BAB II DASAR TEORI
2.1 Sistem Komunikasi Seluler dan Perangkatnya 2.1.1 Awal Perkembangan Teknologi Selular Komunikasi seluler merupakan salah satu teknologi yang dipergunakan secara luas dewasa ini. Komunikasi seluler ini berkembang dari teknologi telepon radio yang biasa dipergunakan dalam berbagai kendaraan, seperti taksi, mobil polisi, dan ambulans. Telepon radio sendiri diperkenalkan pada tahun 1946 di Missouri, Amerika Serikat. Telepon radio ini menggunakan gelombang radio, seperti radio pada umumnya. Setahun kemudian, teknologi telepon seluler mulai diusulkan oleh insinyur-insinyur di Laboratorium Bell dengan menggunakan konsep selsel heksagonal. Menara seluler diusulkan untuk diletakkan pada bagian sudut sel heksagonal sehingga dapat memancar ke 3 arah pada masingmasing sel yang bersebalahan. Meskipun demikian, teknologi ini tidak terlalu berkembang. Telepon seluler otomatis komersial pertama dikembangkan oleh Ericsson, yaitu Mobile Telephone System A (MTA) pada tahun 1956. Sistem ini tidak memerlukan kontrol manual, namum memiliki kekurangan yang terletak pada berat telepon, sekitar 40 kg. Pada tahun 1958, Leonid Kupriyanovich, seorang insinyur radio Uni Sovyet, membangun suatu percobaan yang menghasilkan telepon seluler dengan 7
8
berat 0,5 kg. Meskipun telepon seluler komersial dikembangkan sejak tahun 1950-an, namun telepon seluler yang sukses pengembangannya baru terjadi pada tahun 1971 di Finlandia, yaitu jaringan Autoradiopuhelin (ARP). Di Indonesia sendiri, teknologi telepon seluler diperkenalkan pada tahun 1984 dengan teknologi Nordic Mobile Telephone (NMT). Pada era itu, telepon seluler masih berukuran besar, dengan berat kira-kira 0,5 kg. Pada tahun 1993, teknologi Global System for Mobile Communications (GSM) mulai berkembang di Indonesia setelah distandarkan di Eropa pada tahun 1989 dan diluncurkan pada tahun 1992. Tahun selanjutnya, operator GSM pertama di Indonesia, PT.Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) mengawali kegiatan bisnisnya di daerah Jakarta. Telepon seluler sudah mulai berukuran kecil dan harganya lebih terjangkau. Pada tahun 1997, GSM menguasai hampir 30% pasar telekomunikasi wireless. Jumlah pelanggan GSM mencapai lebih dari 66 juta pada akhir tahun 1997, dengan 256 operator di 110 negara. 2.1.2 Konsep Umum Sistem Komunikasi Seluler Sistem komunikasi seluler merupakan salah satu jenis komunikasi bergerak, yaitu suatu komunikasi antara dua buah terminal dengan salah satu atau kedua terminal berpindah tempat. Dengan adanya perpindahan tempat ini, sistem komunikasi bergerak tidak menggunakan kabel sebagai medium transmisi.
9
Sistem komunikasi seluler dapat melayani banyak pengguna pada cakupan area geografis yang luas dalam frekuensi yang terbatas. Sistem ini juga menawarkan kualitas yang cukup tinggi dan tidak kalah jika dibandingkan dengan telepon tetap (Public Switched Telephone Network atau PSTN). Untuk menambah kapasitas, daerah jangkauannya dibatasi dengan adanya pembagian area menjadi sel-sel. Dengan adanya sel-sel ini, kanal radio dapat dipergunakan kembali oleh base station pada jarak yang berjauhan. Ketika pengguna jasa seluer berpindah dari satu sel ke sel lain, panggilan dijaga agar tidak terinterupsi dengan menggunakan salah satu teknik switching, yaitu handoff. Berikut ini adalah gambaran umum sistem komunikasi seluler.
Gambar 2.1 Sistem Komunikasi Seluler
10
Dari gambar, dapat dilihat bahwa sistem komunikasi seluler terdiri dari komponen berikut. 1. PSTN, tersusun atas local networks, exchange area networks, dan long-haul network. PSTN menginterkoneksikan antara telepon dengan peralatan komunikasi lain. 2. Mobile Switching Center (MSC) atau Mobile Telephone Switching Office (MTSO). Dalam sistem komunikasi seluler, MSC berfungsi untuk menghubungkan antara telepon seluler dengan PSTN. Dalam sistem seluler analog, MSC berfungsi untuk mengatur agar sistem tetap beroperasi. Suatu MSC dapat menangani 100.000 pelanggan seluler dan 5.000 panggilan dalam waktu yang bersamaan. 3. Base Station, sering disebut juga sebagai Base Transceiver Station (BTS) pada sistem GSM atau cell site (site). Pada base station, terdapat beberapa pemancar (seringkali disebut sebagai transmitter atau TX) dan penerima (receiver atau RX). TX dan RX akan menangani komunikasi full duplex secara serempak. Biasanya, TX dan RX dikombinasikan menjadi transceiver (TRX) yang diletakkan di dalam suatu Radio Base Station (RBS). Base station biasanya juga mempunyai menara untuk membantu proses pemancaran atau penerimaan sinyal pada antena. 4. Mobile Station (MS). MS merupakan suatu perangkat yang digunakan oleh pelanggan jasa komunikasi seluler untuk memperoleh layanan. Beberapa komponen yang ada pada MS adalah transceiver, antena,
11
rangkaian pengontrol, dan sebagainya. Selain itu, MS juga dilengkapi dengan kartu Subscriber Identity Module (SIM) yang berisi nomor identitas pelanggan. 2.1.3 Sel dalam Sistem Komunikasi Seluler Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, suatu daerah geografis dibagi menjadi area-area kecil yang disebut dengan sel. Oleh karena itu, sistem komunikasi ini disebut sistem komunikasi seluler. Pada awalnya, sebuah base station melayani daerah sel yang cukup luas. Luasnya daerah cakupan ini dipengaruhi oleh tinggi menara, sifat antena yang dipergunakan, dan batas daya yang dapat diterima oleh MS. Meskipun
desainnya
sederhana
dan
biaya
awal
murah,
sistem
konvensional ini memiliki berbagai kelemahan, seperti : 1. Kapasitas kanal kecil 2. Interferensi adjacent channel 3. Daya pancar tidak efisien (boros) 4. Mobile station (MS) yang pindah sel harus memulai panggilan baru (reinitiating call) Untuk
mengatasi
berbagai
kelemahan
ini,
sistem
seluler
menggunakan base station dengan ketinggian yang rendah, daya pancar yang lebih rendah, dan jangkauan terbatas. Dengan kata lain, sel yang tadinya berukuran cukup besar menjadi lebih kecil. Pada sistem ini, digunakan juga konsep pengulangan frekuensi (frequency reuse).
12
Jika pada base station digunakan antena omnidireksional, yaitu antena yang memancar ke segala arah, maka bentuk sel yang paling cocok adalah lingkaran. Meskipun demikian, sel-sel yang digunakan dalam sistem
komunikasi
seluler
pada
umumnya
berbentuk
segienam
(heksagonal). Jika sel menggunakan bentuk geometri lingkaran, sel yang satu dengan yang lain tidak berkesinambungan dengan sempurna. Hal ini terjadi karena adanya gap antar sel, seperti yang dapat dilihat pada gambar 2.2. Dengan penggunaan sel heksagonal, seluruh area georgrafis dapat tercakup dan penggambarannya akan lebih bersih.
Gambar 2.2 Perbandingan Sel Heksagonal (Kiri) dan Lingkaran (Kanan) 2.1.4 Teknologi Global System for Mobile Communications (GSM) GSM merupakan salah satu teknologi generasi kedua (2G) yang banyak dipakai di seluruh dunia. GSM merupakan sistem multisevice yang memungkinkan berlangsungnya berbagai tipe komunikasi. Layanan komunikasi yang diberikan oleh GSM terdiri dari layanan percakapan dan layanan data, seperti Short Message Service (SMS), gambar, file komputer, dan sebagainya. Pada awalnya, GSM dirancang untuk beroperasi pada frekuensi 900 Mhz. Pada frekuensi ini, frekuensi uplink (komunikasi dari telepon seluler ke cell site) yang digunakan adalah frekuensi 890–915 MHz,
13
sedangkan frekuensi downlink (komunikasi dari cell site ke telepon seluler) menggunakan frekuensi 935–960 MHz. Bandwidth yang digunakan adalah 25 Mhz (915–80 = 960–35 = 25 Mhz), dan lebar kanal sebesar 200 Khz. Pada perkembangannya, jumlah kanal yang ada semakin tidak mencukupi dalam pemenuhan kebutuhan. Hal ini disebabkan oleh pesatnya pertambahan jumlah pengguna jasa seluler. Untuk memenuhi kebutuhan kanal yang lebih banyak, regulator GSM di Eropa mencoba untuk menggunakan tambahan frekuensi untuk GSM, yaitu pada band frekuensi di daerah 1800 Mhz dengan frekuensi 1710-1785 Mhz sebagai frekuensi uplink dan frekuensi 1805-1880 Mhz sebagai frekuensi downlink. GSM dengan frekuensi yang baru ini kemudian dikenal dengan sebutan GSM 1800. Sementara itu, GSM dengan frekuensi 900 MHz disebut GSM 900. GSM 1800 yang menyediakan bandwidth sebesar 75 Mhz (1880-1805 = 1785–1710 = 75 Mhz). Dengan lebar kanal yang sama dengan GSM 900, GSM 1800 akan menyediakan 375 buah kanal. Gelombang radio (carrier) yang digunakan dalam sistem GSM dibagi menjadi kanal-kanal yang disebut time slot. Time slot ini dipergunakan oleh jenis kanal yang berbeda. Transfer voice dan data menggunakan kanal radio yang disebut dengan traffic channel (TCH). Selain itu, terdapat juga control channel yang mentransfer broadcast, paging, dan access control. Setiap 8 buah time slot dikelompokkan
14
menjadi sebuah frame yang dapat dipergunakan untuk 8 buah percakapan. Berikut ini adalah gambar struktur kanal pada GSM.
Gambar 2.3 Struktur Kanal pada Sistem GSM Teknologi GSM mempunyai arsitektur yang dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian utama, yaitu: 1. Switching Subsystem (SSS). SSS sering juga disebut Network Switching Subsystem (NSS). SSS berfungsi untuk : a. Mengontrol Base Station Controller (BSC) b. Sebagai interface ke operator telekomunikasi yang lain c. Menyimpan data pelanggan d. Membangun hubungan percakapan
15
Untuk menjalankan fungsinya, SSS memiliki perangkat-perangkat seperti: a. Mobile Switching Center (MSC) MSC ini terhubung dengan BSC melalui A-interface. MSC mengontrol panggilan dari dan menuju sistem telepon maupun data yang lain. MSC. Selain itu, MSC juga menjalankan fungsi gerbang tol, interface jaringan, common channel signaling, dan sebagainya. b. Home Location Register (HLR) HLR berisi rekaman database permanen dari pelanggan dan merupakan database pelanggan yang utama. Selain itu, HLR juga berisi rekaman lengkap lokasi terkini dari pengguna jasa seluler. c. Visitor Location Register (VLR) VLR berisi database sementara dari pelanggan yang diperlukan oleh MSC untuk melayani pelanggan yang berkunjung dari daerah lain. Setiap MSC terhubung dengan sebuah VLR, namun satu VLR dapat terhubung dengan beberapa MSC. d. Authentication Center (AuC) AuC berisi parameter autentikasi pelanggan untuk mengakses jaringan GSM. AuC memproduksi tiga buah parameter autentikasi (seperti SRES, RAND, Kc) dan menyimpannya di VLR. Dengan adanya AuC, operator jaringan terlindungi dari berbagai tipe penipuan yang ada di dalam dunia seluler sekarang ini.
16
e. Equipment Identity Register (EIR) EIR merupakan register penyimpan data seluruh MS yang mengandung informasi tentang identitas peralatan mobile. Saat ini, EIR belum diterapkan di Indonesia. 2. Radio Subsystem (RSS) RSS terdiri atas Mobile Station (MS) dan Base Station Subsystem (BSS). MS terdiri dari SIM dan Mobile Equipment (ME). Dalam keseharian, ME sering dikenal sebagai hand phone (HP). Sementara itu, BSS tersusun atas: a. Base Transceiver Station (BTS) BTS merupakan transceiver yang mendefinisikan sebuah sel dan menangani hubungan link radio dengan MS. BTS terdiri dari perangkat pemancar dan penerima, seperti antena dan pemroses sinyal untuk sebuah interface. MS dan BTS dihubungkan dengan Um-interface. Dalam BTS, terdapat Radio Base Station (RBS), yaitu suatu perangkat radio yang diperlukan untuk melayani satu atau lebih sel dalam suatu jaringan. RBS menjalankan berbagai fungsi, seperti radio resource, pengolahan sinyal, penanganan local maintenance, dan sinkronisasi. b. Base Station Controller (BSC) BSC mengontrol dan mengawasi radio resouces pada BTS. Beberapa fungsi utama BSC adalah mengawasi BTS, manajemen
17
jaringan transmisi, pengoperasian dan pemeliharaan BSS, dan penanganan koneksi MS. Selain kedua bagian tersebut, BSS juga mempunyai unit yang disebut sebagai transcoder, yaitu unit yang mengubah kecepatan speech dari 64 kbit/s menjadi 16k atau 8k, 13+3kbit/s dan 15,1+0,9 kbit/s (pada full rate dan enhanced speech coder), ataupun 6,5 + 1,5 kbit/s (half rate) pada setiap kanal. Transcoder ini dapat bergabung dengan BSC ataupun berdiri sendiri, sehingga memunculkan istilahistilah berikut. a. Transcoder Controller (TRC), atau disebut juga stand alone TRC node. Biasanya, TRC diletakkan dekat MSC dan dikontrol oleh BSC. Sebuah TRC dapat terhubung ke 16 buah BSC. b. BSC/TRC, suatu gabungan antara BSC dan TRC. Node jenis ini dapat menangani sampai dengan 1020 buah TRX dan dapat terhubung ke 15 buah BSC. c. BSC, yaitu BSC yang berdiri sendiri atau tanpa TRC. BSC dapat menangani 1020 TRX pada GSM 900 atau GSM 1800.
18
Untuk memperjelas, arsitektur BSS dapat dilihat pada gambar berikut. MSC
A-interface
A-interface
Node BSC/TRC
Stand Alone TRC
Abis-interface
BTS
BTS
Ater-interface
BTS
Ater-interface Stand Alone BSC
Stand Alone BSC
Abis-interface BTS
BTS
BTS
BTS
BTS
Gambar 2.4 Arsitektur BSS
3. Operation and Support System (OSS) OSS merupakan subsistem jaringan GSM yang berfungsi sebagai pusat pengendalian, seperti fault management, configuration management, performance management, dan inventory management. OSS ini menghubungkan
sistem
pengaturan
koheren
yang mendukung
beberapa elemen jaringan, seperti MSC, BSC, RBS, HLR, VLR, dan sebagainya. OSS terdiri dari 2 level node, yaitu: a. Operation and Maintenance Center (OMC) yang menangani manajemen berbagai node dalam jaringan (network elements atau NE) secara langsung.
BTS
19
b. Network Management Center (NMC), yang menangani konfigurasi jaringan, data performansi, dan alarm serta statistik dari trafik. 2.2 Konsep Trafik Telekomunikasi Selanjutnya,
akan
dibahas
tentang
konsep
trafik
dalam
telekomunikasi. Hal ini diperlukan mengingat pekerjaan rebalancing berhubungan erat dengan teori trafik ini. 2.2.1 Trafik dan Satuannya Istilah “trafik” berasal bahasa Italia yang berarti kesibukan (business). Dalam teori, istilah “trafik” merujuk pada intensitas trafik. Menurut ITU-T, intensitas trafik dalam kumpulan resources atau sumber daya (misalkan trunk lines atau kumpulan server) didefinisikan sebagai jumlah resources yang sibuk pada waktu tertentu. Waktu ini merupakan waktu sesaat. Dari intensitas trafik sesaat ini (disimbolkan dengan fungsi n(t)), dapat dihitung intensitas trafik rata-rata Y(T) pada interval T tertentu, yaitu : T
1 Y (T ) n(t )dt T 0 Berikut ini adalah beberapa istilah trafik yang sering digunakan. 1. Carried traffic (Ac = Y), yaitu trafik yang dapat dilayani sekumpulan server atau resource lain pada interval T. Berdasarkan rekomendasi ITU-T, satuan dari besaran ini adalah Erlang (biasa disingkat E atau Erl), sebagai penghormatan kepada ahli matematika Denmark, A.K. Erlang (1878-1929) yang menemukan teori trafik dalam sistem
20
telepon. Satuan Erlang ini tidak memiliki dimensi. Jika diukur dalam periode T tertentu, maka didapatkanlah volume trafik. Misalkan, pengukuran dalam periode 1 jam (hour), maka satuan volume menjadi Erlang-hour (Eh). Secara teori, sebuah kanal hanya dapat melayani trafik maksimal sebesar 1 E dan tidak dapat melebihi jumlah kanal yang tersedia. 2. Offered traffic (A), yaitu carried traffic jika tidak terdapat panggilan yang ditolak karena keterbatasan kapasitas atau resource. Secara teoritis, offered traffic dapat dihitung jika diketahui intensitas panggilan λ (yaitu jumlah rata-rata panggilan per satuan waktu) dan rata-rata waktu pelayanan s. Untuk menghitungnya, digunakan rumus berikut. A s
Dengan μ = 1/s, yaitu laju pelayanan (service rate). Dari rumus di atas, terlihat bahwa satuan dari A tidak berdimensi. 3. Lost traffic atau rejected traffic , yaitu selisih antara offered traffic dan carried traffic. Besaran lain yang berhubungan dengan trafik telekomunikasi adalah utilisasi. Utilisasi ini menyatakan berapa bagian waktu suatu server atau resource diduduki. Misalkan utilisasi suatu server 78%. Hal ini berarti 78% dari waktu suatu server diduduki, serta kosong untuk 22% selang waktu sisanya. Jika panggilan yang dilayani suatu server adalah λ, waktu pelayanan s, dan kapasitas φ, maka utilisasi ρ dapat dihitung dengan:
21
s
Nilai ρ selalu berada dalam rentang 0 < ρ < 1 (atau 0 < ρ < 100%), seperti nilai carried traffic dalam sebuah kanal. 2.2.2 Variasi Trafik dan Pengukuran Jam Sibuk Sebagaimana
yang
telah
dijelaskan
pada
bagian
sebelumnya, trafik telekomunikasi pada umumnya bervariasi terhadap waktu. Variasi ini ada yang dapat diprediksi, misalnya variasi selama setahun, sebulan, seminggu, sehari, dan variasi pada saat-saat tertentu seperi saat Lebaran. Namun, terdapat juga variasi yang acak sebagai akibat dari tindakan antar pengguna yang independen. Contoh variasi trafik dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 2.5 Variasi Trafik Terhadap Waktu Agar menjaga performansi jaringan, harus dipastikan bahwa resource jaringan cukup untuk melayani beban trafik yang akan dilayani. Untuk itu, diperlukan suatu estimasi beban trafik
22
dari trafik yang bervariasi. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan konsep jam sibuk (busy hour), yaitu selang waktu kontinu 1 jam di mana hasil pengukuran menunjukkan volume trafik terbesar. Ada berbagai metode untuk mengukur trafik pada jam sibuk, misalnya Average Daily Peak Hour (ADPH), Time Consistent Busy Hour (TCBH), dan Fixed Daily Measurement Hour (FDMH). 2.2.3 Konsep Blocking dan Grade of Service (GoS) Dalam sistem telekomunikasi, dibutuhkan biaya peralatan yang sangat mahal jika menginginkan setiap pelanggan dapat saling berhubungan dalam waktu yang bersamaan. Solusi untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan menggunakan resource yang ada secara bersamaan (sharing). Dengan demikian, biaya yang diperlukan akan lebih murah. Meskipun demikian, timbul permasalahan lain akibat adanya sharing ini. Mengingat tidak semua pelanggan dapat saling berhubungan dalam waktu yang bersamaan, terdapat kemungkinan suatu panggilan harus menunggu terlebih dahulu atau mengalami blocking (kegagalan panggilan). Kedua hal ini mengakibatkan ketidaknyamanan pada pelanggan. Ketidaknyamanan yang dialami oleh pelanggan ini dapat dinyatakan dengan: 1. Call congestion B, yaitu peluang suatu panggilan mengalami loss atau blocking. Dengan kanal atau resource yang terbatas sejumlah n dan offered traffic A, maka B dapat dihitung dengan:
23
An p ( n) n! B Bn ( A) n p ( n) 2 A An p (v ) 1 A ... 2! n! v 0
Dengan p(v) adalah peluang setiap state (kanal sibuk dengan jumlah tertentu) yang mengikuti distribusi truncated Poisson. 2. Time congestion E, yaitu peluang n buah kanal sibuk pada waktu tertentu yang dapat dihitung dengan: An n! E n ( A) p(n) A2 An 1 A ... 2! n!
3. Traffic congestion C, yaitu berapa bagian offerd traffic mengalami loss. Jika intensitas panggilan independen terhadap state, maka nilai C = E = B. Resource yang terbatas harus cukup untuk melayani pelanggan sehingga kemungkinan terjadinya blocking dapat diminimalkan. Oleh karena itu, diperlukan suatu besaran yang dapat mengukur kecukupan suatu resource yang digunakan. Berdasarkan ITU-T Recommendation E.600, besaran ini dinamakan Grade of Service (GoS). Dari parameter call congestion B, time congestion E, dan traffic congestion C, besaran yang seringkali digunakan untuk menyatakan GoS adalah call congestion B (disebut juga Erlang-B). Semakin rendah nilainya, berarti probabilitas blocking akan turun sehingga meningkatkan kenyamanan pelanggan. Dalam tulisan ini, akan digunakan call congestion B sebagai parameter GoS.
24
2.2.4 Cara Meningkatkan Kapasitas pada Sistem Komunikasi Seluler Dari rumus Erlang-B, terlihat bahwa untuk menurunkan nilai Erlang-B adalah memperbesar nilai n. Dengan kata lain, kapasitas resource yang digunakan harus diperbesar. Mengingat pertumbuhan pelanggan yang begitu pesat, diperlukan suatu cara untuk meningkatkan kapasitas resource dalam sistem komunikasi seluler. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan, contohnya sebagai berikut. 1. Cell splitting Cell splitting merupakan proses pembagian suatu sel yang mengalami congestion menjadi sel-sel yang lebih kecil. Artinya, base station sel-sel ini memiliki tinggi antena yang lebih rendah dan daya transmisi yang lebih kecil. Dengan adanya cell splitting, jumlah kanal yang dapat di-reuse akan semakin besar sehingga kapasitas akan meningkat. Berikut ini adalah ilustrasi cell splitting.
Gambar 2.6 Cell Splitting
25
2. Sectoring Selain menaikkan jumlah kanal seperti pada cell splitting, kapasitas juga dapat ditingkatkan dengan cara mengurangi jumlah sel pada suatu kelompok sel (cluster) sehingga meningkatkan frequency reuse. Untuk itu, interferensi harus dikurangi tanpa mengurangi daya pancar dengan cara mengganti antena omnidireksional dengan beberapa buah antena direksional. Antena ini akan memancarkan radiasi ke area tertentu yang disebut sektor, sehingga terkadang antena ini disebut juga dengan antena sektor. Pembagian sel menjadi sektor-sektor ini disebut sectoring. Biasanya, setiap sel dibagi menjadi 3 sektor (pembagian 1200) atau 6 sektor (600), seperti yang dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 2.7 Sectoring : 3 Sektor (Kiri) dan 6 Sektor (Kanan) Setiap sektor dilayani oleh beberapa buah TRX, biasanya berjumlah 1 sampai 4 buah. Ada berbagai cara untuk menyatakan konfigurasi TRX dalam setiap sektor. Misalnya notasi seperti “4+4+4”, artinya sel dibagi menjadi tiga sektor, dengan tiap-tiap sektor dilayani oleh 4 buah TRX. Jumlah TRX yang melayani tiap sektor dapat berbeda,
26
tergantung dari kebutuhan dalam sektor tersebut. Proses rebalancing akan mengubah konfigurasi TRX ini, apakah ditambah (upgrade) atau dikurangi (downgrade), sesuai dengan trafik pada sektor tersebut. Dengan adanya rebalancing, diharapkan blocking akan semakin berkurang karena resource yang ada cukup untuk melayani pelanggan.