Bab II Dasar Teori
BAB II DASAR TEORI
2.1. Dasar Manajemen 2.1.1. Pengertian Dasar Manajemen Kata “manajemen” merupakan pengindonesiaan dari kata “management” yang berasal dari “to manage” yang mempunyai arti yaitu mengurus. Sedangkan pengertian dari dasar manajemen itu sendiri yaitu : suatu usaha merencanakan, mengorganisir, mengarahkan, mengkoordinir serta mengawasi kegiatan dalam suatu organisasi secara efisien dan efektif. [3]
2.1.2. Fungsi Manajemen Adapun fungsi manajemen sebagai berikut : 1. Merencanakan yaitu : menentukan segala sesuatu sebelum melakukan kegiatankegiatan. 2. Mengorganisir yaitu : merupakan proses menciptakan hubungan antara fungsifungsi, personalia dan faktor fisik. 3. Mengarahkan yaitu : merupakan usaha yang berhubungan dengan segala sesuatu agar semuanya itu dapat dilakukan. 4. Mengkoordinasi yaitu : merupakan usaha mensinkronkan dan menyatukan segala kegiatan dalam organisasi agar terciptanya tujuan organisasi.
II‐1
Bab II Dasar Teori
5. Mengawasi yaitu : merupakan usaha memberikan petunjuk pada para pelaksana agar mereka selalu bertindak sesuai dengan rencana. [3]
2.1.3. Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja Manajemen sebagai ilmu prilaku yang mencakup aspek sosial dan eksak tidak terlepas dari tanggung jawab keselamatan dan kesehatan kerja, baik dari segi perencanaan maupun pengambilan keputusan dan organisasi. Pengertiannya ialah bila kebijakan manejemen selalu memperhatikan tenaga kerja dengan cara memberi tahu masalah atau objek yang akan menimbulkan bahaya maka tenaga kerja tersebut akan lebih hati-hati sehingga kecelakaan kerja tidak terjadi dan kerugian yang ditimbulkan tidak ada baik materi maupun tenaga kerja. Terjadinya gangguan kecelakaan ataupun kesehatan tidak terlepas dari biaya. Antara biaya kecelakaan dan biaya pencegahan terdapat beberapa pokok yang berakar pada manejemen. Perkembangan lebih lanjut menunjukkan bahwa sebab utama kecelakaan adalah ketidak serasian kombinasi faktor-faktor produksi yang dikelola dalam perusahaan. Proses produksi sistem manejemen harus mampu mengkombinasikan faktor-faktor produksi secara optimal dan seimbang, khususnya bagi faktor sumber daya manusia, usaha keselamatan dan kesehatan kerja harus secara terpadu ikut serta dalam proses produksi dalam kaitannya dengan keselamatan dan kesehatan kerja.
II‐2
Bab II Dasar Teori
2.2. Standar OHSAS 18001 : 1999 Secara Umum 2.2.1. Sejarah OHSAS 18001 : 1999 dan Sistem Manajemen K3 OHSAS 18001 : 1999 adalah salah satu standar Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang diakui dan dapat disertifikasi secara internasional. Dibandingkan dengan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 : 2000 dan Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14000 : 2004, Sistem Manajemen K3 memang belum begitu populer. Standar yang sekarang dikenal dengan OHSAS 18001 : 1999 pun tidak diterbitkan oleh Lembaga Standarisasi Dunia (ISO), tetapi melalui kesepakatan badan-badan sertifikasi yang ada di beberapa negara. [1] Sistem Manajemen K3 sebenarnya telah mulai diterapkan di Malaysia pada tahun 1994 dengan dikeluarkannya Undang-undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada tahun 1996. Lembaga ISO juga telah mulai merancang sebuah Sistem Manajemen K3 dengan melakukan pendekatan terhadap Sistem Manajemen Mutu ISO 9000 dan Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14000. Hasil workshop yang diadakan saat itu adalah didapatkan agar ISO menghentikan upayanya membangun sebuah Sistem Manajemen K3 sejenis ISO 9000 dan ISO 14000. Alasannya kala itu adalah K3 merupakan struktur yang bersifat tiga pihak (tripartie) maka penyusunan sebuah ketentuan Standar Sistem Manajemen K3 diserahkan ke masing-masing negara. [1] Pada tahun 1998, The Occupational Safety and Health Branch (sekarang : Safe Work) ILO bekerja sama dengan The International Occupational Hygiene Association (IOHA) melakukan identifikasi elemen-elemen kunci dari sebuah Sistem Manajemen K3. [1] II‐3
Bab II Dasar Teori
Pada akhir tahun 1999, anggota lembaga ISO yaitu British Standards Institution (BSI) meluncurkan sebuah proposal resmi (Ballot Document ISO/TMB/TPS 190) untuk membuat sebuah Komite Teknik ISO yang bertugas membuat sebuah Standar Internasional Nonsertifikasi. Hal ini menimbulkan persaingan dengan ILO yang sedang mempopulerkan Sistem Manajemen K3. ILO sendiri didukung oleh International Organization of Employers (IOE) dan International Confederation of Free Trade Unions (CIFTU)
dan afiliasi-afiliasinya. Akibatnya proposal yang
diusulkan BSI pun ditolak. [1] Draft final yang disusun ILO dihasilkan awal tahun 2001. Hasil pertemuan pada April 2001 the ILO Guidelines on OSH Management System (THE ILO/OSH 2001) pun disepakati. [1] Akan tetapi pada tahun 1999 BSI dengan badan-badan sertifikasi dunia meluncurkan juga sebuah Standar Sistem Manajemen K3 yang diberi nama Occupational Health and Safety Assessment Series (OHSAS 18001). Struktur yang dimiliki THE ILO/OSH 2001 pun memiliki kesemaan dengan OHSAS 18001. [1] OHSAS 18001 : 1999 ditertibkan atas kerjasama organisasi-organisasi dunia antara lain: 1. National Standards Authority of Ireland 2. South African Buereau of Standards 3. Japanese Standards Association 4. British Standards Institution 5. Bueraus Veritas Quality International II‐4
Bab II Dasar Teori
6. Det Norske Veritas 7. Lyoyds Register Quality Assurance 8. National Quality Assurance 9. SFS Certification 10. SGS Yarsley International Certification Service 11. Association Espanola De Normalizationy Certification 12. International Safety Management Organization Ltd 13. SIRIM QAS Sdn Bhd 14. International Certification Services 15. The High Pressure Gas Safety Institute of Japan 16. The Engineering Employers Federation 17. Singapore Productivity and Standards Boards 18. Instituto Mexicano de Normalization y Certification
2.2.2. Istilah dan Definisi Dalam OHSAS 18001 : 1999 Berdasarkan peraturan menteri tenaga kerja nomor : PER.05/MEN/1996, pengertian Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan
II‐5
Bab II Dasar Teori
dengan kegiatan kerja guna tercapainya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. [1] Berdasarkan Undang-undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, pengertian K3 yaitu : 1. Secara filosofi didefinisikan sebagai upaya dan pemikiran dalam menjamin keutuhan dan kesempurnaan jasmani atau rohani manusia pada umumnya dan tenaga kerja pada khususnya serta hasil karya dan budayanya dalam rangka menuju masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. 2. Secara keilmuan K3 didefinisikan sebagai ilmu dan penerapan teknologi pencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Kecelakaan (Accident) adalah peristiwa yang tidak dikendaki yang mengakibatkan kematian, PAK, cedera, kerusakan atau kerugian lainnya. Kejadian / Insiden (Incident) adalah peristiwa yang menimbulkan terjadinya suatu kecelakaan / berpotensi terhadap terjadinya suatu kecelakaan. Bahaya (Hazard) adalah sumber atau keadaan yang berpotensi terhadap terjadinya kerugian dalam bentuk cidera atau penyakit akibat kerja, kerusakan properti, kerusakan pada lingkungan kerja atau kombinasi darinya. Resiko (Risk) adalah kombinasi antara kemungkinan suatu kejadian dalam setiap peristiwadengan keparahan atau akibat yang dinyatakan dalam kerugian. Identifikasi bahaya (Hazard identification) adalah proses untuk mengenali adanya suatu bahaya dan menetapkan karakteristiknya.
II‐6
Bab II Dasar Teori
Keselamatan (Safety) adalah kebebasan dari resiko kerugian yang tidak dapat diterima. Resiko yang dapat diterima (Tolerable risk) adalah resiko yang telah dikurangi sampai pada tingkat yang dapat ditahan oleh organisasi dalam hal kewajiban hukum dan kebijakan K3 nya. Audit adalah suatu penilaian sistematis untuk menentukan apakah aktivitas dan hasilhasil yang berhubungan sesuai dengan pengaturan yang telah direncanakan apakah pengaturan tersebut diterapkan secara efektif dan sesuai untuk mencapai kebijakan dan tujuan organisasi. Penilaian resiko (Risk Assesment) adalah proses perkiraan besar resiko secara keseluruhan dan menentukan apakah resiko dapat ditolerir atau tidak. Peningkatan berkelanjutan (Continual Improvement) adalah proses peningkatan sistem
manajemen
K3,
untuk
mencapai
peningkatan-peningkatan
kinerja
Keselamatan dan Kesehatan Kerja secara keseluruhan, sesuai dengan kebijakan K3. [1]
2.2.3. Ruang Lingkup OHSAS 18001 : 1999 Seri persyaratan penilaian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (OHSAS 18001 : 1999) ini menyatakan persyaratan sistem manajemen K3, agar organisasi mampu mengendalikan resiko-resiko K3 dan meningkatan kinerjanya. Secara spesifik persyaratan ini tidak menyatakan kriteria kinerja, ataupun memberikan peryaratan secara lengkap dalam merancang sistem manajemen. Persyaratan II‐7
Bab II Dasar Teori
OHSAS 18001 : 1999 ini dapat diaplikasikan kepada organisasi yang berniat untuk : 1. Membuat suatu sistem manajemen K3 untuk menghilangkan atau meminimalkan resiko kepada karyawan dan pihak-pihak terkait lain yang mungkin ditimbulkan oleh resiko K3 yang terkait dengan aktivitas kerja organisasi. 2. Menerapkan, memelihara dan secara berkelanjutan meningkatkan sistem manajemen K3. 3. Menentukan peryaratan tersebut sesuai dengan kebijakan K3 yang ditetapkan. 4. Memperlihatkan kesesuaian dengan persyaratan lain. 5. Mendapatkan sertifikat / registrasi atas sistem manajemen K3 oleh organisasi eksternal, atau 6. Menentukan sendiri ketentuan dan deklarasi kesesuaian dengan persyaratan OHSAS 18001 : 1999. 7. Semua persyaratan OHSAS 18001 : 1999 ini dimaksudkan agar dapat digabungkan dengan sistem manajemen K3. Luasnya aplikasi akan tergantung pada faktor-faktor seperti kebijakan K3 organisasi, sifat dari aktivitas tersebut dan resikoresiko serta kompleksitas dari operasi-operasinya. Persyaratan OHSAS 18001 : 1999 ini ditujuka untuk aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja daripada keselamatan produk dan jasa. 2.3. Elemen-Elemen OHSAS 18001 : 1999 Elemen dari persyaratan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (OHSAS 18001 : 1999) adalah :
II‐8
Bab II Dasar Teori
OHSAS 18001 : 1999 Klausul
Klausul
4.2
Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
4.3
Perencanaan Identifikasi bahaya potensial, penilaian resiko dan pengendalian
4.3.1 resiko 4.3.2
Legal
4.3.3
Tujuan dan Sasaran
4.3.4
Program Manajemen K3
4.4
Operasi dan Penerapan
4.4.1
Struktur dan Tanggung Jawab
4.4.2
Pelatihan, Kepedulian, dan Kompetensi
4.4.3
Konsultasi dan Komunikasi
4.4.4
Sistem Dokumentasi SMK3
4.4.5
Pengendalian Dokumen
4.4.6
Pengendalian Operasi
4.4.7
Persiapan dan Tanggap Darurat
4.5
Pemantauan dan Pengukuran
4.5.1
Unjuk Kerja, Pemantauan dan Pengukuran
4.5.2
Kecelakaan, Insiden, Tindakan Perbaikan dan Pencegahan
4.5.3
Pengendalian Rekaman
II‐9
Bab II Dasar Teori
4.5.4
Audit
4.5.5
Tinjauan Manajemen
4.6
Pelaksanaan Pekerjaan di Lapangan
Tabel 2.1. Klausul OHSAS 18001:1999
2.4 Definisi Proyek Konstruksi Proyek adalah suatu usaha untuk mencapai suatu tujuan yang dibatasi oleh waku dan sumber daya yang terbatas. Ciri pokok dari suatu proyek adalah : a) Memiliki tujuan yang khusus, produk atau hasil kerja akhir. b) Jumlah biaya sasaran jadwal serta kriteria mutu dalam proses mencapai tujuan diatas telah ditentukan. c) Bersifat sementara, dalam arti umurnya dibatasi oleh selesainya tugas. Titik awal dan akhir ditentukan dengan jelas. d) Non rutin, tidak berulang-ulang. Jenis dan intensitas kegiatan berubah sepanjang proyek berlangsung. Pengertian proyek konstruksi adalah suatu upaya untuk mencapai suatu hasil dalam bentuk bangunan atau infrastruktur. Bangunan ini pada umumnya mencakup pekerjaan pokok yang masuk di dalam bidang teknik sipil dan arsitektur, juga tidak jarang melibatkan disiplin ilmu lain seperti teknik industri, teknik mesin, teknik elektro dan sebagainya. Adapun bangunan tersebut dapat berupa perumahan, gedung
II‐10
Bab II Dasar Teori
perkantoran, bendung terowongan, bangunan industri dan bangunan pendukung yng banyak digunakan untuk masyarakat banyak.
2.4.1 Karakteristik Proyek Konstruksi Suatu pekerjaan konstruksi dapat dikategorikan sebagai proyek konstruksi apabila memiliki kriteria-kriteria sebagi berikut : a) Dimulai dari awal proyek (awal rangkaian kegiatan) dan diakhiri dengan akhir (finishing) proyek. b) Mempunyai jangka waktu yang umumnya terbatas. c) Rangkaian kegiatan proyek hanya satu kali saja sehingga menghasilkan produk yang bersifat unik. Jadi tidak ada dua atau lebih proyek yang identik, melainkan proyek-proyek yang sejenis. Menurut Iman Suharto dalam bukunya yang berjudul Manajemen Proyek Dari Konseptual Sampai Operasional, secara umum proyek konstruksi meliputi empat jenis proyek konstruksi, yaitu : 1. Konstruksi Pemukiman Konstruksi pemukiman meliputi perumahan keluarga tunggal, perumahan kota unit ganda, rumah susun (flat), kondominium dan apartment. 2. Konstruksi Gedung Meliputi toko kecil pengecer sampai kompleks peremajaan kota, mulai dari sekolah dasar sampai universitas, rumah sakit, gereja, bangunan gedung bertingkat perkantoran komersial, gedung pemerintahan dan pusat rekreasi. II‐11
Bab II Dasar Teori
3. Konstruksi Rekayasa Berat Meliputi bendungan dan terowongan yang dapat menghasilkan tenaga listrik hidro, pengendalian banjir dan irigasi, jembatan dari yang kecil hingga yang sangat besar, bangunan transportasi seperti jaringan jalan raya, bandara udara dan pelabuhan air. 4. Konstruksi Industri Meliputi pabrik pengilang minyak, pabrik bahan bakar simetrik, pusat tenaga listrik, pabrik baja, peleburan logam aluminium dan fasilitas lainnya.
2.5. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan bagian yang penting dalam suatu perusahaan. Perhatian akan pentingnya Kesehatan dan Keselamatan Kerja sudah ada sejak zaman Belanda yang akhirnya menjadi cikal bakal peraturan K3 sekarang. Pentingnya K3 di perusahaan tidak sekedar sebagai persyaratan karena pemerintah mengharuskannya, tetapi K3 terkait dengan produktivitas dan keefektifan suatu perusahaan Mengingat akan kepentingan tersebut maka setiap perusahaan harus mempunyai manajemen tersendiri yang mengatur tentang K3 di perusahaan tersebut. Tentu saja sebelum mengambil langkah-langkah selanjutnya pihak manajemen harus mengerti dahulu apa yang dimaksud dengan K3. Secara filosofi K3 diartikan sebagai : ”Suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budidaya menuju masyarak adil dan makmur” [3] II‐12
Bab II Dasar Teori
Selain secara filosofi K3 juga dapat diartikan secara keilmuan yang berarti ”Ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan akibat kerja”. Dalam usaha menerapkan K3 dalam perusahaan tentu saja terdapat upaya-upaya yang harus dilakukan antara lain : 1. Penerapan semua ketentuan dan persyaratan K3 sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku sejak tahap rekayasa. 2. Pencegahan hukum melalui penyelenggaraan pengawasan dan pemantauan pelaksanaan K3 dengan cara pemeriksaan langsung di tempat kerja. 3. Program-program dan kegiatan yang secara berkesinambungan dalam rangka memberikan motivasi dan kesiapsigaan baik bagi para pengusaha maupun tenaga kerja dalam melakukan pekerjaan dan dalam menghadapi bahaya yang sewaktuwaktu terjadi. 4. Membudayakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam kehidupan bangsa khususnya masyarakat industri. 5. Penelitian
terhadap
sumber-sumber
bahaya
dan
metode
secara
teknik
pencegahannya. 6. Pendidikan dan latihan terus-menerus baik bagi pengusaha maupun tenaga kerja dalam menghadapi perkembangan dan kemajuan teknologi khususnya bidang K3. 7. Peningkatan kesadaran akan arti pentingnya K3 terhadap para pengusaha maupun tenaga kerja. [3]
II‐13
Bab II Dasar Teori
2.6. Dasar Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja 2.6.1. Landasan Undang-undang dan Peraturan Pemerintah Umum 1. Undang-undang No. 33 tahun 1947 dan Undang-undang No. 2 tahun 1951 tentang Kecelakaan Kerja. 2. Undang-undang No. 01 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. 3. Undang-undang No. 03 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. 4. Undang-undang No. 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. 5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 02 tahun 1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dan Penyelenggaraan Keselamatan Kerja. 6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Khusus 1. Peraturan khusus yang terdapat pada Veliigheit Reglement (VR) 1910 sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang Keselamatan Kerja No. 01 tahun 1970 dan dapat digunakan pada lingkup pekerjaan konstruksi, diantaranya : a) Peraturan khusus AA, untuk pertolongan pertama pada kecelakaan. b) Peraturan khusus KK, untuk pabrik dan tempat-tempat dimana bahan-bahan dapat meledak, diolah dan dikerjakan (pada proyek konstruksi ini dapat dipakai sebagai bahan acuan kerja pada proyek-proyek peledakan dibawah tanah/khususnya terowongan).
II‐14
Bab II Dasar Teori
2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05 tahun 1978 tentang Syarat-syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam pemakaian Lift Listrik untuk Pengangkutan Orang dan Barang. 3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 01 tahun 1980 tentang Keselamtan Kerja pada Konstruksi Bangunan. 4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 04 1980 tentang Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan. 5. Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum No. 174/MEN/1986 dan 104/KPTS/1986 tentang Keselamtan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi. [1]
2.6.2. Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Harus ada kebijakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang dikeluarkan oleh manajemen puncak, yang dengan jelas menyatakan seluruh sasaran kesehatan, keselamatan dan komitmen untuk meningkatkan kinerja kesehatan dan keselamtan. Kebijakan tersebut harus : 1. Cocok dengan sifat dan besarnya resiko dari organisasi K3. 2. Termasuk komitmen untuk peningkatan berkesinambungan. 3. Termasuk komitmen dan sesuai dengan perundang-undangan K3 yang dapat diterapkan yang terkini dengan persyaratan-persyaratan lain yang dianut organisasi. 4. Didokumentasikan, diimplementasikan dan dipelihara. II‐15
Bab II Dasar Teori
5. Dikomunikasikan kepada semua karyawan dengan maksud agar semua karyawan peduli akan kewajiban K3 masing-masing. 6. Ditinjau secara berkala untuk memastikan bahwa itu tetap relevan dan cocok untuk organisasi.[3]
2.7. Manfaat dan Tujuan Penerapan Sistem Manajemen K3 Manfaat penerapan sistem manajemen K3 secara umum antara lain : 1. Perlindungan karyawan Tujuan inti penerapan sistem manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah memberi perlindungan kepada pekerja. Bagaimanapun, pekerja adalah aset perusahaan yang harus dipeliharadan dijaga keselamatannya. Pengaruh positif terbesar yang dapat diraih adalah mengurangi angka kecelakaan kerja. Karena karyawan yang terjamin keselamatan dan kesehatannya akan bekerja lebih optimal dibandingkan karyawan yang terancam K3 nya. Dengan adanya jaminan keselamatan, keamanan dan kesehatan selama bekerja, mereka tentu akan memberikan kepuasan dan meningkatkan loyalitas mereka terhadap perusahaan. [4] 2. Memperlihatkan kepatuhan terhadap peraturan dan undang-undang Banyak organisasi yang telah mematuhi peraturan menunjukkan eksistensinya dalam beberapa tahun. Bisa dilihat bagaiman pengaruh buruk yang didapat bagi perusahaan yang melakukan pembangkangan terhadap peraturan dan undangundang, seperti citra yang buruk, tuntutan hukum dari badan pemerintah, seringnya II‐16
Bab II Dasar Teori
menghadapi permasalahan dengan tenaga kerjanya, semua itu tentunya akan mengakibatkan kebangkrutan. Dengan menerapkan Sistem Manajemen K3, setidaknya sebuah perusahaan telah menunjukkan itikad baiknya dalam mematuhi peraturan dan perundang-undangan sehingga mereka dapat beroperasi normal tanpa menghadapi kendala dari segi ketenagakerjaan. [4] 3. Mengurangi biaya Tidak berbeda dengan falsafah dasar sistem manajemen pada umumnya, Sistem Manajemen K3 juga melakukan pencegahan terhadap ketidaksesuaian. Dengan menerapkan sistem ini, kita dapat mencegah terjadinya kecelakaan, kerusakan atau sakit akibat kerja. Dengan demikian kita tidak perlu mengeluarkan biaya yang ditimbulkan akibat kejadian tersebut. Memang dalam jangka pendek kita akan mengeluarkan biaya yang cukup besar dalam menerapkan sebuah Sistem Manajemen K3. Akan tetapi jika penerapannya dilakukan dengan secara efektif dan penuh komitmen, nilai uang yang keluar tersebut jauh lebih kecil dibandingkan biaya yang ditimbulkan akibat kecelakaan kerja. [4] 4. Membuat sistem manajemen yang efektif Banyak variabel yang ikut membantu pencapaian sebuah sistem manajemen yang efektif, salah satu bentuk nyata bisa kita lihat dari Sistem Manajemen K3 adalah adanya prosedur terdokumentasi. Dengan adanya prosedur, maka segala aktivirtas dan kegiatan yang terjadi akan terorganisir, terarah dan berada dalam koridor yang teratur. Rekaman-rekaman sebagai bukti penerapan sistem disimpan untuk memudahkan pembuktian dan identifikasi akar masalah ketidaksesuaian. II‐17
Bab II Dasar Teori
Persyaratan perencanaan, evaluasi dan tindak lanjut merupakan bentuk bagaimana sistem manajemen yang efektif. Pengendalian dan pemantauan aspek penting menjadi penekanan dan ikut memberi nilai tambah bagi organisasi. Penerapan Sistem Manajemen K3 yang efektif akan mengurangi rapat-rapat yang membahas ketidaksesuaian. Dengan adanya sistem maka hal itu dapat dicegah sebelumnya disamping kompetensi personel yang semakin meningkat dalam mengetahui potensi ketidaksesuaian. Dengan demikian organisasi dapat berkonsentrasi melakukan peningkatan terhadap sistem manajemennya dibandingkan melakukan perbaikan terhadap permasalahan-permasalahan yang terjadi. [4] 5. Meningkatkan kepercayaan dan kepuasan pelanggan Karyawan yang terjamin keselamatan dan kesehatan kerjanya akan bekerja lebih optimal dan ini tentu akan berdampak pada produk yang dihasilkan. Pada gilirannya ini akan meningkatkan kualitas produk dan jasa yang dihasilkan. Disamping itu dengan adanya pengakuan penerapan Sistem Manajemen K3, citra organisasi terhadap kinerjanya akan semakin meningkatkan kepercayaan pelanggan.[4]
2.7.1. Manfaat K-3 Bagi Kontraktor Antara laba dan K3 ada keterkaitan, sehingga merupakan tema diskusi yang tidak berkesudahan, kelihatannya kurang manusiawi bila K3 dilihat dari segi mengejar laba usaha, namun perhatian terhadap K3 justru akan menguntung-kan kontraktor dan juga bagi tenaga kerja konsrtruksi. Tenaga Kerja yang cedera tentu akan menderita fisik II‐18
Bab II Dasar Teori
dan juga menderita dalam bentuk kerugian finansial. Kontraktor yang mengabaikan K3 juga akan menderita dari segi biaya langsung yang pada akhirnya dapat mempengaruhi eksistensi usahanya.Tidaklah sulit melihat bahwa kecelakaan dapat melibatkan manusia dan peralatan yang lebih lanjut berakibat kerugian waktu dan biaya.[4]
2.7.2. Manfaat K3 Bagi Tenaga Kerja Konstruksi Tenaga kerja konstruksi akan memperoleh haknya bila mengikuti program asuransi. Namun dalam hal tenaga kerja tersebut telah cacat, biasanya tidak mampu lagi menggunakan ketrampilannya dilingkungan usaha jasa konstruksi, iapun terpaksa beralih kegiatan dengan ketrampilan yang lebih rendah dan ini berarti ia akan menerima upah yang lebih rendah dari yang diperoleh sebelum cacat.[4]
2.7.3. Manfaat K3 Bagi Pemberi Tugas Pekerjaan yang serius dapat mengakibatkan penundaan yang tidak dapat diatasi lagi. Bila hal ini terjadi, maka proyeksi produksi memerlukan revisi. Pemberi tugas kadang-kadang terpaksa untuk mendatangkan peralatan serta mesin-mesin baru untuk dipasang akibat penundaan, yang lebih lanjut mengakibatkan dampak berantai, yang betul-betul menciptakan penderitaan bagi pemberi kerja. Hal demikian tidak perlu terjadi apabila kontraktor dapat melaksanakan pekerjaan secara efisien dan selamat, sehingga semua pihak mendapatkan keuntungan dan secara khusus bagi pemberi kerja.[4] II‐19
Bab II Dasar Teori
2.7.4. Tujuan Penerapan K3 di Bidang Konstruksi 1. Bekerja dan melaksanakan pekerjaan dengan benar, mengikuti ketentuan, batasan dan tahapan pelaksanaan yang disyaratkan sesuai dengan pedoman keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kegiatan konstruksi. 2. Menghindari setiap kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja dengan melakukan tindakan pencegahan dan perbaikan, pengawasan dan inspeksi, untuk memenuhi Keselamatan dan Keselamatan Kerja. [5]
2.8. Syarat-syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja 1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan 2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran 3. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan 4. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya 5. Memberikan pertolongan kepada kecelakaan 6. Memberi alat pelindung diri (APD) pada para pekerja 7.
Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembapan, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran
8.
Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, keracunan, infeksi dan penularan
9. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai II‐20
Bab II Dasar Teori
10. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik 11. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup 12. Memelihara kebersihan, kesehatan, ketertiban 13. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan dan proses kerjanya 14. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang 15. Mengamankan atau memelihara segala jenis bangunan 16. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan, dan penyimpanan barang 17. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya 18. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang berbahaya kecelakaannya tinggi. [3]
2.9. Keselamatan Kerja Pada Pekerjaan Konstruksi 2.9.1. Memasuki Lokasi Proyek Ada beberapa kriteria dalam memasuki suatu lokasi pekerjaan proyek konstruksi antara lain :
Lokasi proyek yang sedang dikerjakan dan di samping jalan raya harus dipagari.
Orang yang tidak berwenang dilarang masuk.
Semua orang yang memasuki areal proyek harus memakai tanda pengenal yang dikeluarkan oleh masing-masing perusahaan. II‐21
Bab II Dasar Teori
Khusus tamu harus mengenakan tanda pengenal tersendiri yang diberikan petugas satpam di pos jaga.
Karyawan dari kantor pusat / wilayah sebagai tamu di proyek harus menggunakan tanda pengenal yang berlaku di kantor pusat / wilayah. [3]
2.9.2. Morning Safety Meeting Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pertemuan pagi sebelum bekerja antara lain :
Pertemuan singkat (10-15 menit) yang dilakukan sebelum pekerjaan dimulai di pagi hari.
Pertemuan ini di hadiri semua orang yang akan bekerja atau melaksanakan pengawasan di lapangan, baik Mandor, Kepala Regu Kerja, Pelaksana, Site Manager dan Subkontraktor.
Pengenalan singkat oleh petugas K3 tentang keselamatan kerja secara umum maupun sesuai perkembangan di lapangan.
Memeriksa kelengkapan pemakaian APD (Alat Pelindung Diri) dan kesiapan pekerja.
2.9.3. Inspeksi K3 Selama melaksanakan pekerjaan maka harus dilakukan pengawasan/inspeksi :
Dilaksanakan secara periodik oleh petugas K3 untuk menjaga standar penerapan SMK3. II‐22
Bab II Dasar Teori
Inspeksi dilakukan terhadap tenaga kerja perusahaan kontraktor maupun sub kontraktor serta pekerja perusahaan supplier.
2.9.4. Safety Patrol Patroli rutin oleh petugas K3 setiap hari untuk memonitor keadaan lapangan dan melakukan pencegahan agar tidak terjadi kecelakaan.
2.9.5. Alat Pelindung Diri (APD) Dalam melakukan pekerjaan di proyek konstruksi para pekerja harus setiap saat memakai APD (Alat Pelindung Diri), antara lain : 1.
Pelindung Kepala Melindungi kepala dari kejatuhan benda dan benturan dengan benda keras atau sengatan listrik. Contoh : Helm pengaman
2.
Pelindung Kaki Untuk melindungi kaki dari paku, tersandung benda keras dan sebagainya. Tahan terhadap tekanan dan pukulan. Contoh : Safety shoes, Safety boot
3.
Pelindung Mata dan Muka Melindungi mata dari sinar yang merusak (pekerjaan las), partikel-partikel yang beterbangan, radiasi atau cairan berbahaya. Contoh : Googles, Safety glasses
4.
Pelindung Pendengaran
II‐23
Bab II Dasar Teori
Untuk melindungi pendengaran, dan digunakan pada tempat/lokasi dengan kebisingan > 85 db. Dipakai sesuai tingkat kebisingan. Contoh : Earmuff, Earplug 5.
Pelindung Pernapasan (masker)
Untuk pekerjaan yang banyak mengandung bahan kimia atau debu, dipakai di tempat yang kandungan oksigennya kurang atau terkontaminasi. 6.
Pelindung Tangan (sarung tangan)
Melindungi tangan dari potensi bahaya terluka. Contoh : Sarung tangan karet untuk menangani bahan kimia yang korosaf, sarung tangan kulit umtuk melindungi tangan jika bekerja dengan benda-benda tajam, kasar atau abrasive, sarung tangan kain untuk pekerjaan ringan. 7.
Sabuk Pengaman (safety belt)
Melindungi dari bahaya jatuh, digunakan untuk orang yang bekerja di ketinggian > 2 meter dan perimeter/sekeliling bangunan. [5]
II‐24
Bab II Dasar Teori
2.9.6. Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Didalam menetapkan kebijakan harus memastikan pencapaian keseluruhan sasaran keselamatan dan kesehatan kerja, juga komitmen untuk melakukan improvement terhadap kinerja keselamatan dan kesehatan kerja. [4] Kebijakan organisasi harus : mempertimbangkan risiko organisasi, memenuhi peraturan perundangan dan peraturan lainnya, tersedia untuk pihak-pihak terkait, terdokumentasi, dan dikomunikasikan terhadap semua karyawan, dan direview secara berkala. [4]
2.9.7. Perencanaan 2.9.7.1. Identifikasikan bahaya potensial, penilaian resiko dan pengendalian resiko Organisasi harus membuat dan memelihara prosedur untuk mengidentifikasikan bahaya secara rutin, penilaian atas resiko-resiko, dan penerapan kendali pengukuran sesuai keperluan. Perencanaan ini harus termasuk : • Aktivitas rutin dan aktivitas tidak rutin; •
Aktivitas seluruh personel yang mempunyai akses ke tempat kerja (termasuk subkontraktor dan tamu);
•
Fasilitas tempat kerja yang disediakan baik oleh organisasi ataupun pihak lain.
II‐25
Bab II Dasar Teori
Organisasi harus memastikan hasil dari penilaian ini dan dampak pengendalian ini dipertimbangkan
pada
saat
menetapkan
tujuan
K3.
Organisasi
harus
mendokumentasikan dan memutakhirkan informasi ini. [5] Metodologi organisasi untuk identifikasi bahaya dan penilaian resiko harus : •
Ditentukan dengan melihat ruang lingkup, sifat dan waktu untuk memastikan metodologi ini proaktif daripada reaktif
•
Memberikan klasifikasi resiko dasn indentifikasi bahwa resiko-resiko tersebut dihilangkan atau dikendalikan dengan pengukuran.
•
Konsistensi dengan pengalaman operasi dan kemampuan kendali pengukuran yang dilakukan;
•
Memberikan masukan dalam menentukan persyaratan fasilitas, identifikasi kebutuhan pelatihan dan/atau pengembangan kendali operasional; Menentukan pengendalian tindakan yang diperlukan untuk memastikan efektivitas dan waktu penerapannya. [5]
2.9.7.2 Legal Organisasi harus membuat dan memelihara suatu prosedur untuk mengidentifikasi dan mengakses persyaratan hukum dan persyaratan K3 lainnya yang diaplikasikan untuk K3. Organisasi harus memuktahirkan informasi. Informasi persyaratan hukum dan persyaratan lainnya harus dikomunikasikan kepada karyawan dan pihak-pihak lain yang terkait. [5] II‐26
Bab II Dasar Teori
2.9.7.3. Tujuan dan Sasaran Organisasi harus membuat dan mendokumentasikan tujuan dan sasaran kesehatan dan keselamatan kerja, pada setiap fungsi dan tingkat yang relevan di dalam organisasi. Pada saat membuat dan meninjau tujuan-tujuan tersebut, organisasi harus mempertimbangkan persyaratan hukum dan persyaratan K3 lainnya, aspek teknologi, aspek keuangan, persyaratan operasional dan bisnis, dan pandangan dari pihak-pihak terkait. Tujuan harus konsisten dengan kebijakan K3, termasuk komitmen untuk peningkatan berkelanjutan.
2.9.7.4. Program Manajemen K3 Organisasi harus membuat dan memelihara (suatu) program untuk pencapaian tujuak K3. Program ini harus meliput dokumentsi dari : a. Penunjukan penanggung jawab dan kewenangan untuk mencapai tujuan pada setiap fungsi dan tingkat organisasi. b.Cara dan jangka waktu untuk mencapai tujuan. Program manajemen K3 harus dikaji pada interval waktu yang teratur dan terencana. Bila diperlukan program manajem K3 dirubah untuk mencakup perubahan aktivitas, produk, jasa, atau kondisi operasional organisasi. [5]
II‐27
Bab II Dasar Teori
2.9.8. Operasi dan Penerapan 2.9.8.1. Struktur dan Tanggung Jawab Peranan tanggung jawab dan kewenangan personal, yang mengatur, melaksanakan dan memeriksa aktivitas yang mempunyai dampak resiko-resiko K3 dalam aktivitas organisasi,
fasilitas
dan
proses,
harus
ditentukan,
didokumentasikan,
dan
dikomunikasikan untuk pelaksanaan manajemen K3. Tanggung jawab tertinggi dalam kesehatan dan keselamatan kerja berada pada manajemen puncak. Organisasi harus menunjuk seorang anggota manajemen puncak (mis. Dalam organisasi skala besar, seorang anggota dewan direksi atau eksekutif) dengan tanggung jawab untuk menerapkan dan melaksanakan persyaratan dengan benar di lokasi dan tempat kegiatan di dalam organisasi. [5] Manajemen harus menyediakan sumber daya yang penting untuk penerapan, pengendalian dan peningkatan sistem manajemen K3. Anggota manajemen puncak yang ditunjuk harus mempunyai peran, tanggung jawab dan kewenangan untuk : a.
Menjamin persyaratan sistem manajemen K3 dibuat, diterapkan, dan dipelihara sesuai dengan persyaratan OHSAS ini;
b.
Melaporkan kinerja sistem manajemen K3 kepada manajemen puncak untuk dikaji dan sebagai dasar untuk peningkatan sistem manajem K3.
Semuanya dengan tanggung jawab manajemen harus memperlihatkan komitmennya untuk meningkatkan kinerja K3. [4]
II‐28
Bab II Dasar Teori
2.9.8.2. Pelatihan, Kepedulian dan Kompetensi Personal harus kompoten untuk melakukan tugas-tugas yang mempunyai dampak pada K3 dalam pekerjaan. Kompetensi harus ditentukan sesuai atas dasar pendidikan, pelatihan dan/atau pengalaman. Organisasi harus membuat dan memelihara prosedur untuk memastikan semua karyawan dari setiap fungsi dan tingkat peduli akan : •
Pentingnya kesesuaian dengan kebijakan dan prosedur K3, dan dengan persyaratan sistem manajemen K3;
•
Konsekuensi K3, yang aktual atau berpotensi, dan kegiatan kerjanya serta manfaat K3 dari peningkatan kinerja perorangan;
• Peranan dan tanggung jawabnya dalam mencapai konsekuensinya dengan kebijakan dan prosedur K3 dan dengan persyaratan sistem manajemen K3, termasuk persyaratan kesiagaan dan tanggap darurat; • Konsekuensi potensial dari penyimpangan terhadap prosedur operasional yang ditentukan; Prosedur pelatihan harus mempertimbangkan tingkat perbedaan dari : • Tanggung jawab, kemampuan dan keterampilan dan Resiko [4]
II‐29
Bab II Dasar Teori
2.9.8.3. Konsultasi dan Komunikasi Organisasi harus membuat dan memelihara prosedur untuk memastikan informasi K3 yang sesuai dikomunikasikan ke dan dari karyawan dan kepada pihak-pihak terkait lain.
Pengaturan
informasi
mengenai
keterlibatan
dan
konsultasi
harus
didokumentasikan dan diberikan kepada pihak-pihak terkait. Karyawan harus : • Terlibat dalam pengembangan dan tinjauan kebijakan dan prosedur untuk mengendalikan resiko; • Diknsultasikan bila ada perubahan yang berdampak pada kesehatan dan keselamatan tempat kerja; • Menjadi wakil dalam hal kesehatan dan keselamatan; Diinformasikan kepada wakil K3 dan wakil manajemen yang dipilih. [4]
2.9.8.4. Sistem Dokumentasi SMK3 Organisasi harus membuat dan memelihara informasi, dalam media cetak atau elektronik, untuk : a. Menerapkan elemen-elemen inti sistem manajemen dan interaksinya; b. Memberikan petunjuk dokumentasi yang terkait. [2]
2.9.8.5. Pengendalian Dokumen Organisasi harus membuat dan memelihara prosedur untuk mengendalikan semua dokumen yang diisyaratkan oleh OHSAS ini untuk menjamin bahwa : II‐30
Bab II Dasar Teori
a. Dokumen dapat ditempatkan pada lokasi yang sudah ditentukan; b. Dokumen secara berkala ditinjau, dirubah bila diperlukan dan disetujuai kecukupannya oleh personal yang diberi wewenang; c. dokumen mutakhir yang relevan tersedia di seluruh lokasi opersi yang penting bagi berfungsinya sistem manajemen K3 secara efektif; d. dokumen kadaluarsa segera dimusnahkan dari semua titik penertiban dan penggunaan, atau sebaliknya dijamin terhadap penggunaan yang tidak sesuai dengan yang dimaksudkan; e. setiap dokumen kadaluarsa yang disimpan untuk keperluan perundang-undangan dan/atau untuk keperluan pemeliharaan pengetahuan diidentifakasikan secara tepat. [2]
2.9.8.6. Pengendalian Operasi Organisasi harus mengiidentifikasikan operasional dan kegiatan yang berkaitan dengan identifiksi resiko, dimana kendali pengukuran perlu dilakukan. Organisasi harus merencanakan kegiatan ini, termasuk pemeliharaanya, untuk menjamin bahwa kegiatan ini dilaksankan pada kondisi tertentu dengan : a. membuat dan memelihara prosedur yang terdokumentasi untuk mengatasi situasi ketiadaan prosedur yang dapat menyebabkan penyimpangan dari kebijakan dan tujuan K3; b. menetapkan kriteria operasi di dalam prosedur;
II‐31
Bab II Dasar Teori
c. membuat dan memelihara prosedur yang berkaitan dengan identifikasi resiko K3 dari barang, peralatan, dan jasa yang dibeli dan/atau oleh organisasi dan mengkomunikasikan prosedur dan persyaratan yang relevan kepada pemasok dan kontraktor; membuat dan memelihara prosedur untuk mendesain tempat kerja, proses, instalasi, mesin, prosedur operasi dan organisasi kerja, termasuk adaptasinya kepada kemampuan manusia, untuk menghilangkan atau mengurangi resiko K3 dari sumbernya. [4]
2.9.8.7. Persiapan dan Tanggap Darurat Organisasi
harus
membuat
dan
memelihara
rencana
dan
prosedur
untuk
mengidentifikasi adanya potensi untuk, dan tanggap pada, insiden dan situasi darurat, serta mencegah dan mengurangi terjadinya sakit dan lukayang mungkin berkaitan dengannya. Organisasi harus meninjau prosedur kesiagaan dan tanggap darurat, khususnya, sesudah terjadinya kecelakaan atau situasi darurat.Organisasi harus pula secara berkala menguji prosedur sejauh hal ini dapat dilakukan. [4]
2.9.9. Pemantauan dan Pengukuran 2.9.9.1. Unjuk Kerja, Pemantauan dan Pengukuran Organisasi harus membuat dan memelihara prosedur untuk memantau dan mengukur kinerja K3 secara teratur. Prosedur ini harus dibuat untuk : II‐32
Bab II Dasar Teori
• pengukuran kualitatif dan kuantitatif, sesuai dengan keperluan organisasi; • memantau perluasan yang memungkinkan tujuan K3 organisasi tercapai; • mengukur kinerja secara proaktif untuk memantau kesesuaian dengan program manajemen K3, kriteria operasional dan perundang-undangan yang berlaku dan persyaratan peraturan; • mengukur kinerja secara reaktif untuk memantau kecelakaan, sakit, insiden (termasuk nyaris terjadi) dan bukti catatan lain penyimpangan kinerja K3; • mencatat data dan hasil pemantauan dan mengukur kecukupan untuk melakukan analisis tindakan perbaikan dan pencegahan lanjutan. Jika peralatan pemantauan digunakan untuk mengukur dan memantau kinerja, organisasi harus membuat dan memelihara prosedur untuk kalibrasi dan pemeliharaan peralatan tersebut. Catatan hasil kalibrasi dan pemeliharaan harus disimpan. [4]
2.9.9.2. Kecelakaan, Insiden, Tindakan Perbaikan Dan Pencegahan Organisasi harus membuat dan memelihara prosedur untuk menentukantanggung jawab dan kewenangan untuk : a) penanganan dan penyelidikan atas : - kecelakaan; - insiden; - ketidaksesuaian; b) mengambil tindakan untuk menghilangkan setiap konsekuensi yang timbul dari kecelakaan, insiden dan ketidaksesuaian; II‐33
Bab II Dasar Teori
c) menerbitkan dan menyelesaikan tindakan perbaikan dan pencegahan; d) konfirmasi bahwa tindakan perbaikan dan pencegahan telah dilakukan. Prosedur ini harus menentukan bahwa semua tindakan perbaikan dan pencegahan yang diusulkan ditinjau melalui proses penilaian resiko sebelum diterapkan. Setiap tindakan perbaikan atau pencegahan yang diambil untuk menghilangkan penyebab ketidaksesuaian yang terjadi dan berpotensi untuk terjadi harus sesuai dengan besarnya masalah dan sepadan dengan dampak resiko K3 yang dihadapi. Organisasi harus menerapkan dan mencatat setiap perubahan ke dalam prosedur terdokumentasi yang dihasilkan oleh tindakan perbaikan dan pencegahan. [4]
2.9.9.3. Pengendalian Rekaman Organisasi harus membuat dan memelihara prosedur untuk identifikasi, pemeliharaan dan penempatan catatan K3, juga hasil audit serta tinjauan. Catatan K3 harus mudah dibaca, dapat diidentifikasi dan dapat ditelusuri ke kegiatan yang terjadi. Catatan K3 harus disimpan dan dipelihara sedemikian rupa sehingga catatan ini mudah dicari dan terlindung agar tidak mudah rusak, using atau hilang. Jangka waktu penyimpanan catatan harus ditentukan dan dicatat. Catatan harus dipelihara sesuai dengan kebutuhan sistem dan organisasi, untuk membuktikan kesesuaiannya dengan persyaratan OHSAS ini. [4]
II‐34
Bab II Dasar Teori
2.9.9.4. Audit Organisasi harus membuat dan memelihara program dan prosedur untuk pelaksanaan audit sistem manajemen K3 secara berkala, agar dapat : a)
menentukan apakah sistem manajemen K3 :
sesuai dengan pengaturan yang direncanakan untuk manajemen K3, termasuk persyaratan OHSAS ini. •
Telah diterapkan dan dipelihara secara baik; dan
•
Efektif memenuhi kebijakan dan tujuan organisasi;
b)
meninjau hasil audit sebelumnya;
c)
memberikan informasi tentang hasil audit kepada pihak manajemen;
program audit, termasuk jadwalnya, harus didasarkan pada pentingnya penilaian resiko pada kegiatan organisasi, dan hasil audit sebelumnya. Prosedur audit harus meliputi ruang lingkup, frekuensi, metodologi dan kompetensi, maupun tanggung jawab dan persyaratan pelaksanaan audit dan pelaporan hasilnya. Bila dimungkinkan, audit harus dilaksanakan oleh personel independen yang terlepas dari tanggung jawab langsung atas aktifitas yang dinilai. [4]
2.9.10. Tinjauan Manajemen Manajemen puncak organisasi harus sesuai dengan jadwal yang ditentukan, meninjau sistem manajemen K3, untuk menjamin kesesuaian, kecukupan dan keefektifannya secara berkelanjutan. Proses tinjauan manajemen haus menjamin bahwa informasi
II‐35
Bab II Dasar Teori
penting dikumpulkan untuk memungkinkan manajemen melakukan evaluasi ini. Hasil tinjauan ini harus didokumentasikan. Tinjauan manajemen harus membahas kemungkinan perlunya perubahan kebijakan, tujuan dan unsure-unsur lainnya dari sistem manajemen K3, berdasarkan laporan hasil audit sistem manajemen K3, perubahan keadaan dan komitmen untuk peningkatan berkelanjutan. [4]
2.10 Sertifikasi OHSAS 18001:1999 PT BAM Decorient Pada Pelaksanaan Pekerjaan Di Lapangan Sertifikasi OHSAS saat ini sudah didapatkan oleh PT BAM Decorient baru sebatas pada pelaksanaan beberapa item pekerjaan, sedangkan sertifikasi OHSAS 18001:1999 pada pekerjaan lainnya masih dalam proses. Berikut beberapa Pekerjaan yang sudah tersertifikasi OHSAS 18001:1999 yaitu Pekerjaan Galian Tanah, Pekerjaan Bekisting, Pekerjaan Pembesian, Pekerjaan Pembetonan, serta Pekerjaan Di tempat Tinggi.
II‐36
Bab II Dasar Teori
II‐37