BAB II ASAL-USUL DAN AGAMA INDIA TAMIL DIKOTA
2.1
Asal usul India Tamil di Kota Medan Asal-usul masuknya masyarakat India Tamil berkaitan erat dengan masa pra-
sejarah. Etnis India sudah berada di Indonesia sejak abad ke 3 M. Kedatangan berbagai etnis India ke Pantai Timur Sumatera dan pantai Barat Sumatera Utara sudah sangat lama ada sebelum Masehi, pada awalnya mereka menyebarkankan agama Hindu dan yang terakhir juga membawa agama Budha terutama masa arus angin dari India ke Barus pada bulan November dan Desember. (Sinar 2008 : 1). Brahma Putro dalam Takari (2013:6) mengenai kedatangan orang-orang India beretnik Tamil yaitu pada abad ke-14 oleh seorang resi bernama Megit dari kaum Brahmana tersebut datang dari India dengan mengarungi laut menggunakan perahu layar dan mendarat di pantai Sumatera Timur atau Pantai Barat Sumatera Utara dan masuk ke pedalaman di Talun Kaban (sekarang Kabanjahe Kabupaten Karo). Resi Megit Brahmana mengembangkan agama Hindu ajaran Maharesi Brgu Sekte Siwa. Kemudian Resi Brahmana mengawini seorang gadis dari penduduk setempat Bru Purba. Dari perkawinan tersebut mereka mendapat tiga orang anak. Laki-laki bernama Si Mecu dan Si Mbaru, yang perempuan bernama Si Mbulan. Ketiga anak mereka inilah keturunan merga Sembiring Brahmana (Sihombing 2010:1) menjelaskan bahwa:
Universitas Sumatera Utara
“Masuknya gelombang dari India Selatan yang membawa agama Budha ke Sumatera dan memperkenalkan aksara Nagari yang menjadi cikal bakal dalam penulisan aksara Melayu kuno, Batak, dan lain-lain. Besar kemungkinan masyarakat Tamil telah ikut dalam mobilitas tersebut. Kedatangan masyarakat India Tamil ke Sumatera Utara baru dapat dibuktikan jejaknya sacara pasti sejak zaman Hindia Belanda melalui usaha dagang VOC (Verenigde Oost Indische Companie) pada 20 maret 1602 hingga 31 Desember 1799. Pada saat itulah mereka menginjakkan kaki di Negeri seberang ini”. Peninggalan jejak bangsa India Tamil sudah ada di Sumatera Utara sejak zaman batu itu terbukti dengan adanya penemuan batu bersurat di Lobu Tua (Barus) pada tahun 1873 dan dicatat ringkas dalam Madras Epigraphy Report tahun 18911892 oleh E. Hultzsch, yakni seorang epigrafi pemerintahan Inggris di India. Namun batu bersurat itu ditemukan dengan keadaan yang sudah pecah dan terbagi atas dua bagian tetapi dari teks yang masih dapat dibaca bahwa prasasti itu
berangka
tahun1010 saka (1088 M) dan mencatat sebuah hadiah dari sekumpulan orang yang disebut “seribu lima ratus”. Maka pada abad ke-11 M bahasa Tamil sudah digunakan dalam dokumen-dokumen umum di Pulau Sumatera (Guillot 2002: 17). Pada tahun 1863 di Kota Medan didirikan Industri perkebunan (permulaan yaitu perkebunan tembakau) yang dirintis oleh Jacobus Nienhys. Pada masa itu banyak buruh dari Cina, India dan Pulau Jawa yang didatangkan oleh pengusahapengusaha perkebunan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja. Selain mereka yang didatangkan sebagai kuli, migran lain pun terus berdatangan ke kota Medan untuk tujuan berdagang dan mengisi berbagai lowongan pekerjaan yang tersedia (Suprayitno, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Harahap (2013:1) menjelaskan kehadiran buruh Tamil lambat laun membuat pendatang menjadi tinggal sementara bahkan ada yang menetap menjadi warga negara Indonesia dan sampai sekarang masih terlihat keberadaan mereka di Kota Medan. Di Sumatera Utara hingga kini diperkirakan ada sekitar 67.000 orang warga keturunan
India.
Menurut
situs
pengelola
jaringan
India
diperantuan
indiadiaspora.nic.ind jumlah perantauan India diseluruh dunia sekitar 20 juta orang pada tahun 2000-an. Status mereka ada dua macam. Pertama, mereka yang berstatus sebagai warga negara India, namun bekerja di negara lain dan yang kedua ialah keturunan India yang sudah menjadi warga negara ditempatnya merantau termasuk di Indonesia. Di masa lalu pekerjaan orang-orang Tamil banyak diasosiasikan dengan pekerjaan kasar, seperti kuli perkebunan, kuli pembuat jalan, penarik kereta lembu, dan pekerjaan-pekerjaan lainnya yang lebih mengandalkan otot. Hal ini terkait dengan latar belakang orang Tamil yang datang ke Medan, yaitu mereka yang berasal dari golongan dengan tingkat pendidikan yang rendah di India. Mereka inilah yang dipekerjakan di zaman kolonial sebagai kuli di perkebunan-perkebunan milik orang Eropa. Di masa sekarang keturunan mereka banyak yang bekerja sebagai karyawan swasta, buruh, dan juga sebagai sopir. Kalau di masa kolonial sebagian dari mereka menjadi penarik kereta lembu dan pembuat jalan, di masa kini keturunan mereka banyak yang sudah mengusahakan jasa transportasi angkutan barang dan juga
Universitas Sumatera Utara
menjadi pemborong pembangunan jalan. Keahlian mereka dalam kedua bidang pekerjaan ini banyak diakui orang. Orang-orang Tamil yang datang secara mandiri ke Medan pada umumnya memiliki jenis mata pencaharian hidup sebagai pedagang. Di antaranya menjadi pedagang tekstil, dan pedagang rempah-rempah di pusat-pusat pasar di Medan. Selain itu mereka juga banyak yang bekerja sebagai supir angkutan barang, bekerja di toko-toko Cina, dan menyewakan alat-alat pesta. Selain itu banyak juga yang melakoni usaha sebagai penjual makanan, misalnya martabak Keling. Pada umumnya, mereka yang berjualan rempah-rempah, tekstil dan menjual makanan adalah orang-orang Tamil yang beragama Islam. Mereka adalah kaum Muslim migran yang datang dari India Selatan hampir bersamaan dengan kedatangan orangorang India pada umumnya ke Medan pada pertengahan abad ke-19. Di masa sekarang juga sudah terdapat sejumlah orang Tamil yang sukses sebagai pengusaha di level daerah maupun nasional, seperti keluarga Marimutu Sinivasan. Memasuki abad ke-16 dari catatan Portugis orang Benggali (dari Propinsi Bengal), Kling (dari kerajaan Kalingga atau Tamil) dan Gujarat, ramai sekali berdagang ke Sumatera dan beberapa diantaranya menikah dengan penduduk Sumatera. Didalam prasasti Tanjore ada ditulis negeri-negeri yang ditaklukkan Indra Coladewa-I tercatat Kerajaan Panai (Pannai) di Padang Lawas. Negeri itu dicatat sebagai “water in its bathing gats” atau disebut dengan Pannai yaitu yang dimaksud Padang Lawas. (Sinar 2008 : 6)
Universitas Sumatera Utara
Sekitar abad ke 18 dan awal abad ke 19 etnik Tamil kemudian menyebar di beberapa daerah di Sumatera Utara antara lain Binjai, Langkat, Medan, Lubuk Pakam, Tebing Tinggi, dan Pematang Siantar. Daerah-daerah tersebut yang dikenal memiliki potensi besar perkebunan. Awalnya etnik Tamil bekerja sebagai buruh dan kuli angkut atau sais kereta lembu di perkebunan. Secara perlahan terjadi peralihan mata pencaharian. Dari awalnya yang bekerja sebagai kuli di perkebunan beralih menjadi pedagang, supir pengangkutan barang dagangan, karyawan swasta dan pemerintahan. Hal ini mengakibatkan sebagian etnik Tamil mulai berpindah ke kotakota yang dekat dengan sentra perdagangan dan pusat kota. 3 Menurut catatan Sinar (2008) dalam bukunya Sejarah Medan Tempo Doeloe kedatangan orang-orang India dalam jumlah besar terjadi sejak pertengahan abad ke19 dan hingga sekarang menetap dan membentuk komunitas di berbagai wilayah Sumatera Timur dan khususnya kota Medan, yaitu sejak dibukanya industri perkebunan di Tanah Deli yang dirintis oleh Jacobus Nienhys sejak 1863, mereka ingin mengadu nasib dengan menjadi kuli perkebunan. Mereka dipekerjakan oleh Nienhys, seorang keturunan Belanda pengusaha perkebunan tembakau yang dikenal sebagai tembakau Deli. Mereka mendapat hak konsesi tanah di Martubung dari Sultan Mahmud Deli untuk menanam tembakau Deli yang kualitasnya baik dan berbau harum sebagai pembalut cerutu. Kemudian Nienhys berhasil memperoleh kontrak tanah di Tanjung Sepassai dari Sultan Deli untuk jangka waktu 99 tahun.
3
http://siwa-kumar.blogspot.com/2011/pluralitas-tamil-di-kota-medan.html
Universitas Sumatera Utara
Tembakau inilah yang membuat Tanah Deli menjadi termasyur di dunia Internasional, yang mana pada akhirnya dikenal sebagai “Het Dollar Land” atau “Tanah Sejuta Dollar”. Oleh sebab itu semakin banyak saja para buruh dan tenagatenaga kerja yang didatangkan dari India untuk bekerja di Tanah Deli baik sebagai buruh perkebunan, supir, penjaga malam serta buruh-buruh bangunan atau kuli pembuat jalan serta penarik kereta lembu. Dari beberapa kutipan sejarah, mengenai gelombang kedatangan orang Tamil di Sumatera Utara, hanya gelombang terakhirlah yang menyebutkan bagaimana proses kedatangan masyarakat Tamil ke Kota Medan. Gelombang terakhir kedatangan orang Tamil ke Deli Serdang yaitu pada tahun 1872 sebagai kuli kontrak perkebunan bersamaan dengan orang-orang Jawa yang dipekerjakan waktu itu sekitar ratusan orang jumlahnya dengan penghasilan rata-rata 96 dolar perbulan. Tahun 1874 sudah dibuka 22 perkebunan dengan memakai kuli bangsa Cina 4.476 orang, kuli Tamil 459 orang, dan orang Jawa 316 orang. (Harahap, 2013) Selain mereka yang didatangkan oleh perusahaan-perusahaan perkebunan sebagai buruh-buruh bangunan atau kuli pembuat jalan serta penarik kereta lembu, mereka juga mulai berdatangan ke Sumatera Timur untuk berdagang dan menjadi pekerja di bidang-bidang lain. Imigran dari India yang datang untuk berdagang antara lain adalah orang-orang dari India Selatan (Tamil Muslim) dan juga orang Bombay serta Punjabi. (Mani 1980: 58)
Universitas Sumatera Utara
Menurut A. Mani (1980 : 46) bahwa di luar pekerja kontrak di perkebunan, orang-orang India yang lain juga banyak datang ke Medan untuk berpartisipasi memajukan berbagai sektor usaha yang sedang tumbuh di kota ini, mereka disebut kaum Chettiars atau Chettis, selain itu ada juga kelompok lain yang disebut kaum Vellalars atau Mudaliars, kaum Sikh dan orang-orang Uttar Pradesh. Selain itu juga terdapat orang-orang Sindi, Telegu, Bamen, Gujarati, Maratti (Maharasthra), dan yang lainnya. Daerah pemukiman etnik Tamil yang dapat dikenal di kota Medan adalah Kampung Keling atau sebahagian orang menyebutnya “Kampung Madras”, tepatnya di
sekitar
Kecamatan
Medan
Petisah
dan
Kecamatan
Medan
Baru.
Selain itu komunitas Tamil juga terdapat di Kampung Anggerung di Kelurahan Anggerung Kecamatan Medan Polonia. Daerah ini dikenal sebagai komunitas orang Tamil yang berkulit hitam. Di daerah ini, sejarah ajaran Hindu berkembang dan diawali dengan berdirinya Kuil Sri Mariamman. Bersebelahan dengan kuil, berdiri kantor Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Sumut. Selain Kuil Shri Mariamman, masih banyak tempat ibadah umat Hindu di Sumut. Adanya kampung ini menjadi bukti bahwa masyarakat suku Tamil telah lama bermukim di kota Medan. Pada awalnya Kampung Madras atau Kampung Kubur merupakan tanah wakaf atau tanah pemberian dari Pemerintah Belanda bagi orang-orang keturunan India yang beragama Islam (Muslim). Daerah ini diberi nama Kampung Kubur oleh penduduk setempat karena pada awalnya daerah ini merupakan sebuah lokasi
Universitas Sumatera Utara
pekuburan. Lokasi pekuburan ini letaknya berada tepat di belakang Mesjid Gaudiyah. Mesjid ini terletak di jalan Zainul Arifin yang dibangun oleh Perkumpulan Etnis India Selatan yang beragama Islam (South India Muslims Foundation) pada tahun 1887. Dari sebuah tanah wakaf inilah warga India Tamil membentuk sebuah pemukiman, sebab mereka merasa bahwa tanah ini merupakan tanah pemberian yang diberikan pada mereka oleh pemerintah Belanda walaupun hanya sebuah tanah perkuburan, sehingga pada akhirnya mereka menjadikan sebagai sebuah pemukiman akibat tanah atau lahan yang ada di kota Medan telah banyak dihuni atau ditempati oleh warga atau suku bangsa yang lainnya. Sekitar lima tahun yang lalu tepatnya tanggal 17 Juli 2008, Pemerintah Kota Medan serta DPD Kota Medan telah mensahkan kawasan perkampungan India di kota Medan yang dahulu disebut sebagai Kampung Keling menjadi Kampung Madras. Bahkan beberapa trayek angkutan kota yang bertuliskan Kampung Keling telah diubah namanya menjadi Kampung Madras. Kampung Madras sejak masa perkebunan Deli menjadi salah satu kampung kota di Medan dengan karakter kuat yang mewakili komunitas Hindu India. Saat ini, Kampung Keling masih menyisakan artefak-artefak yang ada sejak penguasaan perkebunan Deli oleh Belanda antara lain pola ruang, bangunan rumah tinggal dan tempat ibadah. Satu hal lagi yang saat ini masih tersisa, yaitu budaya masyarakat keling yang dibawa dari India. Kampung Keling saat ini dalam skala urban sebagai komunitas yang mampu menghadirkan ingatan yang kuat bagi masyarakat lokal
Universitas Sumatera Utara
maupun masyarakat luar Medan dan harus tetap dilestarikan tanpa menghilangkan identitas-identitas yang telah melekat pada komunitas tersebut sehingga mampu berintegrasi dengan kemajuan kota yang ada. Etnis India Tamil di kota Medan dapat dikategorikan menjadi tiga. Pertama, keturunan India yang berasal dari periode kolonial. Mereka menganggap Indonesia tanah air mereka dan identitas keIndiaannya relatif telah melemah. Kedua, kelompok India yang berbisnis. Mereka datang ke Indonesia sebelum dan sesudah periode perang. Rata-rata mereka punya tingkat kehidupan yang cukup baik, percaya diri bahwa mereka adalah orang Indonesia, dan anak-anak mereka telah membentuk aspek-aspek identitas keIndonesiaan. Ketiga, kelompok India yang masuk ke dalam kategori Investor. Kedatangan mereka agak terlambat jika dibandingkan orang-orang Jepang dan Korea. Kepentingan utama mereka adalah pekerjaan (bisnis) sehingga berupaya mengadaptasi aturan-aturan dasar bermasyarakat yang dianut Indonesia. Mereka ini terdiri atas kaum profesional teknologi informasi, banker, operator dana bantuan, ahli asuransi, dan konsultan bisnis (Mani 2008). Pada masa sekarang tidak diperoleh angka yang pasti mengenai jumlah warga keturunan India di kota Medan, karena sensus penduduk setelah tahun 1930 tidak lagi menggunakan kategori etnik. Menurut A. Mani (1980) pada tahun 1930 terdapat sekitar 5000 orang Sikh di Sumatera Utara. Sementara itu diperkirakan bahwa jumlah orang Tamil di Sumatera Utara adalah sekitar 18.000 jiwa, namun ada juga yang menyebut sekitar 30.000 jiwa pada tahun 1986 (Napitupulu 1992). Kebanyakan dari
Universitas Sumatera Utara
mereka yang sampai saat ini masih tinggal di Medan menjadi warga negara Indonesia berpencar mencari nafkah ke berbagai tempat di Sumatera dan di Jawa. Pada masa kolonial, orang-orang Tamil bermukim di sekitar lokasi-lokasi perkebunan yang ada di sekitar kota Medan dan Sumatera Timur. Setelah masa kemerdekaan, mereka pada umumnya berdiam di sekitar kota, yang terbanyak di kota Medan, juga di Binjai, Lubuk Pakam, dan Tebing Tinggi. Menjadi bagian dari bangsa Indonesia merupakan satu pilihan yang secara sadar dijalankan oleh warga Tamil di kota Medan pada umumnya. Mereka teguh dalam soal ini, dan banyak di antara kaum tua orang Tamil yang juga ikut berjuang menegakkan kemerdekaan Indonesia, dan banyak pula di antara warga Tamil yang berstatus sebagai pegawai negeri. Tetapi sebuah keprihatinan muncul di kalangan generasi tua Tamil dewasa ini melihat kenyataan bahwa semakin lama mereka kehilangan identitas kebudayaan Tamil. Sebagian besar generasi muda tidak bisa lagi berbahasa Tamil, bahkan orang tua juga banyak yang tidak mampu lagi menggunakan bahasa itu di lingkungan keluarga. Orientasi politik kaum Tamil di Medan di masa lampau adalah Golkar, namun di era reformasi dengan sistem multipartai sekarang ini mereka tidak lagi terpolarisasi ke suatu partai tertentu. Kaum muda Tamil banyak juga yang aktif di organisasi kepemudaan seperti Pemuda Pancasila, sehingga mereka semakin dalam terabsorbsi dengan lingkungan pergaulan dan kebudayaan komunitas pribumi. 2.2
Keagamaan India Tamil Di kota Medan
Universitas Sumatera Utara
Masyarakat tamil adalah kesatuan hidup manusia yang terikat oleh suatu sistem adat istiadat dari sebuah budaya melalui agama Hindu. Masyarakat Tamil merupakan sebuah bagian dari suku yang terdapat India yang hidup, kemudian berkembang mulai zaman dahulu hingga sekarang yang secara turun temurun menggunakan bahasa India dalam berbagai ragam dialeknya yang berdomisili sebagian dikota Medan. India Tamil merupakan salah satu jenis suku India dari ratusan suku yang ada, memiliki bahasa, musik, dan adat istiadat yang mempunyai struktur sendiri. Pada umumnya suku India Tamil memeluk agama Hindu yang sudah menjadi agama mereka sejak dulu secara turun menurun. Masyarakat tamil tidak hanya mendiami disatu kota saja, tetapi menyebar hampir seluruh penjuru nusantara. Bahkan diluar negeri banyak ditemukan komunitas India bersuku Tamil, akibat adanya program transmigrasi yang dicanangkan oleh pemerintahan. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (IPTEKS) yang semakin gencar seperti sekarang ini, masyarakat Tamil tetap eksis dengan berbagai keunikannya, baik dari segi budaya, agama, tata krama, dan lain sebagainya. Perjalanan sejarah kehadiran komunitas Tamil di berbagai wilayah Sumatera di masa lampau menunjukkan bahwa arah orientasi sosial budaya mereka bergerak ke proses asimilasi dengan penduduk tempatan, seperti yang bisa ditemukan di Karo, Aceh, Sumatera Barat dan Mandailing Natal. Dalam kasus tersebut mereka melebur menjadi bagian integral dari etnik dan budaya komunitas tempatan, sehingga sulit
Universitas Sumatera Utara
untuk mengidentifikasi sosok kultural mereka kecuali hanya dari warisan penampilan fisik seperti dikemukakan oleh Hasan Muarif Ambari (2008). Gejala yang sama juga terlihat kecenderunganya pada pendatang migran Tamil kemudian, yaitu mereka yang berpindah ke Sumatera Utara pada abad ke-19 dan sesudahnya. Proses-proses adaptasi sosial budaya komunitas Tamil di Medan khususnya berlangsung lebih intensif dengan komunitas-komunitas tempatan jika dibandingkan dengan orang-orang Punjab. Kenyataan bahwa orang-orang Tamil telah terfragmentasi berdasarkan agama, membuat mereka lebih terbuka untuk berubah, sehingga identitas suku Tamil berangsur-angsur hilang. Bahkan kalangan Tamil Muslim sudah mengidentifikasi diri ke dalam komunitas yang kesatuan sesama agama dibandingkan dengan kesatuan sebagai sesama warga etnik Tamil. No 1 2
3
4
5 6
NAMA LOKASI Jl. Teratai, Jl.Dr. Cipto Kesawan
MAYORITAS AGAMA Hindu, Buddha Hindu, Islam
RUMAH IBADAH
Kuil Shri Mariamman Dulu ada kuil, tapi sudah dipindahkan ke Kuil kaliaman sekarang (jl Taruma/Kediri) “Pondok Seng” (Jl. T. Cik Sudah digusur kira- Kuil Muniandi di Tiro) kira 10 thn lalu, dulunya Kristen, Di Jl. Muara Takus Buddha, Hindu “dianggap dewa yang berlaku jahat” Kebun Bunga Hindu, Islam Kuil Subramaniam (digunakan oleh kaum Chetty yg tinggal di Jl, Mesjid); juga ada mesjid org Tamil Kampung Keling/Desa Hindu Kuil Shri Mariamman; kuil Madras Hulu Sikh, Kampung Kubur Hindu, Islam, Mesjid org Tamil Buddha, Kristen
Universitas Sumatera Utara
7 8
9
10
11
12 13
14 15
16
17 18 19
(South Indian Moslem Muslim) Jl. Taruma/Kediri Hindu Kuil Kaliamman Komplek Jl. Kang-kung / Orang Telenggu, Kuil Mariamman agama Hindu, Islam, Jl. Darat/ Jl. Abdullah Lubis Buddha, Katolik Kampung Anggrung/Jl. Buddha Ada vihara, ada kuil, ada Polonia/Gang A,B,C,D, E/ gereja Tamil Indonesia Jl. Mongonsidi/Jl. Karya Kasih Pantai Burung, Kampung Hindu, Buddha, Ada kuil Shri Mariamman Aur, Sukaraja, Kebun kristen, Islam Sayur/dekat Kowilhan; Jl. Mangkubumi Jl. Pasundan, Jl. PWS, Hindu, Buddha Ada kuil Guru Bakti, ada kuil Sikambing, Jl. Sekip, Jl. Shri Mariamman Karya Sei Agul, Jl. Sei Sikambing Kampung Durian/Medan Hindu Ada kuil Shri Mariamman timur Jl. S. Parman/ G.Pasir, G. Buddha, Hindu, Kuil Shri Mariamman, ada Sauh/ Jl. Hayam Wuruk, Kristen vihara Buddha, ada mesjid, Pabrik Es (Jl. S.Parman/dkt ada gereja (?) St. Thomas) Jl. Malaka, Jl. Gaharu, Jl. Hindu Serdang Glugur, Jl. Bilal, Pulo Hindu, Buddha Kuil Shri Mariamman Brayan/Lr 7, 21,22, 23, Sampali, Mabar Pasar III Pd Bulan, Jl. Sei Hindu, Buddha, Ada kuil shri Mariamman Serayu Karang Sari Polonia, Islam Tanjung Sari, Medan Sunggal Desa Helvetia Hindu, Buddha, Kuil Shri Mariamman Kristen Katolik Kampung Lalang, Diski Katolik, Hindu, Kuil Shri Mariamman Buddha, Islam Kuala Bekala, Hindu Kuil Shri Mariamman Tuntungan/Pondok Keling
Universitas Sumatera Utara
20 21
22 23 24 25
(daerah kebun) Binjai/Timbang Langkat
Hindu, Buddha, Kuil Shri Mariamman Islam Langkat/Padang Cermin Hindu, Islam Kuil Shri Mariamman (daerah kebun), Tj Beringin, Selesai (daerah kebun), Tanjung Jati (daerah kebun), Tanjung Pura Lubuk Pakam, Batang Kuis Hindu, Buddha, Kuil Subramaniam Islam Tebing Tinggi/Kampung Hindu, Buddha, Kuil shri Mariamman Keling Islam Pertumbukan/Deli Serdang Hindu, Islam Kisaran/ Asahan Hindu Tabel 2.1 Pemukiman Orang Tamil di Medan dan Sekitranya (Sumber: Zulkifli Lubis)
Sebuah laporan menyebutkan bahwa penduduk Tamil yang berjumlah kirakira 30.000 jiwa di Medan dan sekitarnya, terbagi atas 66 % yang menganut agama Hindu, 28 % agama Buddha, 4,5 % beragama Katolik dan Kristen; dan 1,5 % yang beragama Islam (Napitupulu, 1992). Dalam sebuah wawancara dengan Pastor James Bharataputra (Juli 2014), pimpinan Graha Anne Maria Velankanni di Medan, disebutkan bahwa jumlah umat Tamil Katolik di kota Medan saat ini kira-kira 800 orang. 2.2.1
Hindu Hindu adalah awal agama suku Tamil, namun saat ini suku tamil ada pula
yang beragama Islam, Budha, dan Kristen. Mereka pada umumnya lebih terikat oleh kesatuan berdasarkan kesamaan agama terutama di kalangan penganut Hindu,
Universitas Sumatera Utara
Buddha dan Katolik. Sementara mereka yang beragama Islam lebih cenderung melebur menjadi komunitas muslim dimana mereka bermukim. 4 Hindu berasal dari sebutan orang Persia yang datang ke India. Mereka menyebut sungai Sindhu yang mengalir dari daerah Barat India sampai sungai Hindu. Ketika agama Islam masuk ke India, kata Hindu muncul kembali dalam bentuk istilah Hindustan. Untuk orang-orang India yang memeluk agama asalnya mereka disebut orang Hindu. Jadi perkataan Hindu muncul dari perkataan orang-orang asing untuk menamakan bangsa Dharma atau Thirta. Bagi agama Hindu, baik Hindu Tamil, Hindu Bali, Hindu Jawa, dan Hindu Karo, sumber dari agama mereka adalah Kitab Suci Weda. Hindu Tamil di Medan merupakan aliran agama Hindu yang dibawa di kota Medan sekitar abad ke-17 oleh imigran suku Tamil dari Pulau Andaman dan Pulau Nikobar di Teluk Benggala. Perbedaan antara Hindu Tamil dengan Hindu Bali lebih bersifat budaya. Orang-orang Tamil mengadopsi ajaran Hindu dari India Selatan. Bahasa yang digunakan dalam ritual-ritual Hindu Tamil adalah bahasa Tamil. Perbedaan lainnya adalah tempat ibadat yang tersendiri dan masing-masing memiliki hari raya yang berbeda. Misalnya, Hari Raya Dipawali yang biasa diperingati oleh penganut Hindu Tamil, hal ini berbeda yang dikenal oleh penganut Hindu Bali. 4
Burju Martua Napitupulu, 1992. Eksistensi Masyarakat Tamil di Kota Medan: Suatu Tinjauan
Historis (1966-1986). Skripsi Sarjana Sejarah Fakultas Sastra USU Medan.
Universitas Sumatera Utara
Sebaliknya, orang-orang Hindu Tamil tidak mengenal hari Nyepi, Kuningan dan Galungan yang merupakan hari raya yang selalu diperingati oleh orang Hindu Bali. Meski demikian, penganut Hindu Tamil di Medan tetap memakai buku-buku agama Hindu yang diterjemahkan atau ditulis dari Bali. Menurut Takari (2013: 12) adalah: “Oleh Hindu Tamil, Tuhan dimanifestasikan seperti matahari, sedangkan dewa dimanifestasikan sinarnya (Jothi). Tanpa adanya matahari maka sinarnya tidak mungkin ada. Dari ratusan jumlah dewa dalam kepercayaan Hindu, maka ada tiga dewa yang terpenting, yaitu: (i) Dewa Brahma, bertugas sebagai pencipta alam semesta; (ii) Dewa Wisnu bertugas sebagai pemelihara alam semesta; dan (iii) Dewa Ciwa (Syiwa) bertugas sebagai pelebur alam semesta. Dalam menjalankan tugasnya Dewa-dewa tersebut dibantu oleh masing-masing pasangannya yang diasosiasikan sebagai istrinya. Pasangannya disebut Dewi atau Sakhti. Pasangan untuk masing-masing Dewa Brahma, Wisnu, dan Syiwa adalah Shri Saraswathi, Shri Mahalecemi, dan Shri Parwathi. Kehidupan para dewa dan dewi ini dilukiskan seperti kehiduan manusia. Mereka juga memiliki keturunan. Ketiga dewa ini disimbolkan dengan tiga aksara. Dewa Brahma disimbolkan dengan huruf A, Wisnu U, dan Syiwa M. Jika digabung menjadi AUM, yang mengandung arti keesaan Tuhan yang disebut dalam nama ketiga dewa. Pada dinding atas kuil Hindu Tamil, selalu tertera simbol AUM dalam aksara Tamil. Di antara ketiga dewa dan tiga sakthi tersebut terdapat dua dewa lagi yaitu Dewa Murughen dan Ganisha. Dewa Murugen merupakan simbol cahaya dan Ganisha simbol suara. Dengan suara AUM inilah maka alam semesta terjadi, dan cahaya memberi kehidupan terpelihara.” Penganut Hindu terhimpun dalam wadah kuil yang di kota Medan secara kultural menyatu dalam Perhimpunan Shri Mariamman Kuil. Shri Mariamman Kuil yang terletak di Kampung Madras dibangun pada tahun 1884, dan berfungsi sebagai “payung” bagi kuil-kuil lain yang terdapat di sejumlah tempat lain di kota Medan. Letak bangunan kuil ini menghadap matahari terbit. Adapun konsep matahari terbit menurut ajaran agama Hindu adalah bahwa matahari adalah sinar Tuhan yang
Universitas Sumatera Utara
memberikan kehidupan bagi makhluk hidup di dunia. Hampir di setiap pemukiman warga Tamil dibangun sebuah kuil, yang terbanyak menggunakan nama Shri Mariamman Kuil 5. Kuil Shri Mariamman juga menghimpun pemuda-pemudi yang aktif di kuil dalam sebuah perhimpunan muda-mudi kuil. Mereka yang beragama Buddha terhimpun dalam wadah vihara dan organisasi yang disebut Adi-Dravida Sabah 6; dan untuk kaum remaja ada organisasi bernama Muda-mudi Buddha Tamil. 2.2.2
Kristen Komunitas Kristen India di Medan merupakan komunitas Kristen India Tamil
yang tergolong masih sangat muda, karena baru muncul beberapa tahun terakhir ini. Walaupun dalam kenyataannya komunitas Kristen India Tamil ini masih baru, tetapi keberadaan mereka di Kota Medan sudah ada jauh sebelumnya dan dapat ditemui diberbagai tempat diseluruh kota Medan. Masyarakat ini berasal dari India Tamil yang merupakan percampuran dari tiga komunitas pemula, yang pertama adalah komunitas tertua yang merupakan kaum atas atau kaya raya, terpandang, dan sangat sulit dijumpai karena jarang keluar rumah. Mereka ini merupakan keturunan raja-raja India yang dikenal dengan nama Cera Cola Pandia. Mereka hanya bisa ditemui ketika ada pernikahan atau pertemuan-
5
Salah satu kuil yang juga sudah tergolong tua adalah Kuil Thandayuthapani, yang didirikan oleh kaum Chettiar pada tahun 1918. 6
Bangsa Dravida merujuk pada orang yang menuturkan bahasa pada rumpun bahasa Dravida. Kebanyakan penutur bahasa tersebut dapat ditemui diAsia Selatan. Orang Dravida lainnya dapat ditemui di sebagian India tengah, Sri Lanka, Bangladesh, Pakistan, Afganistan, dan Iran. Bahasa Dravidia yang paling dikenal adalah Tamil Telugu Kannada dan Malayalam
Universitas Sumatera Utara
pertemuan sesama komunitasnya. Kedua adalah komunitas orang-orang sederhana, bukan keturunan raja-raja India, tetapi bukan pula kelas rendah atau golongan bawah. Posisinya berada di tengah-tengah, biasanya mereka ini bekerja sebagai pebisnis, kantor-kantor, guru, dan lain sebagainya. Ketiga adalah komunitas terakhir yang hadir di kota Medan, yakni kuli-kuli yang datang dari India. Mereka inilah yang seringkali ditemui di setiap pelosok dan gang-gang bahkan pinggiran-pinggiran kota Medan, juga sampai ke pusat kota atau jantung kota Medan. Biasanya mereka bekerja sebagai kuli bangunan atau buruh, pembantu rumah tangga, penjual kue, sopir, dan lain sebagainya. Warga Tamil juga terdapat yang menganut agama Kristen dan Katolik, yang juga memiliki sebuah gereja-gereja seperti Gereja Anglikan Holy trinity dan juga gereja Katolik yang dibangun pada tahun 1912, yang anggotanya sebagian besar tergolong Tamil Adi – Dravida. Lukman Sinar (2001:76) menyebutkan bahwa sejak tahun 1912 telah ada missionaris Katolik. Khusus untuk orang-orang India Tamil di Medan ada juga sebuah gereja lain yang dibangun pada tahun 1935 oleh seorang Pastor Reverend Father James. Warga Tamil Kristen dan Katolik yang bermukim di sebuah lokasi yang disebut Kampung Kristen. Pastor James Bharata Putra datang ke Indonesia pada tahun 1967 dan bertugas di Medan sejak 1972, saat itu Pastor James Bharata Putra pernah mendirikan sekolah khusus untuk orang-orang India Tamil yang miskin dengan nama Lembaga Sosial dan Pendidikan Karya Dharma. Namun saat ini sekolah itu telah di ambil oleh Yayasan Don Bosco, dan menjadi sebuah sekolah
Universitas Sumatera Utara
dasar dengan St. Thomas, kemudian Pastor James membeli sebidang tanah di kawasan Tanjung Selamat pada 1979 yang direncanakan untuk tempat pemukiman baru bagi orang-orang Tamil Katolik yang tinggal disekitar Jl. Hayam Wuruk. Pada tahun 2001 Pastor James juga membangun sebuah Kapel untuk umat Tamil Katolik, yang kemudian diresmikan oleh Uskup Agung Medan yaitu Mgr. A.G.P Batubara, OFM, Cap dan disebelah banguan Kapel itu sekarang berdiri sebuah gedung yang dibangun dengan nama Graha Bunda Man Annai Velangkani 7. Dari berbagai riwayat kerajaan Melayu di pantai timur Sumatera dan Malaya banyak sekali menceritakan mengenai hubungan dengan India Selatan (Malabar) seperti dalam “Hikayat Raja-Raja Pasai”, “Sejarah Melayu” dan lain-lain. Rakyat Pasai sebagian besar keturunan dari Bengal. Raja Islam pertama mereka adalah keturunan dari Bengal. Pedagang di Pasai banyak dari Gujarat, Kling dan Bengali. Asal dari Raja Deli (Tuanku Sri Paduka Gocah Pahlawan), juga panglima Sultan Iskandar Muda Aceh asal dari India (1630). Didalam bahasa Melayu dan budaya Melayu umumnya, banyak sekali terdapat kata-kata asal Tamil dan makanan asal Tamil. 2.2.3
Islam Tidak hanya Kristen agama India Tamil dikota Medan, masyarakat Tamil di
Sumatera Timur juga banyak yang menikah dengan wanita Indonesia yang beragama
7
Tempat Ziarah India Tamil yang beragama Katolik. Pada awalnya tempat itu diperuntukkan bagi umat Katolik Tamil yang ada di Medan akan tetapi dalam perkembangannya semua umat Katolik dapat datang dan berziarah disitu tanpa batas asal-usul ataupun ras karena sesungguhnya tempat itu dipersembahkan bagi seluruh umat Katolik dan jg sebagai objek wisata bagi negara-negara tetangga.
Universitas Sumatera Utara
Islam setempat sehingga di Absorps (mencernakan diri) menjadi masyarakat Melayu atau etnis Indonesia yang beragama Islam di Sumatera. Mereka kebanyakan berasal dari Utar Pradesh, dan dari Madras. Mesjid tua yang ada di Medan ialah Mesjid Jalan Zainul Arifin Kampung Keling dan di Jalan Gajah di Medan. Sementara itu, warga Tamil Muslim sejak 1887 sudah memiliki sebuah lembaga sosial yang bernama South Indian Moslem Foundation and Welfare Committee. Warga Tamil Muslim mendapat hibah dua bidang tanah dari Sultan Deli, untuk tempat membangun mesjid dan pekuburan bagi Tamil yang menganut agama Muslim. Ada dua masjid yang dibangun oleh yayasan tersebut, satu terletak di Jalan Kejaksaan Kebun Bunga dan satu lagi di Jalan Zainul Arifin. Lokasi pekuburan terdapat di samping Masjid Ghaudiyah (Jalan Zainul Arifin). Tanah wakaf di lokasi Kebun Bunga cukup luas (sekitar 4000 meter) sedangkan lokasi Masjid Ghaudiyah sekitar 1000 meter persegi. Saat ini sebagian dari tanah wakaf yang berada di mesjid Gaudiyah dimanfaatkan untuk lokasi pembangunan ruko yang disewakan kepada orang lain dan kemudian uangnya digunakan untuk kemakmuran mesjid dan meyantuni kaum Muslim Tamil yang miskin. Sampai sekarang yayasan yang menaungi masjid itu terus diurus oleh keturunan Tamil Muslim. Sampai dengan tahun 1970-an, setiap tahun dilakukan perayaan hari besar keagamaan yang menghadirkan orang-orang Tamil Muslim di seluruh kota Medan, Tebing Tinggi hingga Pematang Siantar. Kesempatan itu sekaligus menjadi forum silaturahim bagi warga Tamil Muslim, namun belakangan ini perayaan demikian sudah tidak pernah diadakan lagi.
Universitas Sumatera Utara
2.2.4
Budha Agama Budha terhimpun dalam wadah vihara dan organisasi yang sering
disebut Adi-Dravida Sabah. Terlebih pada remaja tamil yang beragama Budha memiliki sebuah organisasi yang bernama Muda-mudi Budha Tamil. Kaum Buddhis Tamil juga memiliki sejumlah vihara sebagai tempat beribadah, di antaranya adalah Vihara Bodhi Gaya dan Vihara Lokasanti di Kampung Anggrung serta Vihara Ashoka di kawasan Polonia, dan sejumlah vihara di tempat-tempat lain. Kaum Buddhis Tamil secara kelembagaan menyatu dalam wadah Perwalian Umat Budha Indonesia (Walubi) dan pusatnya adalah Vihara Borobudur. di sekitar Jl. Hayam Wuruk. Pada tahun 2001 beliau membangun sebuah Kapel untuk umat Tamil Katolik di atas tanah tersebut, yang diresmikan oleh Uskup Agung Medan (Mgr A.G.P. Datubara, OFM,Cap); dan di sebelah bangunan kapel berukuran kecil itu sekarang sedang berdiri (masih dalam proses pembangunan) sebuah gedung yang bernama Graha Bunda Maria Annai Velangkanni. 2.3
Ciri-Ciri Fisik Etnik India Tamil Ciri-ciri fisik India Tamil memiliki kulit yang berwarna hitam atau gelap,
dengan jambang atau bulu dada, di samping memiliki gigi yang putih bersih dan juga hidung mancung, berkumis lebat. Bagi perempuan Etnik Tamil memiliki ciri-ciri lain yaitu
adanya
potte,
Wallewi,
dan
pemakaian sari dan manggal sutra
(Manjakaure atau Thalli), menandakan bahwa wanita tersebut telah menikah atau kawin. Tanda kawin ini terbuat dari tali yang biasanya digantung pada leher. Namun
Universitas Sumatera Utara
seiring perkembangan zaman dan meningkatnya taraf hidup etnik Tamil, tanda kawin ini diganti dengan kalung emas khusus bagi mereka yang taraf hidupnya menengah ke atas. Bagi perempuan Tamil yang sudah tidak bersuami (ditinggal mati suaminya) tanda kawin ini tidak lagi bisa dipergunakan, kepada mereka ini dikhususkan hanya boleh
memakai
potte
yang
berwarna
putih
dan
tidak
dibenarkan
memakai wallewi atau gelang plastik yang berwarna-warni. Mereka hanya boleh memakai apabila telah bersuami lagi 8. Namun bealakangan ini ciri-ciri tersebut tidak begitu tampak. Seiring berjalannya waktu terjadi pula perubahan pada diri etnik Tamil. Penyebabnya antara lain karena terjadinya perkawinan campuran pada etnik lain dan proses adaptasi sosial. 2.4
Sistem Keluarga Pada Etnil India Tamil Keluarga merupakan unit dasar dan terkecil dalam struktur masyarakat India
Tamil. Tujuan mendirikan keluarga adalah untuk mendapatkan teman hidup yang mendukung secara fisik dan rohani serta untuk mendapatkan anak sebagai penerus. Dalam masyarakat India Tamil, sistem keluarga yang biasa dilakukan adalah keluarga bersama (joint- family). Keluarga bersama dibentuk oleh keanggotaan semua anggota pria yang seketurunan, istri-istri serta anak-anak mereka yang masih belum menikah. Anak perempuan yang sudah menikah akan menjadi anggota keluarga suaminya dan jumlah anggota keluarga bersama adalah tidak terbatas .
8
http://siwa-kumar.blogspot.com/2011/01/pluralitas-tamil-di-kota-medan.html
Universitas Sumatera Utara
Sistem keluarga ini didukung oleh semangat kepentingan bersama dan harta benda keluarga merupakan milik bersama. Perpaduan keluarga dipelihara dengan nilai kasih sayang yang murni dan kepentingan setiap anggota keluarga. Umumnya sebuah pernikahan diatur oleh orangtua, juga jodoh bagi anggota keluarga dipilih oleh mereka. Permasalahannya adalah masih ada pernikahan yang tidak berdasarkan percintaan yang direstui oleh keluarga . Dalam pernikahan ini, saran dari orang tua dapat dimanfaatkan terutama jika terjadi perselisihan antara anggota keluarga . 2.5
Adat Istiadat Etnik Tamil Di Kota Medan Keanekaragaman etnis dan budaya ini terdapat di kota-kota besar, salah
satunya adalah di kota Medan. Kota Medan merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia setelah kota Jakarta dan Surabaya. Besarnya kota Medan merupakan dampak dari industri perkebunan di Sumatera Timur pada masa lalu yang menjadi daya tarik bagi para pendatang. Sebagaimana etnik lainnya, etnik Tamil juga memiliki serangkaian upacara sendiri
untuk
merayakan
berbagai
peristiwa-peristiwa
penting
dalam
hidupnya. Upacara tersebut biasanya berhubungan dengan tingkat kedudukan seseorang dalam masyarakat. Upacara tersebut pada dasarnya berfungsi untuk memaparkan sistem atau tataran yang ada (pengetahuan lokal etnik Tamil yang didasarkan pada nilai-nilai ajaran Hindu dan budaya Tamil). Namun menurut wawancara langsung dengan Pastor Moses (September, 2012) : “Menurut kegiatan etnik Tamil dalam pelaksanaan upacara-upacara sepanjang lingkup hidup sudah bergeser nilai dari aslinya. Sebagai contoh dapat dilihat
Universitas Sumatera Utara
pada pesta perkawinan. Adanya suatu kebiasaan yang dilakukan para leluhur dengan menempatkan sipengantin dan kerabat dekat para undangan lainnya pada tikar. Dan saat acara makan mereka menggunakan daun pisang bukanlah piring seperti yang zaman sekarang dipergunakan. Menurut generasi Tamil sekarang ini sudah tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman. Sekarang segalanya sudah serba praktis dengan konsep pernikahan yang menyediakan pelaminan dan berhadap-hadapan dengan tamu dengan makanan yang sudah dipersiapkan sehingga tidak perlu repot lagi untuk menyediakan daun pisang dan tikar”. 2.6
Upacara Ritual India Tamil Etnik Tamil mengenal proses daur hidup tersebut dengan memberikan
upacara atau prosesi seremonial yang terkait dengan tingkatan dalam daur hidup, berikut adalah upacara tamil : Walai Kappu (upacara kelahiran), upacara ini dilaksanakan pada seorang wanita yang telah menikah pada kehamilan 7 bulan atau 9. Dalam pelaksanaannya akan diundang kerabat-kerabat dekat saja. Pathinaru (upacara tolak bala), yaitu upacara buang sial. Upacara ini dilakukan pada bayi saat umurnya hari ke-16 setelah kelahirannya, dan inti dari upacara ini adalah penyucian bayi serta memohon keselamatan kepada dewa untuk sang bayi semasa hidupnya, dan acara ini juga sebagaian pemberian nama untuk sang bayi. Waisuki Wanthepenn/Sadengesathe (upacara akil balik), ini merupakan upacara yang dilakukan pada seorang gadis remaja yang baru pertama kali memasuki masa akil balik. Para teman dan kerabat akan hadir pada upacara ini dan tamu biasanya membawa hadiah kepada si gadis. Tetapi hadiah yang paling diperhatikan
Universitas Sumatera Utara
isinya adalah hadiah dari Atteh dari sekian banyak hadiah yang ada. Mereka akan bangga bila Atteh mampu memberikan hadiah seperti perhiasan emas (cincin atau kalung). Inti dari upacara ini adalah suatu tradisi yang dilakukan etnik India Tamil untuk memohon kekuatan atau restu agar diberi perlindungan untuk menjauhkan si gadis dari pengaruh buruk. Niscchayam (upacara lamaran), sebelum upacara melamar, wakil laki-laki akan mendatangi pihak pihak perempuan untuk menanyakan kesediaan memberikan anak gadisnya untuk dijadikan menantu. Upacara lamaran akan diadakan ditempat perempuan, selanjutnya akan dilangsungkan kegiatan kedua yaitu: Parisam, jangka waktu antara melamar dan upacara tunangan biasanya 3-6 bulan. Tenggang waktu ini sengaja dipersiapkan karena memberikan kesempatan bagi keluarga perempuan untuk berfikir apakah laki-laki tersebut cocok dengan anak gadis mereka. Walaupun Niscchayam
sudah
dilangsungkan
maka
keluarga
perempuan
berhak
membatalkannya jika merasa anak gadisnya tidak cocok dengan laki-laki tersebut. Parisam (upacara tunangan), inti dari acara ini adalah menyerahkan maskawin dan pengumuman kepada kerabat dan sanak saudara mengenai pelaksanaan puncak. Upacara ini biasanya dilangsungkan di Kuil, namun bisa juga dilangsungkan dirumah perempuan jika hanya dengan acara yang sederhana. Dalam upacara ini pihak laki-laki harus membawa seperangkat barang-barang untuk tunangannya, hantaran yang dibawa oleh pihak laki-laki terdiri dari jumlah gajil mulai dari 5, 7, atau 9 talam, adapun isi dari talam tersebut yaitu:
Universitas Sumatera Utara
Talam pertama: berisikan bubuk cendana, kumkum atau kungemam, kembang, sirih 2 lembar, pinang 2 potong, kunyit kering 1 potong dan sebuah jeruk nipis. Talam kedua: berisikan pakaian sari dan baju, perhiasan, sisir, cermin, dan alat kecantikan lainnya. a. Talam ketiga: berisikan sirih, pinang, kunyit kering. b. Talam keempat: berisikan gula pasir, gula batu, permen. c. Talam kelima: berisikan jeruk nipis. d. Talam keenam: berisikan apel. e. Talam ketujuh: berisikan anggur. f. Talam kedelapan: berisikan pisang 5,7, atau 9 sisir. g. Talam kesembilan: berisikan kelapa 5,7, atau 9 sisir. Talam yang sudah disediakan kemudian dibawa dengan cara meletakkan dipundak kawan wanita dari pihak laki-laki menuju tempat upacara. Acara tersebut nantinya akan dipimpim oleh Pandita dengan membaca ikrar dari pihak laki-laki dan pihak perempuan dengan memegang talam no 1, selanjutnya talam no 2 akan diberikan pada pihak perempuan untuk dipakaikan oleh calon pengantin kepada pihak laki-laki. Sedangkan talam 4 dan 8 disediakan untuk disantap tamu yang hadir. Calon pengantin wanita setelah dihias akan dibawa ketempat upacara untuk mendapatkan restu dari para tamu. Pihak laki-laki memberikan 1 buah kelapa, 2 lembar sirih, 2 potong pinang dan kunyit 1 potong kepada pengantin wanita. Pada
Universitas Sumatera Utara
upacara ini, santapan atau hidangan yang disediakan merupakan dari pihak perempuan. Tirumanam scarnta (upacara perkawinan), dalam pernikahan etnis Tamil ini juga mempunyai upacara dalam acara. Urutan acara yang meliputi adalah: Pertama, Mapillai Thol(h)an akan menuntun mempelai pria kemimbar pernikahan, sesudah mengelilingi mimbar pernikahan sekali searah jarum jam, mempelai pria akan duduk. Mempelai pria dan Thol(h)an-nya akan diberi Vibuthi Prasadam kemudian Thol(h)an akan mengalungi mempelai pria dengan Seeyakkai Maalai. Mempelai pria akan diberi pavitram kemudian dikenakan dijari manis tangan kanannya. Setelah itu dilakukan Pillaiyar Pooja oleh Pandita. Kedua, mempelai wanita sesampainya di tempat acara berlangsung didampingi oleh manamakal kemudian diiringi mengelilingi mimbar pernikahan satu kali dan dipersilahkan duduk dipelaminan. Upacara benang suci (Manggalaya), orang tua kedua mempelai diminta untuk duduk berhadap-hadapan dengan anaknya, Thaali yang suci berupa kain akan dililitkan pada kelapa dan dibawa mengelilingi tamu, kemudian Pandita akan memberikan Thaali kepada mempelai pria yang nantinya akan dikalungkan dan mengikatkannya pada leher pengantin wanita sebanyak 3 ikatan sambil mengikuti ketti melam 9. Ketiga, mempelai pria mengoleskan tepung cendana dan kungguman pada ketiga ikatan, dan mempelai pria dengan tangan kanannya memutar leher mempelai
9
Selama acara ini berlangsung manamakal berdiri dibelakang mempelai wanita sambil memegang Kamachi Villaku
Universitas Sumatera Utara
wanita kemudian mengoleskan kungguman pottu di dahi mempelai wanita. Setelah Paanikkiragam kemudian mempelai wanita akan diberi kelapa yang dibungkus dengan kain kuning untuk dibawa pulang. Keempat, setelah prosesi acara perkawinan selesai maka santap hidanganpun berlangsung dan terdiri dari beraneka jenis makanan, baik vegetarian maupun yang tidak vegetarian, sembari dihibur para pengisi acara yang juga beretnis Tamil seperti lagu dan tari-tarian. Kelima, setelah acara perkawinan selesai maka wanita dibawa oleh mempelai pria kerumahnya, dan menghiasi rumah dengan dua pohon pisang yang sedang berbuah dan diletakkan pada kedua sudut masuk rumah. Upacara kematian, pada umumnya dalam ajaran agama Hindu yang dianut oleh etnik India Tamil hanya ada dua upacara yang dilakukan dibakar atau dikebumikan. Hal ini akan dilakukan atas permintaan yang telah meninggal pada masa hidupnya, yang lazim dilakukan dengan cara dibakar, karena etnik India Tamil meyakini badan manusida terbentuk dari 5 unsur alam yaitu api, air, udara, tanah, dan gas sehingga apabila dibakar maka akan mempercepat kembalinya atma mereka kepada unsur tersebut. Adapaun rangkaian upacara kematian adalah: Penguburan atau Kremasi, jenazah dimandikan terlebih dahulu. Jika laki-laki yang meninggal maka didahi diberi Thiruniru dan pakaian putih, jika yang meninggal perempuan diberi Thirunir didahinya, Sari dan Shanthanam. Kemudian dikalungkan
Universitas Sumatera Utara
Malligai dan jenazah diletakkan diruang tamu dan kepala jenazah harus berada diarah selatan. Sedangkan disamping jenazah diletakkan Nalwilaku dan Bathi. Paal Thetital upacara pengumpulan tulang-tulang sesudah 3 hari dari jenazah tersebut dibakar. Tulang-tulang serta abu dimasukkan kedalam periuk tanah dan setelahnya disiram dengan susu dan air kelapa muda. Untuk penguburan maka seorang pendeta akan meletakkan sebah periuk tanah yang berisi susu yang kemudian dipecahkan oleh anak laki-laki dari yang meninggal tersebut. Yeddhe yaitu upacara pengiriman doa setelah 7 hari kematiannya. Karmadi yaitu upacara penyucian diri bagi keluarga setelah 16 hari kematiannya. Upacara ini dipimpin seorang pendeta dilakukan pada pagi hari sebelum terbitnya matahari. Kawehci yaitu upacara memberikan makanan pada keluarga yang ditinggalkan. Makanan tersebut dari keluarga dan kerabat yang diberikan untuk menghibur keluarga agar tidak larut dalam kesedihan. Doa Atma Shanti
yaitu upacara yang dilakukan pada setahun setelah
meninggalnya sesorang. 2.7
Sistem Pelapisan Sosial Atau Sistem Pengkastaan Seperti telah dikatakan, sesungguhnya imigran India telah berhubungan
dengan bumi nusantara sejak era awal Masehi. Melalui orang-orang India inilah berkembang agama Hindu dan Buddha di Indonesia. Pada awalnya, orang India yang berhubungan adalah kelas Brahmana yang diundang oleh para elit lokal Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Mereka diundang karena para elit Indonesia menginginkan pengajaran ilmu-ilmu baru di bidang agama, teknologi, dan ketatanegaraan. Lewat pengaruh India, aneka bentuk kerajaan di nusantara berkembang. Raja lambat-laun dianggap penjelmaan para Dewa. Mulailah kerajaan menjadi sentral (pusat aktivitas raja) wilayah-wilayah sekeliling. Dua bentuk kerajaan yang kental pengaruh India adalah Sriwijaya dan Majapahit. Pengaruh tersebut utamanya berlangsung di lingkup agama, bahasa, dan konsep-konsep ketatanegaraan termasuk filsafat politik. Sistem pelapisan sosial pada etnik Tamil bersifat tertutup (closed social stratifications), hal ini jelas terlihat dalam sistem perkastaan mereka yang didasarkan pada jenis pekerjaan. Sistem kasta mereka tersebut memiliki ciri-ciri antara lain : bahwa keanggotaan digolongan tersebut berdasarkan kelahiran, perkawinan dengan orang diluar golongan tersebut dilarang dan melarang pergaulan dengan golongan yang lebih rendah. Kemudian setiap golongan memiliki kedudukan sosial yang sangat tajam batasan-batasannya, sehingga etnik Tamil lahir dan mati dalam golongannya dan sepanjang hidupnya tidak dapat dirubah (kodrati). Kasta menurut Dubois (2002: 15) : “ The word case is derived from the Portuguese and is used in Europe to designate the different tribes or classes into which the people of India are didided. The most ordinary classification, and at the same time the most ancient, divides them into four main castes. The first and the most distinguished of all is that of Brahmana, or Brahmis; the second in rank is that of Kshatriyas, or Rajahs; the third the Vaisyas, or Landholders and Merchants; and the fourth the Sudras, or Cultivators and Menials.”
Universitas Sumatera Utara
Sistem perkastaan pada etnik Tamil, pada umumnya timbul akibat perbedaan asal dan warna kulit, ketika pada tahun 1500 SM bangsa Arya memasuki India 10. Bangsa Arya ini berkulit putih dan berbahasa Sanskerta. Kemudian bangsa Arya menyerang bangsa Dravida dan berhasil menaklukkan bangsa Dravida sehingga akhirnya bangsa Dravida terdesak ke sebelah selatan India. Kulit mereka lebih putih dibandingkan dengan penduduk asli. Dari adanya ras berkulit putih yaitu Arya dan berkulit hitam Dravida, maka penduduk India sampai sekarang ini adalah hasil percampuran keduanya. Warna kulit ini selanjutnya dijadikan dasar penggolongan masyarakat yang disebut kasta. Semakin terang warna kulitnya maka semakin tinggi kastanya, demikian pula sebaliknya. Dari sinilah timbulnya kasta agar keturunan dan warna kulit bangsa Arya tetap terjaga dan tidak bercampur-baur dengan penduduk asli, yaitu bangsa Dravida. Menurut Harahap 2012 : 21-22 Konsep kasta pada etnik India dianalogikan sebagai tubuh manusia yaitu Kepala, Badan, Perut dan Kaki Menurut urutan kasta pada etnik India Tamil tersusun dari atas kebawah, yaitu sebagai berikut: 1. Brahmana, yaitu kasta para pendeta agama Hindu yang merupakan lapisan tertinggi pada masyarakat. 2. Ksatria, yaitu kasta para bangsawan dan tentara 3. Waisya, yaitu kasta para pedagang dan kasta ini dianggap sebagai kelompok lapisan menengah pada masyarakat 10
Jenis kasta tidak terbatas pada beberapa jenis saja melainkan jenis kasta berdasar pada jenis pekerjaan yang dilakukan
Universitas Sumatera Utara
4. Sudra, yaitu kasta yang dimiliki oleh kebanyakan atau rakyat jelata 5. Di dalam sistem kasta terdapat kelompok yang masyarakat yang tidak memiliki kasta atau budak. Adapun mereka yang tidak berkasta disebut kaum Paria. Kasta pada masyarakat India ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Keanggotaan pada kasta diperoleh karena keturunan atau warisan 2. Keanggotaan yang diwariskan berlaku seumur hidup karena seseorang tidak mungkin mengubah kedudukannya, kecuali bila dia dikeluarkan dari kastanya 3. Perkawinan bersifat endogem, artinya harus menikah dengan orang yang punya kasta sama 4. Hubungan dengan kelompok-kelompok sosial lainnya bersifat terbatas 5. Kesadaran pada keanggotaan suatu kasta tertentu, terutama nyata dari nama kasta 6. Kasta diikat oleh kedudukan yang secara tradisional telah ditetapkan 7. Prestise suatu kasta benar-benar diperhatikan Kepala merupakan saluran buah pikiran, hal ini berarti bahwa golongan ini merupakan Guru dari rakyat yang dianggap sebagai golongan yang tertinggi, mereka inilah yang merupakan golongan Brahmana atau Brahmin yang termasuk dalam golongan bangsawan dan pendeta. Dalam masyarakat Tamil golongan tersebut lebih dikenal dengan sebutan Pahpah. Badan diasumsikan sebagai golongan yang memiliki
Universitas Sumatera Utara
kewibawaan, cinta tanah air serta memiliki bakat untuk memimpin dan mempertahankan negara dan umat manusia berdasarkan Dharmanya, golongan ini disebut Ksatria yang berhak memimpin pemerintahan. Sementara Perut merupakan golongan yang memiliki watak tekun terampil, cermat dan keahlian serta bakat kelahirannya untuk menyelenggarakan kemakmuran negara dan kemanusiaan. Tugastugas mereka yang utama adalah mengusahakan pertanian, peternakan dan perdagangan. Mereka ini disebut golongan Waisya, Sedangkan Kaki merupakan golongan pelayan atau pekerja kasar, kuli. Golongan ini biasanya menjadi pelayan bagi golongan-golongan lainnya, mereka disebut Shudra. Selain keempat golongan diatas, sebenarnya masih ada golongan dalam perkastaan etnik Tamil yang tidak masuk kedalamnya. Mereka ini disebut dengan golongan Outcaste yang sering disebut golongan Paria. Mereka adalah pemukul tambur yang terbuat dari kulit sapi. Golongan ini merupakan golongan terendah pada etnik Tamil. Sedangkan sistem pelapisan sosial yang didasarkan pada jenis pekerjaan merupakan aneka warna dalam ajaran agama Hindu. Ini berarti beragam golongan yang muncul berdasarkan jenis pekerjaannya seperti, contoh : kaum Chettiars yang berprofesi sebagai pembunga uang dan pedagang disebut golongan Chetti, yang berprofesi sebagai tukang pangkas disebut Pariari, golongan Bhattar merupakan golongan yang mempunyai keahlian dalam pembuatan aksesoris atau perhiasaan dari emas. Velllalars dan Mudaliars merupakan golongan petani yang terlibat dalam usaha dagang.
Universitas Sumatera Utara
Pada etnik Tamil golongan-golongan sosial tertentu yang berhasil dalam perekonomian maka golongan tersebut dapat naik ketingkat atau golongan sosial yang lebih tinggi, seperti golongan Kallen, Marrewen dan Agemudien yang merupakan golongan petani dan pedagang, mereka bisa naik ke level yang lebih tinggi bila berhasil dalam tingkat perekonomian mereka dan akan berubah menjadi golongan Wellalen atau
golongan
yang
setara
dengan Pillay (Golongan
Bangsawan) 11. Golongan Paria pada etnik Tamil merupakan golongan terdiskriminasi dan termajinalkan oleh bangsa Arya. Mereka ini adalah Adi-Dravida (unseeable) untuk mengelakkan perbedaan kasta yang mencolok maka banyak dari mereka yang pindah ke agama Kristen Katolik dan Budha. Pada masa sekarang sebagian dari golongan ini sudah lebih baik taraf hidupnya dibandingkan dengan golongan-golongan lain yang terdapat dalam etnik Tamil, seperti diterimanya mereka bekerja pada instansi pemerintah maupun swasta. Sistem pelapisan sosial pada etnik Tamil pada masa sekarang secara perlahan dalam kehidupan sehari-hari sudah tidak diterapkan lagi. Meskipun ada golongangolongan tertentu yang masih menjalankan sistem perkastaan tersebut. menurut mereka itu sudah tidak sesuai lagi dimasa sekarang, bukti bahwa sistem perkastaan itu sudah tidak diterapkan lagi terlihat dari banyaknya individu etnik Tamil yang 11
http://siwa-kumar.blogspot.com/2011/01/pluralitas-tamil-di-kota-medan.html
Universitas Sumatera Utara
melakukan perkawinan antar golongan atau diluar golongan mereka sendiri. Selain itu, golongan Brahmin sudah tidak banyak lagi di masyarakat Tamil, hal ini terlihat dari banyaknya pendeta yang tidak berasal dari golongan Brahmin, melainkan setiap individu Tamil bisa dan mampu menjadi seorang pendeta. 2.8
Mata pencaharian Masyarakat Tamil di Medan. Etnis Tamil yang datang secara mandiri ke Medan pada umumnya memiliki
jenis mata pencaharian hidup sebagai pedagang. Di antaranya menjadi pedagang tekstil, dan pedagang rempah-rempah di pusat-pusat pasar di Medan. Selain itu mereka juga banyak yang bekerja sebagai supir angkutan barang, bekerja di toko-toko Cina, dan menyewakan alat-alat pesta. Selain itu banyak juga yang melakoni usaha sebagai penjual makanan, misalnya martabak Keling. Pada umumnya, mereka yang berjualan rempah-rempah, tekstil dan menjual makanan adalah orang-orang Tamil yang beragama Islam. Mereka adalah kaum imigran Muslim yang datang dari India Selatan hampir bersamaan dengan kedatangan orang-orang India pada umumnya ke Medan pada pertengahan abad ke-19. Di masa sekarang juga sudah terdapat sejumlah orang Tamil yang sukses sebagai pengusaha di level daerah maupun nasional, seperti keluarga Marimutu Sinivasan. 2.9
Bahasa Dalam Masyarakat Tamil di Kota Medan Berdasarkan sejarah, bahasa Tamil memiliki tiga periode perkembangan.
Yang pertama adalah bahasa Tamil Kuno antara tahun 200 SM sampai 700 M. Kedua, adalah bahasa Tamil Tengahan yaitu antara 700 M sampai 1500 M. Yang
Universitas Sumatera Utara
ketiga adalah bahasa Tamil Modern antara 1500 sampai sekarang. Bahasa yang digunakan masyarakat Tamil di dalam keluarganya adalah bahasa Tamil. Sedangkan bahasa pergaulan sosial dengan orang yang bukan Tamil biasanya digunakan bahasa Indonesia (dialek Medan). Berdasarkan penggunaannya, bahasa Tamil dibedakan atas ragam tinggi dan ragam rendah. Ragam tinggi digunakan dalam tulisan, radio, televisi, pidato, dan ragam rendah digunakan dalam lisan pada percakapan seharihari. Menurut A. Zebar 2010:5 Lamanya orang India Tamil di Indonesia terutama di wilayah Deli dapat memungkinkan terjadinya perubahan pemakaian bahasa atau yang disebut dengan pilihan bahasa. Perubahan pemakaian bahasaakan terjadi dalam masyarakat yang multietnik, karena multietniknya suatu masyarakat akan mengakibatkan bilingual atau multilingual. Pemakaian bahasa akan senantiasa menyesuaikan situasi atau konteksnya di mana seseorang berada. Jika dilihat dari sejarah kedatangan orang Tamil ke Indonesia mereka sudah cukup lama tinggal bahkan ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Tidak hanya itu, banyak juga kata-kata yang diambil dari bahasa Tamil yang diserap menjadi bahasa Indonesia. Tabel 2.2 Contoh bahasa Tamil yang sudah menjadi bagian bahasa melayu Melayu
Tamil
Kawal
Kaawal
Besi
Wesi
Talam
Talam
Universitas Sumatera Utara
Badai
Badai
Dahaga
Dagam
Ragam
Iragam
Santri
Santiri
Peti
Peti
Kedai
Kadai
Kuil
Koil (Sumber: A. Zebar 2010)
Universitas Sumatera Utara