5
BAB II DASAR TEORI
2.1 Biomassa Biomassa merupakan sumber energi terbarukan yang mengacu pada bahan biologis yang berasal dari organisme yang belum lama mati (dibandingkan dengan bahan bakar fosil). Sumber-sumber biomassa yang paling umum adalah bahan bakar kayu, limbah dan alkohol. Biomassa sangat efektif sebagai energi alternatif yang ramah lingkungan. Biomassa membentuk bagiannya sendiri melalui proses fotosintesis. Energi yang menggantikan bahan bakar fosil dapat diperoleh dari siklus, yaitu pembakaran biomassa, emisi kabondioksida dan refiksasi karbondioksida. Oleh karena itu, emisi karbondioksida dapat direduksi dengan cara mengganti bahan bakar fosil dengan biomassa. Sumber energi biomassa pun mempunyai kelebihan sebagai sumber energi yang dapat diperbaharui (renewable) sehingga dapat menjadi sumber energi dalam jangka waktu yang sangat lama dan berkesinambungan (sustainable). 2.1.1 Kandungan dalam Biomassa Kandungan utama biomassa adalah karbon, oksigen, dan hidrogen. Ini ditunjukkan dalam Tabel 2.1. Tabel tersebut memperlihatkan komposisi dari berbagai jenis biomassa. Rumus kimia dari biomassa diwakili oleh CxHyOz, nilai koefisien dari x, y, dan z ditentukan dari jenis biomassa (K. Raveendran et al, 1995). Menentukan sistem energi biomassa, dimana kandungan energi setiap jenisnya harus ditentukan terlebih dahulu. Nilai kalor seringkali digunakan sebagai indikator kandungan energi yang dimiliki setiap jenis biomassa. Nilai kalor adalah jumlah panas yang dihasilkan saat bahan menjalani pembakaran sempurna atau dikenal sebagai kalor pembakaran. Nilai kalor ditentukan melalui rasio komponen dan jenisnya serta rasio unsur di dalam biomassa itu sendiri (terutama kadar karbon).
6 Table 2.1 Analisa Ultimat Biomassa Ultimate Analysis (wt %) No
Biomassa C
H
N
O
HHVa Density (MJ/kg) (kg/m3)
X
Y
Z
% conversion of carbon
1
Ampas tebu
43.8
5.8
0.4
47.1
16.29
111
3.65
5.8
2.94
81
2
Sabut kelapa
47.6
5.7
0.2
45.6
14.67
151
3.97
5.7
2.85
72
3
Batok kelapa
50.2
5.7
0.0
43.4
20.50
661
4.18
5.7
2.71
65
4
sabutempulur
44.0
4.7
0.7
43.4
18.07
94
3.67
4.7
2.71
74
5
Bonggol jagung 47.6
5.0
0.0
44.6
15.65
188
3.97
5.0
2.79
70
6
tangkai jagung
41.9
5.3
0.0
46.0
16.54
129
3.49
5.3
2.88
82.3
7
Limbah kapas
42.7
6.0
0.1
49.5
17.48
109
3.56
6.0
3.10
87
8
Kulit kacang
48.3
5.7
0.8
39.4
18.65
299
4.03
5.7
2.46
61.2
9
Jerami padi
42.7
6.0
0.1
33.0
17.48
201
3.56
6.0
2.063 58
10
Sekam padi
38.9
5.1
0.6
32.0
15.29
617
3.24
5.1
2.0
62
11
Tangkai padi
36.9
5.0
0.4
37.9
16.78
259
3.08
5.0
2.37
82.4
12
Serbuk kayu
48.2
5.9
0.0
45.1
19.78
259
4.02
5.9
2.82
70.2
13
Jerami gandum
47.5
5.4
0.1
35.8
17.99
222
3.96
5.4
2.24
56.5
Average
44.6
5.5
0.3
41.8
17.32
253.84
3.72
5.49
2.61
70.89
Sumber: K. Raveendran et al, 1995
2.1.2 Biomassa Bambu A. Bambu Bambu merupakan tanaman jenis rumput-rumputan dengan rongga dan ruas di batangnya. Bambu adalah salah satu tanaman dengan pertumbuhan paling cepat, karena memiliki sistem rhizoma-dependen unik. Bambu dapat tumbuh sepanjang 60 cm (24 Inchi) bahkan lebih tiap harinya, tergantung pada kondisi tanah dan klimatologi tempat ia ditanam (Anonimus, 2011). Setiap ruas tumbuh cabang-cabang yang berukuran jauh lebih kecil dibandingkan dengan buluhnya sendiri. Pada tumbuhan bambu akan tumbuh akarakar sehingga bambu dimungkinkan untuk memperbanyak tanaman dari potonganpotongan setiap ruasnya, disamping tunas-tunas rimpangnya. Bambu yang dipanen dengan benar dan diawetkan merupakan bahan yang kuat, fleksibel, dan murah, yang dapat dijadikan bahan alternatif pengganti kayu
7
yang kian langka dan mahal. Kelebihan dari bambu (Warta Ekspor, 2011), antara lain:
Sumber daya terbarukan; dapat dipanen dalam waktu hanya 3-5 tahun dibandingkan dengan 20-50 tahun pada kebanyakan jenis kayu keras. Produksi biomasa bambu diperkirakan sekitar 20-30 ton per hektar per tahun.
Berlimpah; ada lebih dari 1.500 spesies di seluruh dunia, di Indonesia juga ditemukan lebih dari 100 jenis bambu yang hampir seluruhnya dapat dimanfaatkan.
Bambu merupakan penyeimbang ekosistem bumi, karena tumbuhan yang paling ideal dalam peyerapan CO2 yang dilepaskan oleh pembangkit atau mesin lainnya.
Lebih kuat dari baja. Jenis-jenis bambu tertentu memiliki kekuatan tensil hingga 28.000 per inci, dibandingkan dengan baja yang memiliki tensil 23.000.
Meningkatkan pendapatan petani. Bambu tumbuh di kawasan pedesaan dan kebanyakan dimiliki oleh petani miskin. Memanfaatkan bambu secara lestari dapat membantu menambah penghasilan petani.
Rumah yang aman. Lebih dari satu miliar orang tinggal di rumah bambu. Dalam berbagai kejadian, rumah bambu terbuki tahan terhadap gempa bumi.
Eksotis, indah. Bambu secara alami adalah bahan yang indah dan eksotis, dapat diaplikasikan menjadi berbagai macam produk yang bermanfaat.
B. Jenis-Jenis Bambu Indonesia merupakan salah satu wilayah yang menjadi surga bagi jenis tanaman yang disebut juga sebagai buluh, aur dan eru ini. Diperkirakan terdapat sedikitnya 159 jenis bambu di Indonesia yang 88 diantaranya merupakan spesies endemik Indonesia. Beberapa jenis bambu yang ada di Indonesia (Warta Ekspor, 2011), antara lain:
Gigantochloa Apus (Bambu Apus/Tali). Batang bambu apus termasuk salah satu jenis bambu yang sangat fleksibel, berbatang kuat dan lurus dapat digunakan untuk beberapa keperluan. Jenis ini terkenal paling bagus untuk dijadikan bahan baku kerajinan anyaman karena seratnya yang panjang kuat, dan lentur. Ada juga yang menggunakannya untuk alat musik. Secara khusus
8
bambu ini mempunyai peran utama dalam pembuatan rumah sederhana.dan sebagian besar komponen rumah dapat dibuat dari bambu ini, mulai dari tiang, dinding, kaso hingga peralatan dapur. Bambu tali ini merupakan jenis bambu yang memiliki populasi yang cukup tinggi di Indonesia dan Bali khususnya.
Gigantochloa Atroviolacea (Bambu Hitam). Bambu hitam sangat baik untuk pembuatan alat musik seperti angklung, gambang atau calung dan dapat juga digunakan untuk furniture dan bahan kerajinan tangan.
Dendrocalamus Strictus (Bambu Batu). Batang bambu batu sangat kuat dan dapat digunakan untuk bahan baku kertas dan untuk bahan anyaman.
Dendrocalamus Asper (Bambu Betung). Bambu betung sifatnya keras, baik untuk bahan bangunan karena seratnya besar-besar dan ruasnya panjang. Bambu ini dapat dimanfaatkan untuk saluran air, penampung air aren yang disadap, dinding rumah yang dianyam (gedek atau bilik) dan berbagai jenis barang kerajinan.
Gigantochloa Atter (Bambu Ater). Batang bambu ater biasanya digunakan orang untuk dinding rumah, pagar, alat-alat rumah tangga kerajinan tangan dan ada juga yang menggunakan untuk alat musik.
Schizostachyum
Brachycladum
(Bambu
Bali).
Karena
penampilan
tanamannya unik dan menarik maka bambu ini biasa digunakan sebagai tanaman hias.
Gigantochloa
Verticillata/Gigantochloa
Pseudo
Arundinacea
(Bambu
Andong). Bambu andong sebagian besar digunakan untuk membuat berbagai jenis kerajinan tangan, bahan bangunan dan untuk chopstick.
Bambusa Vulgaris (Bambu Kuning). Bambu kuning digunakan untuk mebel, bahan pembuat kertas, kerajinan tangan dan dapat ditanam di halaman rumah karena cukup menarik sebagai tanaman hias serta untuk obat penyakit kuning atau lever.
Bambusa Vulgaris (Bambu Tutul). Bambu tutul sebagian besar digunakan untuk furniture, untuk dinding dan lantai rumah serta untuk kerajinan tangan.
9
Bambusa Multiplex (Bambu Cendani). Batang bambu cendani dapat digunakan untuk tangkai payung, pipa rokok, kerajinan tangan seperti tempat lampu, vas bunga, rak buku dan berbagi mebel dari bambu.
Bambusa Glaucescens (Bambu Pagar). Disebut juga bambu china, ukuran batang dan daun bambu jenis ini lebih halus dari bambu Jepang. Namun berbeda dengan kedua jenis bambu lainnya, bambu cina tumbuhnya lebih menyemak dan batangnya mudah melengkung. Warna batangnya hijau muda, agak kekuningan. Bambu ini juga menarik sebagai tanaman hias. Di Indonesia sekitar, 80% batang bambu dimanfaatkan untuk bidang konstruksi. Selebihnya, dimanfaatkan dalam bentuk lainnya seperti kerajinan, furniture, chopstick, industri pulp dan kertas serta keperluan lainnya.
Bambusa Atra (Bambu Loleba). Bambu loleba dapat digunakan untuk dinding rumah, tali tongkat, bahan anyaman dan sebagai tanaman hias.
C. Sifat Dasar Bambu
Anatomi Kolom bambu terdiri atas sekitar 50% parenkim, 40% serat dan 10% sel penghubung (pembuluh dan sieve tubes). Parenkim dan sel penghubung lebih banyak ditemukan pada bagian dalam dari kolom, sedangkan serat lebih banyak ditemukan pada bagian luar. Susunan serat pada ruas penghubung antar buku memiliki kecenderungan bertambah besar dari bawah ke atas sementara parenkimnya berkurang (Krisdianto dkk, 2010).
Sifat Fisis dan Mekanis Sifat fisis dan mekanis merupakan informasi penting guna memberi petunjuk tentang cara pengerjaan maupun sifat barang yang dihasilkan. Beberapa hal yang mempengaruhi sifat fisis dan mekanis bambu adalah umur, posisi ketinggian, diameter, tebal daging bambu, posisi beban (pada buku atau ruas), posisi radial dari luas sampai ke bagian dalam dan kadar air bambu. Hasil pengujian sifat fisis mekanis bambu hitam dan bambu apus terdapat pada tabel 2.2 berikut.
10 Tabel 2.2 Sifat Fisis dan Mekanis Bambu
No 1
2 3 4
Sifat Kelenturan Statik a. Tegangan pada batas proporsi (kg/cm2) b. Tegangan pada batas patah (kg/cm2) c. Modulus elastisitas (kg/cm2) d. Usaha pada batas proporsi (kg/dm3) e. Usaha pada batas patah (kg/dm3) Tegangan tekan sejajar serat (tegangan maksimum, kg/cm2) Tegangan geser (kg/cm2) Tegagan tarik tegak lurus serat (kg/cm2)
Bambu Hitam 447 663 99000 1,2 3,6 489
Bambu Apus 327 546 101000 0,8 3,3 504
61,4
39,5
28,7 41,4
28,3 58,2
Sumber: Krisdianto dkk, 2010
Sifat Kimia Sifat kimia bambu meliputi penetapan kadar selulosa, lignin, pentosan, abu, silika, serta kelarutan dalam air dingin, air panas dan alkohol benzen. Hasil analisis kimia beberapa jenis bambu terdapat pada tabel 2.3 berikut. Tabel 2.3 Analisa Kimia Bambu
No
Jenis Bambu
Bambu apus/tali Bambu 2 petung Bambu 3 batu 1
Selulosa Lignin Pentosan (%) (%) (%)
Abu (%)
Silika (%)
Kelarutan dalam (%) Air Air Alkohol NaOH dingin panas
52,1
24,9
19,3
2,75
0,37
5,2
6,4
1,4
25,1
52,9
24,8
18,8
2,63
0,20
4,5
6,1
0,9
22,2
52,2
26,6
19,2
3,77
1,09
4,6
5,3
2,5
23,1
Sumber: Krisdianto dkk, 2010
Pada penelitian ini, akan dilakukan pengujian karakterisasi bambu dengan analisa ultimat, prosimat dan nilai kalor untuk lebih memastikan sifatsifat bambu yang digunakan.
11
D. Pemanfaatan Bambu Bambu merupakan komoditas lokal yang telah dikenal oleh masyarakat sejak dulu dimana merupakan tanaman yang mudah dijumpai di Indonesia terutama di Bali, Jawa, Sulawesi Selatan, dan Sumatera. Di Indonesia jenis-jenis bambu ini dimanfaatkan sebagai sarana persembahyangan, bahan bangunan (kontruksi), transportasi, pembuatan alat musik seperti angklung, kuliner, kerajinan rumah tangga dan ornamen, serta sebagai bahan pengobatan alami (Anonimus, 2011). Selain itu pemanfaatan bambu meluas sebagai sumber energi terbarukan berupa biomassa. Pemanfaatan biomassa bambu ini sangat berpotensi karena mudah dibudidayakan, ramah lingkungan dan produktivitas biomasa bambu per satuan luas lebih tinggi dibanding dengan sebagian besar jenis tanaman lainnya yaitu sekitar 33,4-109,2 ton/ha/tahun dengan masa panen yang cukup singkat yaitu berkisar 1-3 tahun serta dapat dipanen sepanjang tahun sehingga kontinuitas bahan baku ini selalu terjaga (Faris, 2009). Disamping itu, limbah atau sisa dari pemanfaatan bambu tersebut masih belum dapat perhatian yang serius, bahkan dibuang begitu saja tanpa adanya pengolahan yang lebih bermanfaat, sehingga potensi biomassa bambu ini sangat besar dikembangkan di Indonesia guna mengatasi kelangkaan energi fosil.
Gambar 2.1 Limbah Bambu dari Sarana Persembahyangan di Pemelisan Sesetan
2.1.3 Produk Biomassa Terdapat tiga tipe bahan bakar yang dihasilkan dari biomassa yang biasa digunakan untuk berbagai macam kebutuhan, yaitu : a. Cairan (ethanol, biodiesel dan methanol).
12
b. Gas: biogas (CH4, CO2), produser gas (CO, H2, CH4 dan CO2), syngas (CO,H2). c. Padat (arang). Penggunaan etanol dan biodiesel sebagai bahan bakar kendaraan transportasi dapat mengurangi emisis gas CO2. Oleh karena itu biomassa bukan hanya energi terbarukan tapi juga bersih atau ramah lingkungan dan dapat digunakan sebagai sumber energi secara global (Basu, 2010). 2.2 Batubara 2.2.1 Pengertian Batubara Batubara merupakan sisa tumbuhan dari jaman prasejarah yang berubah bentuk yang awalnya berakumulasi di rawa dan tanah gambut. Pembentukan batubara dimulai sejak Carboniferous Period (Periode Pembentukan Karbon atau Batu Bara) dikenal sebagai zaman batu bara pertama yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Mutu dari setiap batubara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lamanya waktu pembentukan yang disebut sebagai maturitas organik (World Coal Institute, 2009). Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki potensi sumber daya alam melimpah. Produksi batubara Indonesia diperkirakan akan mengalami kenaikan di masa yang akan datang. Prediksi kenaikan produksi batubara di Indonesia didominasi oleh batubara peringkat rendah (lignit) yaitu sekitar (60-70)% dari total cadangan batubara. Batubara kualitas rendah belum banyak dieksploitasi karena masih mengalami kendala dalam transportasi dan pemanfaatan. Batubara peringkat rendah mempunyai kandungan air total cukup tinggi sehingga nilai kalor menjadi rendah. Oleh karena itu diperlukan teknologi khusus, salah satunya adalah menggunakan teknologi gasifikasi dengan sistem fluidized bed untuk memanfaatkan batu bara peringkat rendah agar dapat digunakan sebagai pengganti batubara peringkat tinggi yang cadangannya sudah mulai menipis.
13
Gambar 2.2 Batubara
2.2.2
Klasifikasi Batubara Dapat diketahui garis besar klasifikasi batubara dalam lima kelas garis besar,
yaitu gambut, lignit, sub-bituminus, bituminus, dan antrasit.
Gambar 2.3 Jenis-jenis Batubara (Sumber: World Coal Institute, 2009)
Gambut merupakan tahapan awal dalam pembentukan batubara. Dari gambar belum banyak yang bisa digunakan menjadi bahan bakar bernilai ekonomis dikarenakan kandungan air sangat tinggi dan nilai kalor rendah. Lignit berasal dari bahasa latin yang berarti kayu. Lignit (browncoal) termasuk rangking rendah batubara ini mempunyai kandungan air, abu, dan zat terbang (volatile matter) yang tinggi, tetapi mempunyai nilai kalor terendah. Karena kandungan zat terbangnya yang tinggi, lignit sangat mudah terbakar dan dikenal sebagai jenis batubara yang mudah terjadi pembakaran spontan, terutama pada penimbunan batubara. Sub-bituminus merupakan rangking batubara menengah. Tekstur kayu sudah terlihat pada jenis batubara ini, terlihat dari warna hitam mengkilat dan agak rapuh. Sub-bituminus memiliki nilai kalor cukup tinggi juga kandungan karbon yang relatif tinggi. Di samping itu, kandungan air, abu dan zat terbangnya juga tinggi. Tidak
14
berbeda jauh dengan lignit, sub-bituminus juga tergolong jenis batubara yang memiliki kandungan sulfur cukup tinggi dan mudah terjadi pembakaran spontan. Penamaan bituminus diperoleh dari kenyataan batubara ini bila dipanaskan akan memiliki masa kohesif, mengikat dan melekat. Rangking batubara ini paling banyak digunakan pada pembangkit listrik batubara karena memiliki nilai kalor tertinggi dan temperatur nyala yang tinggi, selain itu kandungan air, abu, sulfur dan zat terbangnya tergolong sedikit. Batubara ini berwarna hitam kilap dan menunjukan agglomerasi, sehingga cocok sebagai bahan baku pembuatan kokas industri baja. Sedangkan umur batubara paling tua adalah antrasit. Jenis batubara ini merupakan rangking batubara paling tinggi. Warnanya hitam mengkilat, keras dan kompak, tidak rapuh, namun sangat getas dan homogen. Nilai kalor dan kandungan karbon antrasit sangat tinggi. Kandungan air, zat terbang dan sulfur sangat sedikit. 2.2.3 Karakteristik Batubara Karakteristik batubara dapat dinyatakan berdasarkan sifat fisika dan sifat kimia yang dimilikinya. Karakteristik batubara yang menunjukkan sifat fisikanya diantaranya nilai density, kekerasan, grindability, warna, dan pecahan. Sedangkan sifat kimia batubara merupakan kandungan senyawa yang terkandung dalam batubara tersebut diantaranya kandungan karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan sulfur. Terdapat dua metode untuk menganalisis batubara, yaitu analisis ultimate dan analisis proximate. Tabel 2.4 Analisis Proksimat dan Ultimat Batubara
Proximate analysis (wt % ar)
Ultimate Analysis (wt % maf)
Coal Rank Fixed Volatille Carbon Matter Moisture Ash Antracite 81,8 7,7 4,5 6 Bituminous 54,9 35,6 5,3 4,2 Subbituminous 43,6 34,7 10,5 11,2 Lignite 27,8 24,9 36,9 10,4 Sumber: World Coal Institute, 2009
C 91,8 82,8 76,4 71
H 3,6 5,1 5,6 4,3
O 2,5 10,1 14,9 23,2
N 1,4 1,4 1,7 1,1
S 0,7 0,6 1,4 0,4
Net Heating Value (maf) (MJ/kg) 36,2 36,1 31,6 26,7
15
2.3 Analisa Komposisi Bahan Bakar Setiap jenis bahan bakar baik bahan bakar yang berasal dari fosil maupun yang berasal dari non-fosil (biomassa), sebelum digunakan sebagai sumber energi pada proses pembakaran, terlebih dahulu harus diketahui kandungan (komposisi) dasarnya. Metode yang digunakan ada tiga jenis, yaitu : a. Analisa Proksimat b. Analisa Ultimat c. Analisa Nilai Kalor 2.3.1 Analisa Proksimat Analisa proksimat merupakan analisa untuk mengetahui struktur fisika dari bahan bakar. Pada penelitian ini, analisa proksimat menggunakan alat yang lebih modern (TGA-701) dengan metode ASTM D7582 MVA in coal and biomass yang mana langsung mampu memberikan nilai komposisi setiap parameter proksimat. Struktur fisika yang menjadi parameter analisa proksimat, antara lain: a. Kandungan karbon tetap (Fixed Carbon) Fixed carbon merupakan bahan bakar padat yang tertinggal dalam reaktor setelah bahan yang mudah menguap didistilasi. Kandungan utamanya adalah karbon juga mengandung hidrogen, oksigen, sulfur dan nitrogen yang tidak terbawa gas. Fixed carbon memberikan perkiraan kasar terhadap nilai panas bahan bakar. b. Kandungan kadar air (Moisture) Kadar air (moisture) adalah kandungan air pada bahan bakar padat. Semakin besar kandungan air yang terdapat pada bahan bakar padat, maka nilai kalornya semakin kecil, begitu juga sebaliknya. Kadar air menyebabkan:
Meningkatkan kehilangan panas, karena penguapan dan pemanasan berlebih dari uap.
Membantu pengikatan partikel halus pada tingkatan tertentu.
Membantu radiasi transfer panas.
Cara pengujian ini adalah dengan cara memanaskan sampel bahan bakar pada temperatur 105 – 110oC selama 1 jam, agar mendapatkan nilai kandungan air. c. Kandungan Abu (Ash) Abu merupakan kotoran yang tidak akan terbakar. Efek dari abu adalah:
16
Mengurangi kapasitas handling dan pembakaran.
Meningkatkan biaya handling.
Mempengaruhi efisiensi pembakaran dan efisiensi boiler.
Menyebabkan penggumpalan dan penyumbatan.
Sample bahan bakar dari pengujian moisture kemudian dipanaskan kembali pada temperatur 700-750oC selama 1,5 jam untuk mendapatkan nilai kandungan abu/ ash. d. Kandungan Zat Terbang (Volatile Matter) Kandungan Zat Terbang (Volatile Matter) merupakan indeks dari kandungan bahan bakar bentuk gas di dalam suatu bahan bakar. Pengaruh dari bahan yang mudah menguap/kandungan zat terbang:
Berbanding lurus dengan peningkatan panjang nyala api, dan membantu dalam memudahkan penyalaan bahan bakar.
Mengatur batas minimum pada tinggi dan volume reaktor.
Mempengaruhi kebutuhan udara sekunder dan aspek-aspek distribusi.
Mempengaruhi kebutuhan minyak bakar sekunder.
Untuk menentukan kandungan zat terbang dari bahan bakar, dilakukan dengan pemanasan sampel bahan bakar pada temperatur 950oC ± 20oC selama 12 menit. 2.3.2 Analisa Ultimat Analisa ultimat adalah analisa yang dilakukan berdasarkan struktur kimia bahan bakar yang bertujuan untuk mengetahui kadar C ( carbon ), Oksigen, Nitrogen, Hidrogen dan Sulfur. Analisa ini berguna dalam penentuan jumlah udara yang diperlukan untuk pembakaran dan volume serta komposisi gas pembakaran. Pada penelitian ini, analisa ultimat menggunakan alat yang lebih modern (CHN 628, 628 O dan 628 S) yang langsung mampu memberikan nilai komposisi setiap parameter ultimat. 2.3.3 Analisa Nilai Kalor Nilai kalor sangat menentukan tingkatan atau golongan suatu bahan bakar, nilai kalor dapat diukur menggunakan alat bom kalorimeter. Bom kalorimeter adalah suatu alat yang digunakan untuk menentukan panas yang disebabkan oleh bahan
17
bakar dan oksigen pada volume tetap. Hasil pengukuran diperoleh dari selisih pengukuran T1 dan T2 antara asam benzoat (benzoid acid) seperti persamaan (2.1) : ⁄
(
C=
(
(
)
)
)
=(
⁄
)…………………..…………...(2.1)
Dengan sample bahan uji seperti persamaan (2.2) (
QC=
)
( (
)
)
=(
⁄
)………………………………….(2.2)
2.4 Pasir Silika Pasir silika adalah salah satu mineral yang umum ditemukan di kerak kontinen bumi. Mineral ini memiliki struktur kristal heksagonal yang terbuat dari silika trigonal terkristalisasi (silikon dioksida, SiO2), dengan skala kekerasan Mohs 7 dan densitas 2,65 g/cm³. Bentuk umum kuarsa adalah prisma segienam yang memiliki ujung piramida segienam. Pasir kuarsa Atau Pasir Silika mempunyai komposisi gabungan dari SiO2, Fe2O3, Al2O3, TiO2, CaO, MgO dan K2O berwarna putih bening atau warna lain bergantung pada senyawa pengotornya, kekerasan 7 (skala Mohs), berat jenis 2,65, titik lebur 17150 oC, bentuk kristal hexagonal, panas sfesifik 0,185 dan konduktivitas panas 12 – 1000 oC (Anonimus, 2013). Material hamparan (bed material) yang digunakan pada gasifikasi sirkulasi fluidized bed sangat berpengaruh terhadap berhasil tidaknya proses fluidisasi yang dihasilkan. Material hamparan adalah suatu jenis bahan yang digunakan pada sistem gasifikasi sirkulasi fluidized bed sebagai media fluidisasi dan media penyimpanan panas. Pada gasifikasi sirkulasi fluidized bed, material hamparan ini akan difluidisasi dengan menggunakan dorongan agen gasifikasi seperti udara, oksigen, uap atau campurannya. Pasir silika memiliki titik lebur yang tinggi sampai mencapai 18000
,
sehingga sangat cocok digunakan untuk aplikasi gasifikasi sirkulasi fluidized bed. Disamping untuk material hamparan pada gasifikasi sirkulasi fluidized bed, pasir silika banyak digunakan dalam industri semen, gelas, pengecoran besi baja, keramik dan lain-lain.
18
Gambar 2.4 Pasir Silika
2.5 Fluidisasi Fluidisasi merupakan salah satu teknik pengontakan fluida baik gas maupun cairan dengan butiran padat. Pada fluidisasi, kontak antara fluida dengan partikel padat dapat terjadi dengan baik karena permukaan kontak yang luas. Bila cairan atau gas dilewatkan pada media hamparan partikel padat dengan kecepatan yang rendah, maka hamparan tidak akan bergerak (diam), apabila kecepatan fluida yang melewati hamparan dinaikan maka perbedaan tekanan disepanjang hamparan akan meningkat pula. Pada saat perbedaan tekanan sama dengan berat hamparan dibagi luas penampang, maka hamparan mulai bergerak dan melayang-layang ke atas dan partikel-partikel padat ini akan bergerak-gerak dan mempunyai perilaku seperti fluida. Keadaan seperti ini dikenal dengan hamparan terfluidisasikan (fluidized bed). 2.5.1 Jenis-Jenis Fluidisasi A. Fluidisasi Gelembung (Bubbling Fluidization) Fluidisasi gelembung adalah jenis fluidisasi yang menggunakan udara sebagai fluidanya. Hamparan zat padat yang terfluidisasi di dalam udara biasanya menunjukan fluidisasi yang dikenal sebagai fluidisasi agregativ. Fluidisasi ini terjadi jika kecepatan superficial gas di atas kecepatan fluidisasi minimum. Bila kecepatan superficial gas di atas kecepatan jauh lebih besar dari Umf kebanyakan gas itu mengalir melalui hamparan dalam bentuk gelembung dan hanya sebagian kecil gas itu mengalir dalam saluran-saluran yang terbentuk di antara partikel. Partikel itu bergerak tanpa aturan dan didukung oleh fluida tetapi di ruang-ruang antara gelembung fraksi kosong kira-kira sama dengan kondisi awal fluidisasi. Gelembung yang terbentuk berperilaku hampir seperti
19
gelembung udara dalam air, atau gelembung uap dalam zat cair yang mendidih (hamparan didih).
Gambar 2.5 Skema Bubbling Fluidization (Sumber: Paul Grabowski, 2004)
B. Circulation Fluidized Bed Cyclone merupakan unit utama yang digunakan untuk meningkatkan efisiensi gasifikasi dengan jalan membakar kembali melalui proses sirkulasi. Gas panas dan tar, debu bercampur kembali ke reaktor. Siklon ini menggunakan gaya sentrifugal untuk memisahkan padatan dari gas dengan mengarahkan aliran gas menuju jalur melingkar. Karena pengaruh gaya inersia, partikel tidak akan mampu mengikuti jalur tersebut sehingga akan terpisahkan dari aliran gas. Meskipun secara fisik pemisahan partikel cukup kompleks, filter cyclone dengan kinerja yang sudah diprediksikan sebelumnya dapat dirancang menggunakan teknologi teoritis dan empiris yang sudah dikembangkan selama ini. Pada penggunaannya, Circulation Fluidized Bed (CFB) lebih unggul daripada Bubbling Fluidized Bed (BFB). Hal ini disebabkan oleh :
Adanya saluran sirkulasi (cyclonic) yang memungkinkan pengolahan kembali bahan bakar yang belum terkonversi. Dengan adanya saluran sirkulasi tersebut, waktu tinggal bahan bakar di dalam gasifier lebih lama sehingga memungkinkan bahan bakar terkonversi sempurna.
Laju alir udara yang digunakan pada CFB lebih besar, dibandingkan dengan kecepatan yang digunakan pada BFB. Hal ini menyebabkan
20
kecepatan kontak antara gas dengan padatan yang terjadi pada CFB tinggi sehingga pencampuran massa dan perpindahan panas yang terjadi lebih baik daripada BFB.
Gambar 2.6 Skema Reaktor Circulated Fulidized Bed (Sumber: Klein A, 2002)
2.5.2 Rumus-Rumus Umum Fluidisasi a. Volume Padatan: (m3)……………………….……………………….……(2.3) b. Luas Permukaan Padatan: (m2)….……………………….…..……………..................(2.4) Dimana:
As = luas permukaan padatan (m2) Vs = volume padatan (m3) φ = sphericity (faktor kebolaan) dm = diameter rata-rata (m)
c. Fraksi Ruang Kosong (Voidage) ( )
( ) ( )
(ms mb) ...............................................................................(2.5)
d. Kecepatan Minimum Fluidisasi (Umf) Langkah pertama adalah menentukan fraksi ruang kosong (εmf) yang terjadi di dalam bed (hamparan) dengan mengunakan persamaan sebagai berikut:
21
*
+ ……………....................................................…………….......(2.6)
Dimana: φ = faktor kebolaan pasir silika Selanjutnya adalah menentukan bilangan Archimedes (Ar) dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: ( ( )
Dimana:
)
……………..........................................….........(2.7)
Ar = bilangan Archimedes g = percepatan gravitasi bumi (m/detik2) dp = diameter partikel pasir silika (m) ρg = densitas udara (kg/m3) ρp = densitas pasir silika (kg/m3) μ = viskositas udara (kg/m.detik)
Bilangan Archimedes (Ar) ini akan digunakan untuk menentukan bilangan Reynolds (Remf) dengan menggunakan Ergun equation sebagai berikut: (
)
……....................................…......(2.8)
Setelah bilangan Reynolds dapat dihitung dengan rumus di atas, maka kecepatan minimum fluidisasi (Umf) dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: (m/s) ................................................…....……......…......(2.9)
2.6 Gasifikasi Gasifikasi adalah proses mengkonversikan bahan bakar padat menjadi bahan bakar gas. Proses gasifikasi ini hampir sama dengan proses pembakaran, hanya saja udara yang dimasukkan ke sistem gasifikasi dibatasi, hanya sekitar 30% udara pembakaran. Co-gasifikasi adalah proses gasifikasi yang menggunakan campuran dua material berbeda seperti biomassa dan batubara. Selama proses gasifikasi reaksi kimia utama yang terjadi adalah endotermis (diperlukan panas luar selama proses berlangsung). Produk yang dihasilkan dapat dikategorikan menjadi tiga bagian
22
utama, yaitu padatan, cairan (termasuk gas yang dapat dikondensasikan) dan gas permanen. Beberapa keunggulan dari teknologi co-gasifikasi, antara lain: a. Mampu memproses dua bahan bakar sekaligus. b. Mampu menghasilkan produk gas yang konsisten yang dapat digunakan sebagai gas bahan bakar untuk pembangkit listrik dan sebagainya. c. Mampu mengubah sampah yang bernilai rendah menjadi produk yang bernilai tinggi d. Mampu mengurangi jumlah sampah padat. e. Gas yang dihasilkan tidak mengandung furan dan dioxin yang berbahaya. Untuk melangsungkan gasifikasi diperlukan suatu reaktor. Reaktor tersebut dikenal dengan nama gasifier. Ketika gasifikasi dilangsungkan, terjadi kontak antara bahan bakar dengan agen penggasifikasi di dalam gasifier. Kontak antara bahan bakar dengan medium tersebut menentukan jenis gasifier yang digunakan.
Gambar 2.7 Gasifikasi (Sumber: Anonim, 2007)
2.6.1 Jenis-Jenis Gasifikasi A. Berdasarkan Tipe Reaktor Berdasarkan tipe reaktor, dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu: updraft gasifier, downdraft gasifier dan crossdraft gasifier. Pada updraft gasifier, arah aliran padatan ke bawah, sedangkan arah aliran gas ke atas. Pada downdraft gasifier, arah aliran gas dan arah aliran padatan adalah sama-sama ke bawah. Crossdraft gasifier, arah aliran gas dijaga mengalir mendatar dengan aliran padatan ke bawah. Pada penelitian ini jenis gasifier yang digunakan adalah updraft gasifier.
23
Pada gasifier jenis ini, udara masuk melalui bawah gasifier melalui grate. Aliran udara ini berlawanan arah (counter current) dengan aliran bahan bakar yang masuk dari bagian atas gasifier. Gas produser yang dihasilkan keluar melalui bagian atas gasifier sedangkan abu diambil pada bagian bawah gasifier. Reaksi pembakaran pada gasifier ini terjadi di dekat grate kemudian diikuti reaksi kemudian diikuti reaksi reduksi (proses gasifikasi). Reaksi reduksi akan menghasilkan gas bertemperatur tinggi. Gas hasil reaksi (gas produser) tersebut bergerak ke bagian atas gasifier menembus unggun bahan bakar menuju daerah yang bertemperatur lebih rendah. Pada saat menembus unggun bahan bakar, gas produser akan kontak dengan bahan bakar yang turun sehingga terjadi proses pirolisis dan pertukaran panas antara gas dan bahan bakar. Panas sensible yang diberikan gas digunakan bahan bakar untuk pemanasan awal dan pengeringan bahan bakar. Proses pirolisis dan pengeringan tersebut terjadi pada bagian atas gasifier. Updraft gasifier mencapai efisiensi tertinggi ketika gas panas yang dihasilkan meninggalkan gasifier pada temperatur rendah. Keuntungan menggunakan updraft gasifier adalah mekanismenya sederhana, arang (charcoal) habis terbakar, suhu keluaran rendah dan efisiensi tinggi. Kekurangan dari updraft gasifier adalah tingginya jumlah uap tar yang terkandung di dalam gas keluaran dan kemampuan gas produser membawa muatan rendah.
Gambar 2.8 Updraft Gasifier (Sumber: Brian Fisher, David Gagnon, and Devin Sutcliffe, 2010)
24
B. Gasifikasi Berdasarkan Mode Fluidisasi Berdasarkan mode fluidisasinya, dapat dibedakan menjadi 4 jenis, yakni gasifikasi fluidized bed, fixed bed, moving bed dan entrained flow. Pada penelitian ini, jenis gasifikasi yang diterapkan adalah gasifikasi fluidized bed. Gasifikasi fluidized bed merupakan konversi bahan bakar padat menjadi gas dengan menggunakan media gasifikasi sebagai pencampur bahan bakar dan biomassa sehingga kedua bahan tersebut berperilaku seperti fluida. Gasifikasi fluidized bed dioperasikan dengan cara memfluidisasi partikel bahan bakar dengan gas pendorong yang berupa udara/oksigen, baik dicampur dengan kukus maupun tidak dicampur. Pada gasifikasi fluidized bed, gas pendorong yang umum digunakan adalah udara. Pada gasifier jenis ini, udara dan bahan bakar tercampur pada unggun yang terdiri dari padatan inert berupa pasir. Keberadaan padatan inert tersebut sangat penting karena berfungsi sebagai medium penyimpan panas. Gasifikasi fluidized bed dioperasikan dengan suhu rendah, yaitu 600-1000
.
Suhu operasi tersebut berada di bawah suhu leleh abu, sehingga penghilangan abu yang dihasilkan pada gasifikasi jenis ini lebih mudah. Hal inilah yang menyebabkan gasifikasi fluidized bed dapat digunakan pada pengolahan bahan bakar dengan abu tinggi, sehingga rentang penerapan gasifikasi fluidized bed lebih luas daripada gasifikasi jenis lainnya. 2.6.2 Tahapan Proses Gasifikasi Gasifikasi umumnya terdiri dari empat proses, yaitu pengeringan, pirolisis, oksidasi, dan reduksi. Pada gasifikasi jenis fluidized bed, kontak yang terjadi saat pencampuran antara gas dan padatan sangat kuat sehingga perbedaan zona pengeringan, pirolisis, oksidasi dan reduksi tidak dapat dibedakan. Proses pengeringan, pirolisis dan reduksi bersifat menyerap panas (endotermik), sedangkan proses oksidasi bersifat melepas panas (eksotermik).
25
Gambar 2.9 Tahapan-Tahapan Proses Gasifikasi (Sumber: Brian Fisher, David Gagnon, and Devin Sutcliffe, 2010)
Dalam proses pembakaran pada gasifikasi baik dengan sistem updraft, downdraft, maupun crossdraft terdapat tingkatan-tingkatan pembagian daerah pembakaran, yang secara berurutan adalah : a. Pengeringan/Drying Drying merupakan tahapan pertama dari proses gasifikasi, yaitu proses penguapan kandungan air didalam biomassa melalui pemberian sejumlah panas pada interval suhu 100 ~ 3000C. Pada drying ini, bahan bakar tidak mengalami penguraian unsur-unsur kimianya (dekomposisi kimia), tetapi hanya terjadi pelepasan kandungan air dalam bentuk uap air. H2O(cair)
H2O(gas)
b. Pirolisis/Devolatisasi Proses drying dilanjutkan dengan dekomposisi termal kandungan volatile matter berupa gas dan menyisakan arang karbon, dimana proses ini biasa disebut sebagai pirolisis. Produk pirolisis umumnya terdiri dari tiga jenis, yaitu gas ringan, tar dan arang. Komponen utama campuran gas-gas tersebut adalah H2, CO, CO2, H2O, CH4 dan hidrokarbon lainnya. Fraksi tar termasuk senyawa organik berat yang mana adalah gas ketika dilepaskan selama pirolisis atau sebagai tetes cair (liquid drops), arang (char) disusun terutama terdiri dari karbon dan adanya materi mineral pada bahan bakar padat (Badeau dan Levi, 2009). Proses pirolisis terjadi pada suhu 1500 sampai
26
dengan 8000C. Untuk gasifikasi biomassa, pirolisis dapat direprentasikan sebagai: Bahan bakarpanas = Char + Volatil c. Oksidasi/Pembakaran Oksidasi atau pembakaran arang merupakan reaksi terpenting yang terjadi di dalam reaktor, terjadi pada suhu 6000C sampai dengan 14000C. Proses ini menyediakan seluruh energi panas yang dibutuhkan pada reaksi endotermik. Oksigen yang dipasok ke dalam reaktor bereaksi dengan substansi yang mudah terbakar. Hasil reaksi tersebut adalah CO2 dan H2O yang secara berurutan direduksi ketika kontak dengan arang yang diproduksi pada pirolisis. Adapun reaksi kimia yang terjadi pada proses oksidasi ini adalah sebagai berikut : C + ⁄ O2 C + O2
CO + 110,7 KJ/mol (partical oxidation) CO2 + 393,77 KJ/mol (total oxidation)
H2 + ⁄ O2
H2O + 742 KJ/mol (hydrogaen oxidation)
CO + ⁄ O2
CO2 + 283 KJ/mol (CO oxidation)
d. Reduksi/Gasifikasi Reduksi atau gasifikasi melibatkan suatu rangkaian reaksi endotermik yang disokong oleh panas yang diproduksi dari reaksi pembakaran, terjadi pada suhu 6000C sampai dengan 9000C. Produk yang dihasilkan pada proses ini adalah gas mampu bakar seperti, H2, CO dan CH4. Berikut adalah reaksi kimia yang terjadi pada zona reduksi, antara lain:
Boudart reaction: C + CO2 = 2 CO – 172 (MJ/kmol)
Steam-carbon reaction: C + H2O = CO + H2 – 131 (MJ/kmol)
Water-gas shift reaction: CO + H2O = CO2 + H2 + 41 (MJ/kmol)
O methanation: CO + 3 H2 – 206 (MJ/kmol) = CH4 + H2O
27
2.6.3 Faktor yang Mempengaruhi Proses Gasifikasi Proses gasifikasi memiliki beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses dan kandungan gas yang dihasilkan. Faktor-faktor tersebut adalah: a. Bahan bakar Ada beberapa klarifikasi dalam mendefinisikan bahan baku yang dipakai pada sistem gasifikasi berdasarkan kandungan dan sifat yang dimilikinya. Pendefinisian bahan baku gasifikasi ini dimaksudkan untuk membedakan antara bahan baku yang baik dan kurang baik. Adapun beberapa parameter yang dipakai untuk mengklarifikasi, yaitu:
Kandungan Energi Semakin tinggi kandungan energi yang dimiliki bahan bakar maka gas hasil gasifikasi tersebut semakin tinggi karena energi yang dikonversi juga semakin tinggi.
Moisture Bahan baku yang digunakan untuk proses gasifikasi umumnya memiliki kandungan moisture yang rendah. Karena kandungan moisture tinggi menyebabkan heat loss yang tinggi. Selain itu kandungan moisture yang tinggi juga menyebabkan beban pendinginan semakin tinggi karena pressure drop yang terjadi meningkat. Idealnya kandungan moisture yang sesuai untuk bahan baku gasifikasi kurang dari 20%.
Debu Semua bahan baku gasifikasi menghasilkan debu (dust). Adanya dust ini sangat
menggangu
karena
berpotensi
menyumbat
saluran
sehingga
membutuhkan maintenance lebih. Desain gasifier yang baik setidaknya mengasilkan kandungan debu yang tidak lebih dari 2-6 g/m3.
Tar Tar merupakan salah satu kandungan yang paling merugikan dan harus dihindari karena sifatnya yang korosif. Sesungguhnya tar adalah cairan hitam kental yang terbentuk dari destilasi destruktif pada material organik. Selain itu, tar memiliki bau yang tajam dan dapat mengganggu pernafasan. Pada reaktor gasifikasi terbentuknya tar, yang memiliki approximate atomic CH1.2O0,5 terjadi pada temperatur pirolisis yang kemudian terevaporasi dalam
28
bentuk asap, namun pada beberapa kejadian tar dapat berupa zat cair pada temperatur yang lebih rendah. Desain gasifier yang baik setidaknya menghasilkan tar tidak lebih dari 1 g/m3.
Ash dan slagging Ash adalah kandungan mineral yang terdapat pada bahan baku yang tetap berupa oksida setelah proses pembakaran. Sedangkan slag adalah kumpulan ash yang tebal. Pengaruh adanya ash dan slag pada gasifier adalah: Menimbulkan penyumbatan pada gasifier. Pada titik tertentu mengurangi respon pereaksi bahan baku.
b. Desain Reaktor Terdapat berbagai macam bentuk reaktor/gasifier yang pernah dibuat untuk proses gasifikasi. Untuk gasifier bertipe imbert yang memiliki neck di dalam reaktornya, ukuran dan dimensi neck sangat mempengaruhi proses pirolisi, pencampuran, heat loss dan nantinya akan mempengaruhi kandungan gas yang dihasilkan. c. Jenis Media Gasifikasi Jenis media gasifikasi yang digunakan dalam umumnya adalah udara, kombinasi oksigen dan uap. Penggunaan jenis media gasifikasi mempengaruhi kandungan gas yang dimiliki oleh syngas. Perbedaan kandungan syngas terlihat pada kandungan nitrogen dan mempengaruhi besar nilai kalor yang dikandungnya. Penggunaan udara bebas menghasilkan senyawa nitrogen yang pekat di dalam syngas, berlawanan dengan penggunaan oksigen/uap yang memiliki nilai kalor syngas yang lebih baik dibandingkan menggunakan udara. d. Rasio Bahan Bakar dan Udara (AFR) Perbandingan bahan bakar dan udara dalam proses gasifikasi mempengaruhi reaksi yang terjadi dan tentu saja pada kandungan syngas yang dihasilkan. Kebutuhan udara pada proses gasifikasi berada diantara batas konversi energi pirolisis dan pembakaran sehingga dibutuhkan rasio yang tepat jika hasil syngas yang maksimal. Pada gasifikasi AFR yang tepat untuk proses gasifikasi berkisar pada angka 1,25-1,5.
29
2.6.4 Parameter–Parameter Penting dalam Proses Gasifikasi Parameter-parameter penting yang harus dipertimbangkan dalam proses gasifikasi (Bolenio, 2005), yaitu: a. Temperatur Gasifikasi Temperatur gasifikasi harus tinggi karena dalam tahap pertama gasifikasi adalah pengeringan untuk menguapkan kandungan air dalam bahan bakar agar menghasilkan gas yang bersih. Temperatur yang tinggi juga dapat berpengaruh dalam menghasilkan gas yang mudah terbakar. Untuk mempertahankan temperatur, maka tangki reaktor diisolasi dengan bata tahan api agar tidak ada panas yang keluar lingkungan sehingga efisiensi reaktor menjadi baik. b. Spesifik Gasification Rate (SGR) SGR mengindikasikan banyaknya bahan bakar rata-rata yang dapat tergasifikasi dalam gasifier. Jika SGR semakin besar maka proses gasifikasi tidak berjalan sempurna, sebaliknya jika SGR semakin kecil maka proses gasifikasi berjalan lambat. SGR dapat dihitung dengan cara: (Kg/m2.dt)………………….(2.10)
SGR = c. Fuel Cunsumtion Rate (FCR)
Perkiraaan kecepatan bahan bakar yang dikonsumsi, dapat dihitung dengan persamaan beikut: FCR = Vbb x Fg ………………………………………………………..(2.11) Dimana :
= Laju masuk bahan bakar Fg = Faktor gasifikasi (asumsi waktu proses gasifikasi terhadap waktu pemasukan bahan bakar yang disesuaikan dengan jumlah bahan bakar yang digunakan)
Bahan bakar yang dikonsumsi pada proses gasifikasi dapat dihitung menggunakan rumus: FCR =
=
(
)…..(2.12)
d. Gas Fuel Ratio (GFR) GFR (Gas Fuel Ratio) dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
30
( ⁄ )……………………………..(2.13)
GFR e. % Char
% Char adalah perbandingan banyaknya arang yang dihasilkan dengan banyaknya biomassa yang dibutuhkan. % char dapat dihitung menggunakan rumus:
x 100%...........................................................(2.14)
% char f. Air Fuel Rate (AFR)
Hal ini sangat penting dalam menentukan ukuran blower yang dibutuhkan untuk reaktor gasifikasi. Jumlah udara yang dibutuhkan dapat ditentukan dengan menggunakan tingkat konsumsi bahan bakar (FCR), udara stoikiometri dari bahan bakar (SA) dan rasio ekivalensi (ε) untuk gasifying 0,3-0,4. AFR =
……………………………………………………..(2.15)
Dimana: AFR = Air Fuel Rate (tingkat aliran udara) (m3/jam) FCR = Fuel Comsumption Rate (kg/jam)
ρa
= Massa jenis udara (1,25 kg/m3)
ε
= Rasio ekivalensi (0,3-0,4)
SA
= Udara stoikiometri dari bahan bakar padat
g. Waktu Konsumsi Bahan Bakar Hal ini mengacu pada total waktu yang dibutuhkan untuk benar-benar mengubah menjadi gas dari bahan bakar padat di dalam reaktor. Ini termasuk waktu untuk menyalakan bahan bakar dan waktu untuk menghasilkan gas, ditambah waktu untuk benar-benar membakar semua bahan bakar dalam reaktor. Kepadatan dari bahan bakar padat (ρ), volume reaktor (Vr) dan konsumsi bahan bakar tingkat (FCR) adalah faktor yang digunakan dalam menentukan total waktu untuk mengkonsumsi bahan bakar padat dalam reaktor. Dapat dihitung menggunakan rumus di bawah ini:
t=
…...…………..…………………………………………………….(2.16)
Dimana : t
: Waktu konsumsi bahan baku (jam) : massa jenis bahan baku (kg/m3)
Vr
: Volume reaktor (m3)
31
h. Kecepatan Udara Hal ini mengacu pada kecepatan aliran udara di tempat bahan bakar. Kecepatan udara dalam gasifier akan menyebabkan pembentukan saluran yang sangat mungkin mempengaruhi gasifikasi. Diameter dari bereaksi (D) dan tingkat aliran udara (AFR) menentukan kecepatan superfic udara di gasifier. Kecepatan udara dapat dihitung dengan menggunakan rumus: …………………….……………………………………….….(2.17)
VS =
Dimana : VS
= Kecepatan supersic gas (m/jam)
AFR
= Tingkat aliran udara (m3/jam)
D
= Diameter reaktor (m)
i. Jumlah Udara Pembakaran Jika
susunan
bahan
bakar
diketahui,
berdasarkan
ketel
uap
(Djokostyardjo, 1989) maka dapat dihitung jumlah kebutuhan udara pembakaran untuk pembakaran sempurna.
Karbon (C) terbakar sempurna menjadi CO2 menurut persamaan: C + O2
CO2
12 kg C + 32 kg O2
44 kg CO2 44/12kg CO2 …………………………….(2.18)
1 kg C + 32/12 kgO2
Hidrogen (H) terbakar menjadi H2O menurut persamaan : H2 + ½ O2
H2O
2 kg H2 + 16 O2 1 kg H2 + 8 kg O2
18 kg H2O 9 kg H2O ………………………………..…..….(2.19)
Belerang (S) terbakar berdasarkan persamaan : S + O2
SO2
32 kg S + 32 kg O2 1 kg S + 1 kg O2
64 kg SO2 2kg SO2
…………………….…………….(2.20)
Dari perhitungan diatas kemudian dijumlahkan kebutuhan oksigennya maka kebutuhan udara stoikiometri (SA) dari bahan bakar padat dapat dihitung dengan persamaan: SA = kebutuhan oksigen C + kebutuhan oksigen H + kebutuhan oksigen S – kandungan O
...…………………………………………………....(2.21)
32
Kemudian kebutuhan udara pembakaran dapat dihitung. Umumnya kadar oksigen yang terkandung dalam udara antara 21 – 23 %, maka dari perbandingan udara dan bahan bakar didapat kebutuhan udara sebesar : Kebutuhan udara pembakaran =
x kebutuhan oksigen total.....(2.22)
2.6.5 Efisiensi Gasifikasi Parameter-parameter yang mempengaruhi efisiensi gasifier antara lain, kandungan moisture, temperatur udara masuk, dan heat loss. Dapat disimpulkan bahwa kandungan moisture bahan bakar semakin tinggi, nilai kalor syngas semakin rendah, dengan kata lain efisiensi gasifikasi semakin kecil dengan tingginya kandungan moisture bahan bakar. Untuk pengaruh temperatur udara masuk, semakin tinggi temperatur udara masuk gasifier akan menaikkan efisiensi gasifikasi. Sedangkan pengaruh besarnya heat loss, semakin kecil heat loss semakin besar pengaruhnya terhadap efisiensi gasifikasi. Pengaruh temperatur dan besarnya nilai dari equivalen ratio gasifikasi juga mempengaruhi efisiensi gasifikasi. Untuk bahan bakar biomassa dengan nilai persentase karbon yang rendah, temperatur gasifikasi dikondisikan pada 782oC 927oC pada ekuivalen ratio 0,244 - 0,295. Pada equivalen ratio yang lebih rendah, jumlah udara menjadi berlimpah menjadikan panas banyak terbuang, efisiensi gasifikasi turun. Untuk memastikan semua karbon bereaksi, temperatur harus tinggi > 927oC dan equivalen ratio 0,4. Pada kondisi tersebut persentase tar yang dihasilkan sangat tinggi. Ada dua cara untuk mengatasi hal tersebut, yaitu memanaskan udara masuk gasifier dan memperlama waktu tinggal (residence time) produk gas. Efisiensi gas hasil gasifikasi dapat dihitung dengan cara dan persamaan berikut:
Mencari N2 yang disupply dari udara yang mana mengandung sekitar 78%: Supply N2 Udara = 0,769 x SA …………………………………………...(2.23)
Mencari total nitrogen yang diproduksi udara dan bahan bakar : Total N =
…………(2.24)
Mencari jumlah gas nitrogen yang diproduksi: Produksi N =
………………….....(2.25)
33
Mencari energi dari gas mampu bakar (syngas) yang dihasilkan: Energi syngas = Produksi N x syngas pada hasil gasifikasi x HHV syngas....(2.26)
Mencari total energi dari gas mampu bakar/syngas (CO, H2 dan CH4) Energi syngas = energi syngas CO + energi syngas H2 + energi syngas CH4…(2.27)
Mencari total energi input dari bahan bakar yang digunakan: Energi Input = nilai kalor bahan bakar ……………………………..(2.28)
Mencari effisiensi gas hasil gasifikasi (ηg )
ηg
=
x 100% ………………………………………….(2.29)
Tabel 2.5 Higher Heating Value (HHV) dan Lower Heating Value (LHV) Gas mampu Bakar
Gas
Higher Heating Value (MJ/kg mol)
Lower Heating Value (MJ/kg mol)
CO H2 CH4
282,99 285,84 890,36
282,99 241,83 802,34
Sumber: Basu, 2006
2.6.6 Perhitungan Kandungan Gas Hasil Gasifikasi Untuk mengetahui kandungan gas, sampel gas diproses melalui alat GCxGC kemudian mendapat hasil berdasarkan berat molekul unsur penyusun gas tersebut. Persamaan–persamaan di bawah dapat digunakan untuk mengetahui persentase kandungan gas hasil gasifikasi. Terlebih dahulu perlu mencari nilai abundance dari N2 pada gas hasil gasifikasi, dengan persamaan:
….(2.30) Setelah memperoleh nilai abundance
N2, kemudian menghitung nilai
abundance dari CO, dengan persamaan: …(2.31) Setelah memperoleh nilai abundance N2 dan CO, dapat dilanjutkan perhitungan pada persentase kandungan gas yang ingin diinginkan, dengan menggunakan persamaan: ...........(2.32)
34
Kemudian dilakukan penjumlah terhadap keseluruhan persentase kandungan gas untuk memperoleh persentase kandungan dari H2, dengan persamaan: (
)…………..(2.33)