5
BAB II DASAR TEORI
2.1 Biomassa 2.1.1 Pengertian biomassa Secara umum biomassa merupakan bahan yang dapat diperoleh dari tanaman baik secara langsung maupun tidak langsung dan dimanfaatkan sebagai energi dalam jumlah yang sangat besar. Biomassa juga disebut sebagai “fitomassa” dan seringkali diterjemahkan sebagai bioresource atau sumber daya yang diperoleh dari hayati. basis sumber daya ini meliputi ratusan bahkan ribuan spesies tanaman daratan dan lautan, berbagai sumber pertanian, perhutanan dan limbah residu dari proses industri serta kotoran hewan. Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintetik, baik berupa produk maupun buangan. Selain digunakan untuk tujuan primer yaitu serat, bahan pangan, pakan ternak, minyak nabati, bahan bangunan dan sebagainya, biomassa juga digunakan sebagai sumber energi (bahan bakar). Pada umumnya digunakan sebagai bahan bakar adalah biomassa yang nilai ekonomisnya rendah atau merupakan limbah setelah diambil produk primernya. Potensi biomassa di Indonesia yang biasa digunakan sebagai sumber energi jumlahnya sangat melimpah. limbah yang berasal dari hewan maupun tumbuhan semuanya potensial untuk dikembangkan. Tanaman pangan dan perkebunan menghasilkan limbah yang cukup besar, yang dapat dipergunakan untuk keperluan lain seperti bahan bakar nabati. Pemanfaatan limbah sebagai bahan bakar nabati memberikan tiga keuntungan langsung. pertama, peningkatan efesiensi energi, secara keseluruhan karena kandungan energi yang terdapat pada limbah cukup besar dan akan terbuang percuma jika tidak dimanfaatkan. Kedua, penghematan biaya, karena seringkali membuang limbah biasa lebih mahal dari pada memanfaatkannya. Ketiga, mengurangi keperluan akan tempat penimbunan sampah karena penyediaan tempat penimbunan akan menjadi lebih sulit dan mahal, khususnya di daerah perkotaan. Salah satu langkah untuk mengurangi emisi karbondioksida ialah melalui pengenalan energi terbarukan dan ramah lingkungan, energi tersebut merupakan
6
energi biomassa. biomassa membentuk bagiannya sendiri melalui proses fotosintesis. Konsentrasi gas karbondioksida di atmosfer tidak akan berubah selama karbondioksida yang dilepaskan oleh pembakaran biomassa setelah pemanfaatan energi dikembalikan seperti semula, seperti proses reforestrasi, ini disebut netralitas karbon biomassa. Energi yang menggantikan bahan bakar fosil dapat diperoleh dari siklus,
yaitu
pembakaran
biomassa,
emisi
karbondioksida
dan
refiksasi
karbondioksida. oleh karena itu emisi karbondioksida dapat direduksi dengan cara mengganti bahan bakar fosil dengan biomassa.
2.1.2 Kandungan Biomassa Kandungan yang terdapat didalam biomassa adalah karbon, oksigen dan hidrogen. Hal ini ditunjukan pada tabel 2.1. Pada table tersebut memperlihatkan komposisi dari berbagai biomassa. Rumusan kimia biomassa pada umumnya di wakili oleh
,
,
, nilai koefisien dari x, y dan z ditentukan oleh masing-masing jenis
biomassa tersebut.
Tabel 2.1
Analisis Proximate dan Ultimate Beberapa jenis Biomassa (sumber : Asian BiomassHandbook)
Sample
Pine Chestnut Eucalyptus Cellulose residue Coffea husks Grape waste Almond shells Olive stones Olive Oil waste Pet coke High‐Volatile bituminous coal
Proximate analysis (wt,%,dry basis) Volatil Fixed Ash e Carbon 0.2 86.3 13.5 0.4 82.1 17.5 0.5 84.6 14.9 1.3 87.7 11.0 4.5 79.4 16.1 7.5 67.9 24.6 1.2 79.3 19.5 0.6 81.4 18.0 7.1 77.3 15.7 0.6 12.6 86.8
C
H
N
S
O
45.2 45.5 46.8 41.0 43.2 50.0 49.2 50.6 48.9 87.2
6.3 5.7 6.1 6.4 6.3 6.0 6.0 6.1 6.2 4.1
0.1 0.2 0.1 0.3 2.6 2.0 0.2 0.1 1.4 1.5
0 0 0 0 0.2 0.1 0 0 0.2 5.4
48.2 48.2 46.5 51.0 43.2 34.4 43.4 42.6 36.2 1.2
20.0 19.1 19.5 17.6 20.1 22.1 19.7 19.0 21.6 35.2
7.6
77.9
5.1
1.7
1.7
6.2
32.4
37.7
54.7
Ultimate analysis (wt,%,dry basis)
High‐Heating Value (MJ/KG)
Untuk menentukan sistem energi biomassa, kandungan energi setiap jenisnya harus ditentukan terlebih dahulu. Nilai kalor seringkali sebagai indikator kandungan
7
energi yang di miliki setiap jenis biomassa. Nilai kalor adalah jumlah panas yang dihasilkan saat bahan menjalani pembakaran sempurna atau dikenal sebagai kalor pembakaran. Nilai kalor ditentukan melalui rasio komponen dan jenisnya serta rasio unsur di dalam biomassa itu sendiri (terutama kadar karbon). Berikut cara mengetahui nilai kalor dan kandungan biomassa :
Analisis nilai kalor Analisis ini bertujuan untuk mengetahui nilai kalor yang mampu dibangkitkan
dari setiap sampel bahan bakar yang diuji menggunakan bom kalori meter. Hasil pengukuran diperoleh dari selisih pengukuran
dan
antara asam benzoate (benzoid
acid). Nilai kalor dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
∆
⋯
°
°
………………………...……………...…(2.1)
Dengan sampel bahan uji seperti persamaan :
°
∆ °
⋯
………………………………………….……(2.2)
Dimana : ∆
= Temperature pada benzoid acid
∆
= Temperature pada biomassa = Temperature awal = Temperature awal = Massa benzoid acid (1 gram) = Massa biomassa (1 gram)
Pengujian Proximate dan Ultimate Pengujian kandungan biomass secara proximate dan ultimate dibutuhkan untuk
mengetahui karakter dan komposisi dari suatu material, secara fisik, kimia dan fuel properties, biomass yang akan dipakai. Analisa proximate bertujuan untuk menganalisa kandungan air (moisture), volatil matter, karbon tetap, dan abu.
8
Sedangkan analisa ultimate bertujuan menyatakan komposisi karbon, hidrogen, nitrogen, belerang, dan oksigen. Massa biomassa awal umumnya diistilahkan sebagai as received (mengandung air, abu, volatil, dan karbon). Kadar abu dari biomass berkisar dari 1% sampai 12% untuk kebanyakan jerami-jeramian. Hasil analisis ultimate dan proximate umumnya diberi tambahan keterangan daf (dry ash free) yang memiliki arti bahwa hasil analisa pada biomassa tidak mengikutsertakan kandungan air dan abu.
Gambar 2.1 Analisa Proximate dan Ultimate (Sumber : Wulandari, 2009)
Tabel 2.2 Contoh Proximate Ultimate Biomass (Sumber : Wulandari, 2009)
9
2.1.3 Produk dan Pemanfaatan Biomassa a. Produk Biomassa Ada tiga tipe bahan bakar yang dihasilkan oleh biomassa dan dipergunakan untuk berbagai macam kebutuhan, antara lain : 1. Cairan berupa
: ethanol, biodiesel dan methanol
2. Gas berupa
: biogas (
,
syngas (CO, 3. Padat berupa
), producer gas (CO,
,
,
),
)
: arang
Penggunaan ethanol dan biodiesel sebagai bahan bakar kendaraan transportasi dapat mengurangi emisi gas
. Oleh karena itu biomassa bukan hanya energi
terbarukan tapi juga bersih atau ramah lingkungan, dan dapat digunakan sebagai sumber energi secara global.
Gambar 2.2 Teknologi Konversi Biomassa (Sumber : Anonim, 2006)
10
Biomassa merupakan sumber energi tertua yang dikenal oleh manusia, kontribusinya terhadap total pemanfaatan energi di Indonesia masih sangat kecil. Pemahaman keterbatasan dari sumber energi fosil dan kepedulian terhadap kelangsungan penyediaan sumber energi. Akan tetapi harga dan energi yang terus menerus menurun saat ini menyebabkan perkembangan teknologi tidak begitu pesat. Maka pada tahun 1980an kepedulian terhadap emisi
yang disebabkan oleh
penggunaan energi fosil mengakibatkan dikeluarkannya Kyoto protocol yang membatasi emisi
yang diperbolehkan dilepas ke udara bebas.
b. Pemanfaatan Biomassa Untuk memanfaatkan sumber energi berupa biomassa sebagai bahan bakar maka diperlukan sebuah teknologi untuk mengkonversikannya. terdapat beberapa teknologi untuk mengkonversi biomassa yang diperlihatkan pada gambar 2.2. Proses pembakaran secara langsung adalah teknologi yang paling sederhana, biomassa dibakar dan akan menghasilkan energi panas yang digunakan misalnya untuk memanaskan tungku atau boiler. Konversi termokimiawi adalah teknologi konversi biomassa yang memerlukan perlakuan panas untuk memicu reaksi kimia, yang akan menghasilkan gas yang memiliki karateristik tertentu sebagai bahan bakar. Sedangkan konversi biokimiawi adalah teknologi konversi biomassa yang menggunakan bantuan mikroba dalam menghasilkan bahan bakar, berikut adalah contohnya : 1. Biobriket Briket adalah salah satu cara yang digunakan untuk mengkonversi sumber energi biomassa ke bentuk biomassa lain dengan cara dimampatkan sehingga bentuknya menjadi lebih teratur. Briket yang terkenal adalah briket batubara namun tidak hanya batubara saja yang bias dibuat briket. Biomassa lain seperti sekam, arang sekam, serbuk gergaji, serbuk kayu dan limbah-limbah biomassa yang lainnya. Pembuatan briket tidak terlalu sulit, alat yang digunakan juga tidak terlalu rumit. 2. Pirolisis Pirolisis adalah penguraian biomassa karena adanya panas pada suhu yang lebih dari 500 °C. pirolisis juga diartikan sebagai dekomposisi kimia bahan organik melalui proses pemanasan tanpa atau sedikit oksigen atau reagen lainnya, dimana material
11
mentah akan mengalami pemecahan struktur kimia menjadi fase gas. Pirolisis adalah kasus termolisis. Pirolisis ekstrim, yang hanya meninggalkan karbon sebagai residu disebut karbonisasi. Pada pirolisis terdapat beberapa tingkatan proses yaitu pirolisis primer dan pirolisis sekunder. Pirolisis primer adalah pirolisis yang terjadi pada bahan baku (umpan), sedangkan pirolisis sekunder adalah pirolisis yang terjadi atas pertikel dan gas atau uap hasil pirolisis primer. Perlu diingat bahwa pirolisis adalah penguraian karena panas, sehingga keberadaan
sangat dihindari pada proses ini karena akan
memicu reaksi pembakaran. 3. Liquefaction Liquefaction merupakan proses perubahan wujud dari gas ke cairan dengan proses kondensasi, biasanya melalui pendinginan, atau perubahan dari padat ke cairan dengan peleburan, bisa juga dengan pemanasan atau penggilingan dan pencampuran dengan cairan lain untuk memutuskan ikatan. Pada bidang energi liquefaction terjadi pada batubara dan gas menjadi bentuk cairan untuk menghemat transportasi dan memudahkan dalam pemanfaatan. 4. Biokimia Pemanfatan energi biomassa yang lain adalah dengan cara proses biokimia. Contoh proses yang termasuk ke dalam proses biokimia adalah hidrolisis, fermentasi dan an aerobic digestion. an aerobic digestion adalah penguraian bahan organik atau selulosa menjadi
dan gas lain melalui proses biokimia.
Selain an aerobic digestion, proses pembuatan etanol dari biomassa tergolong dalam konversi biokimiawi. Biomassa yang kaya dengan karbohidrat atau glukosa dapat difermentasi sehingga terurai menjadi etanol dan
. Akan tetapi, karbohidrat
harus mengalami penguraian (hidrolisis) terlebih dahulu menjadi glukosa. Etanol hasil fermentasi pada umumnya mempunyai kadar air yang tinggi dan tidak sesuai untuk pemanfaatannya sebagai bahan bakar pengganti bensin. Etanol ini harus didestilasi sedemikian rupa mencapai kadar etanol di atas 99,5 %.Adapun tahapan proses an aerobic digestion adalah diperlihatkan pada gambar 2.3.
12
Gambar 2.3 Skema pembentukan Biogas (Sumber : Anonim, 2006)
2.2 Komposisi Bahan Baku Adapun komposisi penggunaan bahan baku yang digunakan dalam penelitian proses Gasifikasi ini adalah sebagai berikut : 2.2.1 Sekam Padi Sekam padi merupakan lapisan keras yang meliputi kariopsis yang terdiri atas dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan. Pada prosespenggilingan beras sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa atau limbah penggilingan. dari proses penggilingan padi biasanya diperoleh sekam sekitar 20-30%, dedak antara 8- 12% dan beras giling antara 50-63,5% dari data bobot awal gabah. Dari analisis ultimate dan analisis proximate pada sekam padi terlihat bahwa sebagian besar sekam padi terdiri dari volatil. dengan kadar volatil yang tinggi diharapkan dapat diperoleh gas dan cairan dariproses pirolisis dalam jumlah yang banyak. Kadar karbon dan kadar oksigen dalam sekam padi juga hampir berimbang sekitar 35-38%. Ini menunjukkan bahwa dalam minyak pirolisis nantinya akan mempunyai kadar oksigen dalam jumlah yang banyak. Kandungan belerang dalam sekam padi adalah nol. akibatnya hasil pembakaran dari minyak pirolisis sekam padi akan lebih ramah lingkungan dibandingkan hasil pembakaran batubara. Zat silika yang
13
terdapat dalam sekam padi mencapai 16,98%. Nilai kalor dari sekam padi adalah sekitar 14,8 MJ/kg dan sedikit dibawah nilai kalor kayu (~ 17-20 MJ/kg).
Gambar 2.4 Sekam Padi
Ditinjau dari komposisi kimiawinya, sekam mengandung beberapa unsur penting sebagai yang tercantum pada tabel 2.3. Tabel 2.3. Komposisi Kimia Sekam Padi (% berat) (sumber : Haryadi, 2006)
Komponen
% Berat
Kadar air
32,40 – 11,35
Protein kasar
1,70 – 7,26
Lemak
0,38 – 2,98
Ekstrak nitrogen bebas
24,70 – 38,79
Serat
31,37 – 49,92
Abu
13,16 – 29,04
Pentosa
16,94 – 21,95
Sellulosa
34,34 – 43,80
Lignin
21,40 – 46,97
Sekam memiliki kerapatan jenis (bulk densil) 1125 kg/m3, dengan nilai kalori 1kg sekam sebesar 3300 kkalori, serta memiliki bulk density 0,100 g/ ml, nilai kalori antara 3300-3600 kkalori/kg sekam dengan konduktivitas panas 0,271 BTU (Houston, 1972). Sekam dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak dan bahan bakar ataupun sebagai adsorpsi pada logam-logam berat.
14
Sekam tersusun dari jaringan serat-serat selulosa yang mengandung banyak silika dalam bentuk serabut-serabut yang sangat keras. Pada keadaan normal, sekam berperan penting melindungi biji beras dari kerusakan yang disebabkan oleh serangan jamur, dapat mencegah reaksi ketengikan karena dapat melindungi lapisan tipis yang kaya minyak terhadap kerusakan mekanis selama pemanenan, penggilingan dan pengangkutan (Haryadi. 2006). Adapun pemanfaatan sekam padi di bidang industri adalah : a. Sumber Silika Sekitar 20% silika dalam sekam padi merupakan suatu sumber silika yang cukup tinggi, silika dari sekam merupakan saingan dari sumber silika lain seperti pasir, bentonit dan tanah diatomae. tetapi biasanya silika dari sekam padi mempunyai keuntungan karena jumlah elemen lain (pengotor) yang tidak diinginkan sangat sedikit dibandingkan jumlah silikanya. Silika diperoleh dari pembakaran sekam untuk menghasilkan abu atau secara ekstraksi sebagai natrium-silikat dengan larutan alkali. b. Pemurnian Air Pemanfaatan sekam padi untuk menjernihkan air yaitu melalui proses filtrasi/penyaringan partikel, koagulasi dan adsorpsi. akan tetapi karbon yang terkandung didalamsekam padi berfungsi sebagai koagulan pembantu menyerap atau menurunkan logam-logam pada air yang tercemar. c. Bahan Bakar Pembakaran merupakan satu metode yang umum dan sering digunakan dalam proses akhir pengolahan sekam padi. Sekam padi yang dibakar secara langsung untuk meneruskan aliran uapnya atau digunakan di dalam generator untuk menghasilkan tenaga penguat dengan minyak yang memiliki nilai bahan bakar. d. Bahan Bangunan Manfaat sekam padi adalah sebagai bahan bangunan yang berhubungan dengan pengerasan balok, batu bata, ubin, batu tulis dan sifat lunak. Yang dapat dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya.
15
2.2.2 Batubara Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki potensi sumber daya alam melimpah. Batubara merupakan salah satu komoditi sumber daya alam yang dihasilkan dari aktifitas pertambangan di Indonesia. pada tahun 2010 produksi batubara Indonesia mencapai 325 ton. Batubara merupakan bahan tambang srategis dalam penyediaan sumber energi suatu negara dikarenakan harga minyak dunia yang semakin tinggi. Produksi batubara Indonesia diperkirakan akan mengalami kenaikan di masa yang akan datang. Prediksi kenaikan produksi batubara di Indonesia didominasi oleh batubara peringkat rendah (lignit) yaitu sekitar (60-70 %) dari total cadangan batubara. Batubara kualitas rendah belum banyak dieksploitasi karena masih mengalami kendala dalam transportasi dan pemanfaatan. Batubara peringkat rendah mempunyai kandungan air total cukup tinggi sehingga nilai kalor menjadi rendah. Oleh karena itu diperlukan teknologi khusus, salah satunya adalah menggunakan teknologi gasifikasi untuk memanfaatkan batubara peringkat rendah agar dapat digunakan sebagai pengganti batubara peringkat tinggi yang cadanganya sudah mulai menipis. a. Analisa Batubara Terdapat dua metode untuk menganalisis batubara. analisis ultimate dan analisis proximate. analisis ultimate menganalisis seluruh elemen komponen batubara, padat atau gas. dan analisis proximate menganalisis hanya fixed carbon, bahan yang mudah menguap, kadar air dan persen abu. Analisis ultimate harus dilakukan oleh labolatorium dengan peralatan yang lengkap oleh ahli kimia yang terampil, sedangkan analisis proximate dapat dilakukan dengan peralatan yang sederhana. -
Analisis proximate Analisis proximate menunjukan persen berat dari fixed carbon, bahan mudah
menguap, abu, dan kadar air dalam batubara. Jumlah fixed carbon dan bahan yang mudah menguap secara langsung turut andil terhadap nilai panas batubara. fixed carbonbertindak sebagai pembangkit utama panas selama pembakaran. Kandungan bahan yang mudah menguap yang tinggi menunjukan mudahnya penyalaan bahan bakar. Kadar abu merupakan hal penting dalam perancangan grate tungku, volume pembakaran, peralatan kendali polusi dan sistem handling abu pada tungku. Analisis
16
proximate untuk berbagai jenis batubara tersebut antara lain dijelaskan dan digambarkan dalam tabel 2.4. Tabel 2.4 Analisis Proximate untuk berbagai jenis Batubara (sumber : pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di asia-www.energyefficiencyasia.org)
fixed carbon fixed carbon merupakan bahan bakar padat yang tertinggal dalam tungku setelah
bahan yang mudah menguap didistilasi. Kandungan utamanya adalah karbon tetapi juga mengandung hidrogen, oksigen, sulfur dan nitrogen yang tidak terbawa gas. fixed carbon memberikan perkiraan kasar terhadap nilai panas batubara. Persentase fixed carbon dapat dihitung dengan menggunakan persamaan : % fixed carbon : 100 % - (% Moisture + % ash + % Volatile) ………….…….…(2.3)
Bahan yang mudah menguap (volatire matter) Bahan yang mudah menguap dalam batubara adalah metan, hidrokarbon,
hidrogen. Karbon monoksida dan gas-gas yang tidak mudah terbakar seperti karbon dioksida dan nitrogen. Bahan yang mudah menguap merupakan indeks dari kandungan bahan bakar bentuk gas di dalam batubara. Kandungan bahan yang mudah menguap berkisar antara 20 hingga 35 %. bahan yang mudah menguap : -
Berbanding lurus dengan peningkatan panjang nyala api dan membantu dalam memudahkan penyalaan batubara.
-
Mengatur batas minimum pada tinggi dan volume tungku.
-
Mempengaruhi kebutuhan udara sekunder dan aspek-aspek distribusi.
-
Mempengaruhi kebutuhan minyak sekunder.
17
Untuk mencari kandungan volatile matter dilakukan dengan memanaskan sampel bahan bakar pada temperature 950 °C ± 20 °C selam 12 menit. Jumlah kandungan volatile dapat dihitung dengan persamaan :
%
%
……………………...……(2.4)
Kadar abu Abu merupakan kotoran yang tidak akan terbakar. Kandungannya berkisar antara
5% hingga 40%. efek dari abu adalah : -
Mengurangi kapasitas handling dan pembakaran.
-
Meningkatkan biaya handling.
-
Mempengaruhi efisiensi pembakaran dan efisiensi boiler.
-
Menyebabkan penggumpalan dan penyumbatan. Sampel bahan bakar dari pengujian moisture dipanaskan kembali pada
temperature 700-750 °C selama 1,5 jam untuk mendapatkan nilai kandungan abu/ash. Jumlah kandungan abu dapat dihitung dengan persamaan :
100 % …………….…...……………..(2.5)
Kadar air Kadar air (moisture) adalah kandungan air pada bahan bakar padat. Semakin
besar kandungan air yang terdapat pada bahan bakar padat, maka nilai kalornya semakin kecil, begitu juga sebaliknya. Kadar air akan menurunkan kandungan panas per kg batubara dan kandungannya berkisar antara 0,5 hingga 10 %. Kadar air menyebabkan : -
Meningkatkan kehilangan panas karena penguapan dan pemanasan berlebih dari uap.
-
Membantu pengikatan partikel halus pada tingkatan tertentu.
-
Membantu radiasi transfer panas.
18
Cara pengujian kadar air adalah dengan cara memanaskan sampel bahan bakar pada temperature 105-110 °C selama 1 jam. agar mendapatkan nilai kandungan moisture digunakan persamaan :
%
100 % …………………………..…….(2.6)
Kadar Sulfur
Pada umumnya berkisar pada 0,5 hingga 0,8% Efek dari kadar sulfur antara lain : -
Mempengaruhi kencenderungan terjadinya penggumpalan dan penyumbatan.
-
Mengakibatkan korosi pada cerobong dan peralatan lain seperti pemanas udara dan economizers.
-
Membatasi suhu gas buang yang keluar.
Analisis ultimate Analisis ultimate menentukan berbagai macam kandungan kimia unsur-unsur
seperi karbon, hidrogen, oksigen, sulfur dll. Analisa ini berguna dalam penentuan jumlah udara yang diperlukan untuk pembakaran dan volume serta komposisi gas pembakaran. Informasi ini diperlukan untuk perhitungan suhu nyala dan perancangan saluran gas buang. Analisis ultimate untuk berbagai jenis batubara dalam tabel di bawah. Tabel 2.5 Analisis Ultimate Batubara (sumber : pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di asiawww.energyefficiencyasia.org)
19
2.3 Teknologi Gasifikasi Biomassa memiliki tiga metode konversi energi, yaitu pirolisis, gasifikasi dan pembakaran. Perbedaan jenis konversi energi tersebut terletak pada banyaknya udara (oksigen) yang dikonsumsi saat proses konversi berlangsung. Konsumsi oksigen yang diperlukan dalam pembakaran setidaknya memiliki perbandingan AFR 6,25 atau lebih. Pada proses gasifikasi memiliki batasan AFR 1,5. Sedangkan untuk pirolisis cenderung tidak memerlukan oksigen dalam prosesnya. Selanjutnya akan dibahas mengenai konversi energi gasifikasi lebih detail.
Gambar 2.5 Grafik batasan Konversi Thermokimia Biomassa (sumber : Putri, 2009)
Gasifikasi merupakan salah satu proses konversi termokimia bahan bakar, seperti batubara, biomassa dan limbah-limbah. Proses termokimia lainnya adalah pembakaran dan pirolisis (pembakaran tanpa oksigen). Pada gasifikasi, bahan bakar padat diubah menjadi gas (gas producer) yang dapat dibakar secara langsung sebagai bahan bakar maupun digunakan sebagai bahan baku untuk produksi gas sintetik atau hidrogen. Gasifikasi biomassa merupakan proses termokimia yang komplek yang meliputi sejumlah reaksi kimia elementer. Gasifikasi diawali dengan oksidasi parsial bahan bakar lignoselulosik dengan agen gasifikasi (misalnya udara, oksigen, uap air atau ). Kemudian, unsur volatile (volatile matter) akan dilepaskan ketika bahan bakar dipanaskan melalui oksidasi parsial dan menghasilkan produk-produk pembakaran H2O dan CO2. Air yang terkandung dalam biomassa akan menguap dan proses pirolisis berlanjut bilamana bahan tersebut terus dipanaskan. Penguraian termal dan oksidasi
20
parsial gas-gas pirolisis terjadi pada suhu yang lebih tinggi dan menghasilkan CO, H2, CO2, CH4, H2O, gas hidrokarbon lainnya, tar, arang, unsur anorganik dan abu. Gas yang dihasilkan dari proses gasifikasi umumnya berupa menghasilkan CO, H2, CO2, CH4, H2O dan N2. Selain itu, dalam gasifikasi juga akan dihasilkan bahan organik (tar) dan bahan anorganik (H2S, HCL, NH3, Logam-logam alkali) serta partikel. Komposisi dari gas-gas hasil gasifikasi, seperti suhu, tekanan agen gasifikasi (gasifying agent). Tetapi sejauh ini teknologi gasifikasi masih stagnan pada skala penelitian karena kosumsi energinya terlalu besar. Namun, ada beberapa negara yang telah menerapkan teknologi ini pada pembangkit tenaga listrik, dimana gas yang dihasilkan dari reaktor gasifikasi dipakai untuk menggerakkan generator. Terdapat berbagai macam tipe gasifier didunia dan berapa dapat dibedakan berdasarkan : a.
Mode Fluidisasi
b.
Arah aliran
c.
Gas yang diperlukan untuk proses gasifikasi
2.3.1 Gasifier berdasarkan Mode Fluidisasi Berdasarkan mode fluidisasinya, jenis gasifier dapat dibedakan menjadi 4 jenis, yakni gasifier unggun tetap (fixed bed gasifier), gasifier unggun bergerak (moving bed gasifier), gasifier unggun terfluidakan (fluidized bed gasifier), dan entrained flow gasifier. 1. Fixed bed gasifier Di dalam reaktor unggun tetap, biomassa akan mengalir ke bawah (turun) sedangkan gas dapat mengalir ke atas (counter-current) ataupun ke bawah (cocurrent). di dalam aliran counter-curent, gas keluaran reaktor memiliki temperature sekitar 80-100° C dan dihasilkan banyak tar. Oleh karena itu reaktor jenis ini biasanya langsung dipasangkan dengan combuster. Keuntungan penggunaan reaktor unggun tetap counter-current adalah sebagai berikut : -
Sederhana, proses lebih murah.
-
Dapat menangani biomassa yang memiliki kandungan air dan material anorganik tinggi (misalnya sampah kota).
-
Teknologi yang sudah terbukti (proven)
21
Sedangkan kekurangan utama dari penggunaan gasifier jenis ini adalah kandungan tar yang mencapai 10-20% berat, sehingga dibutuhkan proses pembersihan gas yang lebih ekstensif sebelum dilanjutkan ke unit operasi lainnya. Di dalam reaktor unggun tetap aliran co-current, gas keluaran reaktor umumnya memiliki temperatur 700° C. di dalam jenis aliran ini, kandungan air harus kurang dari 20 % untuk menjaga temperatur tetap tinggi. Kandungan debu harus rendah dan nonslagging. Umpan harus memiliki ukuran partikel yang seragam. Keunggulan reaktor jenis ini adalah : -
Hampir 99 % tar yang terbentuk dikonsumsi kembali, sehingga hampir tidak membutuhkan proses pembersihan tar.
-
Mineral terbawa dalam char/debu, sehingga kebutuhan siklon dapat dikurangi.
-
Teknologi proven, sederhana, dan biaya yang dibutuhkan lebih murah. Meskipun demikian, masih terdapat kekurangan teknologi unggun tetap co-
current ini, yaitu : -
Membutuhkan pengeringan umpan hingga kandungan airnya < 20%.
-
Gas sintesis yang keluar dari reaktor memiliki temperature yang tinggi, sehingga membutuhkan sistem pemanfaatan panas sekunder.
-
4-7% kandungan karbon tidak terkonversikan.
Gambar 2.6 Skema Reaktor unggun tetap aliran Counter-Current (kiri) dan Co-Counter Current(kanan) (sumber : Biomass Thermochemical Conversion, Paul Grabowski, 2004)
22
2. Fluidized bed gasifier Terdapat 2 (dua) jenis pengoperasian reaktor unggun terfluidakan yaitu bubbling fluidized bed (BFB) dan circulating fluidized bed (CFB). Di dalam reaktor BFB, aliran gas mengalir ke atas melalui unggun yang terdiri atas material granuler yang bebas bergerak (misalnya pasir). Kecepatan aliran gas harus cukup tinggi untuk menjaga agar pasir tetap berada pada kondisi terfluidisasi. Gas yang digunakan umumnya adalah udara, oksigen ataupun kukus. Sedangkan material pasir yang umum digunakan adalah dolomite, calcite, atau alumina. Jenis reaktor unggun terfluidakan memiliki keunggulan dalam hal percampuran yang baik serta perpindahan massa panas yang baik pula. Gasifikasi yang dijalankan pada reaktor jenis ini sangat efisien dan umumnya dapat mencapai konversi karbon 95-99%. Debu yang terbawa oleh gas dipisahkan menggunakan siklon. Keunggulan penggunaan gasifier BFB adalah : -
Perolehan gas produk lebih seragam.
-
Profil temperature disepanjang reaktor lebih seragam.
-
Rentang ukuran partikel yang dapat dioperasikan dalam gasifier ini lebar, termasuk partikel halus.
-
Laju perpindahan panas antara material inert, bahan bakar dan gas lebih cepat.
-
Konversi tinggi sedangkan produk tar dan karbon yang tak terkonversi rendah.
Gambar 2.7 Skema Reaktor Bubbling Fluidized Bed (sumber : Biomass Thermochemical Conversion, Paul Grabowski, 2004)
23
Kekurangan utama penggunaan gasifier BFB adalah kemungkinan terbentuknya ukuran gelembung yang besar sepanjang unggun. Apabila kecepatan aliran gas melewati 9 m/s, hampir seluruh padatan material pasir terbawa oleh aliran sehingga pengoperasian reaktor menjadi CFB. Material pasir dipisahkan dari aliran gas didalam siklon, sedangkan debu-debu halus dipisahkan dari gas menggunakan dusting equipment.
Gambar 2.8 Skema Reaktor Circulated Fluidized Bed (sumber : Biomass Thermochemical Conversion, Paul Grabowski, 2004)
Keunggulan reaktor CFB adalah : -
Cocok untuk reaksi yang berjalan dengan cepat.
-
Laju perpindahan panas cepat akibat pengaruh dari kapasitas panas material unggun yang tinggi.
-
Diperoleh konversi tinggi, produksi tar rendah dan karbon tak terkonversi rendah.
Kelemahan reaktor ini adalah : -
Terbentuknya gradient temperature di arah aliran padatan.
-
Ukuran partikel sangat menentukan laju transport minimum, kecepatan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan erosi peralatan.
-
Perpindahan panas tidak seefisien BFB.
24
3. Entrained flow gasifier Reaktor entrained flow dapat dibagi menjadi 2 (dua) jenis yaitu slagging dan non slagging. Di dalam gasifier slagging, komponen-komponen yang terbentuk dari partikel debu dapat meleleh di dalam gasifier, mengalir turun di sepanjang dinding reaktor dan meninggalkan reaktor dalam bentuk slag cair. Secara umum, laju alir massa slag sekurang-kurangnya 6 % dari lajur alir bahan bakar untuk memastikan proses berjalan dengan baik. Di dalam gasifier non slagging, dinding reaktor tetap bersih dari slag, jenis gasifier ini cocok untuk umpan yang kandungan partikel debu nya tidak terlalu tinggi. Skema reaktor diberikan pada gambar 2.9
Gambar 2.9 Skema Reaktor Entrained Flow (sumber : Biomass Thermochemical Conversion, Paul Grabowski, 2004)
2.3.2 Gasifier berdasarkan Arah Aliran Berdasarkan arah aliran, gasifier dapat dibedakan menjadi gasifikasi aliran searah (downdraft gasification), gasifikasi aliran berlawanan (updraft gasification) dan gasifikasi aliran menyilang (crossdraft gasification). 1. Updraft Gasifier Pada tipe ini udara masuk melalui arah bawah dan mengoksidasi arang secara parsial untuk menghasilkan CO dan
(jika digunakan uap) dan ditambah
(jika
digunakan udara). Gas ini kemudian bertemu dengan biomassa. Gas yang sangat panas tersebut mempirolisa biomassa, menghasilkan karbon padatan (arang), uap air dan 1020% uap minyak pada temperature 100-4000 C, tergantung pada kadar air biomassa. Selanjutnya arang akan dioksidasi parsial oleh udara dan menghasilkan gas.
25
Gambar 2.10 Updraft Gasifier (Sumber : Wulandari, 2009)
2. Downdraft Gasifier
Gambar 2.11 Downdraft Gasifier (Sumber : Wulandari, 2009)
Udara masuk menyebabkan pirolisis (flaming pyrolysis) biomassa. Proses ini mengkonsumsi uap-uap minyak dan menghasilkan gas reduksi partial CO, dan
,
O serta sedikit metan sekitar 0,1 %. Gas panas bereaksi dengan arang untuk
mereduksi gas lebih lanjut dan meninggalkan sekitar 2-5 % abu arang. 3. Crossdraft Gasifier Mungkin gasifikasi tipe cross-draft lebih menguntungkan dari pada Updraft dan down-draftgasifier. Keuntungannya seperti suhu gas yang keluar tinggi, reduksi yang rendah dan kecepatan gas yang tinggi yang dikarenakan desainnya. Tidak seperti down-draft dan up-draft gasifier, tempat penyimpanan, pembakaran dan zona reduksi pada cross-draft gasifier terpisah. Untuk desain bahan bakar yang terbatas untuk pengoperasian rendah abu bahan bakar seperti kayu, batubara, limbah pertanian.
26
Kemampuan pengoperasiannya sangat bagus, menyebabkan konsentrasi sebagai zona beroperasi di atas suhu 200 ͦ C. waktu mulai (start up) 5-10 menit jauh lebih cepat dari pada down-draft dan up-draftgasifier. Pada cross-draft dapat menghasilkan temperatur yang relatif tinggi, komposisi gas yang dihasilkan kurang baik seperti tingginya gas CO dan rendahnya gas hidrogen serta gas metana.
Gambar 2.12 Crossdraft Gasifier (Sumber : Wulandari, 2009)
Berikut ini adalah kelebihan dan kekurangan ketiga jenis reaktor tersebut yang akan diuraikan sebagai berikut : Tabel2.6 Kelebihan dan Kelemahan Gasifier
Jenis Gasifier Updraft Gasifier
Kelebihan
Kelemahan
b. Menghasilkan pembakaran
a. Menghasilkan sedikit metan
yang sangat bersih c. Lebih mudah dioperasikan d. Arang yang dihasilkan lebih sedikit Downdraft gasifier a. dapat beroperasi secara kontinyu suhu gas tinggi
b. Tidak dapat beroperasi secara kontinyu c. Gas yang dihasilkan tidak kontinyu a. tar yang dihasilkan lebih banyak b. produksi asap terlalu banyak selama operasi c. menghasilkan arang lebih banyak
27
Crossdraft Gasifier a. suhu gas yang keluar tinggi a. komposisi gas yang b. reduksi
rendah
c. kecepatan gas tinggi d. tempat penyimpanan, pembakaran dan zona reduksi terpisah
dihasilkan kurang bagus b. gas CO yang dihasilkan tinggi, gas H rendah c. gas metan yang dihasilkan juga rendah
e. kemampuan pengoperasiannya sangat bagus f. waktu mulai lebih cepat
2.4 Dasar Proses Gasifikasi 1.
Daerah Pengeringan Bahan bakar padat dimasukkan ke dalam reaktor. Hal ini tidak perlu
menggunakan peralatan pengumpanan bahan bakar yang kompleks, karena sejumlah kecil kebocoran udara dapat toleransi di tempat ini. Sebagai akibat dari perpindahan panas dari bagian bawah gasifier, pengeringan bahan bakar biomassa terjadi dibagian bungker. Uap air akan mengalir ke bawah dan menambah uap air yang terbentuk di daerah oksidasi. bagian dari itu dapat direduksi menjadi hidrogen dan sisanya akan berakhir sebagai kelembaban dalam gas. 2.
Daerah pirolisis Tidak seperti pembakaran, pirolisis terjadi pada tempat yang tidak terdapat
oksigen, kecuali dalam kasus dimana oksidasi parsial diperbolehkan untuk menyediakan energi termal yang dibutuhkan untuk proses gasifikasi. Terdapat tiga variasi antara lain : -
Mild Pyrolysis
-
Slow pyrolysis
-
Fast pyrolysis Pada pyrolysis molekul besar hydrocarbon dipecah menjadi partikel kecil
hydrocarbon. Fast pyrolysis hasil utamanya adalah bahan bakar cair, slow pyrolsis menghasilkan gas dan arang. Mild pyrolysis yang saat ini sedang dipertimbangkan
28
untuk memanfaatkan biomassa yang efektif. Pada proses ini biomassa dipanaskan 200300°C tanpa kontak dengan oksigen. Struktur kimia dari biomassa diubah, dimana menghasilkan karbon dioksida, karbon monoksida, air, asam asetat, dan methanol. Mild pyrolisis meningkatkan densitas energi dari biomassa. Pada suhu di atas 250° C, bahan bakar biomassa dimulai pyrolysing. Rincian pyrolysis ini reaksi yang tidak dikenal, tetapi orang biasa menduga bahwa molekulmolekul besar (seperti selulosa, hemi-selulosa dan lignin) terurai menjadi molekul berukuran sedang dan karbon (char) selama pemanasan bahan baku. Produk pirolisis mengalir ke bawah zona pemanasan pada gasifier. Beberapa akan terbakar di daerah oksidasi, dan sisanya akan memecah molekul yang lebih kecil dari hidrogen, metan, karbon monoksida, etana, etilena, dll. Jika tetap berada di zona panas cukup lama. Jika waktu tinggal di zona panas terlalu pendek atau suhu terlalu rendah, maka molekul yang berukuran menengah akan berpindah dan mengembun sebagai tar dan minyak, dalam suhu rendah bagian dari sistem. Secara umum reaksi yang terjadi pada pirolysis beserta produknya adalah : Biomassa 3.
char + tar + gases (
, CO,
,
,
)
Daerah Oksidasi Dibentuk pada tingkat dimana oksigen (udara) dimasukkan. Reaksi dengan
oksigen sangat eksostermik dan mengakibatkan kenaikan tajam suhu sampai 1200°C. sebagaimana yang dibutuhkan di atas, fungsi penting zona oksidasi, selain penghasil panas, adalah untuk mengkonversi dan mengoksidasi hampir semua produk terkondensasi dari zona pirolisis. Untuk menghindari titik-titik dingin di zona oksidasi, kecepatan udara masuk dan geometri reaktor harus dipilih dengan baik. Umumnya dua metode yang digunakan untuk mendapatkan suhu yang terdistribusi : -
Mengurangi luas penampang pada ketinggian tertentu dari reaktor.
-
Penyebaran nozel inlet udara di atas lingkaran mengurangi cross-sectional area, atau alternatif menggunakan inlet udara sentral dengan perangkat penyemprotan.
29
4.
Daerah Reduksi Produk reaksi dari zona oksidasi (gas panas dan bara arang) bergerak turun ke
zona reduksi. Di zona ini panas masuk secara sensible dari gas dan arang yang dikonversi sebanyak mungkin menjadi energi kimia dari gas produser. Produk akhir dari reaksi kimia yang terjadi di zona reduksi adalah gas mudah terbakar yang dapat digunakan sebagai bahan bakar gas pada pembakaran motor dalam dan sedikit abu. Abu yang dihasilkan dari gasifikasi biomassa kadang-kadang harus dibuang dari reaktor. Biasanya akan timbul perapiaan di dasar peralatan dan dengan demikian membantu untuk mencegah penyumbatan yang dapat menyebabkan obstruksi aliran gas. Berikut adalah reaksi kimia yang terjadi pada zona tersebut :
Bourdouar reaction : C+
2 CO – 172 (MJ/Kmol)
Steam- Carbon Reaction : CO +
C+
- 131 (MJ/Kmol)
Water-gas shift reaction : C+
+
+ 41 (MJ/Kmol)
CO methanation : C+3
206 (MJ/Kmol)
+
…………..……(2.6)
2.5 Parameter-Parameter Penting dalam Proses gasifikasi Parameter-parameter penting yang harus dipertimbangkan dalam proses gasifikasi, yaitu : 1.
Temperatur Gasifikasi Temperatur gasifikasi harus tinggi karena dalam tahap pertama gasifikasi adalah
pengeringan untuk menguapkan kandungan air dalam batubara dan biomassa agar menghasilkan gas yang bersih. Temperatur yang tinggi juga dapat berpengaruh dalam menghasilkan gas yang mudah terbakar.
30
2.
Spesific Gasification Rate (SGR) SGR mengindikasikan banyaknya biomassa rata-rata yang dapat tergasifikasi
dalam gasifier. Jika SGR semakin besar maka proses gasifikasi tidak berjalan secara sempurna, sebaliknya jika SGR semakin kecil maka proses gasifikasi berjalan lambat. SGR dapat dihitung dengan cara :
SGR =
3.
………………………………………………...(2.8)
Fuel Consumtion Rate (FCR) Biomassa yang dibutuhkan pada proses gasifikasi dapat dihitung menggunakan
rumus :
FCR =
=
4.
………..……………………………………......(2.9)
Gas Fuel Ratio (GFR) GFR (Gas Fuel Ratio) dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
GFR =
5.
…………………………………………………...(2.10)
Persentase Char Persentase char adalah perbandingan banyaknya arang yang dihasilkan dengan
banyaknya biomassa yang dibutuhkan. % char dapat dihitung menggunakan rumus :
% Char =
6.
x 100% …………………………………..……………(2.11)
Waktu Konsumsi Bahan Bakar Hal ini mengacu pada total waktu yang dibutuhkan untuk benar-benar mengubah
menkadi gas dari bahan bakar padat di dalam reaktor. Ini termasuk waktu menyalakan
31
bahan bakar dan waktu menghasilkan gas, ditambah waktu untuk benar-benar membakar semua bahan bakar dalam reaktor. Dapat dihitung menggunakan rumus :
………………………………………………………………………(2.12)
Dimana : FCR
= Fuel Consumption Rate (Kg/hr)
T
= Waktu konsumsi bahan bakar (hr) = Massa jenis bahan bakar (kg/m³)
7.
Jumlah Udara dibutuhkan untuk Gasifikasi Hal ini mengacu pada laju aliran udara yang diperlukan untuk mengubah bahan
bakar padat menjadi gas. Hal ini sangat penting dalam menentukan ukuran blower yang dibutuhkan untuk reaktor gasifier. seperti ditunjukkan dibawah, ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
……………………………………………………………….(2.13)
Dimana : AFR
= Air Fuel Rate (tingkat aliran udara) (m³/jam)
FCR
= Fuel Consumption Rate (kg/jam) = Massa jenis Udara (1,25 kg/m³) = Rasio ekuivalensi (0,3 - 0,4)
SA 8.
= udara stoikimetri dari bahan bakar padat
Jumlah Udara Pembakaran Jika
susunan
bahan
bakar
diketahui,
berdasarkan
ketel
uap
(Djokostyardjo,1989) maka dapat dihitung jumlah kebutuhan udara pembakaran untuk pembakaran sempurna.
Karbon (C) terbakar sempurna menjadi CO2 menurut persamaan: C + O2
CO2
32
12 kg C + 32 kg O2
44 kg CO2
1 kg C + 32/12 kgO2
44/12kg CO2 …………………….……….(2.14)
Hidrogen (H) terbakar menjadi H2O menurut persamaan : H 2 + ½ O2
H2 O
2 kg H2 + 16 O2
18 kg H2O
1 kg H2 + 8 kg O2
9 kg H2O ……………………………..……..….(2.15)
Belerang (S) terbakar berdasarkan persamaan : S + O2
SO2
32 kg S + 32 kg O2 1kg S + 1 kg O2
64 kg SO2 2kg SO2
…….……………….…………….(2.16)
Dari perhitungan diatas kemudian dijumlahkan kebutuhan oksigennya maka kebutuhan udara stoikiometri (SA) dari bahan bakar padat dapat dihitung dengan persamaan: SA = kebutuhan oksigen C + kebutuhan oksigen H + kebutuhan oksigen S – kandungan O ...……………………………………………..……....(2.17) Kemudian kebutuhan udara pembakaran dapat dihitung. Umumnya kadar oksigen yang terkandung dalam udara antara 21 – 23 %, maka dari perbandingan udara dan bahan bakar didapat kebutuhan udara sebesar : Kebutuhan udara pembakaran =
9.
Energi yang dibutuhkan (
% %
x kebutuhan oksigen total.....(2.18)
)
Hal ini mengacu pada jumlah panas yang harus dipasok oleh reaktor. Jumlah energi yang diperlukan dapat dihitung dengan menggunakan rumus : =M
ΔT ……………….……………….…………………….............(2.19)
=
…………………………….………….………………….…..….(2.20)
Dimana : = Energi yang dibutuhkan (Kcal/hr) M
= Massa (Kg)
33
= Energi Spesifik (Kcal/Kg) t
= Waktu proses (hr)
Cp
= Kalor Spesifik (KJ/Kg.K)
ΔT
=
= antara
-
10. Kebutuhan Bahan bakar Energi input ini mengacu pada jumlah energi yang diperlukan dalam hal bahan bakar yang akan dimasukkan ke dalam gasifier. Hal ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
…………………………………………………………………..(2.21)
Dimana : FCR
=Fuel Consumption rate (kg/jam) = Energi panas yang dibutuhkan (KJ/jam)
HV
= Heating Value of fuel (KJ/Kg) = Efisiensi gasifier
2.6 Pembakaran Bahan Bakar 2.6.1 Nilai Pembakaran Bila dalam 1 kg bahan bakar yang terdiri dari C kg karbon, H kg Hidrogen, O kg oksigen, S kg Belerang, N kg Nitrogen, A kg Abu, W kg dari air, maka didapatkan nilai pembakaran dari bahan bakar tersebut, yang mana jumlah panas yang dihasilkan dari pembakaran yang sempurna dari 1 kg bahan bakar yang dimasukkan dalam reaktor. Berdasarkan dari buku ketel uap (Djokosetyardjo, 1989) mengenai pembakaran bahan bakar dengan rumus untuk menentukan heating value adalah sebagai berikut :
= 33915C + 144033 (H - ) + 10648 S ( ) ………………………..........(2.22) = 33915C + 121423 (H - ) + 10648 S – 2512 ( W+9 x
) ( ) ….…….(2.23)
34
= merupakan nilai pembakaran tertinggi, yang dalam hal ini uap air yang terbentuk dari hasil pembakaran dicairkan terlebih dahulu, sehingga panas pengembunannya turut dihitung. = merupakan nilai pembakaran terendah, yang mana dalam hal ini uap air yang terbentuk dari hasil pembakaran tidak perlu dicairkan terlebih dahulu, sehingga panas pengembunannya tidak turut dihitung serta tidak dinilai lagi sebagai panas pembakaran yang terbentuk.
2.6.2 Jumlah Udara Pembakaran Hal ini mengacu pada laju aliran udara yang diperlukan untuk mengubah bahan bakar padat menjadi gas. Hal ini sangat penting dalam menentukan ukuran diameter lubang pemasukan udara yang dibutuhkan oleh kompor gasifikasi. Seperti ditunjukkan, ini hanya dapat ditentukan dengan menggunakan tingkat konsumsi bahan bakar serbuk kayu (FCR), udara stoikimetri dari bahan bakar (SA), dan rasio ekuevalensi (ε). Seperti yang ditunjukkan, dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
=
……………………………….………………………....(2.24)
Dimana : = laju udara yang dibutuhkan reactor (Kg/jam) SA
= Udara stoikometri dari bahan bakar padat = Waktu operasi memanaskan air (jam)
2.7 Efisiensi Proses Gasifikasi Parameter-parameter yang mempengaruhi efisiensi gasifier antara lain, kandungan moisture, temperatur udara masuk, dan heat loss. Dapat disimpulkan bahwa kandungan moisture bahan bakar semakin tinggi, nilai kalor syngas semakin rendah, dengan kata lain efisiensi gasifikasi semakin kecil dengan tingginya kandungan moisture bahan bakar. Untuk pengaruh temperatur udara masuk, semakin tinggi temperatur udara masuk gasifier akan menaikkan efisiensi gasifikasi.
35
Sedangkan pengaruh besarnya heat loss, semakin kecil heat loss semakin besar pengaruhnya terhadap efisiensi gasifikasi. Pengaruh temperatur dan besarnya nilai dari equivalen ratio gasifikasi juga mempengaruhi efisiensi gasifikasi. Untuk bahan bakar biomassa dengan nilai persentase karbon yang rendah, temperatur gasifikasi dikondisikan pada 782oC 927oC pada ekuivalen ratio 0,244-0,295. Pada equivalen ratio yang lebih rendah, jumlah udara menjadi berlimpah menjadikan panas banyak terbuang, efisiensi gasifikasi turun. Untuk memastikan semua karbon bereaksi, temperatur harus tinggi > 927oC dan equivalen ratio 0,4. Pada kondisi tersebut persentase tar yang dihasilkan sangat tinggi. Ada dua cara untuk mengatasi hal tersebut, yaitu memanaskan udara masuk gasifier dan memperlama waktu tinggal (residence time) produk gas. Efisiensi gas hasil gasifikasi dapat dihitung dengan cara dan persamaan berikut :
Mencari N2 yang disupply dari udara yang mana mengandung sekitar 78%: Supply N2 Udara = 0,769 x SA ……………………………………….…...(2.25)
Mencari total nitrogen yang diproduksi udara dan bahan bakar :
Total N =
……….…(2.26)
Mencari jumlah gas nitrogen yang diproduksi:
Produksi N =
………………….......(2.27)
Mencari energi dari gas mampu bakar (syngas) yang dihasilkan: Energi syngas = Produksi N x syngas pada hasil gasifikasi x HHV syngas..........(2.28)
Mencari total energi dari gas mampu bakar/syngas (CO, H2 dan CH4) Energi syngas= energi syngas CO + energi syngas H2 + energi syngas CH4…….(2.29)
Mencari total energi input dari bahan bakar yang digunakan: Energi Input = nilai kalor bahan bakar ……………………………....(2.30)
Mencari effisiensi gas hasil gasifikasi (ηg )
ηg
=
x 100% …………………………………….……...(2.31)
36 Tabel 2.7 Higher Heating Value (HHV) dan Lower Heating Value (LHV) Gas mampu Bakar
Gas
Higher Heating Value (MJ/kg mol)
Lower Heating Value (MJ/kg mol)
CO H2 CH4
282,99 285,84 890,36
282,99 241,83 802,34
Sumber: Basu, 2006
2.8 Perhitungan Kandungan Gas Hasil Gasifikasi Untuk mengetahui kandungan gas, sampel gas diproses melalui alat GCxGC kemudian mendapat hasil berdasarkan berat molekul unsur penyusun gas tersebut. Persamaan–persamaan dibawah dapat digunakan untuk mengetahui persentase kandungan gas hasil gasifikasi. Terlebih dahulu perlu mencari nilai abundance dari N2 pada gas hasil gasifikasi, dengan persamaan : Nilai abundance N2 udara Nilai abundance Ar udara
Nilai abundance Ar gas……..(2.31)
Setelah memperoleh nilai abundance
N2, kemudian menghitung nilai
Nilai abundance N
abundance dari CO, dengan persamaan : Nilai Abundance CO
Nilai abundance berat molekul 28
nilai abundance N gas….(2.32)
Setelah memperoleh nilai abundance N2 dan CO, dapat dilanjutkan perhitungan pada persentase kandungan gas yang ingin diinginkan, dengan menggunakan persamaan :
% Kandungan Gas yang dicari
Nilai abundance gas yang dicari Total abundance gas keseluruhan
100%..................(2.33)
Kemudian dilakukan penjumlah terhadap keseluruhan persentase kandungan gas untuk memperoleh persentase kandungan dari H2, dengan persamaan : %
100%
%
%
%
%
%
%
……………(2.34)