BAB II. DINAMIKA DAN PENYIMPANAN ENERGI DALAM EKOSISTEM HUTAN
A. Pendahuluan Produktivitas ekosistem ditentukan oleh efisiensi antara energi yang masuk dan energi yang keluar melalui jaringan trofik. Pengelolaan di bidang kehutanan, perikanan, dan pertanian semuanya berkaitan dengan produksi, produktivitas dan jumlah energi yang dapat dipanen. Perhatian terhadap produktivitas ekosistem akhirakhir ini meningkat dengan tajam. Dalam hal ini tentunya menyangkut aspek keberhasilan pengelolaan suatu ekosistem khususnya produksi bahan organik yang a.l. dipengaruhi oleh ketepatan memilih jenis atau spesies tumbuhan yang akan dikembangkan, dan pengetahuan tentang efisiensi relatif dari kebutuhan spesies yang berbeda-beda terhadap proses penyimpanan energi pada kondisi lingkungan tertentu. B. Beberapa Istilah Yang Terkait Istilah-istilah berikut merupakan istilah yang umum digunakan di dalam pengelolaan sumberdaya alam, terutama di sektor pertanian, dan istilah tersebut kurang bernilai dalam pembahasan ekologi karena istilah tersebut terikat dengan perubahan teknologi dan ekonomi sehingga defmisinya menjadi tidak stabil. Istilah tersebut yaitu: 1. Tanaman pertanian (Crop), yaitu volume atau berat total bahan yang dapat dipanen dari luasan tertentu selama periode waktu tertentu. Contoh: berat atau volume kayu Pinus merkusii yang dipanen dari luas satu hektar selama rotasi tebang 20 tahun. Besarnya kontribusi tanaman hanya menunjukkan bahan yang dipanen dari ekosistem yang bersangkutan, oleh karena itu sangat tergantung pada besarnya proporsi (a.l. bagian cabang, daun, batang, dan akar) dari individu organisme yang dipanen tersebut. 2. Tegakan Tanaman Pertanian (Standing crop), yaitu berat atau volume bahan yang dapat dipanen dengan metode tertentu pada luasan tertentu dan pada waktu tertentu. Ukuran standing crop sangat tergantung pada metode panenan yang digunakan. Contoh: metode sadapan — liter/ha; metode petik — kg/ha; metode tebang — m3/ha.
Universitas Gadjah Mada
3. Hasil (Yield), yaitu rata-rata kecepatan akumulasi bahan yang dapat dipanen: hasil panenan dibagi dengan periode produksi panenan. Oleh karena waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan panenan beragam antar spesies, maka kadangkadang jadi sulit untuk membuat perbandingan antara data panenan. Masalah ini diatasi dengan menghitung basil selama lebih dari setahun, walaupun para ahli pertanian kadang-kadang menggunakan hasil per bulan selama musim tumbuh sebagai cara untuk mengatasi masalah variabel lama waktu pertumbuhan. Di bidang kehutanan, dalam pengelolaan hutan, hasil merupakan faktor keuntungan jangka panjang yang sangat besar karena menentukan pengembalian modal. Bagi ahli ekologi istilah-istilah yang digunakan berkaitan dengan dinamika dan penyimpanan energi di dalam suatu ekosistem ada tiga istilah yang digunakan yaitu: 1. Produksi (analog dengan crop), yaitu istilah yang menerangkan peningkatan dalam berat total (biomasa) atau kuantitas bahan organik pada luasan tertentu selama periode yang terbatas. Biasanya digunakan untuk menunjukkan pada spesies yang spesifik atau tingkat trofik tertentu. Produksi dapat dibedakan menjadi produksi kasar atau gross production (peningkatan dalam bahan organik ditambah hilangnya energi dalam respirasi selama periode tertentu) dan produksi nbersih atau net production (peningkatan bahan organik setelah proses respirasi). Produksi oleh tumbuhan disebut sebagai produksi primer, sedang produksi pada tingkatan trofik yang lebih tinggi disebut sebagai produksi sekunder. 2. Biomasa (analog dengan standing crop), menunjukkan berat total bahan organik suatu populasi, suatu tingkat trofik, atau suatu ekosistem di dalam luasan tertentu pada setiap titik waktu. Hal ini sama dengan standing crop ditambah semua bagian bahan organik yang tidak dipanen dan tidak dapat dipanen, istilah ini digunakan oleh para ahli ekologi untuk menjelaskan kuantitas komponen biotik dari ekosistem; dari sini penggunaannya dalam piramida biomasa. 3. Produktivitas, produksi per unit kawasan per unit waktu, sehingga analog dengan yield. Seperti hanya yield, periode yang digunakan dalam menghitung produksi harus didefinisikan secara hati-hati. Produktivitas sering beragam secara luas sepanjang musim, jika dinyatakan dalam periode waktu yang pendek (misalnya
Universitas Gadjah Mada
hari) maka nilai hitungan biasanya disajikan sebagai rata-rata harian selama musim yang bersangkutan. Untuk istilah ini juga digunakan produktivitas kasar, produktivitas netto, produktivitas primer, atau produktivitas sekunder. Di dalam ekosistem hutan dapat digambarkan secara diagramatik (Gambar 2.1) tentang pola umum aliran energi dari satu tingkatan trofik ke tingkatan trofik lainnya. Dengan demikian energi dari produksi netto dari satu tingkatan trofik bergerak melalui berbagai tingkat menjadi tergabung dalam produksi netto pada tingkatan trofik berikutnya pada rantai trofik yang bersangkutan.
Gambar 2.1. Pola umum aliran energi dari satu tingkatan trofik ke tingkatan trofik lain Keterangan: Ingestion (bahan yg dimakan)
1. Utilization (konsumsi dan eksploitasi) efficiency = Net production of previous trophic level
Assimilation
2. Assimilation (pencernaan makanan) efficiency = Ingestion
Universitas Gadjah Mada
Net production 3. Tissue growth (net production) efficiency = Assimilation
Net production 4. Ecological growth (gross production) efficiency = Ingestion
Net production 5. Trophic (ecological) efficiency = Net production of previous trophic level B. Konsentrasi Energi di Dalam Bagian Tumbuhan Tumbuhan tidak menyimpan energi dengan konsentrasi yang sama pada semua jaringan tumbuhan, dan species yang berbeda beragam dalam hal konsentrasi energi dalam komponen biomas yang daps dibandingkan. Di dalam suatu komunitas, konsentrasi energi paling rendah ada di bagian bahan berkayu dan dawn dan yang paling tinggi ada pada bagian biji tumbuhan. Komunitas tumbuhan tropika memiliki nilai yang lebih rendah dari pada tumbuhan dari komunitas yang lebih ke utara, dan ada peningkatan yang tetap dalam konsentrasi energi jaringan tumbuhan
tropika
sampai
komunitas
alpin
sepanjang
gradient
penurunan
ketersediaan energi matahari untuk musim pertumbuhan. Pada gambar 2.1. di muka dapat diketahui bahwa proporsi/bagian energi produser primer yang dieksploitasi oleh tingkatan trofik konsumer primer (the utilization efficiency) adalah variable yang sangat tinggi, tetapi umunya rendah untuk ekosistem hutan. Pemanfaatan vegetasi oleh hewan herbivore ditentukan oleh palatabilitas, kualitas nutrisi, dan ketersediaan fisik tumbuhan untuk herbivore, dan juga oleh kelimpahan herbivore. Jadi, umumnya berasosiasi dengan populasi herbivore yang dalam waktu tertentu (temporal) mengubah kondisi. Rasio produksi bersih (net production) tumbuhan terhadap biomas tumbuhan Bering digunakan sebagai ukuran ketersediaan produksi tumbuhan untuk herbivore, sejak hal tersebut merefleksikan alokasi relative dari produksi antara jaringan berkayu dan non kayo. Tabel 2.1. menunjukkan rasio produksi/biomas (rasio P/B) untuk sejumlah ekosistem, dan sebagai pembanding dengan Tabel 2.2. yang
Universitas Gadjah Mada
menginformasikan bahwa ada hubungan paralel yang dekat antara rasio P/B dengan konsumsi NPP oleh herbivora. Tabel 2.1. Rasio Net Production/Biomass (P/B ratio) untuk beberapa tipe ekosistem. Tipe Ekosistem
Net Production/Biomass
Lautan Perairan pantai Danau dan sungai Lahan pertanian Rumput temperate Savanna Hutan temperate Hutan tropika Sumber: Kimmins (1987)
42,00 35,00 25,00 0,65 0,33 0,18 0,04 0,04
Tabel 2.2. Beberapa parameter aliran energi yang melalui tingkatan trofik konsumer primer (herbivore) Utiliz.
Ass.Eff. Tissue
Eff.
(%)
(%)
Ecol.
Growth. Growth Eff
Eff
(%)
(%)
Trophic
Average Biomass
Eff(%)
Gross Prod.Lost
g/ha
Kcal/ m
2
to Resp.& Excr. (%)
Indv. Species Gajah Afrika
9,6
32
1,5
0,5
0,48
12,7
7,1
98,5
10-50
90
1,1
1,0
0,10-0,50
-
-
98,9
10-50
91
1,8
1,6
0,16-0,81
0,04
0,02
98,2
2,5
52
5,5
2,9
0,73
0,23
0,13
94,0
-
38
11,0
4,2
-
-
-
89,0
Belalang
2-7
16-37
37
10-14
Ulat
4,6
67
25,4
17,0
0,78
-
-
Babi
-
13,0
9,0
-
-
-
87,0
Burung Gereja Tikus sawah Kelinci Sapi
76
0,27-0,94 0,5-1,8 0,28-1,0
63,0
Ecosystem Sawah
0,5
-
-
-
0,36-0,25
-
-
97,0
Hutan
13
-
-
-
1,3
17,8
10
± 80,0
-
-
-
-
-
-
-
78,0
Rawa payau
Sumber: Kimmins (1987)
Universitas Gadjah Mada
Ekosistem pertanian memiliki nilai ratio P/B paling tinggi (0,65) untuk ekosistem daratan, sebagai atribut keberhasilan managemen pertanian dalam meningkatkan aliran energi dari tumbuhan ke konsumer (manusia atau hewan temak). Bahan makanan yang dimakan oleh herbivora tidak perlu merupakan sebuah transfer energi dari produser ke konsumer primer. Tidak semua biomas tumbuhan yang dimakan dapat dicema dan diasimilasi oleh herbivore. Banyak bagian tumbuhan yang lewat dan keluar melalui saluran pencemaan untuk bahan yang tidak dicerna, walaupun proses pencernaan, untuk banyak herbivore, dibantu pula oleh bakteri sebagai organisme pengurai yang hidup di dalam saluran pencernaan. Proporsi energi yang dimakan yaitu yang dicerna dan diasimilasi ke dalam tubuh consumer disebut assimiliation efficiency. Nilai ini beragam di antara jenis/species yang berbeda dan juga ekosistem yang berbeda. Nilai yang tinggi berasosiasi dengan makanan seperti biji (yang dikonsumsi oleh burung dan mamalia kecil) dan ganggang air (yang dikonsumsi oleh herbivore air) sebagai bahan yang memiliki proporsi tinggi dari bahan yang dapat dicerna. Nilai yang rendah berasosiasi dengan pemakan daun semak dan pohon (browser) dan pemakan rumput (grazer) seperti gajah dan belalang, yang memakan bahan berkayu dan daun yang tua yang kurang dapat dicerna. Efisiensi asimilasi yang tinggi tidak perlu menyatakan (secara tidak langsung) net production yang tinggi. Tissue growth efficiency (net production efficiency) menunjukkan efisiensi energi yang terasimilasi dirubah menjadi net production. Hal ini berkaitan dengan hilangnya energi terasimilasi karena respirasi dan ekskresi. Efisiensi ini umumnya rendah (Tabel 2.2.), dengan perbedaan yang menyolok antara hewan vertebrata dan invertebrate. Mamalia daratan memiliki efisiensi yang sangat rendah, nilai invertebrate daratan jauh lebih tinggi, dan invertebrate perairan nilainya paling tinggi. Istilah yang agak serupa, ecological growth efficiency, yang menunjukkan efisiensi energi yang dimakan dengan yang dirubah menjadi net production, nilai ini berkitan dengan efisiensi asimilasi dan hilangnya energi karena respirasi dan ekskresi. Perbedaan antara assimilation efficiency dan ecological growth efficiency dapat dijelaskan dengan hilangnya karena respirasi dan ekskresi. Hewan dengan efisiensi asimilasi yang sangat tinggi, seperti burung gereja dan tikus sawah (Tabel 2.2.) sering memiliki efisiensi pertumbuhan ekologis yang lebih rendah, karena tingginya kehilangan energi dalam respirasi. Lebih dari 98 % gross production dari dua species ini hilang melalui respirasi. Sebaliknya belalang dan
Universitas Gadjah Mada
ulat memiliki efisiensi pertumbuhan ekologis yang lebih besar, meskipun efisiensi asimilasinya lebih rendah, karena mereka kehilangan energinya kurang dari 70% gross production-nya akibat respirasi. Gambaran keseluruhan untuk transfer energi melalui tingkatan trofik konsumer atau populasi dapat diperoleh dengan menghitung efisiensi trofik, yaitu perbandingan antara net production dalam satu tingkatan trofik terhadap net production pada tingkatan trofik sebelumnya. Efisiensi ini dapat dihitung dengan mengalikan net production tingkatan trofik sebelumnya dengan % efisiensi utilisasi, asimilasi dan pertumbuhan jaringan dari tingkatan yang sedang dipelajari sampai net production-nya. Pada Tabel 2.2. dapat dilihat pula bahwa efisiensi transfer net biomass production tumbuhan ke biomas herbivore pada ekosistem daratan adalah sangat rendah; kurang dari 1% dalam sebagian besar kasus. Kondisi ini beragam dari satu species ke species lainnya. Efisiensi ekosistem perairanjauh lebih tinggi, karena investasi energi yang lebih rendah dalam mendukung jaringan, yang menghasilkan efisiensi utilisasi dan asimilasi yang lebih besar.
D. Aliran Energi Pada Tingkatan Konsumer (Herbivora dan Carnivora) Sejumlah energi berkurang secara cepat sebagai satu basil perjalanan sepanjang rantai trofik, sehingga menjadi pengetahuan kita tentang dinamika aliran energi dalam ekosistem. Kita tahu banyak tentang energi pada tingkatan produser primer dan cukup banyak pula pada tingkatan herbivore, tetapi pengetahuan kita relatif sedikit tentang aliran energi pada tingkatan konsumer sekunder dan tingkatan di atasnya. Hal ini disebabkan sebagai bagian dari kurang diperhatikannya aspek kamivora sebagai species komersial di bidang pertanian dan kehutanan. Hal itu juga didukung oleh sedikitnya karnivore dari pada herbivore dan karnivore sering sulit dipelajari. Biomas herbivore ragamnya cukup besar dalam tipe ekosistem yang berbeda, dari yang nilainya tinggi di kawasan seperti padang rumput di Afrika Timur sampai yang nilainya rendah di kawasan yang panas, padang pasir kering. Sebagai contoh biomas hewan bertulang belakang di Taman Nasional USSR beragam dari 22 — 52 kg/ha. Pada Tabel 2.3. dapat diperiksa produksi sekunder dan biomas pada ekosistem yang berbeda.
Universitas Gadjah Mada
Kita telah mengetahui banyak tentang energi pada tingkatan produser primer dan juga tingkatan herbivora, tetapi relatif sedikit tentang aliran energi pada tingkatan konsumer sekunder dan tingktan di atasnya. Hal ini tentunya disebabkan oleh kurang diperhatikannya aspek karnivora dalam bidang pertanian dan kehutanan, sebagai spesies komersial. Selain itu juga karena karnivora lebih sedikit jumlahnya daripada herbivora dan sering sulit untuk dipelajari. Contoh aliran energi yang melewati beberapa jenis karnivora dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.3. Produksi Sekunder dan Biomas pada Beberapa Ekosistem yang Berbeda Tipe Ekosistem
Prod.primer
Konsumsi
dikonsumsi
herbivore hewan total 4
Produksi 4
Biomas
Biomas
hewan
hewan total
herbivore (%)
(10 t/th)
(10 t/th)
(kg/ha)
(104 t)
-Tropical rain forest
7
2444
244
200
333
-Trop. seasonal forest
6
667
67
120
89
4
267
27
100
48
-Savanna
15
244
24
49
58
-Temp.grassland
10
1555
233
151
222
-Cultivated land
1
89
9
4,4
6
-Swamp and marsh
8
389
40
100
20
-Lake an d stream
20
267
27
49
12
-Open ocean
40
16887
2533
24
800
-Estuaries
15
367
56
151
21
Terresstrial (daratan)
-Temp.evergreen forest
Aquatic (perairan)
Sumber: Kimmins (1987)
Universitas Gadjah Mada
Tabel 2.4. Aliran energi yang melewati konsumer sekunder (karnivora) Util.eff Assm.eff Tissue Ecol.growth Trofic (%)
(%).
Average
Gross
growth
eff. (%) feff
biomass prod.lost to
eff: (%)
(%)
(kcal/m2) resp.&excr. (%)
Musang kecil
-
97
2,3
2,2
-
0,0067
98
Burung rawa
-
70
0,5
0,4
-
0,1700
99
Tikus rumput
-
78
5,7
4,2
-
0,0330
95
Sumber: Kimmins (1987)
Tabel 2.4 tersebut menunjukkan bahwa hilangnya energi gross production akibat respirasi cukup tinggi, walaupun untuk karnivora daratan secara substansial tidak lebih besar dari pada herbivora yang memiliki ukuran dan fisiologis serupa. Sementara itu, untuk karnivora perairan tampak kehilangan energi akibat respirasi lebih tinggi dari pada herbivora perairan. E. Aliran Energi pada Rantai Trofik Detritus Dalam banyak ekosistem daratan, khususnya hutan, herbivora umumnya memanfaatkan hanya bagian yang paling sederhana dari NPP. Hutan dicirikan oleh jumlah yang substansial dari seresah yang gugur sebagai investasi yang bersumber dari net production yang tidak digunakan. Bahan tersebut merupakan sumber energi bagi organisme saprotrofik sebagai jaringan detritus trophic, yang juga menerima sumber energi dari jaringan grazing trophic dan jaringan di atasnya. Oleh karena rendalinyae fisiensi assimiliasi maka banyak makanan herbivora yang dialihkan menjadi guguran atau buangan dalam bentuk kotoran, organ yang mati dari herbivora maupun karnivora. Hasilnya ialah, untuk banyak ekosistem, jaringan detritus trophic menjadi paling penting dalam aliran energi setelah produser. Organisme saprotrofik seperti burung camar (seagulls), kepiting (crabs), hyena dan burung hering (vultures) adalah hewan yang cukup dikenal dan jumlahnya besar yang berperan dalam proses penghancuran sisa bahan organik, tetapi sebagian besar dekomposisi bahan organic yang mati diselesaikan oleh organisme yang sangat kecil, seperti jamur dan bakteri. Biomas dari organisme pengurai ini relatif sangat kecil disbanding dengan banyaknya energi yang masuk ke dalam tingkatan trofik ini. Bagaimanapun dalam beberapa ekosistern biomas organisme saprotrofik mungkin menjadi substansial.
Universitas Gadjah Mada
Hewan tanah (soil fauna, seperti cacing) adalah sangat penting dalam proses dekomposisi. Jaringan lunak dan daun terlindungi oleh kutikula pada bagian permukaan dalam proses dekomposisi, dan kecepatan dekomposisi sering lambat karena permukaan dari fragmen daun mungkin relatif kecil. Mesofauna tanah merupakan hewan tanah yang memecah daun menjadi banyak bagian yang kecil sekali, sehingga luas permukaannya menjadi meningkat yang tersedia bagi organisme mikro. Hal ini yang memudahkan untuk didekomposisi, dan mungkin pemisahan bahan kimia sebagai substrat bagi bakteri dan jamur. Tanpa perlakuan awal seperti itu maka bakteri dan jamur akan tidal( efisien dalam proses dekomposisi. Proses dekomposisi seresah akan beragam dalam hal kecepatan, produk fisik dan kimiawi. Sebagai contoh: bakteri cenderung dominan dalam dekomposisi seresah yang asam dari Gymnospermae yang selalu hijau. Dekomposisi cenderung cepat ketika dekomposernya yang utama ialah bakteri dan akan menjadi lambat apabila dekomposer utamanya jamur.
Bahan Pustaka: Kimmins, J.P. 1987. Forest Ecology. Macmillan Publishing Company, New York.
Universitas Gadjah Mada