BAB II ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT TUAH BURUNG MERBUK
2.1. ANALISIS STRUKTUR CERITA Analisis struktur yang dilakukan terhadap cerita rakyat TBM ini merupakan langkah awal untuk memahami unsur-unsur ekstrinsik, khususnya nilai psikologi dari hikayat tersebut. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Teeuw (1989) bahwa kajian
struktural
dimaksudkan
untuk
membongkar,
mengkaji,
dan
menganalisis unsur pembentuk dalam instrinsik dari sebuah karya sastra, yang berguna untuk pengkajian selanjutnya dari karya sastra tersebut. Sebelum penulis mulai menganalisis struktur cerita rakyat Tuah Burung Merbuk, ada baiknya penulis menyajikan ringkasan cerita Tuah Burung Merbuk guna mempermudah pembaca sekalian untuk memahami analisis yang penulis lakukan nantinya. 2.2. Ringkasan Cerita Tuah Burung Merbuk menceritakan tentang 2 orang anak dari sebuah kampong yang mempunyai seekor burung merbuk yang bertuah mereka sering bermain bersama-sama kemana aja, pada suatu hari ada pawang burung merbuk dari kampong seberang datang untuk mencari burung merbuk bertuah yang dimiliki anak
Universitas Sumatera Utara
tersebut karena dia pernah bermimpi pada suatu hari dan didalam mimpinya dia didatangin seorang kakek dengan maksud tujuan bahwasannya burung merbuk yang dimiliki anak-anak tersebut adalah burung bertuah , apabila engkau memekan hatinya burung tersebut maka engkau akan menjadi seorang mentri, dan yang memakan kepalanya adalah seorang raja. Dan suatu hari pawang tersebut datang untuk membeli burung tersebut karena orang tua si Ahmad dan Muhammad ini perlu dengan keuangan maka ia memncoba menjualnnya , sebelum dijualnnya ibu dari anak-anak tersebut menggorengnya untuk dijual kepada pawang tersebut dan setelah itu pulanglah anakanaknya dari ladang dan sesampai dirumahnya anak-anak itu bertanya kepada ibu nya soal burung merbuk mereka lalu ibunya bilang burung mereka telah mati digigit kucing, mereka tampak sedih mendengar kabar tersebut, karena mereka sangat sayang sama burung merbuk itu mereka pun bertanya kemana burung tersebut ditaruh, lalu ibunya membilang kepada anaknya bahwa burung merbuknya digoreng biar bisa dimakan. Lalu mereka bertanya dimana disimpan . ibunya bilang ditaruh di meja makan lalu merekapun kesana dan sangkin sayangnya mereka dengan burung
itu
mereka
memakannya,
lalu
ahmad
memakan
kepalanya dan Muhammad memakan hatinya . setelah mereka
Universitas Sumatera Utara
memakannya beberapa saat kemudian orangtuanya bertanya kepada mereka, dimana burung goreng tersebut, mereka pun menjawab burung gorengnya sudah mereka makan, karena oarang tuannya sangat memebutuhkan uang untuk memenuhi kehidupan dengan menjual burung goreng tersebut merekapun disuruh pergi dari rumah dan berjuang diluar untuk bertahan hidup. Setelah dewasa
si Ahmad menjadi seorang raja dan
Muhammad menjadi seorang mentri.
2.3. Tema Masalah hidup dan kehidupan yang dihadapi dan dialami manusia amat luas dan kompleks, seluas dan sekompleks permasalahan kehidupan yang ada (Nurgiyantoro, 2001:71). Walau permasalahan yang dihadapi manusia tidak sama, ada masalah-masalah kehidupan tertentu yang bersifat universal. Artinya, hal itu akan dialami oleh setiap orang di manapun dan kapan pun walau dengan tingkat intensitas yang tidak sama. Pengarang memilih dan mengangkat berbagai masalah hidup dan kehidupan itu menjadi tema dan atau sub-subtema ke dalam karya sastra sesuai dengan pengalaman, pengamatan, dan aksi-interaksinya dengan lingkungan. Tema sebuah karya sastra selalu berkaitan dangan makna (pengalaman) kehidupan. Melalui karyanya itulah pengarang menawarkan makna tertentu kehidupan, rnengajak pembaca untuk melihat, merasakan,
Universitas Sumatera Utara
dan menghayati makna (pengalaman) kebidupan tersebut dengan cara memandang permasalahan jtu sebagaimana ia memandangnya. Tema dalam sebuah karya sastra merupakan salah satu dan sejumlah unsur pembangun cerita ygng lain, yang secara bersama membentuk sebuah kernenyeluruhan. Bahkan sebenarnya, eksistensi terna itu sendin sangat bergantung dari berbagai unsur yang lain. Hal itu disebabkan tema, yang notabene "hanya" berupa makna atau gagasan dasar umum suatu cerita, tidak mugkin hadir tanpa unsur bentuk yang rnenampungnya. Dengan demikian, sebuah tema baru akan menjadi makna cerita jika ada dalam keterkaitannya dengan unsur-unsur cerita yang lain, khususnya yang oleh Nurgiyantor dikelompokkan sebagai fakta cerita (alur, latar, dan tokoh) yang mendukung dan menyampaikan tema tersebut. Tema dapat digolongkan ke dalam beberapa tingkatan yang berbeda, tergantung dari segi mana hal itu dilakukan. Shipley daiam Nurgiyantoro (2001:80-82) membedakan tema dalam lima tingkatan. Pembagian Shipley ini berdasarkan tingkatan pengalaman jiwa, yang tersusun dari tingkatan paling sederhana sampai tingkat yang paling tinggi yang hanya dapat dicapai oleh manusia. Kelima tingkatan tema yang dimaksud adalah sebagai berikut: a. Tema tingkat fisik, manusja sebagai mqlekui, man as molecul. Tema karya sastra pada tingkat ini lebih banyak menyaran dan atau ditunjukkan oleh banyaknya aktivitas fisik daripada kejiwaan, la lebih menekankan mobilitas fisik daripada konflik kejiwaan tokoh
Universitas Sumatera Utara
cerita yang bersangkutan. Unsur latar dalam karya sastra dengan penonjolan tema tingkat ini mendapat penekanan. b. Tema tingkat organik, manusia sebagai protoplasma, man as protoplasm. Tema karya sastra tingkat ini lebih banyak menyangkut dan atau mempersoalkan masalah seksualitas. Berbagai persoalan kehidupan seksual manusia mendapat penekanan, khususnya kehidupan seksual yang menyimpang. c. Tema tingkat sosial, manusia sebagai makhluk sosial, man as sodus. Kehidupan bermasyarakat, yang merupakan tempat aksiinteraksinya manusia dengan sesama dan dengan lingkungan alam, mengandung banyak permasalahan, konflik, dan iain-lain yang menjadi objek pencarian tema. Masalah-masalah sosial itu antara
lain
berupa
masalah
ekonomi,
politik,
pendidikan,
kebudayaan, perjuangan, cinta kasih, propaganda, hubungan atasan-bawahan, dan berbagai masalah dan hubungan sosial lainnya yang biasanya muncul dalam karya yang berisi kritik sosial. d. Tema
tingkat
egoik,
manusia
sebagai
individu,
man
as
individualism. Di samping sebagai makhluk sosial, manusia sekaligus "menuntut"
juga
sebagai
pengakuan
makhluk atas
hak
individu
yang
senantiasa
individualitasnya.
Dalam
kedudukannya sebagai makhluk individu, manusia pun mempunyai
Universitas Sumatera Utara
banyak permasalahan dan konflik, misalnya yang berwujud reaksi manusia terhadap masalah-masalah sosial yang dihadapinya. e. Tema tingkat divine, manusia sebagai makhluk tingkat tinggi, yang belum tentu setiap manusia mengalami dan atau mencapainya. Masalah yang menonjol dalam tema tingkat ini adalah masalah hubungan manusia dengan Sang Pencipta, masalah religiusitas, atau berbagai masalah yang bersifat filosofis lainnya seperti pandangan hidup, visi, dan keyakinan. Adapun kegiatan untuk menafsirkan tema sebuah karya sastra memang bukan pekerjaan yang mudah. Karena tema tersembunyi di balik cerita , penafsiran terhadapnya haruslah dilakukan berdasarkan fakta-fakta yang ada secara keseluruhan membangun cerita itu. Menurut Mochtar Lubis ( 1989 : 25 ) untuk mengetahui tema sebuah karya sastra maka dapat dilihat dari tiga hal yang berkaitan, yaitu : (a) melihat persoalan yang paling menonjol; (b) menghitung waktu penceritaan; (c) melihat konflik paling banyak hadir. Setelah membaca dan memahami cerita rakyat TBM maka penulis dapat menyimpulkan bahwa TBM termasuk cerita rakyat yang tergolong ke dalam jenis tema tingkat sosial. Dalam cerita rakyat ini menceritakan tentang kehidupan kakak dan adik yang kelak menjadi seorang raja dan mentri. Masalah yang menonjol dalam hikayat ini adalah masalah manusia dengan manusia. Atau .
Universitas Sumatera Utara
Untuk menentukan tema dalam cerita TBM ini maka penulis mengunakan pendapat mochtar Lubis yang menentukan tema sebuah karya sastra berdsarkan tiga hal , yaitu : a. Persoalan yang paling menonjol dalam cerita rakyat TBM adalah kesabaran dan kesetiaan. b. Dari awal cerita sampai akhir cerita dalam cerita rakyat TBM menceritakan tentang ketulusan hati seorang kakak dan adik. c. Konflik yang paling banyak hadir
dalam cerita rakyat TBM adalah
Tentang keegoisan sang Pawang Burung Merbuk. Berdasarkan ketiga hal di atas maka dapat di tarik kesimpulan bahwa tema dalam cerita rakyat TBM adalah tentang perjuangan hidup kakak dan adik yang diusir oleh orang tuanya dan berkelana di hutan demi kelangsungan hidup.
2.4. Alur Alur merupakan unsur karya sastra yang penting, bahkan tidak sedjkit orang yang menganggapnya sebagai yang terpenting di antara berbagai unsur karya sastra yang lain. Tinjauan struktural terhadap karya sastra pun sering
tebih
ditekankan
pada
pembicaraan
alur,
walau
mungkin
mempergunakan istilah lain. Masalah linearitas struktur penyajian peristiwa dalam karya sastra banyak dijadikan objek kajian. Hal itu kiranya juga beralasan sebab kejelasan alur, kejelasan tentang kaitan antarperistiwa yang
Universitas Sumatera Utara
dikisahkan secara linear, akan mempermudah pemahaman kita terhadap cerita yang ditampilkan. Kejelasan alur dapat berarti kejelasan cerita, kesederhanaan alur berarti kemudahan cerita untuk dimengerti. Sebaliknya, alur sebuah karya sastra yang kompleks, ruwet, dan sulit dikenali hubungan kualitas antar peristiwanya, menyebabkan cerita menjadi lebih sulit dipahami. Alur sebuah cerita bagaimanapun tentulah mengandung unsur urutan waktu, baik ia dikemukakan secara eksplisit maupun implisit. Oleh karena itu, dalam sebuah cerita, tentulah ada awal kejadian, kejadian-kejadian berikutnya, dan barangkali ada pula akhirnya (Nurgiyantoro, 2001:141). Namun, plot sebuah hikayat sering tidak menyajikan urutan perisitiwa secara kronologis dan runtut, melainkan penyajian yang dapat dimulai dan diakhiri dengan kejadian yang mana pun juga tanpa adanya keharusan untuk memulai dan mengakhiri dengan kejadian awal dan kejadian terakhir. Dengan demikian, tahap awal cerita tidak harus berada di awal cerita atau djbagian awal teks, melainkan dapat terletak di bagian mana pun. Hal yang demikian dapat terjadi disebabkan urutan waktu penceritaan sengaja dimanipulasikan dengan urutan peristiwa la mungkin dimaksudkan untuk mendapatkan bentuk pengucapan baru dan efek artistik tertentu, kejutan,
ataupun
sebentuk
suspense
di
pihak
pembaca.
Teknik
pengungkapan cerita, atau teknik pengaluran, yang demikian biasanya justru lebih menarik karena memang langsung dapat menarik perhatian pembaca.
Universitas Sumatera Utara
Pembaca tangsung berhadapan dengan konflik, yang tentu saja, ingin segera mengetahui sebab-sebab kejadian dan bagaimana kelanjutannya. Pada dasarnya, alur sebuah cerita haruslah bersifat padu. Antara perisitiwa yang satu dengan yang lain, antara perisitwa yang diceritakan lebih dahuiu dnegan yang kemudian, ada hubungan, ada sifat saling keterkaitan. Kaitan antar peristiwa tersebut hendaklah jelas, logis, dapat dikenali hubungan kewaktuannya lepas dari tempatnya daiam teks cerita yang mungkin di awal, tengah atau akhir. Alur yang memiliki sifat keutuhan dan kepaduan, tentu saja, akan menyuguhkan cerita yang bersifat utuh dan padu pula. Untuk memperoleh keutuhan sebuah aiur cerita, Tasrif dalam Muchtar Lubis (1989:10) mengemukakan bahwa sebuah alur haruslah terdiri dari lima tahapan. Kelima tahap tersebut penting untuk dikenali, terutama jika kita bermaksud menelaah alur karya sastra yang bersangkutan. Kelima tahapan itu adalah sebagai berikut: (1)
Tahap Situation (tahap penyituasian), tahap yang terutama berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, pemberian inforrnasi awal, dan lain-lain yang, terutama, berfungsi untuk melandastumpui cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya.
(2)
Tahap Generating Circumstances (tahap pemunculan konflik), masalah-masalah
dan
peristiwa-peristiwa
yang
menyulut
Universitas Sumatera Utara
terjadinya konflik mulai dimunculkan. Jadi, tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya. Tahap pertama dan kedua pada pembagian ini, tampaknya, berkesesuaian dengan tahap awal pada penahapan. (3)
Tahap Rising Action (tahap peningkatan konflik), konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkernbang dan
dikembangkan
kadar
intensitasnya.
Peristiwa-peristiwa
drarnatik yang menjadi inti cerita bersifat semakin mencekam dan menegangkan. Konflik-konflik yang terjadi mengarah ke klimaks semakin tidak dapat dihindari. . (4) Tahap climax (tahap klimaks), konffik dan atau pertentanganpertentarigan yang terjadi, yang dilakui dan atau ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh-tokoh utama yang berperart sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik utama. Sebuah cerita yang panjang mungkin saja memiliki lebih dari satu klimaks, atau paling tidak dapat ditafsirkan demikian. (5)
Tahap Denouement (tahap penyelesaian), konflik yang telah mencapai klimaks diberi penyelesaian, ketegangan dikendorkan. Konflik-konflik yang lain, subsubkonflik, atau konflik-konflik tambahan, jika ada, juga diberi jalan keluar, cerita diakhiri.
Universitas Sumatera Utara
Setelah penulis membaca, menghayati, dan memahami centra rakyat TBM maka dapat digambarkan alur yang terdapat dalam cerita tersebut adalah plot lurus atau progresif. Artinya bahwa dalam cerita rakyat TBM pelukisan alur cerita diawali dengan awal situasi sampai dengan akhir situasi. Adapun pentahapan alur dalam cerita rakyat TBM adalah sebagai berikut : 1) Tahap Situation, tahap awal dalam cerita rakyat TBM dimulai pada tahapan si pengarang mulai melukiskan kehidupan sebuaah keluarga yang hidup di sumatera timur yang masih hutan belukar dengan 2 orang anak laki-laki. Penduduknya jarang dan tempat tinggal mereka berpencar-pencar, anak pertama mereka bernama Ahmad dan anak kedua bernama Muhammad. Ahmad dan Muhammad memiliki burung Merbuk yang bertuah dan bisa berbicara, pada dahulu kala manusia bisa berbicara dengan binatang.
. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan cerita sebagai berikut. "Pada zaman dahulu kala tersebutlah suatu kampong, tinggal sepasang suami. Mereka mempunyai dua anak laki-laki. Anak sulung mereka
bernama
Ahmad
dan
anak
kedua
mereka
bernama
Muhammad. Mereka tinggak disebuah gubuk tua, pekerjaan mereka sehari-hari mengerjakan sebidang tanah yang letaknya tidak jauh dari gubuk.
Universitas Sumatera Utara
Mereka adalah anak-anak yang baik prilakunya dan ramah kepada tetangga penyayang binatang sehingga satu kampung menyukai keberadaan mereka. Sudah menjadi kebiasaan buat kedua saudara ini , pagi membantu ibu dan ayah di sawah dan sorenya pergi mengaji. Begitulah pekerjaan si ahmad dan muhammad setiap hari. Pada suatu sore ketika mereka pulang dari mengaji mereka menemukan burung merbuk yang tidak jauh dari mereka oleh karena itu mereka punya niatan untuk menangkapnya dan dalam sekejap mereka berhasil menangkapnya , karena sangkin gembiranya , ahmad ddan muhammad berlari menuju rumah dan langsung menemui ayah mereka dan di buatkan sangkar unutk burung mereka . 2) Tahap Generating Circumstances, yaitu tahap dimana peristiwa mulai bergerak memunculkan konflik. Peristiwa-peristiwa yang termasuk dalam tahapan ini adalah dimulai saat seorang pawang burung merbuk datang kerumah mereka untuk bermaksud membeli burung merbuk kesayangan Ahmad dan Muhammad tetapi mereka tidak mau , lalu suatu saat orang tua mereka merencanakan sesuatu untuk burung merbuk mereka, sang pawang sudah tahu bahwa burung merbuk mereka punya tersebut bertuah. Ini dikuatkan dari kutipan cerita sebagai berikut: "beralih kepada seorang tua yang tinggal di kampong itu juga , yang pekerjaannya setiap hari memikat burung merbuk, pergi pagi pulang
Universitas Sumatera Utara
petang. Karen kerjanya memikat burung maka orang-orang kampong menyebutknnya uwak pawang burung Pada suatu hari sepulang dari memikat burung wak pawang burung snagat lelah, sehabis sembahyang isya ia pun tertidur dengan nyenyaknya , didalam mimpinya ia berjumpa dengan orang tua berpakaian putih, orang tua itu berkata kepada uak pawng burung, dikampung ini ada seekor burung merbuk yang amat bertuah , wak pawang bertanya , “klo boleh saya tahu apakah tuah burung tersebut dan sapa yang empunya?”. “Adapun tuahnya burung itu bagi sapa yang dapat memakan kepalanyan maka dia akan menjadi seorang raja dan bagi sapa yang dapat memakan hatinya maka dia akan menjadi soerang mentri, yang punya burung tersebut adalah si ahmad dan Muhammad ia tinggal tidak jauh dari sini dan besok sebelum matahari terbit jalanlah kau kearah sana setelah uak berkata seperti itu diapun hilang dan uwak pawang burungpun terbangun dari tidurnya. Setelah dia terbangun dari tidurnya diapun mencri burung tersebut, sesampainya disana uwak pawang burung tersebut langsung menjumpai si ahmad dan Muhammad dan menyapa mereka. Uwak pawang burung tersebut langsung menjumpai orang tua mereka dan menyampaikan maksud dan tujuannya dating untuk membeli burung merbuk tersebut .tetapi anak-anak dari pak Ahmad tidak mau menjual burung kesayangannya, hingga pak ahmad menyampaikan kepda
Universitas Sumatera Utara
pawang tersebut untuk balik lagi 3 hari kemudian,
untuk menjual
burung tersebut. 3) Tahap Rising Action (tahap peningkatan konflik), pada tahap ini cerita mulai bergerak ke arah konflik cerita. Adapun peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam tahapan pada cerita rakyat TBM adalah ketika si Ahmad dan Muhammad disuruhi bunya membantu ayah mreka diladang tanpa membawa burung merbuk mereka, sepeninggal si ahmad dan si Muhammad , ibu ahmad berfikir menyusun rencana yang akan dilakukan terhadap burung merbuk kepunyaan si ahmad dan Muhammad . burung kepunyaan anaknya tersebut segera ditangkap, dalam hati iya berkata,” kalau burung ini kujual sesudah ku masak pasti harganya semngkin tinggi”, tidak berapa lama ia pun menyembelih burung kesayangan anaknya, terus di panggangnya, setelah itu ibu ahmad melakukan pekerjaan rumahnya, tidak berapa lama anak-anaknya pulang dari ladang dan menanyakan burung merbuk kesayangan mereka. Dengan wajah sedih ibunya bersandiwara bahwasannya burung mereka digigit kucing lalu karena saying mati begitu aja lalu digoreng oleh ibu mereka. Tahap Climax (tahap puncak cerita), tahap ini terdapat pada peristiwa ketika saat mereka tahu bahwa burung kesayangan mereka mati lalu digoreng oleh ibunya, dengan sigap mereka menghampirin burung
Universitas Sumatera Utara
merbuk kesayangan mereka dan mereka memakannya , si ahmad memakan kepalanya dan si Muhammad memakan hatinya, lalu kemudian orang tua meraka marah karena burung tersebut hendak dijual kepada uwak pawang burung merbuk itu. Ayah si ahmad marah besar dan mengusir mereka keluar dari rumah Karena mereka memakan burung tersebut, tiba pada malam hari mereka pun keluar dari rumah dan pergi jauh. Peristiwa tersebut dapat dijumpai dalam kutipan cerita TBM sebagai berikut : Ibu ahmad menceritakan apa yang telah terjadi . mendengar cerita istrinya. Timbul pula marah pak ahmad. Keudian pak ahmad memanggil kedua putranya, dengan mareh yang meluap-luap tnpa usul periksa lagi, langsung pak ahmad mengusir kedua anaknya itu. Si ahmad dan muhammad langsung menangis dan bersujud di kaki ayahnya
memohon
ampun
namun,
pak
ahmad
tetap
pada
keputusannya , mengusir mereka dari rumah. Karen ayah nya tidak dapat mengampunin mereka , pada tengah malam mereka diam-diam pergi
dari
rumah.
Mereka
tidak
membawa
apa-apa
selain
pakaian.keduanya berjalan menurutkan langkah. Mereka berhenti ketika mereka merasa lelah. 4) Tahap Denoument (tahap penyelasaian cerita), peristiwa yang terdapat
pada
tahapan
ini
adalah
ketika
mereka
berjuang
Universitas Sumatera Utara
mempertahankan hidup dihutan dengan banyak kejadian-kejadian yang aneh sampai akhirnya mereka berteduh disebuah pohon yang besar. Ahmad sebagai anak tertua menyuruh adikanya tidur diatas pohon sedangkan ahmad sendiri tidur dibawah pohon menjaga sang adik. Keesok paginya Muhammad tidak menemukan abangnya lagi hingga suatu saat mereka dipertemukan lagi menjadi disebuah istana yang didalamnya si Ahmad menjadi sang raja dan si Muhammada menjadi mentri dan mereka hidup bahagia. Peristiwa tersebut dapat dijumpai dalam kutipan cerita TBM sebagai berikut : ”pada suatu hari menjelang senja , keduanya berhenti di sebuah pohon kayu yang rimbun. Mereka sangat lelah, haus dan lapar. Berkata si ahmad kepada adiknya , muhammada, ”malam ini kita bemalam disini aja. Besok kita lanjutin lagi perjalanan, karena disini banyak jejak binatang buas, ada baiknya kau tidur diatas pohon, ikatkan badan mu pada pohon itum agar tidak terjatuh”. Kata ahmad kepada adiknya ” aku biarlah tidur dibawah ini sambil berjaga-jaga.” Si muhammad tidak membantah, ia pun terus memanjat pohon itu. Pada suatu hari seorang raja berkata kepada perdana mentrinya .: wahai perdana mentri beta sudah tua dan selalu sakitsakitan, penganti beta belum ada menurut adat kerajaan ini anak perempuan tidak boleh mengantikan raja. Oleh sebab itu , beta
Universitas Sumatera Utara
berharap agar dipukul tabu larangan. Himpunlah rakyat sekalian, beta ingin menyampaikan sesuatu kepada mereka,” sabda baginda raja. Tanpa usul periksa lagi, perdan mentri memukul tabu larangan. Tiada berapa lama, maka berdatanganlah rakyat negeri itu ke istana, raja melihat rakyatnya telah berkumpul, raja pun berkata,” wahai rakyat beta sekalian , beta sudah tua danselalu sakit-sakitan, beta tidak mempunyai anak laki-laki yang dapat mengantikan beta. Pada hari itu beta bermaksud melepas seekor gajah putih untuk mencari panganti beta. Beta minta agar perdana mentri dan dua orang pembantu pergi mengikutin gajah putih. Siapa saja yang disembah oleh gajah putih nanti , maka orang itulah yang akan mengantikan beta menjadi raja di negeri ini. Pada tengah malam sampailah gajah putih ditengah-tengah hutan
begitu sampai dibawah sebatang pohon
gajah putih itu
merebahkan diri dan bersujud. Perdana menteri berlari mendekatin gajah itu. Terlihat oleh datuk perdana menteri seorang pemuda tertidur dibawah pohon besar tadi. Tak ayal lagi, terus diangkat pemuda yang tidur tadi dinaikan ke atas gajah dan pemuda itu masih tertidur lelap. Sesampai disana pemuda tersebut langsung diturunkan dibalai sidang. Semua orang telah berkumpul untuk mendengar titah raja. Raja mengumumkan bahwa sejak hari itu, orang muda yang duduk bersamaannya akan ditunjuk sebagai penganti raja.
Universitas Sumatera Utara
Kembali kekisah si muhammad karena dia tidak tahu bahwa abangnya dibawa orang kerajaan untuk dijadikan raja setelah seekor gajah putih bersujud dibawah abangnya dan dibawa pergi si muhammad kehilangan abangnya , ia kembali memanggil abangnya tetapi tiada mendapat sahutan , si muhammad turun kebawah dilihatnya banyak jejak binatang dan dia berfikiran abangnya dimakan binatang buas, karena dukanya ia pun berjalan menurut kaki tanpa tujuan , ia pun berhenti di bawah sebatang pohon sambil memakan tumbuh-tumbuhan.dilihatnya burung rajawali berebutan ranting kayu, keduanya saling cakar-cakaran akhirnya rantingnya jatuh kebawah dekat si muhammad. Setelah ranting jatuh salah seekor diantara mereka berkata ,”nah, sekarang ranting itu telah jatuh . jatuhnya dekat seorang manusia pula itu” raja wali yang satu lagi berkata,”sebenarnya apa guna ranting itu bagimu. Dijawab oleh rajawali yang penasaran itu,” itulah , mana engkau tahu bahwa ranting itu tidak sama dengan ranting-ranting lain, ranting yang satu itu bertuah, ranting keramat. Ia dapat memberikan kita apa saja. Si muhammad mendengar kan semua pembicaraan burung tersebut, maka ia pun mengammbil ranting itu , setelah ia ambil iapun menjampi ranting itu dengan seketika terhidanglah sebuah makanan. Muhammad pun menyantapnya hingga kenyang, smbil melamun dia
Universitas Sumatera Utara
pun terkenang kepada abangnya dan ia pun menjampi lagi ranting kayu tersebut untuk bertemu dengan abangnya dengan ijin ALLAH maka ia pun tiba disebuah halaman istana yang besar. Putri bungsu raja sedang bernain-main di taman larangan itu dan menemukan si muhammad dan muhammad langsung ditahan oleh orang kerjaan,disaat persidangan ia melihat abangnya bersama sang raja dan muhammad memanggil abangnya lalu ia pun menceritakan semua kejadian yang dialami oleh merka berdua hingga terpisahkan, setelah ahmad yakin bahwa pemuda yang dihadapannya itu adalah adiknya , maka ia pun turun dari tempat duduknya dan terus datang ke hadapan si muhammad seraya memeluknya. Dan mulai saat itu ahmad dan muhammad menjadi raja dan menteri dan mereka menikahi anak raja hingga mereka hidup bahagia. 2.5. Latar Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 201:2.18). Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi. Pembaca, dengan demikjan, merasa dipermudah untuk "mengoperasikan" daya imajinasi-nya, di samping dimungkinkan untuk berperan serta secara
Universitas Sumatera Utara
kritis sehubungan dengan pengetahuannya tentang latar. Pembaca dapat merasakan dan menilai kebenaran, ketepatan, dan aktualisasi latar yang diceritakan sehingga merasa lebih akrab. Pembaca seolah-olah merasa menemukan dalam cerita itu sesuatu yang sebenarnya menjadi bagian dirinya. Hal ini akan terjadi jika latar mampu mengangkat suasana setempat, warna lokal, lengkap dengar, perwatakannya ke dalam cerita. Menurut Nurgiyantoro (2001:227) unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Ketiga unsur itu walau masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mernpengaruhi satu dengan yang iainnya. Ketiga unsur latar tersebut secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut: (1)
Latar tempat, latar ini menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan daiam sebuah karya sastra. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Tempat-tempat yang bernama a'dalah tempat yang dijumpai dalam dunia nyata, misainya pantai, hutan, desa, kota, kamar, ruangan, dan lain-lain.
(2)
Latar waktu, latar ini berhubungan dengan masalah •'kapan" terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya sastra. Masalah "kapan" tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah.
Universitas Sumatera Utara
Pengetahuan dan persepsi pembaca terhadap waktu sejarah itu kemudian dipergunakan untuk mencoba masuk ke dalam suasana cerita. Pembaca berusaha memahami dan menikmati cerita berdasarkan acuan waktu yang diketahuinya yang berasal dart luar cerita yang bersangkutan. Adanya persamaan perkembangan dan atau kesejalanan waktu tersebut juga dimanfaatkan untuk mengesani pembaca seolah-olah cerita itu sebagai sungguh-sungguh ada dan terjadi, (3)
Latar sosial, latar ini menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya sastra. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. ia dapat
berupa
kebiasaan
hidup,
adat-istiadat,
tradisi,
keyakinan,
pandangan hidup, cara berpikiran bersikap, dan lain-lain.
2.6. Watak dan Perwatakan Dalam pembicaraan sebuah karya sastra, sering dipergunakan istilahistilah seperti tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan, atau karakter dan karakterisasi secara bergantian dengan menunjuk pengertian yang hampir sama, Istilah-istilah tersebut, sebenarnya, tidak menyaran pada pengertian yang persis sama, walau ada di antaranya yang sinonim. Ada
Universitas Sumatera Utara
istilah yang pengertiannya menyaran pada tokoh cerita, dan pada,"teknik" pengembangannya dalam sebuah cerita. Istilah "tokoh" menunjuk pada orangnya, pelaku cerita, misalnya sebagai jawab terhadap pertanyaan: "Siapakah tokoh utama cerita rakyat itu?", atau "Ada berapa prang juinlah pelaku dalam cerita rakyat itu?", atau "Siapakah tokoh protagonis dan antagonis dalam cerita itu?", dan sebagainya. Watak, perwatakan, dan karakter, menunjuk para sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kuatitas pribadi seorang tokoh. Penokohan dan karakterisasi, karakterisasi sering juga disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan, menunjuk pada penempatan tokoh-tckoh tertentu dengan watak tertentu dalam sebuah cerita. Atau seperti dikatakan oleh Jones dalam (Nurgiyantoro, 1999:165), penokohan adalah pelukisan gambaran yang jeias tentang seorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Penggunaan istilah "karakater" (character) sendiri dalam berbagai literatur bahasa Inggris menyaran pada dua pengertian yang berbeda, yaitu sebagai tokoh-tokoh cerita yagn ditampilkan, dan sebagai sikap, ketertarikan, keinginan, emosi, dan prinsip moral yang dimiliki tokoh-tokoh tersebut (Stanton dalam Nurgiyantoro, 1999:165). Dengan demikian, character dapat berarti 'pelaku cerita' dan dapat pula berarti 'perwatakan'. Antara seorang tokoh dengan perwatakan yang dimilikinya, memang, merupakan suatu kepaduan yang utuh. Penyebutan nama tokoh tertentu, tidak jarang,
Universitas Sumatera Utara
langsung mengisyaratkan kepada kita perwatakan yang dimilikinya. Hal itu terjadi terutama pada tokoh-tokoh cerita yang telah menjadi milik masyarakat, seperti Sampuraga dengan sifat-sifatjahatnya, dan lain-lain. Tokoh-tokoh cerita dalam sebuah karya sastra dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaan itu dilakukan. Berdasarkan perbedaan sudut pandang dan tinjauan, seorang tokoh dapat saja dikategorikan ke dalam beberapa jenis penamaan sekaligus, misalnya sebagai tokoh utama-protagonis-berkembang-tipikal. Adapun jenis-jenis tokoh cerita tersebut adalah:
a.
Tokoh utama dan tokoh tambahan Membaca sebuah karya sastra, kita akan dihadapkan pada sejumlah tokoh yang dihadirkan dj dalamnya, Namun, dalam kajtannya dengan keseluruhan cerita, peranan masing-masing tokoh tersebut tidak sama. Dilihat dari segi peranan dan tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah .cerita, ada tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terusmenerus sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita, dan sebaliknya, ada tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itu pun mungkin dalam porsi penceritaan yang relatif pendek. Tokoh yang disebut pertama adalah tokoh utama (central
Universitas Sumatera Utara
character, main character), sedang yang kedua adalah tokoh tambahan (peripheral character). Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya daiam sebuah cerita yang bersangkutan. la merupakan tokoh yang paling banyak dicerita, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Bahkan pada cerita rakyat tertentu, tokoh utama senantiasa hadir dalam setiap kejadian dan dapat ditemui dalam tiap hataman buku cerita yang bersangkutan. b.
Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis Jika dilihat dari peran tokoh-tokoh dalam pengembangan plot dapat dibedakan acia.nya tokoh utama dan tokoh tambahan, dilihat dari fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Membaca sebuah karya sastra, pembaca, sering mengidentifikasikan diri dengan tokoh tertentu, memberikan simpati, dan simpati melibatkan diri secara emosional terhadap tokoh tersebut. Tokoh yang disikapi demikian oleh pembaca disebut sebagai tokoh protagonis. (Alterbend dan Lewis dalam Nurgiyantoro, 1999:178). Tokoh protagonis adalah
tokoh
yang
kita
kagumi,
tokoh
yang
merupakan
pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita. Tokoh .protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan kita, harapan-harapan
kita,
sebagai
pembaca.
Maka
kita
sering
mengenalinya sebagai memiliki kesamaan dengan kita, permasalahan
Universitas Sumatera Utara
yang dihadapinya seolah-olah juga sebagai permasalahan kita, demikian pula halnya dalam menyikapinya. Demikian pula sebaliknya, tokoh antagonis, adalah tokoh yang menampilkan sesuatu yang tidak sesuai dengan pandangan kita, tidak sesuai dengan norma-norma, dan nilai-nilai yang tidak ideal bagi kita. c.
Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat Berdasarkan perwatakannya, tokoh cerita dapat dibedakan ke dalam tokoh sedehana (simple atau flat character) dan tokoh kompleks atau tokoh bulat (complex atau round character). Tokoh sederhana, dalam bentuknya yang asli adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat watak yang tertentu saja. Sebagai seorang tokoh manusia, ia tidak diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, la tidak memijiki sifat dan tingkah laku yang dapat memberikan efek kejutan bagi pembaca. Sifat dan tingkah laku seorang tokoh sederhana bersifat datar, monoton, hanya mencerminkan satu watak tertentu. Tokoh bulat atau kompleks adalah tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadiannya, dan jati dirinya. la dapat saja memiliki watak tertentu yang dapat diformulasikan, namun ia pun dapat pula menampilkan watak dan tingkah laku bermacam-macam. Bahkan mungkin seperti bertentangan
Universitas Sumatera Utara
dan sulit diduga. Oleh karena itu, perwatakannya pun pada umumnya sulit dideskripsikan secara tepat.
1. watak atau tokoh cerita Tokoh utama dalam cerita TBM ini adalah Ahmad dan Muhammmad yang mempunyai burung merbuk yang bertuah. Sedangkan tokoh tambahan dalam cerita rakyat TBM adalah uwak pawang burung merbuk dan seorang raja yang mencari pengentinya dan jodoh bagi anak-anaknya. 2. perwatakan dan penokohan Tokoh cerita dan perwatakannya dalam TBM adalah: •
Ahmad memiliki perwatakan yang tegas,bertanggung jawab, arif, pemberani serta sangat menyayangi keluarga
•
Muhammad memiliki perwatakan yang patuh kepada orang tua dan abangnya , rajin dan ramah kepada siapa saja.
•
Raja yang sudah tua memiliki watak yang arif dan bijaksana. Uwak pawang burung merbuk memiliki sifat yang baik akan tetapi mempunyai pemikiran ingin menguasai apa yang dia inginkan pada saat itu juga.
Universitas Sumatera Utara