BAB II DINAMIKA POLITIK LUAR NEGERI RUSIA Rusia adalah sebuah negara yang terbentuk setelah runtuhnya Uni Soviet.Rusia memiliki latar belakang sejarah negara komunis.Masyarakat Rusia berada di dalam satu ideologi sosialis komunis dengan sistem komando selama kurang lebih 70 tahun.Adanya revolusi secara besarbesaran menjadikan Rusia bangkit dan ingin melepaskan diri dari komunis. Menurut Richard Sakwa, dinamika kebijakan luar negeri Rusia dibagi ke dalam enam tahap: 1tahap kemunculan, tahap pembentukan, tahap ‘romantis’, tahap reorientasi, tahap pragmatisme kompetitif, dan tahap realisme baru. A. Politik Luar Negeri Rusia Sebelum Tahun 1990 Dalam bukunya yang berjudul Russian Politics and Society, Richard Sakwa membagi dinamika kebijakan luar negeri Rusia ke dalam enam tahap:
tahap kemunculan, tahap
pembentukan, tahap ‘romantis’, tahap reorientasi, tahap pragmatisme kompetitif, dan tahap realisme baru. Tahap yang pertama terjadi saat Rusia masih menjadi bagian dari Uni Soviet; parlemen Republik Soviet, yang akhirnya Rusia mendeklarasikan kedaulatan Rusia pada bulan Juni 1990. Sampai tahun 1917 Rusia merupakan kerajaan atau kekaisaran dengan seorang Tsar sebagai kepala negara. Selama masih merupakan kekaisaran, terutama pada masa Dinasti Romanov, Rusia mengalami persinggungan politik dengan negara-negara Eropa, di antaranya konflik dengan pemerintahan Perancis pimpinan Napoleon Bonaparte, Krisis Balkan karena menginginkan pelabuhan yang bebas dari es di Eropa yang dinamakan Politik Air Hangat, Penyatuan Pan Slavia serta sering mengalami pertempuran dengan Turki Usmani (Ottoman) Turki dalam memperebutkan wilayah Kaukasus dan Austria-Hungaria dalam Perang Dunia I Richard Sakwa, Russian Politics and Society (4th ed.), London: Routledge, 2008, h.365.
1
(1914-1918). Akibat politik ini pula terjadi pertempuran dengan Jepang dan intervensi terhadap Tiongkok. Pasca runtuhnya Kekaisaran Rusia pada tahun 1917. Penerusnya, Pemerintahan Sementara Rusia, hanya bertahan beberapa bulan. Setelah kaum Bolshevik menang dalam Perang Sipil Rusia pascarevolusi, anggota Republik
Uni
Sosialis
Soviet Federasi
didirikan Soviet
pada
tanggal 30
Rusia, Republik
Desember 1922 dengan
Sosialis
Federasi
Soviet
Transkaukasia, Republik Sosialis Soviet Ukraina, dan Republik Sosialis Soviet Byelorusia. Perang Dunia II merupakan konflik militer global yang terjadi pada tahun 1939-1945 yang melibatkan sebagian besar negara di dunia yang dibagi menjadi dua aliansi militer yang berlawanan: Sekutu dan Poros. Jerman memulai Perang Dunia II dengan menginvasi Polandia kemudian Inggris dan Prancis meresponsnya dengan menyatakan perang terhadap Jerman. Pasukan Jerman menginvasi Eropa barat pada musim semi tahun 1940. Dengan dukungan dari Jerman, Uni Soviet menduduki negara-negara Baltik pada bulan Juni 1940. Italia, anggota Blok Poros (negara yang bersekutu dengan Jerman), ikut terjun dalam perang pada tanggal 10 Juni 1940. Dari tanggal 10 Juli hingga 31 Oktober 1940, Nazi terlibat dalam perang udara di langit Inggris dan akhirnya kalah.2 Setelah mengamankan wilayah Balkan, pasukan Jerman dan para sekutunya menginvasi Uni Soviet pada Juni 1941, dan ini berarti melanggar secara langsung Pakta Jerman-Soviet. Pada tanggal 6 Desember 1941, pasukan Soviet melancarkan serangan balasan hebat. Keesokan harinya, Jepang (salah satu kekuatan blok Poros) mengebom Pearl Harbor, Hawaii, sehingga menyebabkan Amerika Serikat terjun ke dalam kancah peperangan dan bersekutu dengan Inggris Raya dan Uni Soviet. Tahun 1942 Jerman dan blok Porosnya kembali menyerang Uni Soviet, dengan tujuan merebut Stalingrad di Sungai Volga, serta kota Baku dan ladang minyak 2
Ojong, P.K. Perang Eropa Jilid I. (Jakarta: Kompas, 2005), hlm. 2.
Kaukasia. Pada bulan November, pasukan Soviet melancarkan serangan balasan pada Februari 1943, Angkatan Darat Keenam Jerman menyerah kepada tentara Soviet.3 Pasukan Soviet memulai serangan pada tanggal 12 Januari 1945 dan membebaskan Polandia barat sehingga memaksa Hungaria (sekutu blok Poros) menyerah. Serangan terakhir Soviet pada tanggal 16 April 1945, memungkinkan pasukan Soviet mengepung ibu kota Jerman, Berlin. Jerman menyerah tanpa syarat kepada Soviet. Pada bulan Agustus, perang di Pasifik berakhir tahun 1945 setelah A.S. menjatuhkan bom atom di dua kota Jepang.4 Akibat perang dunia ke 2 (1939-1945) dalam bidang politik yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet menjadi negara pemenang dalam Perang Dunia II dan tumbuh menjadi negara adikuasa (superpower) yang kemudian menimbulkan Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Untuk saling mengimbangi kekuatan masing-masing, akhirnya terbentuklah NATO yang didirikan oleh AS serta Pakta Warsawa yang didirikan oleh Uni Soviet. Kedua pakta tersebut pun saling menunjukkan kehebatan kekuatan militernya.5Pada saat Perang Dingin antara Amerika Serikat (AS) melawan Uni Soviet (1947-1991) , kelompok entrepreneur atau yang biasa disebut sebagai oligarki muncul di Rusia dan memiliki peran yang pasif. Kelompok oligarki lebih suka berperan di balik panggung politik. NATO (North Atlantic Treaty Organisation) atau Pakta Pertahanan Atlantik Utara dibentuk pada 4 April 1949 di Brussel, Belgia. NATO terbentuk pasca Perang Dunia II, AS yang pada waktu itu beraliansi dengan Eropa Barat membentuk NATO dengan tujuan untuk mengekspansi Uni Soviet. Pembentukan pakta NATO tersebut merupakan sebuah kesepakatan pertahanan Eropa karena ketakutan akan merajalelanya kekuatan Uni Soviet, tentu saja pembentukan NATO
3
Ibid., hlm.7. Ibid., hlm. 3. 5 Walter S. Jones, “Logika Hubungan Internasional : Kekuasaan Ekonomi – Politik Internasional dan Tatanan Dunia”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,1993, hal. 47-54. 4
disponsori oleh Amerika Serikat. Pada dasarnya, NATO adalah sebuah aliansi militer regional yang mencari dukungan solidaritas diantara para anggotanya jika seandainya terjadi serangan militer ke negara anggotanya tersebut. Negaranya bersedia membantu anggota NATO yang lain apabila diserang. Sedangkan Pakta Warsawa dibentuk pada tahun 1955 dimana Pakta ini merupakan sebuah aliansi untuk tujuan militer yang dibentuk sebagai upaya untuk mengimbangi kekuatan NATO dan menangkal peranannya di Eropa.Saat itu Pakta Warsawa memiliki anggota yaitu Uni Soviet, Bulgaria, Cekoslowakia, Jerman Timur, Hongaria, Polandia dan Rumania. Sejak berakhirnya Perang Dunia II kelangsungan NATO dan Pakta Warsawa dalam politik internasional membuat terjadinya sebuah perubahan. Seperti munculnya keseimbangan nuklir antara kedua super power NATO dan Pakta Warsawa serta meningkatnya perluasan nuklir di berbagai belahan dunia membuat hilangnya kepentingan di kedua super power tersebut.6 Blok barat yang dipimpin oleh AS dan blok Timur yang dipimpin oleh Uni Soviet terlibat dalam perang dingin setelah adanya niat Uni Soviet untuk memindahkan rudal nuklirnya ke Kuba yang mengancam terjadinya perang nuklir di dunia. Uni Soviet dan AS terpaksa menandatangani perjanjian untuk mencegah perang nuklir. Namun demikian, perang politik, propaganda, dan mata-mata di antara kedua blok terus berlangsung dan inilah yang disebut sebagai perang dingin. Menyusul runtuhnya Uni Soviet, berakhirlah perang dingin tersebut.Pada tahun 1990 pemimpin Negara-negara NATO dan Pakta Warsawa, menandatangani perjanjian di Paris yang mengakhiri perang dingin antara kedua pihak. Pada akhir tahun 1980-an, pemimpin Soviet yang terakhir, Mikhail Gorbachev, mencoba merestrukturisasi negara yang dipimpinnya melalui
6
A Fahrurodji, “Rusia Baru Menuju Demokrasi”, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2005, hal 226
kebijakan glasnost dan perestroika, tetapi justru memicu perpecahan di Uni Soviet yang akhirnya secara resmi bubar pada tanggal 26 Desember 1991 setelah gagalnya percobaan kudeta pada bulan Agustus sebelumnya. Hak dan kewajiban negara ini kemudian dilanjutkan oleh Federasi Rusia. B. Kebijakan Luar Negeri Rusia Pada Masa Boris Yeltsin (1991-1999) Tahap kedua adalah periode antara Agustus dan Desember 1991, yaitu setelah percobaan kudeta terhadap Gorbachev dan sebelum pembubaran Uni Soviet. Sebagaimana yang telah dibahas pada bab sebelumnya peristiwa kudeta ini mempercepat keruntuhan Uni Soviet sehingga pada tahap ini (Ministerstvo inostrannykh del atau MID) Rusia mengonsolidasikan dirinya sebagai
satu-satunya
lembaga
perumusan kebijakan luar negeri di Rusia setelah Yeltsin
menghapus MID Uni Soviet pada bulan Desember.
7
Kebijakan luar negeri Rusia setelah tahun 1990 dimulai pertama kali saat dibawah kepemimpinan Boris Yeltsin sebagai presiden Federasi Rusia pada tahun 1991-1999. Era Yeltsin adalah masa dramatis dalam sejarah Rusia yaitu periode yang ditandakan dengan perubahan politik revolusioner, demokrasi - bersama dengan adanya masalah besar politik, ekonomi dan social. Federasi Rusia pada masa pemerintahan Yeltsin, kebijakan luar negeri Rusia memasuki tahap kedua. Selama periode Januari 1992 hingga Februari 1993 kebijakan luar negeri Rusia memasuki tahap ketiga yaitu tahap yang disebut ‘romantis’ karena upaya Rusia untuk mendekat ke negaranegara Barat (terutama Amerika Serikat) lebih didorong oleh harapan dan keinginan yang idealis ketimbang rasionalitas atau realita. 8Yeltsin menginginkan hubungan yang lebih harmonis dengan Barat antara lain untuk memperoleh bantuan pinjaman dari negara-negara Barat dan
7
Ibid h. 368 Ibid h. 369
8
menjamin lingkungan internasional yang lebih kondusif demi melancarkan reformasi politik dan ekonomi yang sedang dilakukan Rusia. Kozyrev adalah orang yang sangat tepat untuk merealisasikan
hal
tersebut
karena
pengalaman
kerjanya
dan
keinginannya
untuk
mengembangkan kebijakan luar negeri yang berdasarkan nilai-nilai liberal seperti demokrasi dan HAM, sebuah keinginan yang disambut dengan baik oleh Barat.9 Dalam praktiknya kebijakan luar negeri pada tahap ini mengarah ke posisi yang sangat proBarat yang ditunjukkan dengan tindakan-tindakan seperti liberalisasi ekonomi dan keanggotaan dalam lembaga-lembaga internasional (Rusia bergabung dengan IMF dan Bank Dunia pada bulan April 1992). Namun demikian arah kebijakan ini mengundang kritik dari berbagai kalangan. Kozyrev dituding sebagai seorang zapadnik yang terlalu menuruti apapun yang dilakukan atau disuruh Barat sehingga mengorbankan kepentingan nasional dan keamanan Rusia serta
mengabaikan hubungan Rusia dengan negara-negara di nearabroad.
10
Sementara itu
Yeltsin juga menerima kritik atas kinerja perekonomian Rusia yang memburuk akibat penerapan kebijakan ekonomi neo-liberal (yang didukung oleh Barat).11Bantuan yang diminta dari Barat ternyata tidak sesuai yang diharapkan sementara Rusia telah banyak memberikan konsesi ekonomi dan politik kepada Barat; akibatnya ‘romantisme’ kebijakan luar negeri pada tahap ini dianggap telah mempermalukan bangsa dan menjatuhkan prestise Rusia di mata dunia.12 Kombinasi antara kritik internal dan perkembangan eksternal menyebabkan berakhirnya tahap ‘romantis’ dan dimulainya tahap reorientasi kebijakan luar negeri Rusia. Tahap ini ditandai dengan konsolidasi kelompok oposisi yang menginginkan kebijakan luar negeri yang lebih
9
Robert H. Donaldson &Joseph L. Nogee, The Foreign Policy of Russia: ChangingSystems, Enduring Interests, New York: M. E. Sharpe, 1998, h.113. 10 Alexei K. Pushkov, “Letter from Eurasia: Russia and America: The Honeymoon’sOver”,Foreign Policy No. 93 (Winter 1993-1994), h.78-79. 11 Alexei G. Arbatov, “Russia’s Foreign Policy Alternatives”, International Security18:2 (Autumn 1993), h.17-18. 12 Ibid h. 23
independen dan asertif. Peristiwa penting dalam tahap ini adalah diterbitkannya Konsep Kebijakan Luar Negeri pada bulan April 1993 yang menegaskan bahwa Rusia memiliki kepentingan yang tidak akan selalu selaras dengan Barat dan menggarisbawahi peran penting Rusia sebagai penjamin perdamaian dan stabilitas di kawasan near abroad.13 Konsep ini mengisyaratkan awal dari kebijakan luar negeri yang bernuansa Eurasianis dan didukung oleh sebagian besar anggota parlemen. Untuk menepis kritik yang semakin kencang ditujukan kepadanya, Kozyrev memodifikasi retorika dan kebijakannya sehingga lebih mendekati posisi para Eurasianis. Sayangnya usaha ini malah semakin merusak reputasi dan kredibilitasnya sebagai seorang liberal maupun sebagai pejabat negara baik di dalam negeri dan di luar negeri: di dalam negeri para pengkritiknya mengecam Kozyrev sebagai seorang oportunis politik
sementara
di
luar
negeri
hubungan
Rusia-AS mengalami masalah yang serius
akibat perang yang terjadi di Bosnia (1992-1995) dan sikap Kozyrev yang ambivalen dalam menangani konflik tersebut.
14
Sebagai akibatnya Kozyrev semakin menjadi bulan-bulanan para
pengkritiknya dan Yeltsin mendapat tekanan keras untuk memecat menterinya tersebut. Kozyrev akhirnya mengundurkan diri pada bulan
Januari 1996 setelah memutuskan
mempertahankan kursinya di parlemen; posisinya
untuk
digantikan oleh YevgenyPrimakov yang
sebelumnya menjabat kepala Badan Intelijen Asing (Foreign Intelligence Service). Pengunduran diri Kozyrev menandai akhir dari tahap reorientasi dan awal dari tahap pragmatisme kompetitif yang berlangsung hingga akhir pemerintahan Yeltsin pada tahun 1999. Primakov memiliki pandangan yang kritis terhadap Barat sehingga dalam konferensi persnya yang pertama setelah menjabat menteri luar negeri ia menyatakan bahwa hubungan Rusia dengan Barat harus merupakan “sebuah kerja sama yang berimbang dan saling menguntungkan
13
Sakwa, op. cit., h.370. ibid
14
dengan memperhatikan kepentingan masing-masing”.15Primakov lalu menyebutkan empat tugas yang menjadi prioritas utama dalam kebijakan luar negerinya,
yaitu; 1) menciptakan kondisi
eksternal yang kondusif untuk memperkuat keutuhan teritorial negara; 2) mendukung upayaupaya integrasi (ekonomi) diantara negara- negara CIS; 3) menciptakan stabilisasi situasi internasional melalui penyelesaian konflik-konflik regional terutama di kawasan near abroad; dan 4) membangun hubungan internasional yang positif untuk mencegah terciptanya konflikkonflikbaru dan proliferasi senjata pemusnah masal.16 Di bawah Primakov kebijakan luar negeri Rusia menuju posisi yang lebih asertif dan independen vis-à-vis Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya. Pragmatisme yang diusung Primakov ini berakar pada pemahaman realisme yang sangat tradisional dan pandangan anti-Barat yang dibingkai dalam kerangka ‘multipolaritas’. Pragmatisme ini mengacu pada pendekatanrealism klasik tentang kompetisi dan perimbangan kekuatan karena pada dasarnya Primakov berniat menggunakan multipolaritas untuk membangun Rusia sebagai kutub alternatif yang menjadi penyeimbang bagi Barat.17Pragmatisme ini bertahan hingga akhir pemerintahan Yeltsin pada bulan Desember 1999. C. Politik Luar Negeri Rusia Pada Masa Vladimir Putin (2000-2008) Vladimir Vladimirovich Putin lahir di Leningrad, yang sekarang diganti nama Saint Petersburg oleh Anatoly Sobchak52, pada 7 Oktober 1952.
18
Menjabat sebagai presiden kedua
Negara Federasi Rusia secara resmi setelah memenangi pemilihan umum pada 26 Maret 2000.
15
Dikutip dalam Donaldson &Nogee, op. cit., h. 119 Ibid., h.119-120 17 Richard Sakwa, Putin: Russia’s Choice (2nd ed.), London: Routledge, 2008, h. 270 &277 18 Mantan Wali Kota Leningrad, dan seorang profesor hukum di Universitas Leningrad. Menjadi mentor Putin dalam meniti karier. Kedekatannya dengan Putin adalah salah satu babak penting bagi kehidupan dan karier Putin. Putin kemudian malah menjadi orang kepercayaan Sobchak dan sebaliknya. Bahkan Sobchak adalah pendorong pencalonan Putin sebagai presiden tahun 2000. Sobchak adalah salah satu tokoh utama reformasi dan pendukung lahirnya Rusia Baru dengan segala kebesarannya. 16
Kemenangan Putin menuju kursi kepresidenan ini tidak datang begitu saja, melainkan melalui karier yang dibangunnya dari bawah. Rusia sekarang sudah menjadi satu negara yang relatif berbeda, dimana sipil sudah mulai bersuara. Putin menambahkan, jika Rusia bisa menghargai elemen-elemen berharga dari masyarakat sipil yang sudah dicapai saat ini, maka keberadaan masyarakat sipil secara perlahan akan melahirkan kondisi, di mana badan keamanan yang menakutkan itu tidak akan pernah muncul kembali. Elemen-elemen yang dimaksud adalah demokrasi, penegakan aturan main, dan tingkah laku yang mementingkan kepentingan umum daripada pribadi ataupun kelompok tertentu. Ketika Putin diangkat menjadi presiden, bidang ekonomi telah berubah menjadi ajang praktek kriminal. Misalnya, ia melihat pengalihan kekayaan negara ke swasta dengan cara-cara yang licik dan tidak etis. Ia sangat berambisi untuk mengembalikan peran negara yang kuat. Ia ingin meluruskan kembali jalan bengkok yang sudah sempat terjadi akibat ulah oligarki. Karena itu, kelompok ini adalah sasaran tindakan pertama Putin, walau ia mengatakan tak akan mengembalikan Rusia ke jalur totaliter seperti pada masa sebelumnya. Di saat Putin mulai memegang kekuasaan, ia tetap merendah dan enggan tampil di publik. Ia jauh dari penampilan berwibawa. Putin juga memiliki ekspresi wajah ibarat orang bertopeng yang jarang tersenyum dan berbicara dengan nada lembut. Selama bertahun-tahun, ia memiliki reputasi sebagaithe invisible man, seseorang yang berkuasa di balik layar. Setelah terpilih pada pemilu Maret 2000, ia kemudian mengonsolidasikan kekuasaan secara vertikal. Pada Mei 2000, sebagai presiden, Putin mengeluarkan dekrit yang membuat 89 wilayah menjadi distrik, yang diawasi oleh orang kepercayaan Putin sendiri dengan tujuan untuk memperkuat posisi pemerintahan pusat pada waktu itu.
Putin dikenal dengan sosok dan jiwa nasionalismenya yang kuat mengakar di dadanya. Sebab itu, pada Juli 2000, Putin mengusulkan pada parlemen agar hak-hak pemerintah daerah dilucuti dengan tujuan untuk penguatan wewenang pada pemerintah pusat. Ini dilanjutkan pada tahun 2004, ketika ia merubah sistem pemilu pemerintahan daerah. Sebelumnya, Yeltsin memberi wewenang lebih luas pada pemerintah daerah melalui pembuatan undang-undang yang memungkinkan rakyat dapat memilih langsung presidennya. Pada Desember 2000, dengan semangat nasionalismenya yang menyala-nyala, ia pun sempat merubah lagu kebangsaan Rusia ke era Soviet dengan sedikit modifikasi kalimat pada lagu itu. Demi mengangkat reputasinya di mata pejabat dan rakyat Rusia, Putin juga taktis dengan melindungi pendahulunya, Gorbachev dan Yeltsin. Pada 12 Februari 2001, Putin menandatangani hukum yang menjamin kekebalan hukum paramantan presiden dan keluarganya. Hal ini membuat Putin membungkam para presiden sebelumnya. Hampir tak ada kritikan buat Putin dari dua presiden di era sebelumnya. Di samping itu, Putin dijuluki sebagai orang misterius, sedikit bicara tetapi tegas. Namun, ia adalah orang yang juga berjalan dengan pola pikir tajam, cerdas, cermat dan penuh perhitungan. Meski Putin berkarakter sebagai orang keras dan misterius, ia dipandang sebagai tokoh liberal dan reformis. Putin juga diidolakan oleh kalangan muda, warga Moskow dan kaum intelektual. Ia juga dikenal sebagai ketua organisasi yang bijaksana dan lihai dalam memberi doktrin yang menggerakkan massa. Secara perlahan-lahan, Putin makin memperlihatkan warna pribadinya. Pada Desember 2000, tulisannya di internet dipandang sebagai manifestasi keinginan dan misinya sebagai presiden. Putin meneruskan sistem perekonomian pasar yang dipilih pendahulunya, tapi dengan menyesuaikan pada kondisi ekonomi Rusia. Putin menegaskan bahwa Rusia masih merupakan negara yang didasarkan pada sistem paternalistik yang kuat. Yaitu sistem yang merujuk pada peran negara yang lebih menonjol
daripada elemen sipil. Hal ini sesuai dengan kesimpulan ahli sosial Belanda, Geertz Hofstede, yang pernah menganalisa dimensi budaya Rusia. Dari analisis itu, disimpulkan bahwa Rusia memiliki indeks “power distance” (jarak kekuasaan) yang relatif tinggi. Negara Barat pada umumnya memiliki indeks “power distance” yang rendah, di mana elemen demokrasi menjadi sendi utama kenegaraan. Rakyat di negara dengan indeks “power distance” yang tinggi seperti di Rusia, relatif bisa menerima otoritas yang kurang demokratis. Terbukti dengan sikap kooperatif rakyat Rusia terhadap segala kebijakan Putin.19 Pada masa pemerintahan Putin kebijakan luar negeri Rusia berpijak pada apa yang disebut Sakwa sebagai ‘realisme baru’, yakni pandangan Putin mengenai peran dan posisi Rusia di dunia yang lebih berlandaskan penilaian obyektif terhadap kapabilitas dan kapasitas negara ketimbang ambisi dan retorika. Putin memformulasikan kebijakan luar negeri yang menekankan kepentingan nasional Rusia namun tanpa mengurangi usaha Rusia untuk berintegrasi dengan komunitas dunia.20Sakwa mengidentifikasi tujuh karakteristik dari realisme baru, yaitu 1) kepentingan ekonomi sebagai dasar kebijakan luar negeri; 2) Eropa-sentrisme; 3)sekuritisasi ancaman-ancaman
non-tradisional;
4)
otonomi
vs.
kompetisi;
5)
bilateralisme
vs.
multilateralisme; 6) kontrol terhadap klaim atas status Great Power; dan 7) ‘normalisasi’ hubungan antara Rusia dengan Barat dan dunia. Melalui realisme baru, Putin mencari jalan tengah antara romantisme yang merendahkan pada era Kozyrev dan pragmatisme yang melebihlebihkan pada era Primakov.21 Pada periode pertama Putin (2000-2004) jalan tengah ini diwujudkan antara lain dalam sikap Rusia terhadap ‘perang melawan teror’ yang dilancarkan Amerika Serikat setelah peristiwa 11
19
Simon Saragih, op.cit, hal. 108. Richard Sakwa, “‘New Cold War’ or twenty years’ internationalpolitics”, International Affairs 84:2 (2008), h.242. 21 Sakwa, Putin, h.275-279. 20
crisis?
Russia
and
September 2001. Segera setelah peristiwa tersebut Putin langsung menelpon presiden AS George W. Bush untuk menyampaikan rasa simpati dan bela sungkawa. Putin lalu menyatakan dukungan dan kerja sama secara penuh dengan Amerika Serikat dalam perjuangan melawan terorisme internasional. Namun demikian di sisi lain Putin juga tidak ingin memposisikan Rusia sebagai bawahan Amerika melalui penentangan dan penolakannya terhadap koalisi yang dibentuk AS untuk menyerang Irak pada bulan Maret 2003.22 Pada tahap ini pendulum sepertinya telah berada pada titik equilibrium namun lagi-lagi perkembangan internal dan eksternal mengakibatkan pendulum kembali mengayun.Pada periode Putin yang kedua (2004-2008), pandangan realisme baru perlahan-lahan ditinggalkan dan Rusia kembali ke tahap pragmatisme kompetitif. Dari segi domestik, Rusia mengalami kebangkitan ekonomi dan stabilitas politik yang menciptakan perasaan kemandirian dan kepercayaan diri di tingkat internasional23. Dari segi eksternal, Rusia merasa bahwa jalan tengah yang dicanangkan Putin tidak mampu membuat Barat menganggap Rusia sebagai aktor yang sejajar di forum internasional maupun menghentikan kritik-kritik yang selalu dilancarkan Barat terhadap apa yang oleh Rusia dianggap sebagai urusan dalam negerinya. Pergeseran ke pragmatisme kompetitif berlanjut hingga pemerintahan Dmitry Medvedev yang menjabat sebagai presiden Rusia tahun 2008-2012, antara lain ditunjukkan dalam Konsep Kebijakan Luar Negeri tahun 2008. Dokumen ini diharapkan akan memberikan gambaran tentang visi dan misi sang presiden baru, namun ternyata isinya masih merupakan kelanjutan dari pandangan dan pemikiran Vladimir Putin (yang kini menjabat perdana menteri). Kebijakan luar negeri Rusia saat ini berpedoman pada apa yang disebut sebagai sovereign democracy atau ‘demokrasi yang berdaulat’, yaitu sebuah konsep yang menekankan kedaulatan dan kemandirian 22
Ibid. h. 280 Dmitry Trenin, “Russia’s Strategic Choices”, Carnegie Endowment for InternationalPeace Policy Brief #50, Mei 2007, h.1. 23
Rusia dari Barat dan menyatakan bahwa Rusia memiliki demokrasi yang setara namun berbeda dengan demokrasi sebagaimana yang didefinisikan dan diterapkan di Barat. 24
24
Dmitry Trenin, “Russia’s Coercive Diplomacy”, Carnegie Moscow Center Briefing Vol.10Issue 1, Januari 2008, h.2.