban yang diberikan kepada siswa dalam bentuk bahan tulisan. Dalam menjawab soal siswa tidak selalu harus merespons dalam bentuk menulis kalimat jawaban tetapi dapat juga dalam bentuk mewarnai, memberi tanda, menggambar grafik, diagram dan lain sebagainya. Dari berbagai penjelasan tentang tes tersebut di atas, ada baiknya diketahui pula kelemahan dari tes, antara lain: 1. Hampir semua tes hanya dapat mengukur hasil belajar yang bersifat kognitif dan keterampilan sederhana. Walaupun dapat mengukur hasil belajar yang esensial, namun konstruksi tes akan membutuhkan waktu dan keterampilan yang lebih tinggi. 2. Hasil tes seringkali disalahartikan. Hasil tes seringkali dianggap gambaran utuh dan keseluruhan dari kemampuan dan pengetahuan seseorang. Padahal, butir-butir tes seringkali hanya mengukur sebagian ranah kognitif maupun psikomotor yang sangat sederhana dari seseorang. Selain itu, hasil tes seringkali dianggap suatu hasil yang permanen dan cenderung menetap, padahal hasil tes selalu berubahubah karena memang hakikat hasil belajar sesungguhnya berubah-ubah. 3. Dalam proses pelaksanaannya, tes selalu menimbulkan kecemasan. Walaupun kadar kecemasan setiap peserta didik berbeda-beda, namun demikian tetap saja
28 faktor kecemasan dapat mengakibatkan terjadinya perbedaan hasil yang diperoleh dalam dengan kemampuan yang sesungguhnya. Dalam berbagai kesempatan kita seringkali berhadapan dengan berbagai jenis tes antara lain pilihan ganda, menjodohkan maupun isian dan essay atau uraian. Berikut ini dapat dijelaskan jenis-jenis tes tersebut: 1. Tes pilihan ganda Tes bentuk pilihan ganda adalah soal yang jawabnya harus dipilih dari beberapa kemungkinan jawaban yang telah disediakan. Secara umum, setiap soal pilihan ganda terdiri dari pokok soal (steam) dan pilihan jawaban (option). Pilihan jawaban terdiri atas kunci jawaban dan pengecoh (distractor). Kunci jawaban yang tidak benar memungkinkan seseorang terkecoh untuk memilihnya apabila tidak menguasai bahannya atau materi pelajarannya dengan baik. Soal tes bentuk pilihan-ganda dapat digunakan untuk mengukur hasil belajar yang lebih kompleks dan berkenaan dengan aspek ingatan, pengertian, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Soal tes bentuk pilihan-ganda terdiri atas pembawa pokok persoalan dan pilihan jawaban. Pembawa pokok persoalan dapat dikemukakan dalam bentuk pertanyaan dan dapat pula dalam bentuk pernyataan (statement) yang belum sempurna yang sering disebut stem. Sedangkan pilihan jawaban itu mungkin berbentuk perkataan, bilangan atau kalimat dan sering disebut pilihan jawaban (option). Pilihan jawaban terdiri atas jawaban yang benar atau yang paling benar, selanjutnya disebut kunci jawaban dan kemungkinan jawaban salah yang dinamakan pengecoh (distractor atau decoy atau fails) namun memungkinkan seseorang memilihnya apabila tidak menguasai materi yang ditanyakan dalam soal. Mengenai jumlah alternatif jawaban sebenarnya tidak ada aturan baku. Anda bisa membuat 3, 4 atau 5 alternatif jawaban. Semakin banyak semakin bagus. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi faktor menebak (chance of guessing), sehingga dapat meningkatkan validitas dan reliabilitas soal. Semakin banyak alternatif
jawaban,
semakin kecil kemungkinan peserta didik
menerka.
Adapun kemampuan yang dapat diukur oleh bentuk soal pilihan-ganda, antara lain: mengenal istilah, fakta, prinsip, metode, dan prosedur; mengidentifikasi penggunaan fakta dan prinsip; menafsirkan hubungan sebab-akibat; dan menilai metode dan prosedur. Ada beberapa jenis tes bentuk pilihan-ganda, yaitu :
29 a. Distracters, yaitu setiap pertanyaan atau pernyataan mempunyai beberapa pilihan jawaban yang salah, tetapi disediakan satu pilihan jawaban yang benar. Tugas peserta didik adalah memilih satu jawaban yang benar itu. b. Analisis hubungan antara hal, yaitu bentuk soal yang dapat digunakan untuk melihat kemampuan peserta didik dalam menganalisis hubungan antara pernyataan dengan alasan (sebab-akibat). c. Variasi negatif, yaitu setiap pertanyaan atau pernyataan mempunyai beberapa pilihan jawaban yang benar tetapi disediakan satu kemungkinan jawaban yang salah. Tugas peserta didik adalah memilih jawaban yang salah tersebut. d. Variasi berganda, yaitu memilih beberapa kemungkinan jawaban yang semuanya benar, tetapi ada satu jawaban yang paling benar. Tugas peserta didik adalah memilih jawaban yang paling benar. e. Variasi yang tidak lengkap, yaitu pertanyaan atau pernyataan yang memiliki beberapa kemungkinan jawaban yang belum lengkap. Tugas peserta didik adalah mencari satu kemungkinan jawaban yang benar dan melengkapinya. Kebaikan soal bentuk pilihan ganda antara lain: (1) cara penilaian dapat dilakukan dengan mudah, cepat, dan objektif; (2) kemungkinan peserta didik menjawab dengan terkaan dapat dikurangi; (3) dapat digunakan untuk menilai kemampuan peserta didik dalam berbagai jenjang kemampuan kognitif; (4) dapat digunakan berulang-ulang; dan (5) sangat cocok untuk jumlah peserta tes yang banyak. Adapun kelemahan tes bentuk pilihan ganda antara lain: (1) tidak dapat digunakan untuk mengukur kemampuan verbal dan pemecahan masalah; (2) penyusunan soal yang benar-benar baik membutuhkan waktu lama; dan (3) sukar menentukan alternatif jawaban yang benar-benar homogen, logis, dan berfungsi. a. Beberapa petunjuk praktis dalam menyusun soal bentuk pilihan-ganda: 1. Harus mengacu kepada kompetensi dasar dan indikator soal. 2. Berilah petunjuk pengerjaannya dengan jelas. 3. Jangan memasukkan materi soal yang tidak relevan dengan apa yang sudah dipelajari peserta didik. 4. Pernyataan pada soal seharusnya merumuskan persoalan yang jelas dan berarti. 5. Pernyataan dan pilihan hendaknya merupakan kesatuan kalimat yang tidak terputus. 6. Alternatif jawaban harus berfungsi, homogen dan logis.
30 7. Panjang pilihan pada suatu soal hendaknya lebih pendek daripada itemnya. 8. Usahakan agar pernyataan dan pilihan tidak mudah diasosiasikan. 9. Alternatif jawaban yang betul hendaknya jangan sistematis. 10. Harus diyakini benar bahwa hanya ada satu jawaban yang benar
b. Keunggulan dan keterbatasan bentuk tes pilihan ganda: 1. Keunggulan a) Mengukur berbagai jenjang kognitif (dari mengetahui sampai mencipta) b) Penskorannya mudah, cepat, objektif dan dapt mencakup ruang lingkup bahan/materi/pokok bahasan yang luas dalam suatu tes untuk suatu kelas atau jenjang pendidikan. c) Bentuk ini sangat tepat untuk ujian yang pesertanya sangat banyak atau sifatnya massal, sedangkan hasilnya harus segera diumumkan, seperti Ujian Semester, Ujian Kenaikan Kelas, Ujian Sekolah dan Ujian Nasional. 2. Keterbatasan a) Memerlukan waktu yang relatif lama untuk membuatnya. b) Sulit membuat pengecoh yang homogenitas dan berfungsi. c) Terdapat peluang untuk menebak kunci jawaban (guessing) .
c. Kaidah penulisan soal bentuk pilihan ganda 1. Materi a) Soal harus sesuai dengan indikator. Artinya, soal harus menanyakan perilaku dan materi yang hendak diukur sesuai dengan tuntutan indikator. b) Pilihan jawaban harus homogen dan logis ditinjau dari segi materi. Artinya, semua pilihan jawaban harus berasal dari materi yang sama seperti terkandung dalam pokok soal, penulisannya harus setara dan semua pilihan jawaban harus berfungsi c) Setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang benar atau yang paling benar. Artinya satu soal hanya mempunyai satu kunci jawaban. Jika terdapat beberapa pilihan jawaban yang benar, maka kunci jawabannya adalah pilihan jawaban yang paling benar. 2. Konstruksi a) Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas. Artinya, kemampuan/materi yang hendak diukur/ditanyakan harus jelas, tidak
31 menimbulkan pengertian atau penafsiran yang berbeda dari yang dimaksudkan penulis dan hanya mengandung satu persoalan untuk setiap nomor. Bahasa yang digunakan harus komunikatif, sehingga mudah dimengerti peserta didik. Apabila tanpa harus melihat dahulu pilihan jawaban, siswa sudah dapat mengerti pertanyaan/maksud pokok soal, maka dapat disimpulkan bahwa pokok soal tersebut sudah jelas. b) Rumusan
pokok
soal dan
pilihan
jawaban
harus
merupakan
pernyataan yang diperlukan saja. Artinya, apabila terdapat rumusan atau pernyataan yang sebetulnya tidak diperlukan, maka rumusan atau pernyataan tersebut dihilangkan saja. c) Pokok soal jangan memberikan petunjuk ke arah jawaban yang benar. Artinya pada pokok soal jangan sampai terdapat kata, frase atau ungkapan yang dapat memberikan petunjuk ke arah jawaban yang benar. d) Pokok soal jangan mengandung pernyataan yang bersifat negatif ganda. Artinya, pada pokok soal jangan sampai terdapat dua kata atau lebih yang mengandung arti negatif. Penggunaan kata negatif ganda dapat mempersulit siswa dalam memahami maksud soal. Oleh karena itu, perlu dihindari. Namun untuk keterampilan bahasa, penggunaan kata negatif ganda diperbolehkan kalau yang ingin diukur justru pengertian tentang negatif ganda itu sendiri. e) Panjang rumusan pilihan jawaban harus relatif sama. Kaidah ini perlu diperhatikan karena adanya kecenderungan siswa untuk memilih jawaban yang paling panjang, karena seringkali jawaban yang lebih panjang itu lebih lengkap dan merupakan kunci jawaban. f)
Pilihan jawaban jangan mengandung pernyataan, “semua pilihan jawaban di atas salah”, atau “semua pilihan jawaban di atas benar”. Artinya, dengan adanya pilihan jawaban seperti itu, maka dari segi materi pilihan jawaban berkurang satu, karena pernyataan itu hanya merujuk kepada materi dari jawaban sebelumnya.
g) Pilihan jawaban yang berbentuk angka harus disusun berdasarkan urutan besar kecilnya nilai angka tersebut, dan pilihan jawaban berbentuk angka yang menunjukan waktu harus disusun secara kronologis. Pengurutan angka dilakukan dari nilai angka paling kecil ke besar atau sebaliknya. Pengurutan waktu berdasarkan kronologis
32 waktunya. Pengurutan tersebut dimaksudkan untuk memudahkan siswa melihat dan memahami pilihan jawaban. h) Gambar, grafik, tabel, diagram dan sejenisnya yang terdapat pada soal harus jelas dan berfungsi. Artinya, apa saja yang menyertai suatu soal yang ditanyakan harus jelas, terbaca, dapat dimengerti oleh siwa. Apabila soal tersebut tetap bisa dijawab tanpa melihat gambar, grafik, tabel atau sejenisnya yang terdapat pada soal, berarti gambar grafik atau tabel tersebut tidak berfungsi. i)
Butir materi soal jangan tergantung pada jawaban soal sebelumnya. Ketergantungan pada soal sebelumnya menyebabkan siswa yang tidak dapat menjawab benar soal pertama tidak akan dapat menjawab dengan benar soal berikutnya.
3. Bahasa a) Gunakan bahasa Indonesia (Bahasa Nasional) dalam pembuatan soal.
Artinya
jangan
menggunakan
bahasa
asing,
karena
kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pengukuran akan sangat tinggi, selain itu bertentangan dengan Undang – Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. b) Setiap soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. c) Jangan menggunakan bahasa yang berlaku setempat, jika soal akan digunakan untuk daerah lain atau nasional. d) Pilihan jawaban jangan mengulang kata atau frase yang bukan merupakan satu kesatuan pengertian. Letakan kata tersebut pada pokok soal.
d. Contoh – contoh bentuk butir tes (soal) pilihan Ganda Bacaan berikut ini untuk contoh soal no. 1 sampai dengan 3. Pak Irfan membuka usaha perikanan darat yang dilakukan disebuah kolam. Ekosistem kolam tersebut yang didalamnya terdapat populasi ikan (seperti bawal, gabus, gurame, nila), katak, serangga, bangau, ular, teratai, eceng gondok, dan ganggang, berada didekat sawah yang sering disemprot dengan insektisida. Secara terus menerus sisa-sisa insektisida ini terbawa aliran air dan masuk ke dalam kolam.
33 1) Soal harus sesuai dengan indikator dan hanya mengukur satu kemampuan per butirnya Indikator : Siswa dapat memprediksi keadaan populasi dalam ekosistem kolam setelah jangka waktu lama, berdasarkan ilustrasi yang diberikan. Contoh : Soal yang Kurang Baik Manakah di antara hewan-hewan berikut yang paling terpengaruh oleh insektisida ? a. Ikan . b. Ular. c. Katak. d. Serangga. Penjelasan: Dalam contoh di atas dapat dilihat bahwa kemampuan yang ingin diukur dalam indikator adalah memprekdiksi keadaan populasi dalam ekosistem kolam setelah jangka waktu lama, sedangkan soal menanyakan tentang hewan yang terpengaruh oleh adanya insektisida. Rumusan pokok soal ini tidak sesuai dengan indikator. Contoh Soal yang Lebih Baik : Apakah yang akan terjadi dengan populasi dalam ekosistrem kolam pak irfan dalam jangka waktu yang lama? a. Populasi ikan akan langsung mati karena mereka memakan insektisida. b. Populasi eceng gondok akan meledak karena insektisida merupaka pupuk bagi tumbuhan tersebut. c. Populasi ikan akan berkurang karena mereka memangsa plankton yang mengandung insektisida. d. Semua populasi yang terdapat dalam kolam akan mati. Kunci: D 2) Pilihan jawaban harus homogen dan logis ditinjau dari segi materi Contoh Soal yang Kurang Baik: Organisme yang dapat membuat makanannya sendiri dalam ekosistem kolam pak Irfan adalah…. a. Katak . b. Ikan. c. Teratai. d. Air. Kunci: C Penjelasan :
34 Pilihan jawaban d pada contoh soal diatas tidak homogen dari segi materi karena air bukanlah organisme, sedangkan pokok soal menanyakan tentang organism yang dapat membuat makanannya sendiri. Contoh Soal yang Baik: Organisme yang dapat membuat makanannya sendiri dalam ekosistem kolam pak Irfan adalah…. a. b. c. d.
Katak . Ikan. Teratai. Serangga.
Kunci: C 3) Setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang benar atau yang benar. Contoh Soal yang Kurang Baik: Bila populasi serangga punah, apa yang terjadi dengan populasi lain dalam kolam pak Irfan? a. Katak dan ular meningkat. b. Teratai meningkat dan ular menurun. c. Katak meningkat dan ular menurun. d. Katak dan ular menurun. Kunci: B dan D Penjelasan : Contoh soal diatas lebih dari satu pilihan jawaban yang benar,yaitu b dan d sehingga dapat membingungkan siswa. Sedangkan jawaban yang diminta hanya satu jawaban yang benar atau paling tepat. Contoh Soal yang Lebih Baik: Bila populasi serangga punah, apa yang terjadi dengan populasi lain dalam kolam pak Irfan? a. b. c. d.
Katak dan ular meningkat. Katak menurun dan ular menurun. Katak meningkat dan ular menurun. Katak dan ular menurun.
Kunci: D 4) Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas. Kebun pak Budi ditanami 4 jenis pohon mangga, yaitu golek, indramayu, manalagi dan harumanis. Pohon mangga golek mempunyai batang yang kokoh dan buah yang masam, sedangkan pohon mangga harumanis mempunyai batang yang tidak kokoh dan buah yang manis.
35 Diagram lingkaran berikut menggambarkan mangga yang dihasilkan dari kebun pak Budi.Mangga yang dihasilkan dari kebun pak Budi kemudian diolah menjadi manisan dan selai. Contoh Soal yang Kurang baik : Pohon mangga di kebun pak Budi adalah….
a. b. c. d.
750 buah 450 buah 300 buah 50 buah
Kunci : A Penjelasan : Penjelasan perumusan permasalahan dalam pokok soal tidak jelas, pengoceh menjadi sangat heterogen, dan tidak jelas konsep apa yang ditanyakan. Contoh Soal yang Lebih Baik : Bila banyak manga golek 150 buah, jumlah seluruh manga yang diperoleh pak Budi adalah…. a. 750 buah b. 450 buah c. 300 buah d. 50 buah Kunci : A 5) Rumusan pokok dan pilihan jawaban harus merupakan pernyataan yang diperlukan saja. Contoh Soal yang Kurang Baik : Pak Budi ingin mengembangkan usaha perkebunan mangga, oleh karena itu dia harus menanam bibit mangga yang baik. Bagaimanakah cara pak Budi untuk memperoleh
36 pohon mangga baru dengan menggabungkan sifat-sifat yang baik dari pohon mangga golek harumanis ? a. b. c. d.
Melakukan perkawinan silang dari kedua pohon tersebut. Mencangkok pohon mangga harumanis dan memberi pupuk sebanyak mungkin. Melakukan penyambungan dengan pohon mangga harumanis sebagai pohon pokok. Menempelkan bakal tunas dari pohon mangga harumanis ke batang pohon mangga golek.
Kunci : D Penjelasan : Pokok soal di atas mengandung pernyataan yang tidak diperlukan, yaitu kalimat pertama. Hal ini akan membingungkan siswa dan menyita waktu yang disediakan untuk membaca dan memahami maksud soal. Contoh Soal yang Lebih Baik : Bagaimanakah cara pak Budi untuk memperoleh pohon mangga baru dengan menggabungkan sifat-sifat yang lebih baik dari pohon mangga golek dan harumanis ? a. b. c. d.
Melakukan perkawinan silang dari kedua pohon tersebut. Mencangkok pohon mangga harumanis dan member pupuk sebanyak mungkin. Melakukan penyambungan dengan pohon mangga harumanis sebagai pohon pokok. Menempelkan bakal tunas dari pohon mangga harumanis kebatang pohon mangga golek
Kunci jawaban : D 6) Pokok soal jangan memberi petunjuk ke arah jawaban benar Contoh Soal yang Kurang Baik: Jenis unit koperasi apakah yang tepat dijadikan sebagai tempat pemasaran manisan dan selai Pak Budi ? a. Koperasi Unit Desa b. Koperasi SimpanPinjam c. Koperasi Konsumsi d. Koperasi Produksi Kunci jawaban : A Penjelasan : Kata unit pada pokok soal akan memberi petunjuk ke arah jawaban yang benar. Contoh Soal yang Kurang Baik: Jenis koperasi apakah yang tepat dijadikan sebagai tempat pemasaran manisan dan selai Pak Budi ? a. Koperasi Unit Desa b. Koperasi SimpanPinjam c. Koperasi Konsumsi d. Koperasi Produksi
37 Kunci jawaban : A 7) Pokok soal yang menggunakan pernyataan yang bersifat negative ganda seperti bukan, tidak, tanpa, kecuali dan sejenisnya dapat membingungkan peserta didik dalam memahami pokok permasalahan yang ditayakan. Contoh Soal yang Kurang Baik : Berikut ini adalah organisasi yang tidak bergerak di bidang politik, kecuali …. a. b. c. d.
Budi Utomo Muhammadiyah Indische Partij Taman siswa
Kunci : C Penjelasan : Pokok soal di atas menggunakan pernyataan yang bersifat negatif ganda, yaitu tidak dan kecuali. Penggunaan kata negatif ganda tersebut dapat membingungkan siswa dalam memahami pokok permasalahan yang ditanyakan. Contoh Soal yang Lebih baik : Organisasi pada masa pergerakan nasional yang bergerak dibidang politik adalah … a. b. c. d.
Budi Utomo Muhammadiyah Indische Partij Taman siswa
Kunci : C 8) Panjang rumusan pilihan jawaban harus relative sama. Contoh Soal yang Kurang Baik : Salah satu isi Dekrit Presiden 5 juli 1959 adalah …. a. Pembubaran Partai Komunis Indonesia b. Kembali ke Undang-undang Dasar 1945 c. Pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat d. Dibentuknya Dewan Nasional yang terdiri dari wakil-wakil semua partai yang ada. Kunci : B Penjelasan : Pada contoh soal di atas pilihan jawaban paling panjang. Hal ini perlu dihindari karena ada kecenderungan peserta didik untuk memilih jawaban terpanjang sebagai kunci. Contoh Soal yang Lebih Baik: Salah satu isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah …. a. Pembubaran Partai Komunis Indonesia b. Kembali ke Undang-undang Dasar 1945
38 c. Pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat d. Pembentukan dewan Nasional Kunci B 9) Pilihan jawaban jangan mengandung pernyataan, “Semua pilihan jawaban di atas salah”, atau “Semua pilihan jawaban di atas benar”. Contoh soal yang kurang baik : Apa akibat yang ditimbulkan pada kehidupan manusia jika kita menebang pohon secara sembarangan? a. Akan terjadi banjir karena tidak ada akar tumbuhan yang menahan air. b. Kehidupan manusia tidak akan terpengaruh karena manusia dapat menanam hutan yang baru. c. Kehidupan manusia semakin sulit karena tidak ada lagi sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan. d. Semua pilihan jawaban di atas salah. Kunci A Penjelasan : Contoh soal di atas kurang baik karena hanya terdapat tiga pilihan jawaban yang dipertimbangkan. Jika semua jawaban di atas benar merupakan kunci, maka kita tidak mendapat informasi apakah peserta didik telah mengetahui dan memahami dengan baik jawaban yang benar. Sebaliknya bila semua jawaban di atas salah merupakan kunci maka kita tidak mendapatin formasi apa-apa dari jawaban siswa untuk pertanyaan tersebut.
Contoh soal yang lebih baik: Apa akibat yang ditimbulkan pada kehidupan manusia jika kita menebang pohon secara sembarangan? a. Akan terjadi banjir karena tidak ada akar tumbhan yang menahan air. b. Kehidupan manusia tidak akan terpengaruh karena manusia dapat menanam hutan yang baru. c. kehidupan manusia semakin sulit karena tidak ada lagi sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan. d. Manusia akan mencari sumber daya alam yang lain sebagai pengganti hutan. Kunci: A
39 10) Pilihan jawaban yang berbentuk angka atau waktu harus disusun berdasarkan urutan besar kecilnya nilai angka tersebut, atau kronologis waktunya. Contoh Soal yang kurang baik: Bila suhu pada malam itu 20° C, berapa derajat suhu pada malam itu bila diukur dengan menggunakan thermometer Fahrenheit? a. b. c. d.
77° F 45° F 68° F 36° F
Kunci: C Penjelasan: Pilihan jawaban di atas tidak berurutan dari besar ke kecil atau sebaliknya. Hal ini akan menyita waktu lebih banyak bagi siswa untuk memahami dan memilih jawaban yang tepat, karena harus membaca angka pilihan jawaban yang meloncat-loncat tidak berurutan. Contoh soal yang lebih baik : Bila suhu pada malam itu , berapa derajat suhu pada malam itu bila di ukur dengan menggunakan termometer Fahrenheit? a. b. c. d. Kunci : C
11) Gambar, grafik, tabel, diagram, dan sejenisnya yang terdapat pada soal harus jelas dan berfungsi. Contoh soal yang kurang baik : (Membaca Grafik)
40
Jumlah murid yang mempunyai berat badan 30 kg adalah .... murid. a. b. c. d.
5 10 20 25
Kunci : C Penjelasan: Grafik dalam soal belum di lengkapi dengan angka yang memberikan informasi tentang jumlah murid dan berat badan, sehingga informasi dalam grafik itu tidak jelas. Akibatnya siswa yang mengerjakan soal itu tidak dapat menjawab dengan benar.
Contoh Soal Yang Lebih Baik (Membaca grafik) Ju mla h sis wa
Berat Badan (dalam Kg) Jumlah murid yang mempunyai berat badan 30 Kg adalah…….murid a. 5
41 b. 10 c. 20 d. 25 Kunci
:C
12) Butir Soal jangan bergantung pada jawaban soal sebelumnya. Contoh
:
1) Kongres Pemuda II yang menghasilkan Sumpah Pemuda terjadi pada tanggal…. a. 20 Mei 1908 b. 5 Oktober 1945 c. 28 Oktober 1945 d. 10 Nopember 1945 Kunci : C 2) Tanggal yang dimaksudkan pada nomor 1, sekarang diperingati sebagai…. a. Hari Kebangkitan Nasional b. Hari Sumpah Pemuda c. Hari Pahlawan d. Hari ABRI Kunci : B Penjelasan: Soal di atas dapat merugikan siswa, karena siswa yang tidak menjawab dengan benar pada soal nomor 1, pasti akan menjawab salah pada soal nomor 2. Oleh karena itu soal nomor 2 harus diperbaiki sehingga menjadi soal yang berdiri sendiri. 13) Rumusan butir soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Contoh Soal yang Kurang Baik: Andi punya duit Rp 20.000,00 dan Anto Rp 15.000,00.Mereka pengen beli bola voli seharga Rp 30.000,00. Sisa duit Fikri dan Maula adalah …. a. Rp 1.000,00 b. Rp 5.000,00 c. Rp 10.000,00 d. Rp 15.000,00 Kunci : B Penjelasan: Bahasa yang digunakan pada rumusan pokok soal tidak sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Contoh Soal yang lebih baik Andi mempunyai uang Rp 20.000,00 dan Anto Rp 15.000,00. Mereka ingin membeli bola voli seharga Rp 30.000,00. Sisa uang Fikri dan Maula adalah …. a. Rp 1.000,00 b. Rp 5.000,00
42 c. Rp 10.000,00 d. Rp 15.000,00 Kunci : B 14) Jangan menggunakan bahasa yang berlaku setempat, jika soal akan digunakan untuk daerah lain atau nasional. Perhatikan gambar di bawah ini:
Contoh soal yang kurang baik: Gambar di atas memperlihatkan adanya angin yang sedang bertiup. Angin tersebut terjadi karena…. a. b. c. d.
Hawa di darat lebih tinggi daripada di laut Tekanan hawa di darat lebih rendah daripada di laut Tekanan hawa di darat lebih tinggi daripada di laut Hawa di darat lebih renggang daripada di laut
Kunci: C Penjelasan: Kata hawa hanya berlaku setempat saja (untuk masyarakat Jawa). Kata tersebut dapat menimbulkan pengertian berbeda bagi siswa di daerah lain. Oleh karena itu kata hawa perlu diganti dengan kata yang mudah dimengerti dan lazim digunakan yaitu udara. Contoh soal yang lebih baik: Gambar di atas adanya angin yang sedang bertiup. Angin tersebut terjadi karena …. a. b. c. d. Kunci: C
Suhu di darat lebih tinggi daripada di laut Tekanan udara di darat lebih rendah daripada di laut Tekanan udara di darat eabih tinggi daripada di laut Udara di darat lebih renggang daripada di laut.
43 15) Pilihan jawaban jangan mengulang kata atau frase yang bukan merupakan satu pengertian. Letakkan kata dan frase tersebut pada pokok soal. Contoh Soal yang Kurang Baik : Takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa harus ditunjukkan dengan… a. b. c. d.
Melakukan semua perintah dan menjauhi larangan Nya Melakukan semua perintah dengan rasa terpaksa Melakukan perintah-Nya karena takut dimarahi Melakukan perintah dan larangan dengan ikhlas
Kunci : A Penjelasan: Kata melakukan ditulis secara berulang sampai 4 kali. Hal ini menyebabkan siswa harus membaca kata tersebut berulang kali, sehingga menyita lebih banyak waktu. Contoh Soal yang Lebih Baik: Takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa harus ditunjukan dengan melakukan … a. Semua perintah dan menjauhi larangan-Nya b. Semua perintah-Nya dengan rasa terpaksa c. Perintah-Nya karena takut hukuman d. Perintah dan larangan-Nya dengan ikhlas Kunci : A
2. Tes dengan bentuk tes/ soal dua pilihan jawaban (B-S/ YA-TIDAK) a. Pengertian Bentuk tes ini menuntut peserta tes untuk memilih dua kemungkinan jawaban. Bentuk tes benar-salah (B-S) adalah pernyataan yang mengandung dua kemungkinan jawaban, yaitu benar atau salah. Peserta didik diminta untuk
menentukan
pilihannya
mengenai
pertanyaan-pertanyaan
atau
pernyataan-pernyataan dengan cara seperti yang diminta dalam petunjuk mengerjakan soal. Salah satu fungsi bentuk soal benar-salah adalah untuk mengukur kemampuan peserta didik
dalam membedakan antara fakta dengan
pendapat. Agar soal dapat berfungsi dengan baik, maka materi yang ditanyakan hendaknya homogen dari segi isi. Bentuk soal seperti ini lebih banyak digunakan untuk mengukur kemampuan mengidentifikasi informasi berdasarkan hubungan yang sederhana. Jika akan digunakan untuk
44 mengukur kemampuan yang lebih tinggi, paling juga untuk kemampuan menghubungkan antara dua hal yang homogen. Dalam penyusunan soal bentuk benar-salah tidak hanya menggunakan kalimat pertanyaan atau pernyataan tetapi juga dalam bentuk gambar, tabel dan diagram. Bentuk soal benar-salah dapat juga digunakan untuk mengukur kemampuan tentang sebab akibat. S.Surapranata (2004 : 96) menjelaskan “soal semacam ini biasanya mengandung dua hal benar dalam satu pernyataan ataupun pertanyaan dan peserta didik diminta untuk memutuskan benar-salahnya hubungan antara dua hal tersebut. Di dalam petunjuk pengerjaan soal hendaknya ditekankan agar peserta didik bekerja dengan cepat dan tepat. Oleh karena itu, petunjuk perlu ditambahkan dengan kata-kata, “Bekerjalah dengan cepat dan tepat agar dalam waktu 50 menit Anda dapat menyelesaikannya”. Di samping itu, perlu ditekankan pula agar peserta didik jangan main terka atau main tebak. Dalam bentuk ini ada baiknya kita menyediakan lembar jawaban tersendiri, terpisah dari lembar soal. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pengoreksian lembar jawaban.
b. Kebaikan dan keterbatasan bentuk tes/soal pilihan dua jawaban Kebaikan tes bentuk B-S antara lain: (1) mudah disusun dan dilaksanakan,karena itu banyak digunakan; (2) dapat mencakup materi yang lebih luas, namun demikian, tidak semua materi dapat diukur dengan bentuk benar-salah; (3) dapat dinilai dengan cepat dan objektif; dan (4) banyak digunakan untuk mengukur fakta-fakta dan prinsip-prinsip. Sedangkan kelemahan atau keterbatasan tes bentuk B-S antara lain: (1) ada kecenderungan peserta didik menjawab coba-coba; (2) pada umumnya memiliki derajat validitas dan reliabilitas yang rendah, kecuali jika itemnya banyak sekali; (3) sering terjadi kekaburan, karena itu sukar untuk menyusun item yang benar-benar jelas; dan (4) terbatas mengukur aspek pengetahuan saja. c. Beberapa petunjuk praktis dalam menyusun soal bentuk B - S : 1) Dalam menyusun item bentuk benar-salah ini hendaknya jumlah item cukup banyak, sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Sebaliknya, jika
jumlah
item
kurang
dari
50,
kiranya
dipertanggungjawabkan. 2) Jumlah item yang benar dan salah hendaknya sama.
kurang
dapat
45 3) Berilah petunjuk cara mengerjakan soal yang jelas dan memakai kalimat yang sederhana. 4) Hindarkan pernyataan yang terlalu umum, kompleks, dan negatif. 5) Hindarkan
penggunaan
kata
yang
dapat
memberi
petunjuk
tentang jawaban yang dikehendaki. Misalnya, biasanya, umumnya, selalu.
d. Usaha memperbaiki soal bentuk B - S Kelemahan yang paling menyolok dari bentuk tes benar-salah ini adalah sangat mudahnya ditebak tanpa dapat diketahui oleh korektor. Untuk menghilangkan kelemahan ini, maka orang menambahkan pada item benarsalah ini dengan “koreksi”. Di sini peserta didik tidak hanya dituntut memilih benar atau salah dari setiap item, tetapi harus dapat memberikan koreksi jika item tersebut dinyatakan salah oleh peserta didik yang bersangkutan. Jika pernyataannya benar, maka tidak perlu dikoreksi lagi, artinya peserta didik langsung menyilang huruf B (benar). Sebaliknya, jika pernyataannya salah, peserta didik harus membenarkan bagian kalimat yang dicetak miring atau digarisbawahi dan menempatkannya pada titik-titik atau garis kosong yang terletak di belakang item yang bersangkutan. Adapun bagian kalimat yang dicetak miring itu harus merupakan inti persoalannya. Jadi, tidak boleh sembarangan kata saja.
e. Kaidah penulisan dan contoh – contoh bentuk tes/soal dua pilihan jawaban 1) Soal harus sesuai dengan indikator dan hanya mengukur satu kemampuan per butirnya. 2) Soal harus menggunakan bahasa yang baik dan benar, serta kalimat singkat dan jelas, sehingga peserta tes dapat memahami dengan mudah. 3) Hindari penggunaan kata: terpenting, selalu, tidak pernah, hanya, sebagian besar, dan kata-kata lain yang sejenis, karena dapat membingungkan peserta tes dalam menjawab. Rumusan butir soal harus jelas, dan pasti benar atau pasti salah. Contoh rumusan butir soal yang kurang baik: B-S rakyat.
Unsur yang terpenting dari organisasi Negara adalah
Penggunaan kata terpenting dalam kalimat butir soal tersebut dapat menimbulkan kesan yang membingungkan peserta tes. Terpenting
46 menurut siapa? Apakah dapat terwujud suatu negara apabila ada rakyat, namun salah satu unsur lain, misalnya wilayah atau pemerintah yang berdaulat tidak ada? Oleh karena itu, rumusan butir soal tersebut perlu diperbaiki. Rumusan yang baik dari butir soal tersebut sebagai berikut. B–S
Salah satu unsur negara adalah rakyat. (Jawaban: B)
4) Hindari pernyataan negatif. Contoh rumusan butir soal yang kurang baik: B–S Selatan
Gunung Kerinci letaknya bukan di Propinsi Sumatera
(Jawaban: B) Kata bukan dalam kalimat butir soal tersebut merupakan kata negatif penggunaan kata negatif dalam kalimat butir soal tersebut membuat peseta tes lebih sukar memahami maksud soal. Perlu dipahami bahwa rumusan soal tes prestasi belajar yang baik adalah jelas danmudah dipahami oleh siswa peserta tes. Dengan demikian, benar atau salah jawaban siswa semata-mata ditentukan oleh faktor penguasaan materi yang ditanyakan, tidak dipengaruhi oleh faktor penguasaan bahasa atau faktor lain yang tidak relevan. Rumusan yang lebih baik dari butir soal di atas sebagai berikut. B-S
Gunung Kerinci letaknya di Propinsi Sumatera Selatan
(Jawabannya: S) 5) Hindari penggunaan kata yang dapat menimbulkan penafsiran ganda. Contoh rumusan butir soal yang kurang baik: B – S Banyak wanita usia subur di Desa A mengikuti program Keluarga Berencana Kata banyak dalam kalimat butir soal tersebut dapat menimbulkan penafsiran ganda. Kata tersebut dapat ditafsirkan lebih dari dua orang, lebih dari 50%, atau mendekati 100%. Oleh karena itu dapat membingungkan peserta untuk memilih jawaban yang tepat, sesuai dengan yang diharapkan oleh penulis soal.
47 Rumusan yang baik dari butir soal di atas sebagai berikut : B – S Lebih dari 50% wanita usia subur di Desa A mengikuti program Keluarga Berancana 6) Jumlah rumusan butir soal yang jawabanya benar dan salah hendaknya seimbang 7) Panjang rumusan pernyataan butir soal hendaknya relatif sama. 8) Susunan pernyataan benar dan pernyataan salah secara random, tidak sistematis mengikuti pola tertentu. Misalnya : B B S S, atau B S B S, dan sebagainya. Susunan yang terpolasi sitematis seperti itu dapat memberi petunjuk kepada jawaban yang benar. 9) Hindari pengambilan kalimat langsung dari buku teks. Pengambilan kalimat langsung dari buku teks lebih mendorong siswa untuk menghafal daripada memahami dan menguasai konsep dengan baik
3. Tes menjodohkan a. Pengertian Soal tes bentuk menjodohkan sebenarnya masih merupakan bentuk pilihan-ganda. Perbedaannya dengan bentuk pilihan-ganda adalah pilihanganda terdiri atas steam (stem) dan option (opsi), kemudian peserta didik tinggal memilih salah satu opsi yang dianggap paling tepat. Soal bentuk menjodohkan terdiri dari dua kelompok pernyataan. Kelompok pertama ditulis pada lajur sebelah kiri, biasanya merupakan pernyataan soal atau pernyataan stimulus. Kelompok kedua ditulis pada lajur sebelah kanan, biasanya merupakan pernyataan jawaban atau pernyataan respon. Peserta tes diminta untuk menjodohkan, atau memilih pasangan yang tepat bagi pernyataan yang ditulis pada lajur sebelah kiri di antara pernyataan yang ditulis pada lajur sebelah kanan. Bentuk
soal
menjodohkan
sangat
baik
untuk
mengukur
kemampuan peserta didik dalam mengidentifikasi informasi berdasarkan hubungan yang sederhana dan kemampuan menghubungkan antara dua hal. Semakin banyak hubungan antara premis dengan respon dibuat, maka semakin baik soal yang disajikan.
48 b. Keunggulan dan keterbatasan Keunggulan soal bentuk menjodohkan antara lain (1) relatif mudah disusun (2) penyekorannya mudah, objektif dan cepat (sekor 0 untuk salah dan 1 untuk benar) (3) dapat digunakan untuk menilai teori dengan penemunya, sebab dan akibatnya, istilah dan definisinya (4) materi tes cukup luas. Adapun keterbatasan soal bentuk menjodohkan yaitu (1) ada kecenderungan untuk menekankan ingatan saja (2) Kemungkinan menebak dengan benar relatif tinggi, karena jumlah pernyataan soal (dalam lajur sebelah kiri) dengan pernyataan jawaban (dalam lajur sebelah kanan) tidak banyak berbeda. Beberapa petunjuk praktis dalam menyusun soal bentuk menjodohkan : 1) Buatlah petunjuk tes dengan jelas, singkat, dan mudah dipahami. 2) Harus sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator. 3) Hendaknya kumpulan soal diletakkan di sebelah kiri sedangkan jawabannya di sebelah kanan. 4) Jumlah alternatif jawaban hendaknya lebih banyak daripada jumlah soal. 5) Susunlah item-item dan alternatif jawaban dengan sistematika tertentu. Misalnya, sebelum pada pokok persoalan, didahului dengan stem, atau bisa juga langsung pada pokok persoalan. 6) Hendaknya seluruh kelompok soal dan jawaban hanya terdapat dalam satu halaman. 7) Gunakan kalimat yang singkat dan langsung terarah pada pokok persoalan.
c. Kaidah dan contoh soal/ tes menjodohkan 1)
Soal harus sesuai dengan indikator dan hanya mengukur satu kemampuan per butirnya.
2)
Soal harus menggunakan bahasa yang baik dan benar, serta kalimat singkat dan jelas, sehingga peserta tes dapat memahami dengan mudah.
3)
Tulislah seluruh pernyataan dalam lajur kiri sejenis, dan pertanyataan dalam lajur kanan juga sejenis. Dengan kata lain: pernyataan dalam lajur sebelah kiri isinya homogen, demikian juga pernyataan dalam lajur sebelah kanan isinya harus homogen.
4)
Tulislah pernyataan jawaban lebih banyak dari pernyataan soal. Hal ini penting untuk memperkecil probabilitas peserta tes menjawab soal
49 secara menebak dengan benar. Seperti contoh di bawah, pernyataan soal yg ada di lajur kiri adalah lima butir, pernyataan jawaban yang ada di lajur kanan adalah enam butir. 5)
Susunlah jawaban yang berbentuk angka secara berurutan dari besar ke kecil atau sebaliknya. Apabila alternatif jawabannya berupa tanggal dan tahun terjadinya peristiwa, maka susunlah tanggal dan tahun tersebut berurutan secara kronologis,seperti dalam penulisan soal pilihan ganda.
6)
Tulislah petunjuk mengerjakan tes yang jelas dan mudah dipahami oleh peserta tes. Oleh karena itu dalam perumusan kalimat dan penggunaan kosakata perlu memperhatikan perkembangan kemampuan bahasa peserta tes.
Contoh bentuk soal menjodohkan Petunjuk: Kerjakan soal berikut dengan cara memasangkan secara tepat antara pernyataan yang terdapat pada lajur kiri dengan pernyataan yang terdapat pada lajur kanan! Tulislah huruf pasangan yang tepat bagi setiap nomor soal dalam lembar jawaban yang disediakan! Contoh soal kurang baik: 1. Tahun sarekat dagang islam terbentuk 2. Tempat partai nasional indonesia terbentuk 3. Pemimpin partai Indonesia Raya 4. Pemimpin perhimpunan indonesia 5. Kapan gabungan politik indonesia terbentuk? A. 1939
C. Bandung
E. Jakarta
B. Dr. Sutomo
D. 1909
F. Drs. Moh. Hatta
Kunci : 1. D
4. F
2. C 3. B Penjelasan :
5. A
50 Rumusan butir soal tersebut kurang baik karena pernyataan pada lajur kiri maupun pada lajur kanan tidak sejenis karena alternated jawaban yang ada tidak berfungsi untuk seluruh pertanyaan. Ruang lingkup pertanyaan meliputi pergerakan nasional namun pertanyaan kurang homogen sehingga siswa hanya mencari padanan yang tepat tentang tempat tahun, atau pemimpin. Contoh Soal Lebih Baik : 1. Pemimpin Sarekat Dagang Islam 2. Pemimpin Partai Nasional Indonesia 3. Pemimpin Partai Indonesia Raya 4. Pemimpin Perhinpunan Indonesia 5. Pemimmpin Gabungan Politik Indonesia
Kunci: 1.D
2.C
3.B
4.F
a. Moh. Husni Thamrin b. Dr. Soetomo c. Ir. Soekarno d. RM Tirtoadisuryo e. Danudirja Setiabudi f. Drs. Moh. Hatta
5.A
Contoh soal yang kurang baik : Jodohkan uangkapan di sebelah kanan dengan maknanya di sebelah kiri dengan cara menuliskan huruf pilihan jawaban di depan pertanyaan yang tepat. Makna Ungkapan 1. Ibu sedang memasang kancing yang lepas hati
Ungkapan a. sempit
2. Orang itu menjadi wakil atasannya
b. mata air
3. Anak pemarah itu capat tersinggung
c. buah baju
4. Setiap hari Runa mandi di sumber air
d. tangan kanan
5. Ketua memimpin rapat dengan sabar
e. lapang dada f. hati dingin g.buah pinggang
Contoh di atas memperlihatkan ungkapan pada pilihan jawaban (respon) tidak homogen. Setiap pilihan jawaban tidak memiliki kemungkinan yang sama untuk menjadi kunci jawaban bagi seluruh butir soal. Coba lihat uangkapan buah baju tidak memiliki kemungkinan menjadi jawaban makna ungkapan wakil atau sumber atau sabar. Contoh soal yang lebih baik:
51 Jodohkanlah ungkapan di sebelah kanan dengan maknanya di sebelah kiri, dengan cara membubuhkan huruf pilihan jawaban di depan pernyataan yang tepat. Makna Ungkapan 1. Ibu sedang memasang kancing yang lepas. 2. Anak itu menjadi bahan pembicaraan di kelas. 3. Ayah membawa oleh-oleh dari Jambi. 4. Runa menjadi anak kesayangan ayahnya. 5. Silahkan mengajukan pendapat pribadi. Ungkapan a. buah hati b. buah pena c. buah bibir d. buah baju e. buah pikiran f. buah tangan g. buah pinggang 4. Tes Isian dan melengkapi a. Pengertian Kedua bentuk tes ini masing-masing menghendaki jawaban dengan kalimat dan atau angka-angka yang hanya dapat dinilai benar atau salah. Soal tes bentuk jawaban singkat biasanya dikemukakan dalam bentuk pertanyaan. Soal isian adalah soal yang menuntut peserta tes untuk memberikan jawaban singkat, berupa kata, frase, angka, atau simbol. b. Keunggulan dan keterbatasan Keunggulan tes jenis ini dapat mencakup lingkup materi yang banyak dan dapat diskor dengan mudah, cepat, dan objektif (sekor salah 0 sekor benar 1), serta mudah menyusunnya, sangat baik untuk menilai kemampuan peserta didik yang berkenaan dengan fakta-fakta, prinsip-prinsip, dan
52 terminologi menuntut peserta didik untuk mengemukakan pendapatnya secara singkat dan jelas. Sedangkan,
keterbatasan
tes
jenis
ini
cenderung
mengukur
kemampuan mengingat (simple recall), pada soal bentuk melengkapi, jika titik-titik kosong yang harus diisi terlalu banyak, para peserta didik sering terkecoh, dan dibutuhkan waktu yang cukup banyak untuk memeriksa lembar jawaban.
c. Kaidah dan contoh soal/ tes Isian dan melengkapi Kaidah dalam menulis tes jenis ini adalah sebagai berikut : 1) Soal harus sesuai dengan indikator dan hanya mengukur satu kemampuan per butirnya 2) Soal harus menggunakan bahasa yang baik dan benar, serta kalimat singkat dan jelas, sehingga peserta tes dapat memahami dengan mudah. 3) Hendaknya tidak menggunakan soal yang terbuka, sehingga ada kemungkinan peserta didik menjawab secara terurai. 4) Jawaban yang dituntut oleh soal harus singkat dan pasti yaitu berupa kata, frase, angka, simbol, tempat, atau waktu. 5) Soal tidak merupakan kalimat yang dikutip langsung dari buku. 6) Soal tidak memberikan petunjuk ke kunci jawaban. 7) Pernyataan hendaknya hanya mengandung satu alternatif jawaban. 8) Bagian kalimat yang harus dilengkapi sebaiknya hanya satu bagian dalam rasio butir soal, dan paling banyak dua bagian, supaya tidak membingungkan siswa. 9) Titik-titik kosong sebagai tempat jawaban hendaknya diletakkan pada akhir atau dekat akhir kalimat daripada pada awal kalimat. 10) Jangan menyediakan titik-titik kosong terlalu banyak. Pilihlah untuk masalah yang penting (urgent) saja. 11) Jika perlu dapat digunakan gambar-gambar sehingga dapat dipersingkat dan jelas.
Contoh – Contoh Bentuk Soal Isian a. Melengkapi Gunung kerinci terletak di Propinsi .... (Kunci jawaban : Jambi) b. Asosiasi
53 Pada titik-titik disebelah kanan dari setiap lagu daerah, tuliskan asal (daerah) lagu tersebut! Lagu Daerah
Daerah
1. Keroncong Kemayoran
....
2. Ayam Den Lapeh
....
3. Manuk Dadali
....
4. Tanduk Majeng
....
5. Suwe Ora Jamu
....
Kunci Jawaban : 1. Jakarta 2. Sumatera Barat 3. Jawa Barat 4. Madura 5. Jawa Tengah
5. Tes Jawaban Singkat a. Pengertian Tes atau soal jawaban singkat adalah tes atau soal yang jawabannya berupa kata, kalimat pendek, atau frase terhadap suatu pertanyaan.
b. Keunggulan dan keterbatasan Keunggulan bentuk tes jawaban singkat dapat mencakup lingkup materi yang banyak dan dapat diskor dengan mudah, cepat, serta objektif. Sedangkan keterbatasannya adalah cenderung mengukur kemampuan mengingat (simple recall).
c. Kaidah penyusunan dan contoh tes/soal jawaban singkat Kaidah penulisan tes atau soal jawaban singkat dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Soal harus sesuai dengan indikator dan hanya mengukur satu kemampuan per butirnya. 2) Soal harus menggunakan bahasa yang baik dan benar, serta kalimat singkat dan jelas, sehingga peserta tes dapat memahami dengan mudah. 3) Menggunakan kalimat pertanyaan langsung atau kalimat perintah.
54 4) Pertanyaan atau perintah harus jelas, agar mendapat jawaban yang singkat. 5) Panjang kata atau kalimat yang harus dijawab oleh siswa pada semua soal diusahakan relatif sama. 6) Hindari penggunaan kata, kalimat, atau frase yang diambil langsung dari buku teks, sebab akan mendorong siswa untuk sekedar mengingat atau menghafal apa yang tertulis di buku. 7) Buatlah pedoman penskoran untuk digunakan pada waktu menskor. Contoh-contoh Bentuk Soal Jawaban Singkat Contoh soal yang kurang baik: Kalimat pertanyaan: Bagaimanakah susunan pengurus suatu koperasi? Kalimat perintah: Tulislah susunan pengurus suatu koperasi! Kunci Jawaban: 1. Dewan Pengawas 2. Pengurus harian terdiri dari Ketua, wakil ketua, sekretaris, dan anggota Penjelasan: Contoh soal kurang baik karena ruang lingkup pertanyaan menuntut jawaban yang tidak pasti, artinya setiap jawaban siswa dapat berbedabeda satu sama lainnya. Contoh soal lebih baik: Kalimat pertanyaan: Siapakah pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi? Kalimat perintah: Sebutkan pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi! Kunci jawaban: Rapat Anggota
6. Tes Uraian a. Pengertian Pengertian tes uraian adalah butir tes yang mengandung pertanyaan atau tugas yang jawaban atau pengerjaannya harus dilakukan dengan cara
55 mengekspresikan pikiran peserta didik. Soal bentuk uraian juga dapat didefinisikan suatu soal yang jawabannya menuntut siswa untuk mengingat dan
mengorganisasikan
gagasan-gagasan
atau
hal-hal
yang
telah
dipelajarinya dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan gagasan tersebut dalam bentuk uraian tertulis. Ciri khas tes uraian adalah jawaban terhadap soal tersebut tidak disediakan oleh pembuat tes, akan tetapi diberikan oleh peserta didik dengan bahasanya sendiri dengan mengacu kepada topik yang sedang ditanyakan. Berdasarkan penskorannya, soal bentuk uraian diklasifikasikan atas uraian objektif dan uraian non-objektif. 1) Soal bentuk uraian objektif adalah rumusan soal atau pertanyaan yang menuntut sehimpunan jawaban dengan pengertian/konsep tertentu, sehingga penskorannya dapat dilakukan secara objektif. 2) Soal bentuk uraian non-objektif adalah rumusan soal yang menuntut sehimpunan jawaban yang berupa pengertian/konsep menurut pendapat masing-masing siswa, sehingga penskorannya sukar dilakukan secara objektif (penskorannya masih mengandung unsur subjektifitas). Pada prinsipnya, perbedaan antara soal bentuk objektif dan nonobjektif terletak pada kepastian penskorannya. Pada soal bentuk objektif, kunci jawaban dan pedoman penskorannya lebih pasti (diuraikan secara jelas komponen-komponen yang diskor dan berapa besarnya skor untuk setiap komponen). Pada soal bentuk uraian non-objektif skornya dinyatakan dalam bentuk ‘rentangan’ atau biasa disebut rentang parameter pengukuran yang bergerak dari satu kutub (negatif, kurang baik atau salah) ke kutub lainnya (positif, baik atau benar), karena hal-hal atau komponen yang diskor hanya diuraikan secara garis besar dan berupa kriteria tertentu. Karena kriteria penskoran belum jelas sekali seperti halnya pada penskoran objektif dan kemungkinan
masuknya
unsur
subjektifitas
dari
penskor
dapat
mempengaruhi pada waktu melakukan skoring, maka cara penskoran ini disebut penskoran non-objektif. b. Keunggulan dan keterbatasan Keunggulan tes bentuk ini adalah dapat mengukur kemampuan siswa dalam hal menyajikan jawaban terurai secara bebas, mengorganisasikan
56 pikirannya, mengemukakan pendapatnya, dan mengekspresikan gagasangagasan dengan menggunakan kata-kata atau kalimat siswa sendiri. Sedangkan keterbatasannya antara lain, jumlah materi atau pokok bahasan dapat ditanyakan relatif terbatas, waktu untuk memeriksa jawaban siswa cukup lama, penskorannya relatif subjektif terutama untuk soal nonobjektif, dan tingkat reliabilitasnya relatif lebih rendah dibandingkan dengan soal bentuk pilihan ganda, karena reliabilitas skor pada soal bentuk uraian sangat tergantung pada penskor tes. Tabel 2.1 Perbandingan Antara bentuk Soal Pilihan Ganda dan Uraian KARAKTERISTIK
URAIAN
PILIHAN GANDA
Penulisan Soal
Relatif mudah
Relatif sukar
Jumlah pokok bahasan yang ditanyakan
Terbatas
Lebih banyak
Aspek atau kemampuan yang diukur oleh satu soal
Dapat lebih dari satu
Hanya satu
Persiapan siswa
Penekanannya pada kedalaman materi
Penekanannya pada keluasan materi
Jawaban siswa
Mengorganisasikan jawaban
Memilih jawaban
Kecenderungan menebak
Tidak ada
Ada
Penskoran
Sukar, lama, kurang konsisten (reliabel) dan subjektif
Mudah, cepat, sangat konsisten, dan objektif
c. Kaidah penyusunan Pada dasarnya setiap penulisan soal bentuk uraian harus selalu berpedoman pada langkah-langkah atau kaidah-kaidah penulisan soal secara umum, misalnya mengacu pada kisi-kisi tes yang telah dibuat dan tujuan soalnya. Dalam menulis soal bentuk uraian, seorang penulis soal harus mempunyai gambaran tentang ruang lingkup materi yang ditanyakan dan lingkup jawaban yang diharapkan, kedalaman dan panjang jawaban, atau rincian jawaban yang mungkin diberikan siswa. Dengan kata lain, ruang lingkup ini menunjukkan kriteria luas atau sempitnya masalah yang ditanyakan. Di samping itu, ruang lingkup tersebut harus tegas dan jelas tergambar dalam rumusan soalnya. Dengan adanya batasan sebagai ruang lingkup soal, kemungkinan terjadi ketidakjelasan soal dapat dihindari. Ruang lingkup tersebut juga akan membantu mempermudah pembuatan kriteria atau
57 pedoman penskoran. Secara rinci beberapa kaidah yang perlu diperhatikan dalam penulisan soal uraian adalah sebagai berikut: 1) Materi a) Soal harus sesuai dengan indikator, artinya soal harus menanyakan perilaku dan materi yang hendak diukur sesuai dengan tuntutan indikator. b) Batasan pertanyaan dan jawaban yang diharapkan (ruang lingkup) harus jelas. c) Isi materi sesuai dengan petunjuk pengukuran. d) Isi materi yang ditanyakan sudah sesuai dengan jenjang, jenis sekolah, atau tingkat kelas. 2) Konstruksi a) Rumusan kalimat soal atau pertanyaan harus menggunakan kata-kata Tanya atau perintah yang menuntut jawaban terurai, seperti: mengapa, uraikan, jelaskan, bandingkan, hubungkan, tafsirkan, buktikan, hitunglah. b) Jangan menggunakan kata tanya yang tidak menuntut jawaban uraian, misalnya: siapa, dimana, kapan. Demikian juga kata-kata tanya yang hanya menuntut jawaban ya atau tidak. c) Buatlah petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal. d) Buatlah pedoman penskoran segera setelah soalnya ditulis dengan cara menguraikan komponen yang akan dinilai atau kriteria penskorannya, besarnya skor bagi setiap komponen atau rentangan skor yang dapat diperoleh untuk setiap kriteria dalam soal yang bersangkutan. e) Hal-hal lain yang menyertai soal seperti tabel, gambar, grafik, peta, atau yang sejenisnya harus disajikan dengan jelas dan terbaca. Sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda dan juga harus bermakna. 3) Bahasa a) Rumusan butir soal menggunakan bahasa (kalimat dan kata-kata) yang sederhana dan komunikatif, sehingga mudah dipahami oleh siswa. b) Rumusan soal tidak mengandung kata-kata yang dapat menyinggung perasaan peserta didik atau kelompok tertentu.
58 c) Rumusan
soal
tidak
menggunakan
kata-kata/kalimat
yang
menimbulkan multi-tafsir atau salah pengertian. d) Butir soal menggunakan bahasa Indonesia yang baik benar. e) Rumusan soal sudah mempertimbangkan segi bahasa dan budaya. f) Jangan menggunakan bahasa yang berlaku setempat, jika soal akan digunakan untuk daerah lain atau nasional. 4) Penyusunan Pedoman Penskoran Pedoman penskoran merupakan panduan atau petunjuk yang menjelaskan tentang : a) Batasan atau kata-kata kunci atau konsep untuk melakukan penskoran terhadap soal-soal bentuk uraian objektif. b) Kemungkinan-kemungkinan jawaban yang diharapkan. c) Kriteria-kriteria jawaban yang digunakan untuk melakukan penskoran terhadap soal-soal uraian non objektif. d) Pedoman pemberian skor untuk setiap butir soal uraian harus disusun segera setelah perumusan kalimat-kalimat butir soal tersebut.
d. Contoh-Contoh Bentuk Soal Uraian 1. Uraian Objektif : Indikator :Siswa dapat menghitung suhu akhir campuran dan massa es yang melebur dengan menggunakan rumus kekekalan energi : Q lepas = Q diterima
Contoh Soal yang kurang Baik: Es sebanyak 1 kg pada suhu 0˚C dicampur dengan air 2 kg yang bersuhu 30˚C.Diketahui kalor lebur es 80 ka l
dan kalor jenis air =
Hitunglah :Kalor yang dilepaskan! Soal tersebut tidaks esuai dengan indikator. Tuntutan indikator adalah menghitung suhu akhir campuran dan massa es yang melebur dengan menggunakan rumus kekekalan energi : Q lepas = Qditerima, bukan kalor yang dilepaskan.
59 Contoh Soal yang Lebih Baik : Es sebanyak 1kg pada suhu 0˚ C dicampur dengan air sebanyak 2 kg yang bersuhu 30˚C. Diketahui kalor lebur es = 80 kal
Hitunglah : 1. Suhu akhir campuran 2. Massa es yang melebur.
PEDOMAN PENSKORAN Kunci / Kriteria Jawaban
Skor
Diketahui : m es = 1 kg = 1000 gram t es = 0 0 C m a = 2 kg = 1000 gram L es = 80 kal g-1 = 1 kal g-1 C-1
Ca Ditanyakan :
a. Suhu akhir ( t c) = .... b. Massa es yang mencair (m) = .... Jawaban : a. Untuk melebur es memerlukan kalor Q es. Q es = m . L
1
= 1000 x 80 = 8 x 104 kalor
1
Untuk mencapai 00C air melepaskan kalor Q air Q air = m . C . ∆t
1
= 2000 x 1 x 30 = 6 x 106 kalori
1
Q es > Q air Es tidak mencair seluruhnya sehingga suhu air = suhu es = 00 C tc
1
0
=0 C
b. Misalkan es yang lebur = x gram M . L = ma . C . ∆t X . L = ma . C . ∆t
1
60 Kunci / Kriteria Jawaban
Skor 1
80 x = 6 . 104 jadi x = Es yang melebur = 750 gram Skor Maksimum
7
2. Uraian Non Objektif Contoh Soal yang kurang baik Buatlah karangan dengan Topik “Meningkatkan minat baca siswa” Penjelasan : Contoh soal di atas kurang baik karena panjang karangan tidak dibatasi, dan apa yang dinilai dari karangan siswa tidak diberitahukan. Contoh soal yang lebih baik Buatlah karangan dengan topik “meningkatkan minat baca siswa” sekurang – kurang nya 150 kata. Perhatikan ejaan, tanda baca, struktur kalimat dan hubungan/keterkaitan (koherensi) antar kalimat. o 1
2
3
Kriteria Jawaban Kesesuaian antara judul dan isi cerita
Sekor 2-0
-
Judul sesuai dengan isi cerita
2
-
Judul agak sesuai dengan isi cerita
1
-
Judul tidak sesuai dengan isi cerita
0
Ketepatan penulisan ejaan
3-0
-
Tidak ada kesalahan ejaan
3
-
Ada kesalahan 1-3 kata
2
-
Ada kesalahan 4-6 kata
1
-
Kesalahan ejaan lebih dari 6 kata
0
Ketepatan penulisan tanda baca
3-0
-
Tidak ada kesalahan tanda baca
3
-
Ada kesalahan tanda baca 1 – 5.
2
61 o
4
5
Kriteria Jawaban
Sekor
-
Ada kesalahan tanda baca 6-10
1
-
Ada kesalahan tanda baca lebih dari 10
0
Ketepatan struktur kalimat
3-0
-
Semua kalimat memiliki struktur yang tepat
3
-
Ada 1 -2 kalimat yang strukturnya tidak tepat
2
-
Ada 2 -3 kalimat yang strukturnya tidak tepat
1
-
Lebih dari 3 kalimat yang strukturnya tidak tepat.
0
Keterpaduan antar kalimat
3-0
-
Semua kalimat padu
3
-
Ada 1 -2 kalimat yang tidak padu
2
-
Ada 2 -3 kalimat yang tidak padu
1
-
Lebih dari 3 kalimat yang tidak padu
0
Sekor Maksimum
14
7. Tes Lisan Tes lisan adalah tes yang menuntut jawaban dari peserta didik dalam bentuk lisan. Peserta didik akan mengucapkan jawaban dengan kata-katanya sendiri sesuai dengan pertanyaan atau perintah yang diberikan. Tes lisan dapat berbentuk seperti di bawah ini: a. Seorang guru menilai seorang peserta didik. b. Seorang guru menilai sekelompok peserta didik. c. Sekelompok guru menilai seorang peserta didik. d. Sekelompok guru menilai sekelompok peserta didik. Kebaikan tes lisan antara lain: (1) dapat mengetahui langsung kemampuan peserta didik dalam mengemukakan pendapatnya secara lisan; (2) tidak perlu menyusun soal-soal secara terurai, tetapi cukup mencatat pokok-pokok permasalahannya saja; (3) kemungkinan peserta didik akan menerka-nerka jawaban dan berspekulasi dapat dihindari. Sedangkan kelemahannya adalah: (1) memakan waktu yang cukup banyak, apalagi jika jumlah peserta-didiknya
62 banyak; (2) sering muncul unsur subjektifitas bilamana dalam suasana ujian lisan itu hanya ada seorang guru dan seorang peserta didik. Beberapa petunjuk praktis dalam pelaksanaan tes lisan adalah : a. Jangan terpengaruh oleh faktor-faktor subjektifitas, misalnya dilihat dari segi fisik, strata sosial, hubungan keluarga dan lain sebagainya. b. Berikanlah skor bagi setiap jawaban yang dikemukakan oleh peserta didik. Biasanya kita memberikan penilaian setelah tes itu selesai. Cara ini termasuk cara yang kurang baik, akibatnya penilaian akan dipengaruhi oleh jawabanjawaban yang terakhir. c. Catatlah hal-hal atau masalah yang akan ditanyakan dan ruang lingkup jawaban yang diminta untuk setiap pertanyaan. Hal ini dimaksudkan agar jangan sampai pertanyaan yang diajukan menyimpang dari permasalahan dan tak sesuai dengan jawaban peserta didik. d. Ciptakan suasana ujian yang menyenangkan. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik tidak ketakutan menghadapi ujian lisan tersebut. Kadangkadang ada juga guru yang sampai berbuat tidak wajar seperti membentakbentak peserta didik, dan mungkin pula bertindak berlebihan. Tindakan ini harus dihindari, karena dapat mengakibatkan proses pemikiran peserta didik menjadi terhambat, sehingga apa yang dikemukakan oleh mereka tidak mencerminkan kemampuan yang sesungguhnya. e. Jangan mengubah suasana ujian lisan menjadi suasana diskusi atau suasana ngobrol santai atau juga menjadi suasana pembelajaran.
Demikianlah beberapa kelebihan dan kelemahan tes lisan berikut petunjuk praktisnya. Petunjuk ini dapat dijadikan pegangan atau pedoman bagi guru dalam menyelenggarakan tes lisan. Petunjuk-petunjuk praktis untuk suatu ujian biasanya telah dimuat sebagai pedoman seperti yang telah disebutkan tadi. Jadi, Anda harus mempelajari petunjuk praktis itu sebaik-baiknya sebelum kegiatan tes dimulai
Contoh format tes lisan No 1
Pertanyaan Kapan perang Diponegoro berlangsung
Ringkasan jawaban
Ket
63 No 2
Pertanyaan
Ringkasan jawaban
Ket
Dimana letak basis pertahanan pangeran Diponegoro dalam memerangi Belanda
3
Apa yang menyebabkan perang Jawa terjadi
4
Apa yang kamu ketahui tentang perjanjian Giyanti
5
Nilai/ pelajaran apa yang bisa diambil dari perjuangan pangeran Diponegoro
8. Tes perbuatan (Kinerja) Tes perbuatan atau tes praktik adalah tes yang menuntut jawaban peserta didik dalam bentuk perilaku, tindakan, atau perbuatan. Lebih jauh Stigins (1994 : 375) mengemukakan “tes tindakan adalah suatu bentuk tes dimana peserta didik diminta untuk melakukan kegiatan khusus di bawah pengawasan penguji yang akan mengobservasi penampilannya dan membuat keputusan tentang kualitas hasil belajar yang didemontrasikan”. Peserta didik bertindak sesuai dengan apa yang diperintahkan dan ditanyakan. Misalnya, praktikkan bagaimana cara melaksanakan pekerjaan dinding dengan baik dan benar (tes praktik dalam SMK Teknik Sipil). Untuk melihat bagaimana cara melaksanakan pekerjaan dinding dengan baik dan benar, guru harus meminta peserta didik mempraktikkan atau mendemonstrasikan menyiapkan adukan, menyusun bata, mengukur sudut siku – siku antara dinding dan lantai dll. Begitu juga untuk mengetahui apakah seorang peserta didik sudah dapat membuat “Cheese Cake” (tes praktik SMK Tata Boga) sesuai dengan resep yang diajukan, maka cara yang paling tepat adalah melakukan tes tindakan dengan meminta peserta didik mempraktikkan langsung. Dalam pelaksanaannya, tes kinerja/ praktik dapat dilakukan dalam situasi yang sebenarnya atau situasi yang dimanipulasi. Alat yang dapat
64 digunakan dalam tes tindakan adalah lembar kerja, lembar pengamatan dan portofolio. Tes-tes semacam inilah yang dimaksudkan dengan tes perbuatan atau tindakan. Tes tindakan sebagai suatu teknik evaluasi tidak hanya digunakan dalam mata pelajaran kejuruan saja, tetapi dapat juga digunakan dalam menilai hasil-hasil pelajaran tertentu, seperti olahraga, teknologi informasi dan komunikasi, bahasa, kesenian, dan sebagainya. Tes tindakan dapat dilakukan secara kelompok dan individual. Secara kelompok berarti seorang guru menghadapi sekelompok peserta didik, sedangkan secara individual berarti seorang guru menghadapi seorang peserta didik. Tes tindakan dapat digunakan untuk menilai kualitas suatu perkerjaan yang telah selesai dikerjaan oleh peserta didik, termasuk juga keterampilan dan ketepatan menyelesaikan suatu pekerjaan, kecepatan dan kemampuan merencanakan suatu pekerjaan, dan mengidentifikasi suatu piranti (komputer misalnya). Tes tindakan dapat difokuskan kepada proses, produk atau keduanya. Tes
tindakan
sangat
bermanfaat
untuk
memperbaiki
kemampuan/perilaku peserta didik, karena secara objektif kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh peserta didik dapat diamati dan diukur, sehingga menjadi dasar pertimbangan untuk praktik selanjutnya. Sebagaimana jenis tes yang lain, tes tindakanpun mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan tes tindakan adalah: (1) satu-satunya teknik tes yang dapat digunakan untuk mengetahui hasil belajar
dalam
bidang
keterampilan;
(2)
sangat
baik
digunakan
untuk
mencocokkan kesesuaian antara pengetahuan teori dengan keterampilan praktik, sehingga hasil penilaian menjadi lengkap; (3) dalam pelaksanaannya tidak memungkinkan peserta didik untuk menyontek; (4) guru dapat mengenal lebih dalam tentang karakteristik masing-masing peserta didik sebagai dasar tindak lanjut hasil penilaian, seperti pembelajaran selanjutnya maupun remedial. Adapun kelemahan/kekurangan tes Kinerja/ tes praktik adalah sebagai berikut: a. Memakan waktu yang lama b. Dalam hal tertentu membutuhkan biaya yang besar c. Cepat membosankan d. Jika tes tindakan sudah menjadi sesuatu yang rutin, maka ia tidak mempunyai arti apa-apa lagi
65 e. Memerlukan syarat-syarat pendukung yang lengkap, baik waktu, tenaga maupun biaya. Jika syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi, maka hasil penilaian tidak dapat dipertanggungjawabkan dengan baik.
Contoh tes kinerja
No. 1
PERCOBAAN PERUBAHAN PANJANG (MUAI PANJANG) Pokok-Pokok yang dinilai
Skor
Data Pengamatan Mengisi Tabel Pengamatan No. 1. 2. 3. 4.
Jenis Logam Tembaga Nikelin dll
Pertambahan Panjang Keterangan ……………… cm ……………… cm ……………… cm
2
Pembahasan
3
Membahas tentang: • pemuaian suatu logam • perubahan pertambahan pengaruh panas Kesimpulan:
6 panjang
logam
karena
Menyimpulkan dari hasil percobaan yang diperoleh. 4
2
Jawaban pertanyaan 1. Menuliskan logam/kawat yang mengalami pertambahan panjang paling besar, beserta alasannya (disesuaikan dengan hasil percobaan) 2. Yang akan mengalami pertambahan panjang paling besar adalah kawat tembaga karena memiliki panas jenis lebih besar (bila menjawab tepat dan benar diberi poin yang sesuai, bila tidak diberi nilai nol)
6
2
2
Jumlah
18
66 C. Non tes Instrumen non-tes pada dasarnya dapat dipakai untuk mengukur ranah-ranah yang dimiliki tiap orang. Adapun ranah yang diukur dengan menggunakan non-tes ini adalah kognitif, psikomotorik, persepsi, dan ranah afektif. Mardapi (2004) mengatakan bahwa dalam kaitan dengan afektif ada empat tipe karakteristik afektif yang penting, yaitu sikap, minat, konsep diri, dan nilai. Instumen non-tes sebagai alat pengumpul data secara garis besar terdiri dari 2, yaitu yang berupa kertas yang berisi pertanyaan, pernyataan dan daftar isian serta manusia itu sendiri sebagai instrumen. Untuk kegiatan evaluasi yang bersifat kualitatif dengan menggunakan wawancara dan observasi, maka subyek pengumpul data adalah instrumennya sedangkan borang dan pedoman hanyalah alat bantu. Lain halnya ketika evaluasi yang sifatnya kuantitatif, maka angket, kuisioner, daftar isian dan skala adalah insrtumennya. 1. Kuisioner/ angket a. Pengertian Kuisioner merupakan salah satu instrumen yang seringkali digunakan baik dalam pembelajaran sekolah, perguruan tinggi maupun penelitian. Menurut Djaali kuisioner terdiri dari daftar pertanyaan yang disampaikan kepada responden untuk dijawab secara tertulis. b. Keunggulan dan keterbatasan Keunggulan kuisioner sebagai instrumen lebih praktis, hemat waktu dan tenaga dibanding dengan wawancara. Namun keterbatasannya adalah kemungkinan adanya jawaban yang diberikan dalam kuisioner tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. c. Kaidah dan contoh instrumen kuisioner atau angket Dalam menyusun instrumen kuisioner atau angket, langkah yang hendaknya dilakukan adalah sebagai berikut : 1) Mengkaji teori 2) Membuat konstruk (definisi konseptual dan operasional) 3) Mengembangkan dimensi dan indikator 4) Membuat kisi-kisi 5) Menetapkan rentang parameter pengukuran (kutub postif dan negatif) 6) Identifikasi ciri-ciri kutub 7) Menulis butir instrumen
67 8) Proses validasi konsep (telaah pakar/panel) 9) Perbaikan/revisi 10) Proses validasi empiris (uji coba instrumen, analisis data hasil uji coba dengan uji validitas dan reliabilitas) 11) Seleksi butir valid 12) Perakitan instrumen
2. Skala sikap a. Pengertian Skala adalah alat pengumpul data untuk memperoleh gambaran kuantitatif aspek – aspek tertentu dari suatu barang atau sifat – sifat seseorang dalam bentuk skala yang bersifat ordinal (SS, S, R, TS, STS). Skala dapat berbentuk skala sikap yang biasanya ditujukan untuk mengukur variabel yang bersifat internal psikolois dan diisi oleh responden yang bersangkutan. Selain itu, skala dapat pula berbentuk skala penilaian yaitu, apabila skala tersebut ditujukan untuk mengukur variabel yang indikator – indikatornya dapat diamati oleh orang lain, sehingga skala penilaian bukan diberikan kepada unit analisis tetapi diberikan atau diisi oleh orang yang mempunyai pengetahuan atau pengalaman yang cukup memadai tentang keadaan subjek yang menjadi unit analisis dalam kaitannya dengan variabel yang diukur. b. Keunggulan dan keterbatasan Keunggulan dan keterbatasn skala pada dasarnya mirip dengan kuisioner atau angket, yaitu lebih praktis, hemat waktu dan tenaga dibanding dengan wawancara. Namun keterbatasannya adalah kemungkinan adanya jawaban yang diberikan dalam kuisioner tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya, sehingga butuh pendalaman dan kehati – hatian dalam menganalisanya. c. Kaidah dan contoh instrumen skala sikap Bentuk instrumen yang digunakan untuk skala sikap berupa skala penilaian (rating scale). Skala penilaian menentukan posisi sikap atau perilaku peserta didik dalam suatu rentangan sikap. Skala sikap secara umum memuat pernyataan sikap atau perilaku yang diamati dan hasil pengamatan sikap atau perilaku sesuai kenyataan. Pernyataan memuat sikap atau perilaku yang positif atau negatif sesuai indikator penjabaran sikap dalam kompetensi inti dan kompetensi dasar. Rentang skala hasil pengamatan antara lain berupa : 1) Sangat sering, sering, jarang, sangat jarang, tidak pernah
68 2) Sangat baik, baik, biasa saja, kurang baik, tidak baik 3) Selalu, sering, kadang – kadang, tidak pernah Dalam menyusun skala sikap, langkah yang hendaknya dilakukan adalah sebagai berikut : 1) Mengkaji teori 2) Membuat konstruk (definisi konseptual dan operasional 3) Mengembangkan dimensi dan indikator 4) Membuat kisi – kisi 5) Menetapkan rentang parameter pengukuran (kutub postif dan negatif) 6) Identifikasi ciri – ciri kutub 7) Menulis butir instrumen 8) Proses validasi konsep (telaah pakar / panel) 9) Perbaikan / revisi 10) Proses validasi empiris (uji coba instrumen, analisis data hasil uji coba dengan uji validitas dan reliabilitas) 11) Seleksi butir valid 12) Perakitan instrumen Dalam perkembangannya, instrumen non tes berbentuk skala ini dapat disusun secara pribadi oleh guru maupun menggunakan yang sudah baku atau dapat pula menggunakan instrumen yang sudah diberikan oleh kementerian pendidikan dan kebudayaan. Berikut ini adalah contoh skala sikap tentang Disiplin Belajar yang disusun mandiri oleh guru. No. 1 2
Uraian Pernyataan
Saya belajar setiap malam Saya membaca pelajaran untuk besok hari dalam belajar sehari - hari 3 Saya mengumpulkan tugas tepat waktu 4 Saya mengerjakan PR beberapa menit sebelum berangkat ke sekolah. 5 saya kerjakan tugas secara mandiri sepulang dari sekolah. 6 Saya merapikan buku pelajaran beberapa menit sebelum berangkat ke sekolah. 7 Saya masuk sekolah tepat waktu. Keterangan : SS = Sangat sering S = Sering Jr = Jarang SJr = Sangat jarang TP = Tidak Pernah
SS
S
Jr
SJr
TP
69 3. Wawancara (borang wawancara) a. Definisi Secara umum yang dimaksud wawacara adalah cara menghimpun bahan- bahan keterangan yang dilaksanakan dengan tanya jawab secara lisan, sepihak, berhadapan muka dan dengan arah tujuan yang telah ditentukan. b. Keunggulan dan keterbatasan Keunggulan wawancara adalah pewawancara sebagai pengumpul data dapat melakukan kontak langsung dengan sumber data (responden) yang dimintai keterangan sehingga dapat diperoleh data atau informasi yang lebih lengkap dan mendalam. Melalui wawancara maka dimungkinkan sumber data dapat memberikan dan mengeluarkan ide pemikiran atau isi hati secara lebih bebas. Sedangkan keterbatasan wawancara adalah memakan waktu yang relatif lama, memerlukan keterampilan bertanya yang sangat baik sehingga proses wawancara tidak menjemukan dan cakupan responden sangat terbatas dikarenakan belum tentu semua responden mau diwawancarai. c. Kaidah dan contoh instrumen borang wawancara Dalam menyusun borang wawancara, langkah yang hendaknya dilakukan adalah sebagai berikut : 1) Mengkaji teori 2) Membuat konstruk (definisi konseptual dan operasional) 3) Mengembangkan dimensi dan indikator 4) Membuat kisi-kisi 5) Menetapkan rentang parameter pengukuran (kutub postif dan negatif) 6) Identifikasi ciri-ciri kutub 7) Menulis butir instrumen 8) Perakitan instrumen
4. Observasi (Pedoman Observasi) a. Pengertian Observasi
merupakan
teknik
penilaian
yang
dilakukan
secara
berkesinambungan dengan menggunakan indera, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan pedoman observasi yang berisi sejumlah indikator perilaku yang diamati. Observasi langsung
70 dilaksanakan secara langsung tanpa perantara orang lain. Sedangkan observasi tidak langsung dengan bantuan orang lain. Djaali (2005) mengatakan observasi adalah cara menghimpun bahanbahan keterangan yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang dijadikan objek pengamatan. Observasi sebagai metode pengumpulan data banyak digunakan untuk mengamati tingkah laku individu atau proses terjadinya kegiatan yang diamati.
b. Keunggulan dan keterbatasan Keunggulan observasi adalah mendapatkan data yang begitu detail, terperinci
dan
berupa
tingkah
laku
secara
spesifik.
Sedangkan
keterbatasannya adalah diperlukan orang atau peneliti yang terlatih, waktu yang dibutuhkan cukup lama, karena data berupa tingkah laku, maka perlu proses yang cukup rumit serta sistematis dalam pengolahannya. c. Kaidah dan contoh instrumen Observasi Bentuk instrumen yang digunakan untuk observasi adalah pedoman observasi yang berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik. Daftar cek digunakan untuk mengamati ada tidaknya suatu sikap atau perilaku. Sedangkan skala penilaian menentukan posisi sikap atau perilaku peserta didik dalam suatu rentangan sikap. Pedoman observasi secara umum memuat pernyataan sikap atau perilaku yang diamati dan hasil pengamatan sikap atau perilaku sesuai kenyataan. Pernyataan memuat sikap atau perilaku yang positif atau negatif sesuai indikator penjabaran sikap dalam kompetensi inti dan kompetensi dasar. Rentang skala hasil pengamatan antara lain berupa: 1) Sangat sering, sering, jarang, sangat jarang, tidak pernah 2) Sangat baik, baik, biasa saja, kurang baik, tidak baik 3) Selalu, sering, kadang – kadang, tidak pernah. Pedoman observasi dilengkapi juga dengan rubrik dan petunjuk penskoran. Rubrik memuat petunjuk/uraian dalam penilaian skala atau daftar cek. Sedangkan petunjuk penskoran memuat cara memberikan skor dan mengolah skor menjadi nilai akhir. Agar observasi lebih efektif dan terarah hendaknya :
71 1) Dilakukan
dengan
tujuan
jelas
dan
direncanakan
sebelumnya.
Perencanaan mencakup indikator atau aspek yang akan diamati dari suatu proses. 2) Menggunakan pedoman observasi berupa daftar cek atau skala penilaian. 3) Pencatatan dilakukan selekas mungkin. 4) Kesimpulan dibuat setelah program observasi selesai dilaksanakan
Contoh : Pedoman Observasi Sikap Spiritual (Untuk sekolah menengah Kejuruan) Petunjuk : Lembaran ini diisi oleh guru untuk menilai sikap spiritual peserta didik. Berilah tanda cek (v) pada kolom skor sesuai sikap spiritual yang ditampilkan oleh peserta didik, dengan kriteria sebagai berikut : 4 = selalu, apabila selalu melakukan sesuai pernyataan 3 = sering, apabila sering melakukan sesuai pernyataan dan kadang-kadang tidak melakukan 2 = kadang-kadang, apabila kadang-kadang melakukan dan sering tidak melakukan 1 = tidak pernah, apabila tidak pernah melakukan Nama Peserta Didik
: ………………….
Kelas
: ………………….
Tanggal Pengamatan
: …………………..
Materi Pokok
: …………………..
No
Aspek Pengamatan
1 2 3
Berdoa sebelum dan sesudah melakukan sesuatu Mengucapkan rasa syukur atas karunia Tuhan Memberi salam sebelum dan sesudah menyampaikan pendapat/presentasi 4 Mengungkapakan kekaguman secara lisan maupun tulisan terhadap Tuhan saat melihat kebesaran Tuhan 5 Merasakan keberadaan dan kebesaran Tuhan saat mempelajari ilmu pengetahuan Jumlah Skor Petunjuk Penskoran : Skor akhir menggunakan skala 1 sampai 4 Perhitungan skor akhir menggunakan rumus :
Skor 1 2 3 4
72 Contoh : Skor diperoleh 14, skor tertinggi 4 x 5 pernyataan = 20, maka skor akhir :
Peserta didik memperoleh nilai : Sangat Baik
: apabila memperoleh skor 3,20 – 4,00 (80 – 100)
Baik
: apabila memperoleh skor 2,80 – 3,19 (70 – 79)
Cukup
: apabila memperoleh skor 2.40 – 2,79 (60 – 69)
Kurang
: apabila memperoleh skor kurang 2.40 (kurang dari 60%)
D. Perencanaan Pengukuran Pembelajaran Ada enam aspek yang selayaknya dipertimbangkan dalam perencanaan pengukuran, yaitu sebagai berikut : 1. Pemilihan materi pengukuran Tidak semua bahan pelajaran dan aspek hasil belajar dapat diukur, diuji dan dijadikan bahan pengukuran, karena waktu yang tersedia dan karakteristik dari materi tersebut. Oleh karena itu, penting kiranya untuk mengukur sesuatu yang memang sudah dipelajari dan terkait dengan materi tersebut. 2. Tipe yang digunakan Secara umum, tidak ada suatu tipe alat ukur dalam pendidikan yang lebih baik atau yang terbaik dalam mengukur perubahan perilaku maupun hasil belajar. Masing-masing memiliki kekuatan dan kekurangannya. Hal yang mungkin untuk dilakukan adalah memilih bentuk tes atau pun non-tes yang sesuai serta lebih tepat untuk mengukur perubahan perilaku maupun hasil belajar tertentu. 3. Aspek kemampuan yang akan diuji Materi maupun bahan yang akan diuji tidak selamanya menggambarkan seluruh aspek dalam ranah kognitif, afektif maupun psikomotor. Dalam kognitif terdapat 6 ranah yang merupakan hasil berurutan dan berjenjang. Artinya, suatu kompetensi dasar yang bersifat awalan umumnya hanya membutuhkan tingkatan pengetahuan yang berupa ingatan hendaknya aspek yang diuji hanyalah pada tingkatan tersebut saja. 4. Format butir Setiap instrumen tes maupun non-tes memiliki tipe dan format soal yang beragam. Misalnya, tes objektif terdiri dari benar-salah, pilihan ganda dan menjodohkan. Setiap tipe memiliki format yang berbeda-beda.
73 5. Jumlah butir Penentuan jumlah butir sangat terkait dengan keterwakilan bahan yang diujikan, waktu yang tersedia dan reliabilitas tes. Semakin banyak tes yang digunakan semakin reliabel tes tersebut, baik reliabilitas dalam arti stabilitas maupun internal konsistensinya. 6. Distribusi tingkat kesukaran Tingkat kesukaran berkaitan dengan tujuan dari kegiatan pengukuran.
E. Karakteristik Alat ukur yang baik Evaluasi sangat berguna untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran. Pentingnya evaluasi dalam pembelajaran, dapat dilihat dari tujuan dan fungsi evaluasi maupun sistem pembelajaran itu sendiri. Evaluasi
tidak dapat
dipisahkan dari pembelajaran, sehingga guru mau tidak mau harus melakukan evaluasi pembelajaran. Melalui evaluasi, Anda dapat melihat tingkat kemampuan peserta didik, baik secara kelompok maupun individual. Anda juga dapat melihat berbagai perkembangan hasil belajar peserta ddik, baik yang
yang menyangkut
domain kognitif, afektif maupun psikomotor. Pada akhirnya, guru akan memperoleh gambaran tentang keefektifan proses pembelajaran. Setelah Anda memahami pentingnya evaluasi dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, tentunya Anda juga perlu tahu apa karakteristik dari alat ukur yang baik. Pemahaman tentang alat ukur ini menjadi penting karena dalam praktik evaluasi atau penilaian di sekolah, pada umumnya guru melakukan proses pengukuran. Dalam pengukuran tentu harus ada alat ukur (instrumen), baik yang berbentuk tes maupun non-tes. Alat ukur tersebut ada yang baik, ada pula yang kurang baik. Alat ukur yang baik adalah alat ukur yang memenuhi syarat-syarat atau kaidah-kaidah tertentu, dapat memberikan data yang akurat sesuai dengan fungsinya, dan hanya mengukur sampel perilaku tertentu. Secara sederhana, Zainal Arifin (2011 : 69) mengemukakan karakteristik instrumen pengukuran, penilaian dan evaluasi yang baik adalah “valid, reliabel, relevan, representatif, praktis, diskriminatif, spesifik dan proporsional”. 1. Valid, artinya suatu alat ukur dapat dikatakan valid jika betul-betul mengukur apa yang hendak diukur secara tepat. Misalnya, alat ukur mata pelajaran Ilmu Fiqih, maka alat ukur tersebut harus betul-betul dan hanya mengukur kemampuan peserta didik dalam mempelajari Ilmu Fiqih, tidak boleh
74 dicampuradukkan dengan materi pelajaran yang lain. Validitas suatu alat ukur dapat ditinjau dari berbagai segi, antara lain validitas ramalan (predictive validity), validitas bandingan (concurent validity), dan validitas isi (content validity), validitas konstruk (construct validity), dan lain-lain. Penjelasan tentang validitas ini dapat Anda baca uraian modul berikutnya. 2. Reliabel, artinya suatu alat ukur dapat dikatakan reliabel atau handal jika ia mempunyai hasil yang taat asas (consistent). Misalnya, suatu alat ukur diberikan kepada sekelompok peserta didik saat ini, kemudian diberikan lagi kepada sekelompok peserta didik yang sama pada saat yang akan datang, dan ternyata hasilnya sama atau mendekati sama, maka dapat dikatakan alat ukur tersebut mempunyai tingkat reliabilitas yang tinggi. 3. Relevan, artinya alat ukur yang digunakan harus sesuai dengan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator yang telah ditetapkan. Alat ukur juga harus sesuai dengan domain hasil belajar, seperti domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Jangan sampai ingin mengukur domain kognitif menggunakan alat ukur non-tes. Hal ini tentu tidak relevan. 4. Representatif, artinya materi alat ukur harus betul-betul mewakili dari seluruh materi yang disampaikan. Hal ini dapat dilakukan bila guru menggunakan silabus sebagai acuan pemilihan materi tes. Guru juga harus memperhatikan proses seleksi materi, mana materi yang bersifat aplikatif dan mana yang tidak, mana yang penting dan mana yang tidak. 5. Praktis, artinya mudah digunakan. Jika alat ukur itu sudah memenuhi syarat tetapi sukar digunakan, berarti tidak praktis. Kepraktisan ini bukan hanya dilihat dari pembuat alat ukur (guru), tetapi juga bagi orang lain yang ingin menggunakan alat ukur tersebut. 6. Diskriminatif, artinya adalah alat ukur itu harus disusun sedemikian rupa, sehingga dapat menunjukkan perbedaan-perbedaan yang sekecil apapun. Semakin baik suatu alat ukur, maka semakin mampu alat ukur tersebut menunjukkan perbedaan secara teliti. Untuk mengetahui apakah suatu alat ukur cukup deskriminatif atau tidak, biasanya didasarkan atas uji daya pembeda alat ukur tersebut. 7. Spesifik, artinya suatu alat ukur disusun dan digunakan khusus untuk objek yang diukur. Jika alat ukur tersebut menggunakan tes, maka jawaban tes jangan menimbulkan ambivalensi atau spekulasi. 8. Proporsional, artinya suatu alat ukur harus memiliki tingkat kesulitan yang proporsional antara sulit, sedang dan mudah. Begitu juga ketika menentukan jenis alat ukur, baik tes maupun non-tes.
75 Karakteristik instrumen evaluasi di atas tentunya sedikit banyak telah memenuhi apa yang diperlukan oleh evaluator. Namun demikian, ada beberapa hal kekinian yang mestinya juga dijadikan acuan untuk menjawab tantangan yang begitu kompleks dewasa ini. Dalam menyusun instrumen evaluasi, seorang evaluator hendaknya memperhatikan pula kenyataan dari data yang akan diambil, oleh karena itu keotentikan dalam menyusun instrumen dirasa perlu. Otentik, artinya memandang sesuatu objek/subyek evaluasi secara terpadu. Evaluasi bersifat otentik berarti pula mencerminkan masalah dunia nyata. Menggunakan berbagai cara yang holistik. Instrumen yang bersifat otentik tidak hanya mengukur apa yang diketahui oleh subyek/obyek evaluasi, tetapi lebih menekankan mengukur apa yang dapat dilakukan oleh subyek/obyek evaluasi. Hal yang berikutnya yang tidak kalah pentingnya adalah dasar penyusunan instrumen evaluasi hendaknya mengacu pada kriteria tertentu. Mengacu pada kriteria, artinya instrumen disusun berdasarkan kriteria yang ditetapkan, misalnya ketuntasan minimal, standarisasi tertentu atau kemampuan minimal. Kompetensi inti, standar kompetensi dan indikator untuk kalangan sekolah dasar dan menengah. Untuk para peneliti dan evaluator kriteria dapat ditetapkan berdasarkan standar minimum yang dipersyaratkan baik secara undang-undang maupun peraturan yang berlaku dalam pencapaian standar tersebut. Untuk mengukur suatu kemampuan dalam keterampilan tertentu kriteria dapat mengacu pada kompetensi tertentu yang wajib dicapai. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan dalam menyusun instrumen pengukuran, penilaian dan evaluasi instrumen tersebut hendaknya memiliki karakteristik antara lain: valid, reliabel, relevan, representatif, praktis, diskriminatif, spesifik, proporsional, otentik dan mengacu pada kriteria tertentu.