BAB II BUDAYA PADI DALAM MASYARAKAT JEPANG DAN MASYARAKAT KARO
2.1 Budaya Padi di Jepang 2.1.1 Sejarah Padi di Jepang Jepang sejak permulaan sejarahnya memperoleh banyak pengaruh budaya Cina, baik secara langsung maupun melalui Korea. Salah satunya adalah penanaman padi. Persawahan padi di Jepang di mulai pada zaman Yayoi. Berhubung pada masa itu pertanian padi belum tampak di Cina Utara, maka dapat disimpulkan bahwa pada awalnya persawahan padi merupakan pengaruh dari Cina Selatan. (Yawata, dalam Danandjaja :1997:18).Untuk lebih jelasnya lagi dari mana asal mula penanaman padi dapat di lihat melalui dua teori yaitu: Teori Utara dan Teori Selatan. a. Teori Utara Penanaman padi memang jelas sudah terlihat pada zaman Yayoi, namun jauh sebelun zaman ini tepatnya pada zaman Jomon pun sudah banyak di temukan bukti-bukti adanya pertanian padi yaitu ditemukannya gerabah dan genta. Tapi yang menjadi pertanyaan bagaimana mungkin orang-orang pada jaman Jomon bisa mandapatkan keahlian itu secara alami, sementara mereka sama sekali belum memiliki tulisan dan mereka masih tergolong masyarakat yang primitif. Maka dapat disimpulkan bahwa keahlian itu merupakan wariasan dari negara lain. Sejak menanam padi dengan cara irigasi tidak secara asli diperaktekkan di Utara, tidaklah mungkin bahwa keahlian ini di datangkan dari daerah Utara yang
Universitas Sumatera Utara
dingin. Daerah-daerah yang menjadi bukti sawah irigasi sebelum zaman Yayoi adalah daerah Honan dan Sungai Yang Tse. Dan masih banyak lagi pulau-pulau lain yang lebih jauh sebelah selatan negara Jepang yaitu Vietnam Utara dan di lain pihak Cina Utara memainkan peranan penting. Tapi daerah yang memegang peranan yang paling penting adalah daerah Honan yang sekaligus merupakan daerah tetangga. Rute transmisi, suatu daerah yang paling berpangaruh menyebutkan bahwa penanaman padi itu berasal dari Korea Utara dan menyebar ke Utara Kyushu, ketika Kosaku Hamada (1881-1938) mendukung teori bahwa produksi padi di transmisikan (dahulu Manchuria) ke sebelah Utara Semenanjung Korea. Secara arkeologis ada tanda bahwa awalnya produksi biji-bijian berasal dari daerah Utara sekalipun tidak ada bukti yang ditemukan bahwa penanaman padi pertama kali di peraktekkan di Cina Utara. Ada juga bukti lain yang manyatakan bahwa asal mula padi itu dari Neolitik Yang-shao. Secara umum pada zaman sejarah dimasa lalu Cina Utara adalah daerah produksi gandum. Berlawanan
dengan
ini
daerah
Selatan
Sungai
Yang-tse
sudah
memperaktekkan penanaman padi pada masa awal. Secara alamiah menerangkan bahwa padi di produksi untuk memenuhi kebutuhan. Lebih jauh lagi alat-alat pertanian bersal dari Korea Utara ke dataran Cina daripada ke daerah Utara. Jadi dari semua bukti di atas tidak ada satu bukti yang kuat yang menyatakan bahwa asal mula padi dari daerah Utara. b.Teori Selatan Kunio Yanagita dalam teori Kaijo no michi (rute laut), menekankan peranan laut bagi perairan Jepang seperti dari Selatan ada Tsushima yang
Universitas Sumatera Utara
melewati laut Jepang ke Okinawa. Teori Yanagita menjelaskan perpindahan cara penanaman padi yang di bawa oleh petani yang datang dari Selatan menuju Jepang melalui Okinawa. Para ahli menyimpulkan bahwa daerah persebaran padi terletak di Semenanjung Korea yang merupakan
Negara Korea Selatan, dan juga ada
kemiripan kebudayaan antara Korea Selatan dengan Jepang bagian Barat. Melalui catatan arkeolog dapat dilihat bahwa produksi padi ada di Semenanjung Korea, dua abad sebelum masuk ke Jepang. Di daerah Karakuri dekat Sungai Han dekat Soul ditemukan gerabah atau keramik pada zaman Yayoi. Di Korea alat-alat itu digunakan untuk mengerjakan sawah tadah hujan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa budaya tanam padi di zaman Yayoi di datangkan dari Korea Selatan ke Jepang. Ini terbukti dari alat-alat pertanian yang ditemukan di Korea Selatan. Alat-alat ini berasal dari awal dan pertengahan zaman batu dan mirip dengan apa yang ditemukan di Korea. Teori ini juga di dukung oleh seorang ilmuwan yaitu Susumu Ohno dari Universitas Gakushu in dalam bukunya Nihonggo no Kigen (asal mula bahasa) yang menjelaskan bahwa ada persamaan antara istilah yang dipakai oleh orang Jepang dan orang Korea untuk alat-alat pertanian, untuk keterampilan dan kebiasaan hidup sehari-hari. Ohno juga mendaftar istilah-istilah seprti cangkul dan ladang sebagai kata-kata yang berhubungan dengan penghidupan di desa seperti sutra. Yayoi menurut Eichiro Eishida rute penanaman padi pada zaman yang merupakan dasar dari kehidupan orang Jepang didatangkan dari Cina Utara, Manchuria dan Korea. Dan teori ini didukung juga oleh Yanagita dalam kaijo no michi. Lalu muncul pertanyaan bagaimana penanaman padi ini bisa sampai ke
Universitas Sumatera Utara
Korea Selata. Eishida secara pribadi beranggapan bahwa rute penanaman padi Korea selatan berasal dari Sungai Yang Tse melalui selat Santung ke Korea Selatan dan banyak sarjana yang mendukung teori ini beserta bukti-bukti.
2.1.2 Padi Sebagai Makanan Pokok di Jepang Padi merupakan sesuatu yang sangat penting dan wajib bagi orang Jepang, khususnya bagi petani. Padi biasanya digunakan untuk merayakan festival-festival sepanjang tahun di daerah pertanian. Biasanya orang Jepang makan beras di campur dengan barley atau rumput deccan. Proporsinya 4 bagian beras dan 6 bagian barley. Jarang ada yang makan beras tanpa campuran itu. Dan lagi orang Jepang jarang yang ada makan nasi tiga kali sehari, kalau pun ada hanya para petani yang memerlukan banyak tenaga untuk bekerja. Orang Jepang telah memberi tempat yang khusus untuk padi sebagai makanan pokok mereka. Padi merupakan sesuatu yang sangat penting dalam upacara-upacara yang diadakan setiap bulannya. Karena begitu pentingnya maka ada sebagian petani yang menanami padi di seluruh sawahnya hanya untuk alasan kepentingan upacara saja. Kebiasaan di daerah pertanian adalah menyimpan padi untuk merayakan tahun baru, untuk acara khusus seperti pernikahan bahkan dalam festival Bon padi di jadikan sebagai persembahan kepada dewa. Metode memasak nasi pada zaman dahulu dengan zaman sekarang juga sangat berbeda. Pada zaman dahulu nasi terlebih dulu di rebus dalam keranjang rebusan yang disebut dengan kowameshi. Cara memasaknya adalah keranjang itu di masukkan ke dalam panci rebusan air kemudian letakkan di atas api dan cukup tunggu beberapa menit saja nasi sudah bisa di makan. Pada zaman sekarang untuk
Universitas Sumatera Utara
memasak nasi sudah ada panci khusus yang disebut dengan kama, yang dipakai bersamaan dengan kamando (belanga tanah). Nasi yang sudah masak disebut dengan katakayu (nasi keras), dan apabila sudah menjadi bubur disebut dengan kayu. Nasi bubur ini biasanya khusus di sajikan untuk orang yang sedang sakit. Meskipun bubur tidak terlalu istimewa namun bubur menjadi makanan yang dibuat untuk berbagai acara-acara sepanjang tahun. Contohnya pada tanggal 7 Januari, 15 Januari, dan pada tanggal 23 November. Makanan khas Jepang adalah Mochi. Bahan dasar dari Mochi adalah beras ketan (mochi gome) dan mochi merupakan kue tradisional Jepang. Kue mochi awalnya masuk ke Jepang melalui Asia Tenggara, sewaktu sistem penanaman padi diperkenalkan ke Jepang. Kue ini sejak dahulu sudah mejadi sesajen yang dipersembahkan kepada dewa, sehingga kue ini selalu ada dalam upacara-upacara keagamaan ataupun pada perayaan pesta rakyat. Pada tahun baru ada persembahan khusus bagi dewa yang disebut dengan kagami-mochi yaitu kue beras bulat seperti cermin dan kue ini merupakan simbol dari toshi-gami (dewa tahun), dan biasanya kue ini dipersembahkan di altar keluarga. Orang Jepang selalu membuat kue mochi untuk merayakan tahun baru, karena kue ini dipercayai sebagai hadiah dari toshi-gami (dewa tahun) atau dewa panen. Dan bagi siapa yang memakan kue ini dipercayai dapat menambah panjang usia selama satu tahun. Mochi bukan hanya disajikan untuk manusia tapi untuk binatang peliharaan separti kuda dan binatang peliharaan lainnya bahkan juga diberikan kepada alat-alat separti lesung, talenen, dan alat-alat pertanian separti cangkul dan arit. Ini disebut dengan toshi-tori (menambah tahun).
Universitas Sumatera Utara
Orang Jepang percaya bahwa di dalam kue mochi ada sesuatu kekuatan yang ajaib. Ini bisa dilihat dalam bungo fudoki (catatan sejarah bungo), dimana di dalamnya menceritakan tentang kisah kue beras yang menjadi target panahan yang dianggap sebagai burung putih. Dan bagi para pengelana yang kecelakaan biasanya makan kue mochi yang disebut dengan Chikara-mochi yaitu mochi yang bisa menambah tenaga. Makanan lain yang bahan dasarnya beras adalah shitogi. Cara membuatnya adalah tepung beras diuleni dengan air sampai lembut. Dan kue ini juga dijadikan sebaga persembahan kepada dewa yang dinamakan dengan shitogi mentah (nama-shitogi), tapi ini dilakukan pada zaman dahulu. Dan sekarang sebelum dipersembahkan kepada dewa terlebih dahulu shitogi itu dikukus atau di rebus. Nama-shitogi ini biasanya di jadikan persembahan kepada dewa gunung. Selain makanan yang bahan dasarnya adalah beras, di Jepang minuman juga ada yang berbahan dasar beras yang disebut dengan sake (arak beras). Pembuatan sake di Jepang
di mulai bersamaan dengan masuknya sistem
penanaman padi di sawah ke Jepang pada tahun 300 SM. Catatan tertulis pertama mengenai sake berasal dari abad ke-3. Pada zaman dahulu pembuatan sake hanya dilakukan di istana-istana kekaisaran ataupun di kelenteng-kelenteng Buddha yang besar dan di kuil-kuil Shinto. Rakyat jelata baru bisa membuat sake sejak akhir abad ke-12. Bahkan sekarang di hari-hari biasa sake disajikan di mangkuk datar dan besar yang digilir secara berputar dari satu orang ke orang lainnya sesuai dengan status masing-masing. Sajian yang lebih modern dalam kehidupan orang Jepang dimana sake disajikan dalam cangkir arak kecil yang terbuat dari porselen dan siapa saja boleh memekainnya.
Universitas Sumatera Utara
Sake memang jarang sekali disajikan di altar persembahan. Namun ada sake yang khusus untuk persembahan yaitu sake yang memang benar-benar berasal dari asri pati beras yang berwarna keruh. Jadi sake yang dipersembahkan adalah sake yang memang benar-benar masih asli.
2.1.3 Padi Dalam Kepercayaan Orang Jepang Di Jepang terdapat dua spesies dari rase atau Eurasian red fox (vulpes vulpes) dari famili canidae (Kodansha,1994:406). Yang pertama Kitakisune (vulpes vulpes sxhrencki) dari Hokaido, dan Hondokitsune (vulpes vulpes Japonica) dari Honshu, Shikaku dan Kyushu. Panjang tubuh rase jenis hondokitsune adalah 70 cm, dan panjang ekornya kurang lebih 40 cm. Panjang tubuh kitakitsune adalah sedikit lebih besar. Kedua spesies rase ini mempunyai bulu berwarna cokelat. Rase merupakan hewan pemakan daging paling umum di Jepang. Habitat hewan ini di tanah datar maupun di daerah pegunungan, dan banyak yang hidup di desa-desa. Mereka biasanya membuat rumah dengan cara menggali lubang di tanah atau mendiami rumah-rumah kosong. Sejak zaman dahulu kala orang Jepang sudah percaya bahwa rase mempunyi kekuatan gaib dan dapat memukau (bewitch) manusia (Kodansha, 1994:597-598). Mungkin kepercayaan ini timbul karena kelincahan hewan ini untuk melepaskan diri dari marabahaya. Rase jua dianggap sebagai pesuruh dari Inari Daimyo Jin (dewa padi-padian) yang disebut dengan Inari. Seperti disebutkab di atas, rase berhubungan erat dengan dewa padi-padian yang bernama Inari Daimyo Jin. Maka untuk mengetahui kesaktian hewan ini kita harus terlebih dahulu
mengetahui identitas dewa ini. Menurut Sonoda
Universitas Sumatera Utara
Minoru (1983:282-283), Inari adalah dewa yang paling banyak disembah oleh penduduk Jepang, karena ia merupakan dewa yang berhubungan erat dengan mata pencaharian orang Jepang di masa lalu. Namun pada masa manufaktur di Jepang mulai dianggap penting pada abad pertengahan (kurang lebih abad ke-13 dan 16), dewa ini disembah sebagi pelindung dari tungku-tungku peleburan besi dari para pandai besi dan para pedagang. Dewa ini kemudian juga menjadi populer dikalangan kelas ksatria (samurai). Inari di zaman modern dijadikan sebagai dewa pelindung rumah tangga (Yashikigami) dari semua lapisan kelas masyarakat. Di Jepang banyak terdapat bukit dan hutan yang di yakini banyak dihuni oleh rase, dengan berbagi peristiwa gaib yang dibuat oleh mereka. Di sekitar daerah-daerah itu telah di dirikan rumah suci inari yang besar dan juga yang berukuran mini. Diantara bangunan suci inari, yang terpenting yaitu bangunan suci Fushimi Inari di Kyoto. Bangunan-bangunan suci yang lain yaitu kuil Takekomo Inari di prefektur Myagi, kuil Kasama Inari di prefektur Ibaraki, Kelenteng Toyokawa Inari (secara resmi merupakan kelenteng
Buddhis yang bernama
Myogonji) di prefektur Aichi, dan kuil Yutoko Inari di prefektur Saga. Selain itu masih ada lagi tempat-tempat persembahan suci Inari dan tempat persembahan suci pribadi di rumah tempat tinggal orang Jepang. Pada masa kini ada 40.000 tempat suci Inari yang diakui dan di masukkan ke dalam lembaga keagamaan Jepang. Berdasarkan mite yang terdapat dalam karya-karya klasik seperti Kojiki dan Nihon Shoki dari agama Shinto, dewa Inari di identifikasikan sebagai Uka no
Universitas Sumatera Utara
Mitama atau Uganomitama no Kami, dan juga disebut Toyokehime atau Ioyuke Hime no Kami (dawa dari tempat suci bagian luar dari kuil Ise); Wakauka no Kami;Ukemochi no Kami;Ugetsuhime no Kami;atau Miketsu Kami (dalam semua nama ini terdapat unsur uke’ ke’ dan ge’ yang semuanya berarti mkanan dan gami yang berarti dewa. Ada banyak versi mengenai etimologi dari Inari, tetapi tidak ada yang tepat. Menurut salah satu teori, istilah ini adalah ringkasan dari Ineneri yang berarti bulir padi yang masak. Menurut sejarah kuil-kuil Shinto, dewa Inari berasal dari rumah pemujaan Fushimi Inari Shrine. Kuil tersebut adalah tempat persemayaman dewa penjaga keluarga besar Hata tua di daerah Kyoto yang di dalamnya bersemayam roh leluhur bernama Hata no Kimi Irogu. Menurut legenda Hata adalah satu-satunya orang yang memiliki beras yang melimpah. Olahraga memanah merupakan hobbinya, dan yang di jadikan sasaran panahannya adalah kue yang terbuat dari tepung beras. Apabila anak panahnya tepat mengenai kue beras itu maka kue beras itu akan berubah menjadi seekor angsa dan terbang menuju gunung yang tidak jauh dari tempat ia memanah itu. Setelah hinggap di pohon , maka angsa tadi berubah menjadi sebatang tanaman padi. Maka sejarah dari istilah ina-inari atau menjadi beras adalah dari legenda ini dan dari legenda ini juga muncul istilah Inari dan juga Inari Yama atau Gunung Inari. Dan inilah kegiatan yang dilakukan oleh Hata setiap harinnya maka semakin rajin ia memanah hasil padinya pun semakin melimpah. Setelah Irogu meninggal, maka keturunannya berusaha memperbaiki kesombongan leluhurnya itu. Mereka menggambil satu pohon dari gunung itu dan membawanya ke rumah dan di tanam kemudian dipuja seperti dewa, dan disana
Universitas Sumatera Utara
juga mereka dirikan rumah pemujaan Inari. Rumah pemujaan ini di resmikan pada “Hari Kuda”pertama atau yang disebut dengan Hutsuma pada bulan kedua di tahun 771. Setiap tahun semua peristiwa itu di peringati dalam pesta rakyat dan di persmbahkan kepada dewa Inari. Dari legenda itu dapat ditarik kesimpulan bahwa Inari pada mulanya adalah dewa perladangan. Biasanya roh binatang terutama rase dapat merasuki tubuh manusia, dan dapat membuat gila kalau seseorang itu keadaanya lemah. Rase di percayai sebagai pesuruh dari dewa yang turun ke bumi. Dan banyak orang Jepang yang meminta keberuntungan ataupun rejeki kepada rase itu.
2.2 Budaya Padi di Karo 2.2.1 Sejarah Padi di Karo Sejarah darimana datangnya padi di Karo sampai saat ini masih belum di ketahui dengan pasti. Namun banyak pendapat-pendapat para ahli menerangkan asal mula padi di Karo. Menurut Brandes bahwa penanaman padi di sawah di mulai sejak sebelum pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha datang ke Karo. (Brandes, 1889 dalam Ferdinandus,1990:426). Ini diperkuat lagi dengan peninggalan-peninggalan yang masih di lihat dalam masyarakar Karo yaitu marga-marga yang ada di Karo. Sembiring Brahmana, Colia, Pandia, Manik, Dan Lingga. Dan sampai sekarang marga-marga ini masih di gunakan oleh orang Karo. Pendapat lain mengatakan bahwa penanaman padi dengan system perladangan diperkirakan di kenal oleh orang Karo jauh sebelum sekitar 25001500 SM, yaitu bersamaan masuknya kebudayaan megalituk tua ke Indonesia
Universitas Sumatera Utara
(Golden, 1945:138-141). Namun dalam teorinya ini masih ada keraguan karena tidakdisertakan dengan bukti-bukti yang kuat. Namun ada satu cerita dalam kebudayaan Karo bahwa padi itu berasal dari Beru Dayang. Awalnya nenek moyang orang Karo hidup di hutan-hutan belantara dan berpindah-pindah. Dan yang menjadi makanan mereka adalah buah-buah pohon masak yang ada di hutan, dimana merka menemukan buah disitulah mereka tinggal sampai buah tersebut habis. Dan Karena buah itu, sering terjadi pertengkaran sesama mereka dan saling membunuh. Artinya makananlah yang membuat mereka sering bertengkar. Hal ini dilihat oleh dibata maka ia berkata kepada Beru Dayang Jile-jile (nama dewi padi) yang menjadi perantara untuk manusia. “Bawalah benih padi dan ajarilah manusia untuk menanam padi supaya padilah yang menjadi makanan meraeka nantinya, agar mereka tidak bertengkar dan memperebutkan buah pohon dan tidaklagi hidup berpindah-pindah ketika buah pohon itu habis dan kesulitan mencari buah pohon yang masak”. Lalu sijudlah Beru Dayang dengan tangan kiri dan kanan menyatu serta menundukan kepalanya dan berkata “apa yang Dibata perintahkan padaku akan ku lakukan untuk manusia. Maka turunlah Beru Dayang ke bumi dengan membawa benih yang akan diberikan kepada manusia. Maka sampailah ia di bumi ini karena kuasa dan kekuatan yang diberikan kepeda Beru Dayang yang menjadi perantara Dibata dengan manusia. Maka berkumpullah semua manusia baik dari Timur dan Barat. Setelah semuanya berkumpul maka berkatalah Beru Dayang kepeda mereka “bagi kamu semua manusia sekarang akan ku berikan benih padi kepadamu supaya kamu tanam agar padi inilah yang akan menjadi makananmu. Dan aku akan mengajari cara
Universitas Sumatera Utara
menenembenih padi ini”. Maka merekapun diajari untuk menanam padi itu. Merekajuga diajaribagaimana cara mengurus padi yang baik, begitu juga setelah padi di panen dan bagaimana cara menumbuknya begitu juga dengan memesaknya. Semua padi yang ditanam manusia itu sangat subur sekali karena berkat pengajaran dari Beru Dayang dan hasilnya sangat melimpah ruah. Maka setelah itu pulanglah Beru Dayang ke asalnya. Dan ini memeng di akui terlihat dalam nama-nama padi yang ada di Karo. Jenis-jenis padi itu adalah: -
Beru Dayang Rungun-rungun (nama padi yang telah ditanam)
-
Beru Dayang Buninken (nama padi yang telah ditanam dan di tutup)
-
Beru Dayang Malembing (nama padi setelah daunnya mirip lembing)
-
Beru Dayang Meduk-meduk (nama padi setelah daunnya rimbun dan daunnya melengkung ke bawah)
-
Beru Dayang Kumerket (nama padi stelah bunting)
-
Beru Dayang Perinte-rinte (nama padi setelah daunnya menguning)
-
Beru Dayang Pegungun (nama padi setelah di panen dan di jemur)
Dan nama jenis padi ini masid di gunakan pleh orang Karo sampai sekarang.
2.2.2 Padi Sebagai Makanan Pokok di Karo Sama seperti Jepang, bagi orang Karo padi juga merupakan sesuatu yang penting dan wajib. Apalagi rata-rata mata pencaharian orang Karo adalah bertani. Padi juga menjadi makanan utama orang Karo. Dalam sehari mereka makan nasi
Universitas Sumatera Utara
tiga kali, bahkah ada yang makan 5-6 kali sehari. Mereka makan banyak karena harus memiliki tenaga yang banyak untuk bekerja. Kebiasaan utama bagi orang Karo adalah menyimpan sebagian padi untuk perayaan-perayaan tertentu. Biasanya ada tempat khusus untuk menyimpan padi yaitu dalam lumbung yang disebut dengan “keben”. Kebiasaan ini di turunkan oleh nenek moyang dan sampai sekarang masih dilakukan. Padi digunakan dalam merayakan pesta tahunan “kerja tahun”, memasuki rumah baru dan acara-acara khusus dalam pernukahan dan adat anak lahir. Jadi padi merupakan lambang ritual-ritual Karo. Cara memasak nasi pada zaman dahulu dengan sekarang juga berbeda. Pada zaman dahulu nasi dimasak dalam periuk khas karo yaitu Kudin Taneh, cara memasknya beras dimasukkan beserta air dan di naikkan ke atas api. Sekarang nasi sudah di masak dalam periuk-periuk biasa dan setelah mendidih dimasukkan lagi ke kukusan nasi. Bagi orang Karo nasi yang sudah masak disebut dengan “nakan” dan apabila menjadi bubur disebut dengan nakan dak-dak, dan biasanya ini dibuat khusus untuk orang yang sedang sakit. Nasi bubur ini juga menjadi makanan untuk anak-anak yang baru lahir dan ketika memasaknya di campur dengan wartel, kentang, tomat dan bahan-bahan lain. Dalam perayaan tahunan biasanya ada makanan khas yaitu Rires, cimpa gabur, tape. Rires adalah makanan khas orang Karo (makanan yang dimasak dalam bambu), bahan dasarnya adalah beras yang dicampur dengan garam, lada, kunyit, jahe, dan santan kelapa yang sudah diperas. Dan setiap keluarga wajib membuatnya karena ini juga menjadi lambang ada atau tidaknya malapetaka yang menimpa seseorang. Rires biasanya dimasak dalam bambu muda dan dibakar,
Universitas Sumatera Utara
apabila sesudah masak warnanya kuning dan bagus serta rasanya pas di lidah maka tidak akan ada malapetaka. Apabila mentah dan warnanya pucat serta rasanya juga tidak pas maka akan ada malapetaka. Cimpa juga merupakan makanan khas bagi masyarakat Karo, dan ini juga dibuat setiap perayaan tahunan”kerja tahun”. Cimpa juga bahan dasarnya adalah beras, dan cara membuatnya sama seperti membuat shitogi (kue Jepang) dimana tepung beras diuleni dengan air sampai lembut setelah itu di balut dengan daun singkut atau daun pisang. Setelah itu dimasak. Biasanya cimpa untuk di sajikan dicampur dengan gula merah biar rasanya lebih manis dan enak. Cimpa ini dinamakan dengan “cimpa pulut”. Cimpa yang biasanya dijadikan persembahan kepada dewa atau roh-roh orang yang sudah meninggal adalah “cimpa gabur”. Bahan dasar dari cimpa ini adalah tepung beras, namun pada zaman dahulu biasanya beras yang diambil dari panen pertama dan di tumbuk kemudian dikepal sebesar kepalan tangan tanpa diberi campuran apapun. Sekarang karena membuatnya terlalu rumit dan capek maka sudah dibuat dari tepung bers yang di beli dan dicampur dengan gula. Tujuannya agar kalau dewi memakan kue ini rasanya manis maka dewi pasti juga akan memberikan rejeki yang manis pula. Makanan lain yaitu “tape” yang juga bahan dasarnya adalah beras. Tapi khusus untuk membuat makanan ini biasanya berasnya harus yang asli, makanya masih ada orang yang menanam padi sedikit hanya untuk bahan membuatnya. Dan selama membuat makanan ini tidak bisa mengeluarkan bau yang busuk karena bisa tidak jadi. Apabila rasanya manis maka dipercayai panen berikutnya pasti berhasil. Namun sekarang inisudah jarang dibuat karena caranya terlalu
Universitas Sumatera Utara
rumit, dimana harus dibungkus dengan lapisan yang tebal agar panas. Dan butuh waktu satu malam penuh untuk masak, dan selama itu tidak boleh disentuh apalagi dibuka. Jadi yang masih dilestarikan pembuatannya adalah rires (kue dalam bambu), dan cimpa pulut saja. Dan ini setiap perayaan kerja tahun pasti ada di jumpai.
2.2.3 Padi Dalam Kepercayaan Orang Karo Di Jepang yang dipercayai sebagai utusan dari dewa Inari adalah rase, di Karo yang di percayai utusan dari dewi padi Beru dayang adalah Kalimbubu, Anak beru, dan Senina. Kalimbubu adalah kelompok pemberi dara bagi keluarga (marga) tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari sering juga disebut sebagai Dibata ni Idah (Tuhan yang bisa dilihat), karena kedudukannya yang sangat di hormati. Dan sejarah dari penghormatan kepada kalimbubu ini berasal dari perintah dewi Beru dayang sewaktu di datang ke bumi memberikan benih. Dan apabila ingin mendapat hasil padi yang melimpah maka benihnya harus diminta dari kalimbubu itu. Makanya sampai sekarang apabila ingin menanam benihnya di minta dari kalimbubu. Dan bisanya untuk meminta benih itu, orang yang bersagkutan membawa sesajen atau persembahan berupa cimpa gabur, beras, ayam kampong yang berwarna putih dan semuanya diletakkan di piring yang berwarna putih juga yang disebut dengan pigan pasu. Kalimbubu di ibaratkan sebagai padi yang ditanam yang dapat menghasilkan panen yang melimpah, jadi dia harus benar-benar dihormati dan disembah.
Universitas Sumatera Utara
Anak beru dipercayai dapat menjaga padi dari serangan hama, kerbau,kambing. Anakberu diibaratkan sebagi pagar yang melindung padi. Anak beru berarti anak perempuan, dan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Karo dikenal sebagai kelompok yang mengambil istri dari kelurga (marga) tertentu. Bahkan anak beru juga dipercayai dapat menjaga kerukunan dalam rumah tangga. Maka anak beru juga sangat dihormati dan disembah juga, karena kalu tidak maka dia bisa marah dan pasti hasil padi akan gagal karena dimakan oleh serangga atau kerbau. Senina juga diyakini sebagai wakil dari beru dayang. Senina adalah orangorang yang satu kata dalam permusyawaratan adat Karo. Se berarti satu, nina berarti kata atau pendapat, orang yang bersaudara. Senina dipercayai di ibaratkan sebagi pelindung dan penopang padi agar tidaksampai ke tanah apabila angin berhembus. Jadi dia juga harus dihormati. Sebagai wujud penghormatan kepada kalimbubu,anak beru dan senina maka di buatlah suatu perayaan yang disebut dengan kerja tahun itu.
.
Universitas Sumatera Utara