38
BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MEMPENGARUHI SEORANG NOTARIS UNTUK MELAKUKAN MAL ADMINISTRATIF 1.
Notaris Sebagai Suatu Profesi dan Pejabat
a.
Citra Profesional Notaris Notaris merupakan suatu pekerjaan dengan keahlian khusus yang menuntut
pengetahuan luas serta tanggung jawab yang berat untuk melayani kepentingan umum dan inti tugas Notaris adalah mengatur secara tertulis dan otentik hubunganhubungan hukum antara para pihak yang secara mufakat meminta jasa notaris . Jabatan atau profesi Notaris merupakan jabatan kepercayaan yang bertanggung jawab baik secara hukum, moral maupun etika kepada Negara atau pemerintah, masyarakat, pihak-pihak yang bersangkutan (klien) serta organisasi profesi, sehingga kualitas seorang Notaris harus selalu ditingkatkan melalui pendidikan, pemahaman dan pendalaman terhadap ilmu maupun kode etik. Pengangkatan seorang Notaris minimal harus mempunyai ilmu dibidang hukum dan kenotariatan, mempunyai pengalaman magang dikantor Notaris , mengetahui kewajiban dan menjunjung tinggi hak orang lain, serta dilandasi niat dan etika yang terpuji. Profesi Notaris merupakan profesi yang memberikan pelayanan kepada masyarakat untuk pembuatan alat-alat bukti yang berupa akta sehingga Notaris tidak boleh memihak pada salah satu pihak dan harus berlaku adil terhadap kedua belah pihak serta menjelaskan akibat-akibat perjanjian yang ditimbulkan kepada kedua belah pihak terutama pihak yang lemah. Dalam pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata
38 Universitas Sumatera Utara
39
secara umum menghendaki bahwa segala persetujuan harus dilaksanakan secara jujur berlandaskan asas itikad baik. Untuk dapat menjalankan tugas dengan sebaikbaiknya, maka sikap seorang Notaris merupakan sesuatu yang sangat penting karena sikap Notaris didalam praktek pekerjaannya mempunyai dampak yang besar terhadap citra seorang Notaris menjalankan fungsinya. Notaris adalah pejabat
umum,
dengan demikian ditugaskan untuk
menjalankan sebagian dari kekuasaan penguasa. Terkadang bagi seorang Notaris pribadi adalah sangat sulit untuk menjalankannya oleh karena itu dapat dipahami bahwa ada kalanya ia tidak dapat menghindarkan diri untuk menunjukkan pandangannya yang berbeda. Akan tetapi hal ini tidak boleh menjadi penyebab, apakah itu untuk kepentingan dari klien atas permintaan kliennya, untuk tidak mengindahkan peraturan tersebut dan ikut berperan atau memberikan bantuan kepada kliennya didalam melakukan penyeludupan hukum. Dalam hubungan ini hendaknya harus disadari bahwa sifat manusia yang tidak sempurna apabila sekali melakukan perbuatan yang tidak dapat dipercaya di dalam memberlakukan undang-undang, maka tidak sulit untuk melakukan perbuatan sedemikian untuk kedua kalinya dan seterusnya. Perbuatan demikian akan merusak citra para Notaris dan dalam hal ini akan mengundang dipertajamnya pengawasan terhadap para Notaris. Di lain pihak, di dalam memberlakukan peraturan perundang-undangan, tidak berarti bahwa Notaris tidak mempunyai kewajiban untuk mencarikan jalan yang paling menguntungkan bagi para pihak yang bersangkutan di dalam pembuatan suatu perjanjian, yang penting akta yang dibuat tidak menyimpang dari tujuan pembuatan
Universitas Sumatera Utara
40
akta, misalnya pengaturan suatu perjanjian dengan memperhatikan segi fiskalnya dengan tidak menyeludupkan undang-undang. Dalam hal ini Notaris harus mempertimbangkan dengan seksama kewajibannya sebagai pejabat di satu pihak dan sebagai pelayan dari para pihak yang bersangkutan, walaupun terkadang hal demikian sulit dilakukan. Disamping itu, harus diketahui bahwa dewasa ini dengan beragam peraturan yang ada baik berupa peraturan pelaksanaan dari berbagai undang-undang maupun keputusan-keputusan dan intruksi-instruksi dari pemerintah, adalah sangat sulit pelaksanaannya bagi masyarakat umum. Demikian juga halnya bagi para Notaris untuk mengatahui apakah seseorang dengan tidak disadarinya atau dengan tidak ada maksud untuk melakukan telah melanggar suatu peraturan yang berlaku. Notaris adalah pejabat umum, akan tetapi bukan pejabat umum yang sama sekali tidak mempunyai kepentingan mengenai sesuatu yang hanya menjalankan undang-undang tanpa memandang orang. Sebab tidak banyak Kontrak yang mempunyai sifat kebendaan sepenuhnya, akan tetapi selalu ada pengaruh dari hubungan-hubungan keluarga ataupun hubungan pribadi. Dalam hubungan ini seorang Notaris harus mempunyai kesadaran bahwa tidaklah cukup hanya memiliki kesadaran mengenai fungsi Notaris dan keterampilan teoritis dan teknis dibidang profesi, akan tetapi yang utama adalah untuk mempertaruhkan sepenuhnya kepribadian Notaris. Seorang Notaris harus menyadari bahwa pendidikan pengetahuan adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan bagi keahlian, akan tetapi pengenalan mengenai sifat-sifat dan hubungan-hubungan manusia tidak
Universitas Sumatera Utara
41
pula kurang pentingnya. Kepercayaan terhadap Notaris tidak hanya dipupuk oleh keahliannya akan tetapi juga integritasnya, kepribadian dan sikap Notaris yang bersangkutan. Notaris perlu memperhatikan apa yang disebut sebagai perilaku profesi yang memiliki unsur-unsur sebagai berikut: 1.
Mempunyai integritas moral yang mantap
2.
Harus jujur terhadap klien maupun diri sendiri (kejujuran intelektual)
3.
Sadar akan batas-batas kewenangannya
4.
Tidak semata-mata berdasarkan pertimbangan uang.73 Ismail Saleh74 menyatakan bahwa ada empat pokok yang harus diperhatikan
oleh para Notaris, yaitu sebagai berikut: 1.
2.
3.
Dalam menjalankan, tugas profesinya, seorang Notaris harus mempunyai intergritas moral yang mantap. Dalam hal ini, segala pertimbangan moral harus melandasi pelaksanaan tugas profesinya. Walaupun akan memperoleh imbalan jasa yang tinggi, namun sesuatu yang bertentangan dengan moral yang baik harus dihindarkan. Seorang Notaris harus jujur, tidak saja pada kliennya juga pada dirinya sendiri. Ia harus mengetahui akan batas-batas kemampuannya, tidak memberi janjijanji sekedar untuk menyenangkan kliennya, atau agar klien tetap mau memakai jasanya. Kesemuanya itu merupakan suatu ukuran tersendiri tentang kadar kejujuran intelektual seorang Notaris. Seorang Notaris harus menyadari akan batas-batas kewenangannya. Ia harus mentaati ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku tentang seberapa jauh ia dapat bertindak dan apa yang boleh serta apa yang tidak boleh dilakukan. Adalah bertentangan dengan perilaku professional apabila seorang Notaris ternyata berdomisili dan bertempat tinggal tidak ditempat kedudukannya sebagai Notaris. Atau memasang papan dan mempunyai kantor ditempat kedudukannya, tapi tempat tinggalnya dilain tempat. Seorang Notaris juga
73 Ismail Saleh, Membangun Citra Profesional Notaris Indonesia, Pengarahan/ceramah Umum Menteri Kehakiman Republik Indonesia pada Upgrading/Refresing Course Notaris seIndonesia Bandung, 1993, hal. 19. 74 Ibid, hal 18-21
Universitas Sumatera Utara
42
4.
b.
dilarang untuk menjalankan jabatannya diluar daerah jabatannya. Apabila ketentuan tersebut dilanggar, maka akta yang bersangkutan akan kehilangan daya otentiknya. Sekalipun keahlian seseorang dapat dimanfaatkan sebagai upaya yang lugas untuk mendapatkan uang, namun dalam melaksanakan tugas profesinya ia tidak boleh semata-mata didorong oleh pertimbangan uang semata. Seorang Notaris yang pancasilais harus tetap berpegang teguh kepada rasa keadilan yang hakiki, tidak terpengaruh oleh jumlah uang dan tidak semata-mata hanya menciptakan suatu alat bukti formal mengejar kepastian hukum, tetapi mengabaikan rasa keadilan. Kedudukan Notaris Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik dan
kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UUJN 75. Pemberian kualifikasi sebagai pejabat umum tidak hanya kepada Notaris saja, tetapi juga diberikan kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)76, Pejabat Lelang77, dengan demikian Notaris sudah pasti pejabat umum, tapi tidak setiap pejabat umum pasti Notaris, karena pejabat umum bisa juga PPAT atau pejabat lelang. Dalam aturan hukum yang lain, juga ada istilah Pejabat Negara,78 selain itu ada juga Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, yaitu badan atau pejabat yang melaksanakan urusan pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada umumnya Pejabat Publik berstatus pegawai negeri, namun tidak semua pejabat publik berstatus pegawai negeri seperti halnya Notaris dan PPAT.
75 76
Pasal 1 angka 1 dan Pasal 15 ayat (1) UUJN Pasal 1 angka (4) UU No 4 Tahun 1996, dan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah No 37 Tahun 1998 77 Pasal 1 ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 338/KMK.01/2000 78 Pasal 1 angka 4 Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 8 Tahun 1974 Pokok Pokok Kepegawaian
Universitas Sumatera Utara
43
Inti dari tugas Notaris ialah mengatur secara tertulis dan otentik 79 hubunganhubungan hukum antara para pihak yang secara mufakat meminta jasa-jasa Notaris. Ciri utama lainnya bahwa Notaris tidak berpihak80, tetapi mandiri dan bukan sebagai salah satu pihak, ia tidak memihak kepada mereka yang berkepentingan. Itulah sebabnya di dalam menjalankan jabatannya, selaku pejabat umum ada ketentuan undang-undang yang demikian ketat, bagi orang tertentu, tidak diperbolehkan sebagai saksi atau sebagai pihak yang berkepentingan pada akta yang dibuat dihadapannya. Notaris sebagai pejabat umum menjalankan (sebagian) dari fungsi negara, yaitu terutama didalam memberikan pelayanan kepada masyarakat umum, khususnya membuat alat bukti tertulis dan otentik dari perbuatan hukum yang dibuat/diadakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Hal demikian menjadi suatu keharusan, oleh karena akta otentik lahir jika dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum.
79
“Bahwa untuk dapat membuat akta otentik, seorang Notaris harus mempunyai kedudukan sebagai pejabat umum. Di Indonesia seorang Advokad, meskipun ia seorang yang ahli didalam bidang hukum, tidak berwenang untuk membuat akta otentik, karena ia tidak mempunyai kedudukan sebagai pejabat umum, sebaliknya seorang pegawai catatan sipil meskipun ia bukan ahli hukum, ia berhak membuat akata-akta otentik untuk hal-hal tertentu, umpamanya untuk membuat akta kelahitan atau akta kematian. Demikian itu karena oleh undang-undang ditetapkan sebagai pejabat umum dengan diberi wewenang untuk membuat akta-akta itu. R. Soegondo Notodisoerjo,Op Cit, hal ,43. 80 Notaris tidak berpihak, berlawanan dengan pengacara yang selalu berpihak dimana Notaris muncul saat damai sedangkan pengacara muncul saat ada konflik, Notaris menerima honor kehormatan sedangkan pengacara menerima uang menurut perjanjian sebagai upah. Dalam dunia kenotariatan, Notaris sesuai dengan sumpah jabatannya berkewajiban memberikan pelayanan yang tidak memihak kepada para pihak yang menjadi komparan dalam aktanya. Pelayanan itu dilakukan Notaris dengan cara merumuskan hak-hak dan kewajiban-kewajiban para pihak dalam akta yang dibuat dihadapannya secara seimbang, contoh: Jika dalam suatu perjanjian pihak pertama diminta untuk membayar sejumlah uang maka pihak kedua harus ditulis berkewajiban menerima uang yang dibayarkan itu pada waktunya sesuai jumlah yang disepakati.
Universitas Sumatera Utara
44
Pada hakekatnya Notaris hanyalah “mengkonstatir81” atau “merekam” yang diinginkan atau dikehendaki oleh penghadap yang bersangkutan, dengan cara mencatat, kemudian menyusunnya agar sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, dan kalau sudah selesai dengan kehendak penghadap, maka penghadap diminta untuk membubuhkan tanda tangannya serta menulis nama terangnya secara tertulis dan otentik dari perbuatan hukum pihak-pihak yang berkepentingan, Notaris tidak berada di dalamnya. Notaris adalah orang luar, yang melakukan perbuatan hukum adalah pihak-pihak, yaitu mereka yang membuat serta terikat
dalam dan oleh isi
perjanjian.82 Menurut Wawan Setawan, yang dimaksud dengan kewenangan Notaris membuat akta otentik ialah: 1.
Bahwa kewenangan Notaris membuat akta otentik itu hanya apabila hal itu diminta atau dikehendaki oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, dengan kata lain akta tersebut adalah bukti adanya perbuatan hukum para pihak, bukan Notaris yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan;
81
Dalam hal mengkonstatir terdapat 2 (dua) pendapat yaitu pendapat sempit dan pendapat yang luas. Pendapat yang sempit mengemukakan bahwa Notaris tidak berwenang untuk mengkonstatir dalam akta otentik penyerahan uang untuk melunasi suatu hutang atau melunasi harga pembelian barang ataupun uang yang dipinjam, yang dilakukan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain, demikian juga Notaris tidak berwenang untuk mengkonstatir dalam akta sedemikian penyerahan yang benar (feitelijke levering) dari barang-barang yang dilakukan dihadapan Notaris dan para saksi. Sedangkan menurut pendapat yang luas mengemukakan bahwa Notaris berwenang untuk mengkonstatir hal-hal tersebut dalam akta otentik, asal saja Notaris dapat menyaksikan (waarnemen). Sedangkan menurut pendapat yang luas ini, Notaris memperoleh wewenang dari pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris untuk mengkonstatir dalam akta otentik “perbuatan hukum” (rechthshandeling) dan ”perbuatan nyata” (feilelijke handelingen) yang bukan merupakan perbuatan hukum, perjanjian dan ketetapan G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Penerbit Erlangga, 1999, hal.40 82 Penyimpangan atau kurangnya kemampuan para Notaris, baik karena kesalahan atau kelalaian dalam menjalankan tugas jabatan Notaris, meskipun dalam hal ini kelalaian tersebut perlu harus dibuktikan kebenanraanya, Liliana Tedjosaputro, Tinjauan Malpraktek di Kalangan Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah dari sudut hukum pidana, Tesis, Fakultas Pascasarjana KPK-UI, Universitas Diponegoro, Semarang, 1990, Hal. 89-90
Universitas Sumatera Utara
45
2.
3.
4.
Bahwa kewenangan Notaris membuat akta otentik ditentukan dan sangat tergantung dari adanya kemauan atau kehendak pihak-pihak yang akan melakukan perbuatan hukum tersebut, tanpa adanya pihak-pihak yang berkepentingan melakukan perbuatan hukum, tidak mungkin Notaris dapat mewujudkannya dalam suatu akta otentik; Notaris tidak mungkin membuat akta otentik atas kemauannya sendiri tanpa adanya pihak-pihak yang bersangkutan, juga tidak berwenang mengambil keputusan sendiri untuk menyatakan membuat atau membatalkan sendiri akta yang bersangkutan; Notaris tidak berwenang untuk membuat akta dibidang hukum publik, wewenangnya terbatas pada pembuatan akta-akta di bidang hukum perdata. Notaris dalam menjalankan jabatannya serta melaksanakan tugasnya harus
tetap menghormati dan menjungjung tinggi hukum yang berlaku dan senantiasa menghayati dan mengingat sumpah jabatannya.83 Notaris dalam menjalankan tugasnya sebagai pejabat umum harus memiliki kemampuan professional dalam menjalankan tugasnya. Ada 3 (tiga) ciri untuk menentukan apakah Notaris di Indonesia merupakan Notaris fungsional atau Notaris professional yaitu: 1.
Bahwa akta yang dibuat dihadapan/oleh Notaris fungsional mempunyai kekuatan sebagai alat bukti formal dan mempunyai daya eksekusi. Akta Notaris seperti ini harus dilihat apa adanya, sehingga jika ada pihak yang berkeberatan dengan akta tersebut maka pihak yang berkebaratan, berkewajiban membuktikannya.
83
Mengenai sumpah jabatan Notaris di atur dalam Pasal 4 ayat 2 UUJN yang berbunyi: “Saya bersumpah/berjanji: Bahwa saya akan patuh dan setia kepada negara Republik Indonesia, Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, Undang-Undang tentang Jabatan Notaris serta peraturan perundang-undangan lainnya Bahwa saya akan menjalankan jabatan saya, dengan amanah, jujur, seksama, mandiri, dan tidak berpihak. Bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya, dan akan menjalankan kewajiban saya sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagai Notaris Bahwa saya akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan saya Bahwa saya untuk dapat diangkat dalam jabatan ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan nama ata dalil apapun, tidak pernah dan tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada siapapun
Universitas Sumatera Utara
46
2.
3.
Bahwa Notaris fungsional menerima uangnya dari Negara dalam bentuk delegasi dari Negara. Hal ini merupakan salah satu rasio Notaris di Indonesia memakai lambang Negara, yaitu Burung garuda. Oleh karena menerima tugas dari Negara maka yang diberikan kepada mereka yang diangkat sebagai Notaris dalam bentuk sebagai jabatan dari Negara. Bahwa Notaris di Indonesia diatur oleh Peraturan Jabatan Notaris (Reglement op het Notarisambt), Stb 1860 No.3. Dalam teks asli disebutkan bahwa “ambt” adalah “Jabatan”84 Adapun unsur dan ciri yang harus dipenuhi oleh seorang Notaris professional
dan ideal, antara lain dan terutama adalah: 1.
2.
3.
4.
Tidak pernah melakukan pelanggaran hukum, termasuk dan terutama ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi seorang Notaris, teristimewa ketentuan sebagaimana termaksud dalam Peraturan Jabatan Notaris; Di dalam menjalankan tugas jabatannya dan profesinya senantiasa mentaati kode etik yang ditentukan/ditetapkan oleh organisasi/perkumpulan kelompok profesinya, demikian pula etika profesi pada umumnya termasuk ketentuan etika profesi/jabatan yang telah diatur dalam peraturan perundangan; Loyal terhadap organisasi/perkumpulan dari kelompok profesinya dan senantiasa turut aktif di dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh organisasi profesinya. Memenuhi semua persyaratan yang menjalankan tugas/profesinya. 85 Selain berdasarkan hal tersebut diatas, Notaris juga menjalankan fungsinya
sebagai penerang atau penyuluh hukum bagi masyarakat seputar pembuatan akta, dan hal demikian merupakan kewajiban jabatan. Hal demikian untuk mencegah kekeliruan
masyarakat
didalam menerapkan hukum,
termasuk persyaratan-
persyaratan yang harus dipenuhi bagi keabsahan suatu perbuatan hukum.
84 85
Jurnal renvoi, Nomor 2. 14. II, tanggal 3 Juli 2004, hal 20. Wawan Setiawan, Media Notariat, Edisi Mei-Juni 2004, hal. 23
Universitas Sumatera Utara
47
c.
Tugas Notaris sebagai Pejabat Umum G.H.S. Lumban Tobing86 mengatakan bahwa Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris
tidak memberikan uraian lengkap mengenai tugas dan pekerjaan Notaris, oleh karena itu selain untuk membuat akta-akta otentik, Notaris juga ditugaskan untuk melakukan dan mensyahkan (waarmerken dan legaliseren) surat-surat/akta-akta yang dibuat dibawah tangan (LN.1916/46 jo.43). Notaris juga memberikan nasehat hukum dan penjelasan mengenai undang-undang kepada pihak-pihak yang bersangkutan. Selanjutnya G.H.S Lumban Tobing mengatakan bahwa menurut kanyataannya tugas Notaris bersamaan perkembangan waktu telah pula berkembang sebagaimana sekarang ini, tugasnya Notaris sebagaimana menurut Undang-Undang dan menurut sebenarnya87 dan tugas yang harus dijalankannya sebagai pejabat umum, yang diletakkan kepadanya menurut Undang-undang, sangat berbeda sekali dengan tugas yang dibebankan kepadanya oleh masyarakat dalam praktek, sehingga sulit untuk memberikan defenisi yang lengkap mengenai tugas dan pekerjaan Notaris.88 Pernyataan G.H.S. Lumban Tobing diatas ini, yang mengatakan bahwa jauh berbeda dalam arti jauh lebih berat tugas yang dibebankan oleh masyarakat dalam praktek dengan apa yang dikehendaki dalam aturan yang ada, sudah terbukti kebenarannya saat ini. Peneliti mengambil contoh pernyataan tersebut diatas adalah dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor Putusan 2601/Pid.B/2003/PN-Mdn.
86
G.H.S. Lumban Tobing, Op Cit, hal.37 Maksudnya bagaimana praktikal daripada pekerjaan Notaris itu, yaitu apakh sesuai benar dengan apa yang dikehendaki oleh Undang-Undang Jabtan Notaris ataupun adalagi tuntutan masyarakat yang menghendaki pelayanan khusus dari Notaris. 88 G.H.S Lumban Tobing, Op Cit hal. 37 87
Universitas Sumatera Utara
48
Kewajiban untuk menyetorkan pajak penghasilan (PPh) yang menurut sistem hukum perpajakan merupakan kewajiban penjual Hak atas Tanah (Tanah yang bersertifikat atau tanah yang sertifikatnya masih berlaku), serta yang praktis dilaksanakan dengan membuat bukti penyetoran dengan mengajukan Surat Setoran Pajak Penghasilan (SSP) serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang menurut sistem hukum perpajakan merupakan kewajiban pembeli Hak atas Tanah (tanah yang bersertifikat), yang wajib dilaksanakan dengan mengisi dan mengajukannya dengan menggunakan formulir Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (SSB). Secara yuridis perbuatan menyetorkan Pajak Penghasilan (PPh) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) wajib dilakukan oleh sipenjual dan sipembeli tanah yang bersangkutan langsung ke Kantor Kas Negara atau ke rekening Kas Negara yang ada di Bank Persepsi. Tetapi secara praktikal ternyata para pihak yang membuat akta menhendaki mudahnya saja, uang yang merupakan Pajak Penghasilan (PPh) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) diserahkan saja secara tunai kepada Notaris, dengan permintaan tolong disetorkan saja sebagaimana mestinya dengan berbagai alasan (ada yang mengaku tidak mengerti kemana menyetorkannya, tidak mengerti bagaimana mengisi formulirnya, tidak ada waktu mengurusnya atau memang disibukkan oleh pekerjaan lain) sehingga dengan terpaksa tugas itu diambil alih oleh Notaris yang bersangkutan. Disinilah jabatan kepercayaan Notaris itu memperoleh ujian berat akibat kepercayaan besar yang diberikan oleh masyarakat, dan disini seorang Notaris itu
Universitas Sumatera Utara
49
wajib menjalankan jabatannya dengan benar-benar memelihara dan memperhatikan prinsip kehati-hatian yang seakurat-akuratnya Sebagai contoh dari pernyataan diatas, dapat dilihat dari Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 2061/Pid.B/2003/PN-Mdn yaitu Tindak Pidana Penggelapan Pajak89. Yang berawal dari pihak penjual dan pihak pembeli (saksi korban) meminta terdakwa (Notaris) untuk mengurus pengalihan/balik nama sertifikat HGB nomor.120/TG.Mulia dan mengurus pembayaran mengenai biaya-biaya pajak yang dikenakan terhadap penjual (PPH) dan Biaya Perolehan Hak Atas Tanah (BPHTB) yang dikenakan terhadap pembeli (saksi korban) atas permintaan tersebut, Notaris yang juga sebagai terdakwa tersebut menetapkan biaya pengurusan sebesar Rp.660.000.000 (enam Ratus Enam Puluh Juta Rupiah) dengan perincian untuk pembayaran pajak sebesar Rp. 600.000.000 (enam ratus juta rupiah) dan jasa bagi Notaris yang telah menjadi terdakwa tersebut sebesar Rp. 60.000.000 (enam puluh juta rupiah). Seharusnya penyetoran Pajak Penghasilan (PPh) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) itu tugas dan kewajiban pembeli (dalam hal ini saksi korban) dan penjual hak atas Tanah, bukan tugas dan kewajiban Notaris yang dihadapannya akta itu dibuat. Bagi Notaris yang sadar akan tugasnya sebagai pengemban tugas atau jabatan kepercayaan tentu saja akan menerima uang tadi dan 89 Dalam Perkara tersebut sangat jelas bahwa ada tindakan yang dikategorikan sebagai tindakan Mal Administrasi Notaris yang lebih jelasnya termasuk Mal Administrasi karena Kesewenang-wenangan, Kelalaian/kecerobohan, tidak mampu menyelesaikan, seharusnya Notaris tersebut langsung menyetorkan/menyelenggarakan pembayaran pajak-pajak yang telah dipercayakan pengurusannya serta penyetorannya terhadap Notaris tersebut akan tetapi yang terjadi Notaris tersebut telah sewenang-wenang membuat penyetoran pajak fiktif.
Universitas Sumatera Utara
50
menyelenggarakannya/menyetorkannya sesuai prosedur ke alamatnya dengan benar pada kesempatan pertama dan selekas-lekasnya. Namun yang terjadi dalam contoh kasus diatas bahwa Notaris tersebut (dalam hal ini terlah menjadi terdakwa) bukan membayarkan pajak-pajak yang berhubungan dengan proses peralihan/balik nama sertifikat, akan tetapi terdakwa menyuruh anak buahnya mengurus penerbitan SPPT PBB Th.2002 dan mengurus proses peralihan/balik nama Sertifikat HGB 120/TG. Mulia dengan mengecilkan/menurunkan nilai BPHTB dan PPh. Akan tetapi sebelum terdakwa memutuskan untuk mengurus proses peralihan/balik nama sertifikat tersebut dengan H.F, maka datanglah I.S mengatakan bahwa ia dapat mengurus pengurusan peralihan/balik nama sertifikat HGB Nomor 120/TG. Mulia dan pembayaran pajakpajaknya dengan biaya keseluruhan jauh lebih murah yaitu sebesar Rp. 300.000.000 (Tiga Ratus Juta Rupiah), maka terdakwa memutuskan pengrusan peralihan/Balik nama HGB No 120/TG.Mulia tersebut dengan I.S. setelah itu terdakwa menugaskan/menyuruh karyawannya untuk mengetik Akta Jual Beli dengan PPAT atas nama Adi Pinem SH oleh karena saat itu terdakwa belum menjadi PPAT. Setelah Akte Jual Beli dan lampirannya siap maka terdakwa memanggil saksi korban sebagai pembeli dan AP dan KL sebagai penjual dan saksi untuk menandatangani Akte Jual Beli (pada saat ditanda tangani belum bernomor dan bertanggal90). Setelah Akte Jual Beli ditanda tangani dan diberi nomor maka I.S memasukkan Ke BPN kota Medan dengan terlebih dahulu membuat/mengisi sendiri dengan mesin tik listrik
90 Hal ini dapat dikategorikan sebagai tindakan Mal Administrasi Notaris yang lebih jelasnya termasuk Mal Administrasi karena kurang hati-hati, seharusnya Akta yang dibuat oleh Notaris sebelum ditandatangni Akta tersebut telah dicantumkan Nomor serta tanggal Akta tersebut dibuat.
Universitas Sumatera Utara
51
Surat Setoran BPHTB Fiktif atas nama saksi korban bernama S.C dan H dengan nilai Rp. 159.831.500 (Seratus lima puluh Sembilan juta delapan ratus tiga puluh satu ribu lima ratus Rupiah), SSP Final Fiktif dengan nilai Rp. 161.331.500 (seratus enam puluh satu juta tiga ratus tiga puluh satu ribu lima ratus rupiah) dan SPPT PBB Th. 2002 fiktif senilai Rp. 3.226.630.000 (Tiga Milyar dua ratus dua puluh enam juta enam ratus tiga puluh ribu rupiah). Setelah itu proses balik nama dalam waktu 2 hari telah selesai dan terdakwa menyerahkan sertifikat yang asli tersebut kepada saksi korban, akan tetapi bukti-bukti pembayaran pajak-pajak yang berhubungan dengan proses peralihan/balik nama sertifikat tidak terdakwa serahkan kepada saksi korban akan tetapi hanya diperlihatkan saja dengan tujuan untuk mengelabui saksi korban seakan-akan pajak sebenarnya tinggi dan dapat diusahakan terdakwa menjadi rendah. Oleh karena perbuatannya tersebut diatas, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak Pidana “PENGGELAPAN”. Oleh karena itu berdasarkan Putusan Nomor 2601/Pid.B/2003/PN-Mdn terdakwa dijatuhi dengan Pidana Penjara selama 3 (tiga) tahun. Berdasarkan contoh kasus dalam penelitian ini pula maka peneliti akan menguraikan beberapa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi Notaris melakukan perbuatan Mal Administrasi diantaranya adalah:
Universitas Sumatera Utara
52
2.
Faktor Interen
1.2
Faktor Notaris Sebagai Manusia Yang Bersangkutan Dalam hal menjalankan tugasnya, Notaris mempunyai kewajiban serta hal
yang terpenting yakni yang tertuang dalam pasal 16 ayat 1 (a) UUJN91 diantaranya bertindak jujur dan tidak memihak. Setiap Notaris dituntut agar memberikan akses terhadap informasi yang seimbang diantara para pihak yang berkontrak, sehingga harus dicegah terjebaknya salah satu pihak kedalam suatu Kontrak karena tidak atau kurang dipahaminya persyaratan dari Kontrak yang sesungguhnya yang dapat merugikan pihak yang tidak cukup memahami persyaratan dari Kontrak tersebut. Sejalan diatas, maka dipegang teguh sikap kemandirian tersebut menimbulkan kepercaryaan
masyarakat
pada
profesi
Notaris
sebagai
abdi
masyarakat.
Diabaikannya unsur persamaan akses atas informasi dapat menyebabkan akta Notaris rentan dalam resiko pembatalan dari akta atau perjanjian yang bersangkutan oleh hakim. Masalah mendasar yang dihadapi dewasa ini adalah kualitas sumber daya manusia dari seorang Notaris. Oleh karena itu proses menggugat peranan adalah langkah
awal
yang
baik
untuk
memanifstasikan
peranan
sesungguhnya.
Professionalisme, kemadirian dan orientasi kedepan adalah tuntutan jiwa seorang Notaris. Melalui semangat berpikir demikian, Notaris dapat membaca masalahmasalah yang ada disekitarnya. Untuk itulah kiranya peranan pendidikan Notaris perlu diketengahkan. Perencanaan pendidikan notaris perlu disusun berdasarkan 91
Notaris berkewajiban bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum.
Universitas Sumatera Utara
53
perkiraan kebutuhan, baik dari segi jumlah maupun kemampuan. Hendaklah diadakan seleksi yang cukup ketat bagi penerimaan calon mahasiswa Notaris. Badan kerjasama penyelenggara program pendidikan Notaris perlu didorang agar dapat menyusun program yang seragam, disamping tuntutan bagi staff pengajarnya untuk meningkatkan kemampuan edukatifnya. Berdasarkan pengamatan peneliti, pada kenyataannya banyak mahasiswa notariat yang tujuan utamanya agar cepat lulus dan secepatnya memparoleh pengangkatan sebagai Notaris dengan anggapan tugas Notaris hanyalah menuliskan apa yang dikehendaki para pihak tanpa perlu mengeluarkan pikiran. Jika ditelusuri, hasil pendidikan notariat di berbagai universitas menunjukkan jumlah lulusan yang melebihi alokasi penempatan Notaris dengan ratio wilayah kepadatan penduduk bagi urusan pembuatan akta notaril ternyata menimbulkan masalah yakni tumbuhnya persaingan yang tidak sehat diantara Notaris dan meluas kepada penyalahgunaan wewenang atau penyimpangan tugas kepercayaan sebagai perbuatan tercela yang meningkat kepada perbuatan melanggar hukum dan selanjutnya akan mengarah kepada tindakan Mal Administrasi92 .
92 Perbuatan Melanggar Hukum ialah bahwa perbuatan itu mengakibatkan kegoncangan dalam neraca keseimbangan dalam masyarakat. Dan kegoncangan ini tidak hanya terdapat, apabila peraturan-peraturan hukum dalam suatu masyarakat dilanggar (langsung), melainkan juga, apabila peraturan-peraturan kesusilaan, keagamaan dan sopan santun dalam masyarakat dilanggar (langsung) jadi tergantung dari pelanggaran yang dilakukan. Lain halnya menurut pasal 1365 BW perihal “onrechtmatige daad” justru oleh karena pasal itu termuat dalam suatu undang-undang yang berlaku, dan pada umumnya bagi orang-orang yang langsung takluk pada Burgerlijk Wetboek, berlakulah suatu Hukum Perdata yang tertulis (geschreven rect), maka mula-mula “onrechtmatige daad” ini diartikan secara sempit yaitu mengingat perkatan “onrecthmatige” sebagai hanya mengenai perbuatan yang langsung melanggar suatu peraturan hukum. Wirjono Prodjodikoro, Perbuatan Melanggar Hukum dipandang dari sudut Hukum Perdata, Mandar Maju Bandung, 2000, Hal. 7.
Universitas Sumatera Utara
54
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa ada beragam tindakan Mal administrasi yang dapat dilakukan oleh seorang Notaris, sebagian besar diantaranya menurut responden adalah: Tabel 1 Pendapat responden serta dari literatur93 Terhadap Tindakan Mal Administrasi No
Jenis Mal Administrasi
1
Tidak Membacakan Akta
2
Tidak Bertanda tangan dihadapan Notaris, pada hal dalam akta jelas dikatakan “Berhadapan dengan saya” Penurunan Tarif (menetapkan honorarium rendah dari yang berlaku umum dikalangan para Notaris setempat)
3 4
Berada di luar wilayah kerja
5
Bekerjasama dengan biro jasa atau orang atau badan hukum yang pada hakekatnya bertindak sebagai perantara untuk mencari atau mendapatkan klien
6 7
Mempunyai lebih dari satu kantor, baik kantor cabang ataupun kantor perwakilan Bersifat Memihak
8
Kesalahan dalam perumusan Akta
9
Buku Repertorium tidak ditutup dengan tertib setiap bulannya
10 11
Akta dari tahun 2008 s/d 2009 tidak dimasukkan dalam buku repertorium Minuta akta yang dibuat tidak di cap
12
Minuta Akta tidak ditutup dengan garis penutup
93 Berdasarkan hasil wawancara kepada Informan dalam penelitian ini yakni: Bpk Amri Marjunin selaku Ketua Majelis Pengawas Daerah, Ibu Juraini Sulaiman selaku Sekretaris Majelis Pengawas Wilayah, Bpk Kadarisman selaku Hakim Pengadilan Negeri Medan, Ibu Jasmi Rivai selaku Notaris, Reni Nurul Aini selaku Notaris, Aiptu P.H Butar-Butar selaku Kasat 1 Pidana Umum Reserse Kriminal Polda Sumut, dan Bpk Adimansar selaku Pengacara di kota medan.
Universitas Sumatera Utara
55
13
Tidak dilengkapi buku wasiatnya
14
Tidak dikirim laporan wasiat yang seharusnya dikirim tiap tanggal 5 setiap bulannya Minuta akta tidak dijilid dan batas penjilidan maksimal per 50 akta per 1 jilidan Perlengkapan kantor tidak dilengkapi
15 16 17 18
Tidak menyiapkan tempat arsip yang layak untuk penyimpanan dokumen Negara Penggelapan Setoran Pajak
19
Menuangkan keterangan palsu dalam akta
20
22
Tidak melakukan pengecekan kelapangan yang merupakan objek dari akta Tentang tidak cukup syarat seorang Notaris untuk membuat tindakan Notaril Melanggar asas yang berhubungan dengan jabatan Notaris
23
Tidak mempunyai sertifikat cuti
24
Mengirimkan karangan bunga dengan mencantumkan Nama serta jabatan Notaris dan PPAT dalam iklan papan bunga tersebut
25
Melakukan tindakan yang menyimpang dari ketentuan standard etika profesi, UUJN serta ketentuan lain yang berkaitan dengan Profesi Notaris Menyelewengkan kepercayaan klien dan lain-lain
21
26
Dari pendapat para responden, sebagian besar menyatakan bahwa tindakan Mal Administrasi yang paling dominan dilakukan oleh seorang Notaris adalah adanya penurunan tarif pada akta-akta yang dibuatnya. Hal ini cukup beralasan mengingat jumlah Notaris saat ini yang kian hari kian meningkat jumlahnya, sehingga menimbulkan persaingan yang semakin ketat diantara mereka. Penurunan tarif tersebut dilakukan agar mereka dapat memperoleh pekerjaan dengan mudah dibandingkan rekan lainnya. Umumnya tindakan ini dilakukan oleh seorang Notaris
Universitas Sumatera Utara
56
yang baru praktek, walaupun tidak menutup kemungkinan bahwa selanjutnya tindakan inipun dilakukan oleh Notaris yang sudah lama menjabat karena kekhawatiran tidak akan memperoleh pekerjaan. Masalah lainnya yang patut mendapat perhatian ialah bahwa kini dihadapkan pada suatu kondisi dimana ternyata sekarang ini Notaris sudah tidak mempunyai waktu lagi untuk membacakan aktanya sekaligus juga berarti penandatanganan sudah tidak lagi dilakukan dihadapan Notaris yang bersangkutan. Menurut penulis keadaan seperti ini dapat terjadi karena yang bersangkutan mengejar target perolehan akta yang besar jumlahnya, disamping keadaan lain seperti keterbatasan waktu, banyaknya klien lain yang menunggu dan sebagainya, dengan kata lain timbulnya jumlah akta yang banyak setiap bulannya menyebabkan Notaris melakukan hal tersebut. Tindakan Mal Administrasi yang dilakukan oleh seorang Notaris yang bersumber dari diri Notaris itu sendiri berarti bahwa pribadi dari Notaris yang bersangkutan sendirilah yang menyebabkan terjadinya tindakan Mal Administrasi tersebut. Peneyebab dari hal tersebut sangat bervariasi diantaranya rendahnya moral dan intergritas dari Notaris yang bersangkutan, disusul dengan adanya tuntutan kesejahteraan, dan hambatan lain berupa keterbatasan kemampuan dari Notaris yang bersangkutan. Pernyataan ini dapat dilihat seperti pada contoh kasus dalam penelitian ini yaitu putusan 2601/Pid.B/2003/PN-Mdn, yang memvonis 3 (tiga) tahun penjara kepada seorang notaris IDG, SH dimana telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana penggelapan sebagaimana diatur dalam pasal 372 KUHP. Dalam perkara tersebut Notaris sekaligus sebagai tersangka terbukti melakukan
Universitas Sumatera Utara
57
penggelapan, hal ini dipicu pada kesewenang-wenangan yang bersangkutan untuk menggunakan sejumlah uang yang telah dipercayakan kliennya kepadanya untuk pembayaran pajak. Akan tetapi Notaris yang bersangkutan tidak menyetorkannya akan tetapi menfiktifkan setoran pajak tersebut. Jika dilihat dari contoh kasus tersebut, faktor terjadinya Mal Administrasi yang dilakukan Notaris IDG, SH tersebut bersumber pada rendahnya moral dan integritas serta adanya tuntutan kesejahteraan dari Notaris yang bersangkutan. menurut Notaris Jasmi Rivai pada dasarnya seorang Notaris melakukan Mal administrasi adalah didasarkan moral dan iman yang rendah serta tidak mampu mengindari banyak godaan.
94
3.
Faktor Ekstern
a.
Faktor Substansi Hukum Yang Berkaitan dengan ruang lingkup Jabatan Notaris Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar memasukkan diklat dan
pengangkatan Notaris ke dalam program 100 hari Depkum HAM pada tanggal 18-20 January 2010. Dalam tahap diklat tersebut diikuti peserta sebanyak 2000 (dua ribu) peserta dari berbagai daerah di seluruh Indonesia. Menkum HAM Patrialis Akbar bersama dengan Ketua Umum PP INI Adrian Djuaini SH menyatakan akan mempercepat untuk pengangkatan peserta Diklat ini menjadi Notaris tentunya harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan95.
94
Hasil Wawancara dengan Notaris Jasmi Rivai Notaris Di Medan pada tanggal 21 Maret
2010 95 Renvoi, Majalah Berita Bulanan Notaris, PPAT, Pertanahan dan Hukum, No. 9/81 February Th. 07/2010, Hal. 16
Universitas Sumatera Utara
58
Pengangkatan Notaris yang mengangkat sebanyak kurang lebih 2000 Notaris dan menyatakan formasi yang ada selama ini selanjutnya akan memberi dampak yang luas pada profesi Notaris, pada hal dalam menghadapi era globalisasi para Notaris sedang mencoba menentukan kedudukan fungsi dan peranannya. Tentunya hal ini akan berdampak timbulnya persaingan yang tidak sehat dikalangan Notaris yang nantinya akan menjurus kepada tindakan pelanggaran berupa Mal Administrasi seperti terjadi penurunan tarif dikalangan Notaris demi mendapatkan perhatian dari calon klien/pelanggannya. UUJN yang diundangkan di jakarta pada tanggal 6 oktober 2004, terdiri dari 92 pasal diantaranya mengandung ketentuan-ketentuan hukuman. Ketentuanketentuan tersebut dengan sendirinya bersifat memaksa karena termasuk hukum publik. UUJN ini merupakan pembaharauan atas UU yang sebelumnya yakni P.J.N yang merupakan aturan/hukum warisan kolonial Belanda, dimana aturan tersebut dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat untuk memeberikan kepastian hukum terutama dalam dunia hukum kenotariatan. Jika dilihat dari lamanya jarak antara perubahan dari PJN ke UUJN membutuhkan waktu 144 (seratus empat puluh empat) tahun dimana PJN yang diundangkan sejak tahun 1860. Menurut INI dengan lahirnya UUJN, Notaris Indonesia memiliki hukum positif yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Banyak pihak yang terlibat dalam perjuangan demi diundangkannya UUJN ini, tidak terlepas termasuk diantaranya INI yang tanpa lelah selama 30 tahun memperjuangkan agar terbentuknya UUJN tersebut. UUJN adalah prestasi dan hasil kontribusi semua
Universitas Sumatera Utara
59
pengurus INI dan Notaris Indonesia berkat dukungan Departemen Hukum dan HAM, secretariat Negara dan dewan perwakilan rakyat.96 Namun demikian selain hal tersebut diatas yang telah mengalami perubahan UU dari warisan kolonial Belanda, masih banyak lagi peraturan perundang-undangan yang warisan kolonial Belanda yang tetap masih berlaku hingga saat ini, sementara perkembangan ilmu pengetahuan dan masyarakatnya sendiri tidak terhindarkan, mendahului masalah hukum yang menjadi salah satu sistem etikanya.
b.
Faktor Pengawasan yang dilakukan Terhadap Notaris Sebelum berlaku UUJN, pengawasan, pemerikasaan dan penjatuhan sanksi
terhadap Notaris dilakukan oleh badan peradilan yang ada pada waktu itu, sebagaimana pernah diatur dalam pasal 140 Reglement op de Rechtelijke organisatie en Het Beleid Der Justitie (Stbl. 1847 No.23), Pasal 96 Regelement Buitengewesten, Pasal 3 Ordonantie Buitengerechtelijke Verrichtingen –Lembaran Negara 1946 Nomor 135, dan Pasal 50 PJN, kemudian pengawasan terhadap Notaris dilakukan Peradilan Umum dan Mahkamah Agung sebagaimana tersebut dalam Pasal 32 dan 54 Undang-undang Nomor 13 Tahun 1965 tentang pengadilan dalam lingkugan peradilan umum dan Mahkamah Agung Kemudian dibuat pula Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1984 Tentang Tata Cara Pengawasan Terhadap Notaris, Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman Nomor KMA/006/SKB/VII/1987 tentang Tata Cara Pengawasan 96
Anke Dwi Saputro, Jati Diri Notaris Indonesia, dulu, sekarang dan di masa datang, PT. Gramedia, Jakarta, 2008, hal. 107-108
Universitas Sumatera Utara
60
Penindakan dan Pembelaan Diri Notaris, dan terakhir dalam Pasal 54 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2004. Mahkamah Agung hanya mempunyai kewenangan dalam bidang peradilan saja, sedangkan dari segi organisasi, administrasi dan finansial menjadi kewenangan Departemen Kehakiman. Pada tahun 2004 dibuat Undang-undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Peradilan Umum, dalam pasal 5 ayat (1) ditegaskan tentang pembinaan teknis peradilan, organisasi, administrasi, dan finansial pengadilan dilakukan oleh Mahkamah Agung. 97 Sejak pengalihan kewenangan tersebut, Notaris yang diangkat oleh pemerintah (Menteri) tidak tepat lagi jika pengawasannya dilakukan oleh instansi lain dalam hal ini badan peradilan, karena Menteri sudah tidak mempunyai kewenangan apapun terhadap badan peradilan, kemudian tentang pengawasan Notaris yang diatur dalam Pasal 54 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Peradilan Umum dicabut oleh Pasal 91 UUJN. 98 Setelah berlakunya UUJN badan peradilan tidak lagi melakukan pengawasan, pemeriksaan dan penjatuhan sanksi terhadap Notaris, tetapi pengawasan, pemeriksaan dan penjatuhan sanksi terhadap Notaris dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM dengan membentuk Majelis Pengawas Notaris.
97 Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 2004 mengenai Pengalihan Organisasi, Administrasi, dan Finansial di Lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan tata Usaha Negara dan Peradilan Agama ke Mahkamah Agung. 98 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap UU No 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris), Refika aditama, 2009, Hal. 170-171.
Universitas Sumatera Utara
61
Dalam pasal 67 ayat (1) UUJN menentukan bahwa yang melakukan pengawasan terhadap Notaris dilakukan oleh Menteri. Dalam melaksanakan pengawasan tersebut Menteri membentuk Majelis Pengawas (Pasal 67 ayat 2 UUJN). Pasal 67 ayat (3) UUJN menentukan majelis pengawas tersebut terdiri dari 9 (Sembilan) orang, terdiri dari unsur: a. Pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang; b. Organisasi Notaris sebanyak 3 (tiga) orang; dan c. Ahli/akademik sebanyak 3 (tiga) orang. Pengawasan Notaris tersebut diharapkan dapat terlaksana dengan baik apabila pihak yang mengawasi tersebut adalah yang menguasai dan memahami bidang notariat.
Pengawasan
dan
pembinaan
terhadap
Notaris
bertujuan
untuk
mempertahankan keluhuran martabat jabatan Notaris, oleh karena itu Notaris dituntut untuk tidak melanggar peraturan perundang-undangan dan tidak melakukan kesalahan-kesalahan di dalam maupun diluar menjalankan jabatannya tersebut. Pengawasan yang dilakukan agar Notaris sungguh-sungguh memenuhi persyaratan dan menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam perundang-undangan yang berlaku demi pengamanan dari padanya oleh hukum, akan tetapi berdasarkan kepercayaan yang diberikan kepadanya oleh undang-undang. Baik sifat dan jabatan Notaris sendiri maupun keluhuran dan martabat dari jabatan itu yang mengharuskan adanya tanggung jawab dan kepribadian serta etika hukum yang tinggi. Jabatan yang dipangku Notaris adalah jabatan kepercayaan dan oleh karena itu seseorang bersedia untuk mempercayakan sesuatu kepadanya yang dengan sendirinya
Universitas Sumatera Utara
62
pula membawa tanggung jawab yang berat baginya. Dengan demikian dapat kiranya dipahami bahwa tujuan dari pengawasan terhadap Notaris ialah guna menjamin pengamanan dari kepentingan umum terhadap para Notaris yang menjalankan jabatannya secara tidak bertanggungjawab dan tidak mengindahkan nilai-nilai dan ukuran-ukuran etika serta melalaikan keluhuran dan martabat tugas dan jabatannya. Kelemahan standard etika profesi Notaris cenderung menyebebkan terjadinya mal administrasi, dimana profesi Notaris kini banyak disorot masyarakat. Majelis Pengawas Notaris yang mempunyai wewenang mengawasi kinerja para Notaris kerap sekali terkesan lamban dan berjalan ditempat dalam menindak lanjuti setiap pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris. Banyak Notaris yang ditetapkan kepolisian sebagai saksi maupun yang mengarah sebagai tersangka tidak dapat dipanggil atau diperiksa oleh karena proses dari Majelis Pengawas belum memperbolehkan hal tersebut mengingat adanya pasal 66 UUJN yang menyatakan untuk kepentingan proses peradilan, penyidik penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan Majelis pengawas daerah.99 Hal senada juga menurut beliau bahwa penjatuhan sanksi terhadap Notaris oleh Majelis pengawas Notaris dianggap tidak pernah konsisten. Artinya sudah jelasjelas seorang Notaris yang tidak bisa disebut namanya oleh beliau telah melakukan pelanggaran seperti mangkir dari tempat kerjanya kurang lebih dari 30 (tiga puluh) hari tanpa adanya surat cuti , serta berbagai pelanggaran secara administrasi lainnya namun tidak ada dijatuhi sanksi sama sekali oleh Majelis Pengawas Notaris. Begitu
99
Hasil wawancara dengan Bpk. Aiptu P.H Butar-Butar, Anggota penyidik Poldasu
Universitas Sumatera Utara
63
juga menurut
Bpk. Kadarisman100 menyatakan bahwa selama ini beliau belum
pernah mendengar sama sekali tentang adanya seorang Notaris yang diberi sanksi administratif Notaris seperti yang disebut dalam UUJN Pasal 85 yakni pemberhentian sementara dan juga pemberhentian dengan tidak hormat. Baik lewat media elektronik maupun media cetak seperti surat kabar sekalipun. Artinya aturan mengenai pengawasan Notaris dengan pemberian sanksi administrasi bagi yang melanggar kode etik belum terlaksana dengan baik. Akan tetapi pada kenyataan yang dijumpai peneliti dilapangan pernyataan dari Bapak Kadarisman tersebut tidak benar oleh karena di Majelis Pengawas Daerah Medan saja, bagi Notaris yang cuti namun tidak ada surat cutinya dikenakan sanksi administratif seperti sanksi teguran baik secara lisan maupun tulisan bahkan diberhentikan secara tidak hormat dari jabatannya. 101 Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004, menegaskan yang dimaksud dengan pengawasan adalah kegiatan yang bersifat preventif dan kuratif termasuk kegiatan pembinaan yang dilakukan Majelis Pengawas terhadap Notaris. Dengan demikian ada 3 (tiga) tugas yang dilakukan Majelis Pengawas yaitu: 1. Pengawasan preventif 100
Hasil wawancara dengan Bpk. Kadarisman SH, Hakim Pengadilan Negeri Medan Sebagai contoh pada putusan Nomor W.10-19A-MPW.V.2005, tanggal 12 Mei 2005 telah menjatuhkan sanksi kepada Notaris JS yang berkedudukan di Surabaya untuk diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya karena melanggar Pasal 16 ayat (1) huruf a UUJN. JS telah melakukan pengingkaran kehadiran para pihak dihadapannya dan pengingkaran atas tanda tangan para pihak yang tercantum dalam minuta akta yang bersangkutan yang ditandatangani oleh para pihak dihadapannya. Sedangkan contoh lainnya di daerah Medan adalah Notaris R yang melakukan tindakan mal Administrasi yang mana SK pengangkatannya No. W2.654.HT.03.02-Tahun 2001 telah diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya atas pelanggaran hukum yang dilakukan Notaris R yang bersangkutan dengan SK Pemberhentian No: AHU.21.AH.02.04-Tahun 2009 pada tanggal 25 Juni 2009. 101
Universitas Sumatera Utara
64
2. Pengawasan kuratif 3. Pembinaan Pengawasan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris tidak hanya tugas jabatan Notaris agar sesuai dengan ketentuan UUJN, akan tetapi juga Kode Etik Notaris. Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas Notaris dengan ukuran yang pasti pada UUJN dengan maksud agar semua ketentuan UUJN yang mengatur pelaksanaan tugas jabatan Notaris dipatuhi oleh Notaris, dan jika terjadi pelanggaran maka Majelis Pengawas dapat menjatuhkan sanksi kepada Notaris yang bersangkutan. 102Majelis Pengawas juga diberi wewenang untuk menyelenggarakan sidang adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris (Pasal 70 huruf a UUJN). Pengawasan terhadap Notaris merupakan suatu pekerjaan terhadap pekerjaan Notaris, maksudnya yakni dengan cara pemeriksaan atau inspeksi terhadap akta-akta Notaris serta repertorium dan klapper, guna melakukan penelitian apakah terjadi pelanggaran terhadap UUJN atau tidak oleh Majelis Pengawas Notaris. Menurut responden Adimansar 103 bahwa perlu penegasan maksud dan batasan penafsiran atas bunyi salah satu pasal tentang pengawasan Notaris yakni dalam pasal 9 ayat (1) huruf c UUJN menegaskan salah satu alasan Notaris diberhentikan sementara dari jabatannya yaitu melakukan perbuatan tercela. Dalam penjelasan pasal tersebut memberikan batasan bahwa yang dimaksud dengan perbuatan tercela adalah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, norma kesusilaan dan norma adat. Pasal 12 huruf c UUJN menegaskan bahwa salah satu alasan Notaris
102 103
Ibid, Hal. 187 Hasil Wawancara dengan Bpk. Adimansar, Pengacara Kota Medan
Universitas Sumatera Utara
65
diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya oleh Menteri atas usul Majelis Pengawas Pusat yaitu melakukan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat jabatan Notaris. Penjelasan pasal tersebut memberikan batasan bahwa yang dimaksud dengan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat misalnya berjudi, menyalahgunakan narkoba, dan berzina.104 Perilaku Notaris yang berada dalam ruang lingkup pengawasan Majelis Pengawas diluar pelaksanaan tugas jabatan Notaris, yakni dengan batasan: 1. Melakukan perbuatan tercela yang bertentangan dengan norma agama, norma kesusilaan dan norma adat. 2. Melakukan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat jabatan Notaris105, misalnya berjudi, mabuk, menyalahgunakan narkoba, dan berzina.
104
Seharusnya perbuatan Notaris yang tersebut dalam pasal 9 ayat (1) huruf c UUJN, yaitu melakukan perbuatan tercela, yang dalam penjelasannya yang di maksudkan dengan melakukan perbuatan tercela adalah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, norama kesusilaan, norma adat, tidak merupakan alasan untuk memberhentikan sementara Notaris dari jabatannya, tapi seharusnya dapat dijadikan alasan untuk memberhentikan Notaris dari jabatannya dengan tidak hormat sebagaimana dalam Pasal 12 huruf c UUJN, yaitu melakukan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat jabatan Notaris, yang dalam penjelasannya yang di maksudkan dengan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat misalnya berjudi, mabuk, menyalahgunakan narkoba, dan berzina. Dengan adanya pembelaan seperti itu, maka seakan-akan perbuatan Notaris yang tersebut dalam pasal 9 ayat (1) huruf c UUJN lebih rendah dari ketentuan Pasal 12 huruf c UUJN, padahal keduanya sama-sama dapat merendahkan martabat dan jabatan Notaris. Ibid, Hal. 188 105 Beberapa contoh perbuatan yang bertentangan dengan keluhuran dan martabat jabatan Notaris: 1. Mengadakan persaingan yang tidak jujur diantara sesama Notaris (oneerlijke concurentie) 2. Mengadakan kerjasama dengan cara yang tidak diperkenankan dengan orang-orang perantara (misalnya dengan memberikan kepada perantara sebagian dari honorarium yang diterimanya); 3. Menetapkan honorarium yang lebih rendah dari yang berlaku umum dikalangan para Notaris (setempat), dengan maksud untuk menarik kepadanya klien-klien dari Notaris lain atau untuk memperluas jumlah klien, dengan merugikan yang lain. Contoh lainnya seperti:
Universitas Sumatera Utara