BAB II ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT SELENDANG DELIMA
2.1. ANALISIS STRUKTUR CERITA Analisis struktur yang dilakukan terhadap cerita rakyat SD ini merupakan langkah awal untuk memahami unsur-unsur ekstrinsik, khususnya nilai psikologi dari hikayat tersebut. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Teeuw (1989) bahwa kajian
struktural
dimaksudkan
untuk
membongkar,
mengkaji,
dan
menganalisis unsur pembentuk dalam instrinsik dari sebuah karya sastra, yang berguna untuk pengkajian selanjutnya dari karya sastra tersebut. Sebelum penulis mulai menganalisis struktur cerita rakyat Selendang Delima, ada baiknya penulis menyajikan ringkasan cerita Selendang Delima guna mempermudah pembaca sekalian untuk memahami analisis yang penulis lakukan nantinya. 2.2. Ringkasan Cerita Pada zamandahulu kala ada sebuah kerajaan yang bernama Bandar Pirus, negeri ini sangat makmur dan peraturan-peraturan kerajaan sangat baik. Tapi tanpa disangka-sangka suatu hari datang musibah, datangnya seekor burung garuda yang menyambar dan melenyapkan kampung tersebut, sehingga kampung tersebut musnah
Universitas Sumatera Utara
semuanya, hanya yang dapat selamat seorang anak muda yang bernama Mambang Segara dengan adiknya Sri Bunian. Jadi hanya tinggal berdua saja yang tinggal dirumah, sedangkan kampung sudah lengang, tidak ada apapun lagi. Kesudahannya si abang bertekad akan pergi dari kampung tersebut, karena sudah tidak ada apa-apa lagi makanan pun sudah habis, hanya tinggal sebuah kebun dengan buah-buahan,ini pun sudah hampir habis. Jadi kata si abang ”adikku Sri Bunian, tinggallah kamu di rumah baik-baik, biarlah abang membuat sebuah perahu.” jadi ditebang si abanglah sebuah pohon untuk membuat perahu. Dari hari kehari si adik tinggal di rumah, dan apabila sore hari si abang pun kembali kerumah, pagi hari dia pergi lagi meneruskan pekerjaannya untuk membuat perahu. Pada suatu hari berkatalah si abang ”Adikku kalau lapar sekali engkau, makanlah buah-buahan yang lain, tapi buah yang satu ini jangan kau makan, itu namanya buah Delima, kalau kau makan juga datang aib pada dirimu.” baiklah bang, apa yang abang larang tidak akan kulakukan.” Jadi pada suatu hari entah bagaimana ingin sekali adik memakan buah Delima itu, tapi ini tidak dikatakannya kepada abangnya. Maka terjadilah perubahan pada dirinya bulan demi bulan, karena di hamil buah itu bukan buah biasa, tapi buah jelmaan dewa, setiap hari terjadi perubahan hamilnya besar dan dia sangat malu.
Universitas Sumatera Utara
Sewaktu abangnya pergi lagi mengerjakan perahunya yang hampir siap, dan ia hanya tinggal sendiri di rumah, lahirlah anaknya yang jelmaan dari buah Delima. Setelah itu dibersihkannya itu baikbaik dan dimasukannya ke dalam peti. Ketika abangnya pulang Sri Bunian sudah tidak ada lagi hilang ghaib, akibat memakan buah Delima itu, hanya tinggal anaknya saja yang telah dimasukkannya ke dalam peti. Abangnya menjerit-jerit memanggilnya. Dan tidak berapa lama terdengarlah suara, ” Abangku, bila abang merantau bawalah peti ini baik-baik, jangan dibuka kalau belum tiba saatnya. Kalau abang nanti sudah senang, sudah menjadi raja barulah boleh abang buka.” jadi pesan adiknya itu dipatuhinya. Maka setelah siap perahunya, berlayarlah dia merantau sehingga sampai di sebuah negeri. Di negeri tersebut dia diangkatsebagai raja. Karena baik dan perkasanya, banyak orang menyodorkan puteriputerinya untuk dijadikan isteri sampai berjumlah tujuh orang yang enam satu istana, sedangkan isteri yang nomor tujuh dilainkan tempatnya, karena dialah yang paling dikasihi oleh Mambang Segara. Kesukaan Raja-raja dahulu berlayar merantau melihat-lihat negeri lain, tidak seperti sekarang. Kalau raja hendak berlayar isterinya yang enam banyak berpesan, bawakan ini, bawakan itu, tapi isteri yang nomor tujuh tidak pernah berpesan apa-apa. Apa yang dibawakan dia selalu merasa senang.
Universitas Sumatera Utara
Jadi sewaktu raja berlayar, datanglah keenam isterinya kerumah isteri yang bungsu dan mereka melihat sebuah peti dan bertanya ; ”Dik apa yang ada didalam peti itu?” ”O,... ini pesan suami kita, tidak boleh dibuka, kalau dibuka nanti dia murka, jadi saya tidak berani membukanya.” ”O,... jangan-jangan madu kita yang disembunyikannya di dalam. Kita sudah tujuh cukuplah jangan sampai delapan,” kata yang enam ini.”kakak, janganlah pesan suami kita tidak boleh kita langgar.” ”ah, bukalah kata yang enam ini”. Karena takutnya, maka dengan berat hati dibukalah peti itu oleh isteri yang bungsu. Maka keluarlah seorang puteri yang bernama Selendang Delima, yaitu anak Sri Bunian yang hilang jadi berarti adik Mambang Segara. Sebaik puteri ini keluar, maka dia disiksa oleh isteri Mambang Segara yang enam inilah habis-habisan, dipukul tapi puteri Selendang Delima tidak mau bercakap, dia hanya menangis saja. ”sudahlah kak,”kata isteri yang bungsu. Jangan disiksa lagi.” maka pergilah isteriisteri yang enam ini dan Selendang Delima diurus oleh isteri bungsu, dibedaki baik-baik dan setelah itu apabila pagi tiba diseretlah dia oleh isteri yang enam ini tadi, mukanya disapu dengan arang, disuruh menjemur padi dan macam-macam lagi. Penyiksaan yang diberikan oleh isteri yang enam ini, sore hari dia pulang ke rumah isteri yang bungsu.
Universitas Sumatera Utara
Demikianlah sampai Mambang Segara pulang dari perantauan, diceritakanlah tentang putri yang dikeluarkan oleh isterinya yang enam, tapi itulah bodohnya orang dahulu, tidak ada bertanya puteri siapa sebenarnya. Sudah demikian raja pergi lagi berlayar dan isteri yang enam banyak berkirim barang-barang sedangkan yang bungsu tidak ada meminta apa-apa dan terakhir bertanya kepada anak tadi (Selendang Delima). ” Selendang Delima, apa kirimanmu, aku mau berangkat.” Selendang Delima menjawab. ” saya tidak memesan apa-apa,cuma apabila tuan hendak pulang, ada sebuah rotan dan batu, tuan bawalah itu pulang untuk saya, apabila tuan lupa maka perahu akan terpacak tidak bisa berlayar.” Maka kata Mambang Segara, sungguh bijak engkau Selendang Delima yang tidak-tidak saja pesananmu, masak rotan da batu, begitupun tidak mengapa, mudah-mudahan kuingat nanti. Maka berangkatlah Mambang Segara berlayar, beberapa bulan kemudian pulanglah di, dan dilaluinya pulau rindu, tapi Mambang Segara lupa mengambil rotan dab batu yang dipesankan Selendang Delima, maka tertahanlah dia lama sekali di pulau itu, dan dia bertanya kepada ahli nujum, mengapa bisa jadi begini. Maka setelah direnungkan oleh ahli nujum tersebut dia berkata, ”O,... Tuanku, rupanya tuanku lupa pesanan seorang anak, barang yang ajaib dari
Universitas Sumatera Utara
pulau ini.” barulah Mambang Segara ingat maka diambilah rotan dan batu itu, barulah dia bisa berjalan. Samapi ke negeri dia disambut oleh rakyat. Dan raja membagi-bagikan pesanan ke enam dan tidak lupa juga untuk isterinya yang bungsu dan barulah diberikan rotan dan batu yang dipesan oleh anaknya Selendang Delima. Dan Selendang Delima meminta selendang kepda makciknya yang nomor 7. Mintalah selendang satu aku mau mengayun rotan dan batu ini di bawah tangga. Maka rotan dan batu diayunnya di bawah tangga sambil bernyanyi. Ayun-ayunlah ayun rotan dan batu Letakmu tuan di pulau rindu Kaulah jelmaan ayah bundaku Sungguhlah dalam hatiku rindu Ayun-ayunlah rotan melingkar Hayolah tuan menjelmalah segera Obatkan hati pedih dan lara Terdengarlah
Mambang
Segara,
maka
katanya
”Aduh
merdunya suaramu, coba ulang lagi apa yang kau katakan, masak rotan dan batu yang kau ayun-ayun.” Selendang Delima diam saja, tapi dia mengulanginya lagi. Ya Illahi Tuhanku Rabbi Sakitnya hati bagai kambing dikuliti
Universitas Sumatera Utara
Mambang Segara nama uwakku Sri Bunian nama Ibuku Dewi laksana nama ayahku. Maka datang Mambang Segara, dilemparkanya rotan dan batu itu kehalaman, dan menjelmalah berupa bayang-bayang ibunya Sri Bunian,” Oh, abang rupanya rupanya pedih sekali hati anakku dibuat oleh isteri abang yang enam itu, hanya isteri yang bungsulah yang sayang kepadanya, tapi mudah-mudahan Tuhan melindungi anakku dan diri abang.” barulah Mambang Segara sadar bahwa Selendang Delima ini adalah anak adiknya Sri Bunian. Maka dipanggilnyalah isterinya yang enam itu tadi mau disiksanya, tapi Selendang Delima melarangnya. ”Jangan, maafkanlah mereka . . . . kalau tidak karena perbuatan mereka mungkin kisah ini tidak terbuka. ” jadi dimaafkanlah isteri yang enam ini. Pendek cerita tinggallah isteri yang bungsu dengan Selendang Delima bersama-sama. Maka kerajaan itu kembali makmur seperti sedia kala.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Tema Masalah hidup dan kehidupan yang dihadapi dan dialami manusia amat luas dan kompleks, seluas dan sekompleks permasalahan kehidupan yang ada (Nurgiyantoro, 2001:71). Walau permasalahan yang dihadapi manusia tidak sama, ada masalah-masalah kehidupan tertentu yang bersifat universal. Artinya, hal itu akan dialami oleh setiap orang di manapun dan kapan pun walau dengan tingkat intensitas yang tidak sama. Pengarang memilih dan mengangkat berbagai masalah hidup dan kehidupan itu menjadi tema dan atau sub-subtema ke dalam karya sastra sesuai dengan pengalaman, pengamatan, dan aksi-interaksinya dengan lingkungan. Tema sebuah karya sastra selalu berkaitan dangan makna (pengalaman) kehidupan. Melalui karyanya itulah pengarang menawarkan makna tertentu kehidupan, rnengajak pembaca untuk melihat, merasakan, dan menghayati makna (pengalaman) kebidupan tersebut dengan cara memandang permasalahan itu sebagaimana ia memandangnya. Tema dalam sebuah karya sastra merupakan salah satu dan sejumlah unsur pembangun cerita yang lain, yang secara bersama membentuk sebuah kernenyeluruhan. Bahkan sebenarnya, eksistensi terna itu sendiri sangat bergantung dari berbagai unsur yang lain. Hal itu disebabkan tema, yang notabene "hanya" berupa makna atau gagasan dasar umum suatu cerita, tidak mugkin hadir tanpa unsur bentuk yang rnenampungnya. Dengan demikian, sebuah tema baru akan menjadi makna cerita jika ada dalam
Universitas Sumatera Utara
keterkaitannya dengan unsur-unsur cerita yang lain, khususnya yang oleh Nurgiyantoro dikelompokkan sebagai fakta cerita (alur, latar, dan tokoh) yang mendukung dan menyampaikan tema tersebut. Tema dapat digolongkan ke dalam beberapa tingkatan yang berbeda, tergantung dari segi mana hal itu dilakukan. Shipley dalam Nurgiyantoro (2001:80-82) membedakan tema dalam lima tingkatan. Pembagian Shipley ini berdasarkan tingkatan pengalaman jiwa, yang tersusun dari tingkatan paling sederhana sampai tingkat yang paling tinggi yang hanya dapat dicapai oleh manusia. Kelima tingkatan tema yang dimaksud adalah sebagai berikut: a. Tema tingkat fisik, manusja sebagai mqlekui, man as molecul. Tema karya sastra pada tingkat ini lebih banyak menyaran dan atau ditunjukkan oleh banyaknya aktivitas fisik daripada kejiwaan, la lebih menekankan mobilitas fisik daripada konflik kejiwaan tokoh cerita yang bersangkutan. Unsur latar dalam karya sastra dengan penonjolan tema tingkat ini mendapat penekanan. b. Tema tingkat organik, manusia sebagai protoplasma, man as protoplasm. Tema karya sastra tingkat ini lebih banyak menyangkut dan atau mempersoalkan masalah seksualitas. Berbagai persoalan kehidupan seksual manusia mendapat penekanan, khususnya kehidupan seksual yang menyimpang. c. Tema tingkat sosial, manusia sebagai makhluk sosial, man as sodus. Kehidupan bermasyarakat, yang merupakan tempat aksi-
Universitas Sumatera Utara
interaksinya manusia dengan sesama dan dengan lingkungan alam, mengandung banyak permasalahan, konflik, dan iain-lain yang menjadi objek pencarian tema. Masalah-masalah sosial itu antara
lain
berupa
masalah
ekonomi,
politik,
pendidikan,
kebudayaan, perjuangan, cinta kasih, propaganda, hubungan atasan-bawahan, dan berbagai masalah dan hubungan sosial lainnya yang biasanya muncul dalam karya yang berisi kritik sosial. d. Tema
tingkat
egoik,
manusia
sebagai
individu,
man
as
individualism. Di samping sebagai makhluk sosial, manusia sekaligus "menuntut"
juga
sebagai
pengakuan
makhluk atas
hak
individu
yang
senantiasa
individualitasnya.
Dalam
kedudukannya sebagai makhluk individu, manusia pun mempunyai banyak permasalahan dan konflik, misalnya yang berwujud reaksi manusia terhadap masalah-masalah sosial yang dihadapinya. e. Tema tingkat divine, manusia sebagai makhluk tingkat tinggi, yang belum tentu setiap manusia mengalami dan atau mencapainya. Masalah yang menonjol dalam tema tingkat ini adalah masalah hubungan manusia dengan Sang Pencipta, masalah religiusitas, atau berbagai masalah yang bersifat filosofis lainnya seperti pandangan hidup, visi, dan keyakinan. Adapun kegiatan untuk menafsirkan tema sebuah karya sastra memang bukan pekerjaan yang mudah. Karena tema tersembunyi di balik
Universitas Sumatera Utara
cerita , penafsiran terhadapnya haruslah dilakukan berdasarkan fakta-fakta yang ada secara keseluruhan membangun cerita itu. Menurut Mochtar Lubis ( 1989 : 25 ) untuk mengetahui tema sebuah karya sastra maka dapat dilihat dari tiga hal yang berkaitan, yaitu : (a) melihat persoalan yang paling menonjol; (b) menghitung waktu penceritaan; (c) melihat konflik paling banyak hadir. Setelah membaca dan memahami cerita rakyat SD maka penulis dapat menyimpulkan bahwa SD termasuk cerita rakyat yang tergolong ke dalam jenis tema tingkat sosial. Dalam cerita rakyat ini menceritakan tentang kehidupan kakak yang menjadi seorang raja dan keponakan yang tabah serta pemaaf. Masalah yang menonjol dalam hikayat ini adalah masalah manusia dengan manusia. Untuk
menentukan
tema
dalam cerita SD ini
maka
penulis
mengunakan pendapat mochtar Lubis yang menentukan tema sebuah karya sastra berdsarkan tiga hal , yaitu : a. Persoalan yang paling menonjol dalam cerita rakyat SD adalah kesabaran,pemaaf dan kesetiaan. b. Dari awal cerita sampai akhir cerita dalam cerita rakyat SD menceritakan tentang ketulusan hati seorang kakak dan adik serta Selendang Delima.
Universitas Sumatera Utara
c. Konflik yang paling banyak hadir dalam cerita rakyat SD adalah Tentang keegoisan dan kebencian Istri-istri ke-1 sampai ke-6 terhadap istri ke-7 dan Selendang Delima . Berdasarkan ketiga hal di atas maka dapat di tarik kesimpulan bahwa tema dalam cerita rakyat SD adalah tentang perjuangan hidup kakak dan adik yang tertimpa musibah bencana alam di kampungnya dan kemudian ingin mecari sebuah negeri yang dapat untuk melanjutkan dan bertahan hidup.
2.4. Alur Alur merupakan unsur karya sastra yang penting, bahkan tidak sedikit orang yang menganggapnya sebagai yang terpenting di antara berbagai unsur karya sastra yang lain. Tinjauan struktural terhadap karya sastra pun sering
lebih
ditekankan
pada
pembicaraan
alur,
walau
mungkin
mempergunakan istilah lain. Masalah linearitas struktur penyajian peristiwa dalam karya sastra banyak dijadikan objek kajian. Hal itu kiranya juga beralasan sebab kejelasan alur, kejelasan tentang kaitan antarperistiwa yang dikisahkan secara linear, akan mempermudah pemahaman kita terhadap cerita yang ditampilkan. Kejelasan alur dapat berarti kejelasan cerita, kesederhanaan alur berarti kemudahan cerita untuk dimengerti. Sebaliknya, alur sebuah karya sastra yang kompleks, ruwet, dan sulit dikenali hubungan kualitas antar peristiwanya, menyebabkan cerita menjadi lebih sulit dipahami.
Universitas Sumatera Utara
Alur sebuah cerita bagaimanapun tentulah mengandung unsur urutan waktu, baik ia dikemukakan secara eksplisit maupun implisit. Oleh karena itu, dalam sebuah cerita, tentulah ada awal kejadian, kejadian-kejadian berikutnya, dan barangkali ada pula akhirnya (Nurgiyantoro, 2001:141). Namun, plot sebuah hikayat sering tidak menyajikan urutan perisitiwa secara kronologis dan runtut, melainkan penyajian yang dapat dimulai dan diakhiri dengan kejadian yang mana pun juga tanpa adanya keharusan untuk memulai dan mengakhiri dengan kejadian awal dan kejadian terakhir. Dengan demikian, tahap awal cerita tidak harus berada di awal cerita atau djbagian awal teks, melainkan dapat terletak di bagian mana pun. Hal yang demikian dapat terjadi disebabkan urutan waktu penceritaan sengaja dimanipulasikan dengan urutan peristiwa la mungkin dimaksudkan untuk mendapatkan bentuk pengucapan baru dan efek artistik tertentu, kejutan,
ataupun
sebentuk
suspense
di
pihak
pembaca.
Teknik
pengungkapan cerita, atau teknik pengaluran, yang demikian biasanya justru lebih menarik karena memang langsung dapat menarik perhatian pembaca. Pembaca tangsung berhadapan dengan konflik, yang tentu saja, ingin segera mengetahui sebab-sebab kejadian dan bagaimana kelanjutannya. Pada dasarnya, alur sebuah cerita haruslah bersifat padu. Antara perisitiwa yang satu dengan yang lain, antara perisitwa yang diceritakan lebih dahuiu dnegan yang kemudian, ada hubungan, ada sifat saling keterkaitan. Kaitan antar peristiwa tersebut hendaklah jelas, logis, dapat dikenali
Universitas Sumatera Utara
hubungan kewaktuannya lepas dari tempatnya daiam teks cerita yang mungkin di awal, tengah atau akhir. Alur yang memiliki sifat keutuhan dan kepaduan, tentu saja, akan menyuguhkan cerita yang bersifat utuh dan padu pula. Untuk memperoleh keutuhan sebuah alur cerita, Tasrif dalam Muchtar Lubis (1989:10) mengemukakan bahwa sebuah alur haruslah terdiri dari lima tahapan. Kelima tahap tersebut penting untuk dikenali, terutama jika kita bermaksud menelaah alur karya sastra yang bersangkutan. Kelima tahapan itu adalah sebagai berikut: (1)
Tahap Situation (tahap penyituasian), tahap yang terutama berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, pemberian inforrnasi awal, dan lain-lain yang, terutama, berfungsi untuk melandastumpui cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya.
(2)
Tahap Generating Circumstances (tahap pemunculan konflik), masalah-masalah
dan
peristiwa-peristiwa
yang
menyulut
terjadinya konflik mulai dimunculkan. Jadi, tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya. Tahap pertama dan kedua pada pembagian ini, tampaknya, berkesesuaian dengan tahap awal pada penahapan.
Universitas Sumatera Utara
(3)
Tahap Rising Action (tahap peningkatan konflik), konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkernbang dan
dikembangkan
kadar
intensitasnya.
Peristiwa-peristiwa
drarnatik yang menjadi inti cerita bersifat semakin mencekam dan menegangkan. Konflik-konflik yang terjadi mengarah ke klimaks semakin tidak dapat dihindari. . (4) Tahap climax (tahap klimaks), konffik dan atau pertentanganpertentarigan yang terjadi, yang dilakui dan atau ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh-tokoh utama yang berperart sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik utama. Sebuah cerita yang panjang mungkin saja memiliki lebih dari satu klimaks, atau paling tidak dapat ditafsirkan demikian. (5)
Tahap Denouement (tahap penyelesaian), konflik yang telah mencapai klimaks diberi penyelesaian, ketegangan dikendorkan. Konflik-konflik yang lain, subsubkonflik, atau konflik-konflik tambahan, jika ada, juga diberi jalan keluar, cerita diakhiri.
Setelah penulis membaca, menghayati, dan memahami centra rakyat SD maka dapat digambarkan alur yang terdapat dalam cerita tersebut adalah plot lurus atau progresif. Artinya bahwa dalam cerita rakyat SD pelukisan alur cerita diawali dengan awal situasi sampai dengan akhir situasi.
Universitas Sumatera Utara
Adapun pentahapan alur dalam cerita rakyat SD adalah sebagai berikut : 1) Tahap Situation, tahap awal dalam cerita rakyat SD dimulai pada tahapan si pengarang mulai melukiskan sebuah kerajaan yang bernama Bandar Pirus yang mana mengalami sebuah bencana. Dengan datangnya seekor burung garuda yang memusnahkan seluruh kerajaan tersebut. Yang dapat terselamatkan hanya seorang kakak adik, yang bernama Mambang Segara dan Sri Bunian. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan cerita sebagai berikut. "pada zaman dahulu kala ada sebuah kerajaan yang benama Bandar Pirus,negeri ini sangat makmur dan sejahtera. Namun, tidak berapa lama datanglah seekor burung garuda yang memusnahkan seluruh penduduk negeri itu. Hanya yang dapat selamat seorang anak muda yang bernama Mambang Segara dengan adiknya Sri Bunian. Kesudahanya abangnya bertekad akan pergi dari kampung tersebut. Dari hari kehari si adik tinggal dirumah, dan apabila sore hari tiba si abang pun kembali ke rumah, pagi hari dia pergi lagi meneruskan pekerjaannya untuk membuat perahu. Pada suatu hari berkatalah si abang ”Adikku kalau lapar sekali engkau, makanlah buah-buahan yang lain, tapi buah yang satu ini jangan kau makan, itu namanya buah delima, kalau kau makan juga datang aib pada dirimu.” Baiklah bang, apa yang abang larang tidak akan pernah aku lakukan.
Universitas Sumatera Utara
2) Tahap Generating Circumstances, yaitu tahap dimana peristiwa mulai bergerak memunculkan konflik. Peristiwa-peristiwa yang termasuk dalam tahapan ini adalah dimulai saat Sri Bunian memakan buah yang dilarang oleh Mambang Segara yaitu buah Delima. Karena buah Delima tersebut adalah buah jelmaan Dewa. Sehingga Sri Bunian tertimpa aib karena memakan buah Delima, sampai ia menggandung anak dari Jelmaan Dewa tersebut. Ini dikuatkan dari kutipan cerita sebagai berikut: Jadi pada suatu hari entah bagaimana ingin sekali adik memakan buah Delima itu, lantas dimakannyalah buah itu, tapi ini tidak diberitahukannya kepada abangnya. Maka terjadilah perubahan pada dirinya bulan demi bulan, karena ia hamil buah itu bukan buah biasa, tapi buah jelmaan Dewa, setiap hari terjadi perubahan hamilnya semakin besar dan dia sangat malu. Sewaktu abangnya pergi lagi mengerjakan perahunya yang hamper selesai, dan dia hanya tinggal sendiri dirumah, lahirlah anaknya yang jelmaan dari buah Delima. Setelah itu dibersihkannnya anak itu baik-baik dan dimasukkannya ke dalam peti. Ketika abangnya pulang Sri Bunian sudah tidak ada lagi hilang ghaib, akibat memakan buah Delima itu, hanya tinggal anaknya saja yang telah dimasukkannya ke dalam peti. Abangnya menjerit-jerit memanggilnya.
Dan
tidak
beberapa lama
terdengarlah suara,
Universitas Sumatera Utara
“Abangku, bila abang merantau bawalah peti itu baik-baik, jangan dibuka kalau belum tiba saatnya. Kalau abang nanti sudah senang, sudah menjadi Raja barulah abang boleh buka.” Jadi pesan adiknya ini dipatuhinya. 3) Tahap Rising Action (tahap peningkatan konflik), pada tahap ini cerita mulai bergerak ke arah konflik cerita. Adapun peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam tahapan pada cerita rakyat SD adalah ketika Mambang Segara telah siap menyelesaikan perahunya, berlayarlah dia merantau sehingga sampai di sebuah negeri. Di negeri tersebut dia diangkat menjadi
Raja.
Karena
baik
dan
perkasanya,
banyak
orang
menyodorkan putri-putrinya untuk dijadikan isteri sampai berjumlah tujuh orang yang enam satu istana, sedangkan isteri yang ke tujuh dilainkan tempatnya, karena dia yang paling disayang Mambang Segara. Jadi sewaktu Raja berlayar, datanglah ke enam isterinya kerumah isterinya yang bungsu dan mereka melihat sebuah peti dan bertanya ; ”Dik apa yang ada di dalam peti itu?” ”O, ... jangan-jangan madu kita yang disembunyikannya di dalam. Kita sudah tujuh cukuplah jangan sampai delapan, ”kata yang enam ini.”
”Kakak, janganlah
pesan suami kita tida boleh kita langgar.” ”Ah, bukalah kata yang enam ini”. Karena takutnya, maka dengan berat hati dibukalah peti itu
Universitas Sumatera Utara
oleh isteri yang bungsu. Maka keluarlah seorang puteri yang bernama Selendang Delima, yaitu anak Sri Bunian. Sebaik puteri itu keluar, maka dia disiksa oleh isteri Mambang Segara yang enam inilah habis-habisan, dipukul tapi puteri Selendang Delima tidak mau bercakap, dia hanya menangis saja. ”Sudahlah kak,” kata isteri yang bungsu. Jangan disiksa lagi.” maka pergilah isteri-isteri yang enam ini dan Selendang Delima diurus oleh isteri bungsu, dibedakin baik-baik dan setelah itu apabila pagi tiba diseretlah dia oleh isteri yang enam ini tadi, mukanya disapu dengan arang, disuruh menjemur padi dan macam-macam lagi. Penyiksaan yang diberikan oleh isteri yang enam ini, sore hari dia pulang ke rumah isteri yang bungsu. Demikianlah
sampai
Mambang
Segara
pulang
dari
perantauan,diceritakanlah tentang putri yang dikeluarkan oleh isterinya yang enam, tapi itulah bodohnya orang dahulu, tidak adabertanya putri siapa sebenarnya. Tahap Climax (tahap puncak cerita), tahap ini terdapat pada peristiwa ketika Mambang Segara pergi merantau dan istri ke enam banyak meminta sesuatu kepada Mambang Segara untuk dibawa pulang. Sedangkan, yang bungsu tidak ada meminta apa-apa begitu juga dengan Selendang Delima. Namun apabila Mambang Segara pulang, ada sebuah rotan dan batu, maka bawalah pulang untuk saya, apabila
Universitas Sumatera Utara
Mambang Segara lupa maka perahu akan terpacak tidak bisa berlayar sehingga ia tidak bisa pulang ke negerinya lagi. Hingga berangkatlah Mambang Segara berlayar, beberapa bulan kemudian pulanglah dia, dan dilaluinya pulau Rindu, tapi Mambang Segara lua membawa rotan dan batu yang dipesankan oleh Selendang Delima. Peristiwa tersebut dapat dijumpai dalam kutipan cerita SD sebagai berikut : Sudah demikian raja sering pergi lagi berlayar dan istri yang enam banyak berkirim barang-barang sedangkan yang bungsu tidak ada meminta apa-apa dan terakhir bertanya kepada anak tadi ( Selendang Delima). ”Selendang Delima, apa kirimanmu, aku mau berangkat.” Selendang Delima menjawab. ”saya tidak memesan apaapa, cuman apabila tuan hendak pulang, ada sebuah rotan dan batu, tuan bawalah itu pulang untuk saya, apabila tuan lupa maka perahu akan terpacak tidak bisa berlayar.” Maka kata Mambang Segara, sungguh bijak engkau Selendang Delima yang tidak-tidak saja pesananmu, masak rotan dan batu, begitupun tidak mengapa, mudahmudahan kuingat nanti. Maka berangkatlah Mambang Segara berlayar, beberapa bulan kemudian pulanglah dia,dan dilaluinya pulau Rindu, tapi Mambang Segara lupa mengambi rotan dan batu yang dipesankan Putri
Universitas Sumatera Utara
Selendang Delima, maka tertahanlah dia lama sekali di pulau itu, dan dia bertanya kepada ahli nujum, mengapa bisa jadi begini. Maka setelah direnungkan oleh ahli nujum tersebut dia berkata. ”O, . . . Tuanku, rupanya tuan lupa pesanan seorang anak, barang yang ajaib dari pulau ini.” Barulah Mambang Segara ingat, maka diambillah rotan dan batu itu, barulah dia bisa berjalan. Sampai ke Negeri dia disambut oleh rakyat, dan raja membagi-bagikan pesanan ke enam isterinya dan tidak lupa juga untuk isterinya yang bungsu yang paling dikasihinya dan barulah diberikan rotan dan batu yang dipesan oleh anaknya Selendang Delima. 4) Tahap Denoument (tahap penyelasaian cerita), peristiwa yang terdapat pada tahapan ini adalah ketika Selendang Delima meminta selendang kepada makciknya yang paling bungsu untuk mengayunkan rotan dan batu di bawah tangga. Kemudian dia mulai bernyanyi sambil mengayun-ayunkan rotan dan batu itu. Maka terdengarlah oleh Mambang Segara dan dia menyuruh Selendang Delima untuk menggulangi lagi nyanyiannya itu karena terdengar sangat merdu.kemudian datanglah Mambang Segara sambil melemparkan rotan dan batu ke halaman rumah dan menjelmalah berupa bayang-bayang ibunya Sri Bunian. Peristiwa tersebut dapat dijumpai dalam kutipan cerita SD sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Dan Selendang Delima meminta selendang kepada makciknya yang bungsu. Mintalah selendang satu aku mau mengayun rotan dan batu ini di bawah tangga. Maka rotan dan batu diayunnya di bawah tangga sambil bernyanyi. Ayun-ayunlah rotan dan batu Letakmu tuan di pulau Rindu Kaulah jelmaan ayah bundaku Sungguhlah dendam hatiku rindu
Ayunlah ayun rotan melingkar Pedihnya hati bagai dibakar Hayolah tuan menjelmah segera Obatkan hati pedih dan lara. Terdengarlah oleh Mambang Segara, maka katanya “Aduh merdunya suaramu, coba ulang lagi apa yang kau katakan, masak rotan dan batu yang kau ayun-ayunkan.” Selendang Delima diam saja, tapi dia menggulanginya lagi. Ya illahi Tuhanku Rabbi Sakitnya hati bagaikan kambing dikuliti Mambang Segara nama uwakku Sri Bunian nama ibuku Dewa Laksana nama ayahku.
Universitas Sumatera Utara
Maka datang Mambang Segara, dilemparkannya rotan dan batu itu kehalaman, dan menjelmalah berupa bayang-bayang ibunya Sri Bunian. Dan berkatalah Sri Bunian, “Oh, abangku rupanya pedih sekali hati anakku dibuat oleh isteri abang yang enam itu, hanya isteri yang bungsulah yang sayang kepadanya, tapi mudah-mudahan tuhan melindungi anakku dan diri abang.” Barulah Mambang Segara sadar bahwa Seledang Delima ini adalah anak adiknya Sri Bunian. Maka dipanggilnyalah isteri yang enam itu tadi mau disiksanya, tapi Selendang Delima melarangnya. “jangan, maafkanlah mereka . . . . .kalau tidak karena perbuatan mereka mungkin kisah ini tidak terbuka.” Jadi dimaafkannyalah isteri yang enam ini. Pendek cerita tinggallah isteri yang bungsu dengan Selendang Delima bersama-sama. Maka kerajaan itu kembali makmur sedia kala. 2.5. Latar Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 201:2.18). Latar memberikan pijakan cerita secara kongkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi. Pembaca, dengan demikjan, merasa dipermudah untuk "mengoperasikan" daya imajinasi-nya, di samping dimungkinkan untuk berperan serta secara kritis sehubungan dengan pengetahuannya tentang latar. Pembaca dapat
Universitas Sumatera Utara
merasakan dan menilai kebenaran, ketepatan, dan aktualisasi latar yang diceritakan sehingga merasa lebih akrab. Pembaca seolah-olah merasa menemukan dalam cerita itu sesuatu yang sebenarnya menjadi bagian dirinya. Hal ini akan terjadi jika latar mampu mengangkat suasana setempat, warna lokal, lengkap dengar, perwatakannya ke dalam cerita. Menurut Nurgiyantoro (2001:227) unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Ketiga unsur itu walau masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mernpengaruhi satu dengan yang iainnya. Ketiga unsur latar tersebut secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut: (1)
Latar tempat, latar ini menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan daiam sebuah karya sastra. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Tempat-tempat yang bernama adalah tempat yang dijumpai dalam dunia nyata, misainya pantai, hutan, desa, kota, kamar, ruangan, dan lain-lain.
(2)
Latar waktu, latar ini berhubungan dengan masalah ”kapan" terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya sastra. Masalah "kapan" tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah. Pengetahuan dan persepsi pembaca terhadap waktu sejarah itu
Universitas Sumatera Utara
kemudian dipergunakan untuk mencoba masuk ke dalam suasana cerita. Pembaca berusaha memahami dan menikmati cerita berdasarkan acuan waktu yang diketahuinya yang berasal dart luar cerita yang bersangkutan. Adanya persamaan perkembangan dan atau kesejalanan waktu tersebut juga dimanfaatkan untuk mengesani pembaca seolah-olah cerita itu sebagai sungguh-sungguh ada dan terjadi, (3)
Latar sosial, latar ini menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya sastra. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. ia dapat
berupa
kebiasaan
hidup,
adat-istiadat,
tradisi,
keyakinan,
pandangan hidup, cara berpikiran bersikap, dan lain-lain.
2.6. Watak dan Perwatakan Dalam pembicaraan sebuah karya sastra, sering dipergunakan istilahistilah seperti tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan, atau karakter dan karakterisasi secara bergantian dengan menunjuk pengertian yang hampir sama, Istilah-istilah tersebut, sebenarnya, tidak menyaran pada pengertian yang persis sama, walau ada di antaranya yang sinonim. Ada istilah yang pengertiannya menyaran pada tokoh cerita, dan pada,"teknik" pengembangannya dalam sebuah cerita.
Universitas Sumatera Utara
Istilah "tokoh" menunjuk pada orangnya, pelaku cerita, misalnya sebagai jawab terhadap pertanyaan: "Siapakah tokoh utama cerita rakyat itu?", atau "Ada berapa prang juinlah pelaku dalam cerita rakyat itu?", atau "Siapakah tokoh protagonis dan antagonis dalam cerita itu?", dan sebagainya. Watak, perwatakan, dan karakter, menunjuk para sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kuatitas pribadi seorang tokoh. Penokohan dan karakterisasi, karakterisasi sering juga disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan, menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak tertentu dalam sebuah cerita. Atau seperti dikatakan oleh Jones dalam (Nurgiyantoro, 1999:165), penokohan adalah pelukisan gambaran yang jeias tentang seorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Penggunaan istilah "karakater" (character) sendiri dalam berbagai literatur bahasa Inggris menyaran pada dua pengertian yang berbeda, yaitu sebagai tokoh-tokoh cerita yagn ditampilkan, dan sebagai sikap, ketertarikan, keinginan, emosi, dan prinsip moral yang dimiliki tokoh-tokoh tersebut (Stanton dalam Nurgiyantoro, 1999:165). Dengan demikian, character dapat berarti 'pelaku cerita' dan dapat pula berarti 'perwatakan'. Antara seorang tokoh dengan perwatakan yang dimilikinya, memang, merupakan suatu kepaduan yang utuh. Penyebutan nama tokoh tertentu, tidak jarang, langsung mengisyaratkan kepada kita perwatakan yang dimilikinya. Hal itu
Universitas Sumatera Utara
terjadi terutama pada tokoh-tokoh cerita yang telah menjadi milik masyarakat, seperti Sampuraga dengan sifat-sifatjahatnya, dan lain-lain. Tokoh-tokoh cerita dalam sebuah karya sastra dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaan itu dilakukan. Berdasarkan perbedaan sudut pandang dan tinjauan, seorang tokoh dapat saja dikategorikan ke dalam beberapa jenis penamaan sekaligus, misalnya sebagai tokoh utama-protagonis-berkembang-tipikal. Adapun jenis-jenis tokoh cerita tersebut adalah: a.
Tokoh utama dan tokoh tambahan Membaca sebuah karya sastra, kita akan dihadapkan pada sejumlah tokoh yang dihadirkan dj dalamnya, Namun, dalam kajtannya dengan keseluruhan cerita, peranan masing-masing tokoh tersebut tidak sama. Dilihat dari segi peranan dan tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah .cerita, ada tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terusmenerus sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita, dan sebaliknya, ada tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itu pun mungkin dalam porsi penceritaan yang relatif pendek. Tokoh yang disebut pertama adalah tokoh utama (central character, main character), sedang yang kedua adalah tokoh tambahan (peripheral character).
Universitas Sumatera Utara
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya daiam sebuah cerita yang bersangkutan. la merupakan tokoh yang paling banyak dicerita, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Bahkan pada cerita rakyat tertentu, tokoh utama senantiasa hadir dalam setiap kejadian dan dapat ditemui dalam tiap hataman buku cerita yang bersangkutan. b.
Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis Jika dilihat dari peran tokoh-tokoh dalam pengembangan plot dapat dibedakan acia.nya tokoh utama dan tokoh tambahan, dilihat dari fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Membaca sebuah karya sastra, pembaca, sering mengidentifikasikan diri dengan tokoh tertentu, memberikan simpati, dan simpati melibatkan diri secara emosional terhadap tokoh tersebut. Tokoh yang disikapi demikian oleh pembaca disebut sebagai tokoh protagonis. (Alterbend dan Lewis dalam Nurgiyantoro, 1999:178). Tokoh protagonis adalah
tokoh
yang
kita
kagumi,
tokoh
yang
merupakan
pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita. Tokoh .protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan kita, harapan-harapan
kita,
sebagai
pembaca.
Maka
kita
sering
mengenalinya sebagai memiliki kesamaan dengan kita, permasalahan yang dihadapinya seolah-olah juga sebagai permasalahan kita, demikian pula halnya dalam menyikapinya. Demikian pula sebaliknya,
Universitas Sumatera Utara
tokoh antagonis, adalah tokoh yang menampilkan sesuatu yang tidak sesuai dengan pandangan kita, tidak sesuai dengan norma-norma, dan nilai-nilai yang tidak ideal bagi kita. c.
Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat Berdasarkan perwatakannya, tokoh cerita dapat dibedakan ke dalam tokoh sedehana (simple atau flat character) dan tokoh kompleks atau tokoh bulat (complex atau round character). Tokoh sederhana, dalam bentuknya yang asli adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat watak yang tertentu saja. Sebagai seorang tokoh manusia, ia tidak diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, la tidak memijiki sifat dan tingkah laku yang dapat memberikan efek kejutan bagi pembaca. Sifat dan tingkah laku seorang tokoh sederhana bersifat datar, monoton, hanya mencerminkan satu watak tertentu. Tokoh bulat atau kompleks adalah tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadiannya, dan jati dirinya. la dapat saja memiliki watak tertentu yang dapat diformulasikan, namun ia pun dapat pula menampilkan watak dan tingkah laku bermacam-macam. Bahkan mungkin seperti bertentangan dan sulit diduga. Oleh karena itu, perwatakannya pun pada umumnya sulit dideskripsikan secara tepat.
Universitas Sumatera Utara
1. watak atau tokoh cerita Tokoh utama dalam cerita SD ini adalah Mambang Segara dan Sri Bunian yang mempunyai seorang anak yang bernama Selendang Delima. Sedangkan tokoh tambahan dalam cerita rakyat SD adalah Istri ke-1 sampai istri ke-7. 2. perwatakan dan penokohan Tokoh cerita dan perwatakannya dalam SD adalah: •
Mambang Segara memiliki perwatakan yang tegas, adil, bertanggung jawab, arif, pemberani serta sangat menyayangi keluarga
•
Sri Bunian memiliki perwatakan yang baik,keingintahuan yang tinggi sehingga menyebabkan musibah kepadanya,ceroboh,namun sayang terhadap abangnya.
•
Istri ke-1 sampai istri ke-6 memiliki perwatakan yang jahat, sombong, egois, iri hati terhadap istri ke-7 Mambang Segara dan kepada Selendang Delima.
•
Selendang Delima memiliki perwatakan yang pemaaf, sabar, patuh, tidak mudah putus asa, menyayangi istri ke-7 dan Mambang Segara.
Universitas Sumatera Utara