BAB II Al- Ikhwan Al- Muslimun dan Perkembangannya di Mesir
1. Sejarah Al-Ikhwan Al-Muslimun Al-Ikhwan Al-Muslimun didirikan oleh Hasan Al-Banna di Mesir, seorang yang awalnya guru madrasah Islam kemudian menjadi tokoh politik oposisi Mesir, bersama dengan enam orang rekannya di kota Isma’iliyah pada bulan Maret 1928. Pertemuan yang saling berjanji setia untuk hidup bersaudara dan berjuang untuk Islam. Gerakan ini pada awalnya tidak memiliki pengaruh sosial-politik yang begitu besar, pada tiga tahun pertama aktifitas kegiatan dari gerakan ini yang berpusat di kota Isma’iliyah. Perlahan kemudian membesar diakibatkan pengaruh karismatik dari Hasan Al-Banna sebagai Mursyid ‘Am (ketua umum) Al-Ikhwan Al-Muslimun yang memperluas fragmentasi rekrutmen keanggotaan dari gerakan Ikhwan di sekitar wilayah Isma’iliyah. Pada tahun 1932, Hasan Al-Banna memutuskan untuk memindahkan pusat pergerakannya ke pusat ibukota Mesir yaitu Kairo. 28 Gerakan Al Ikhwan Al Muslimun dibangun oleh Hasan Al Banna tidak lama setelah kejatuhan kekhalifahan Turki Ustmaniyah pada tahun 1924.Hasan Al Banna dengan cermat mendefinisikan Al-Ikhwan Al-Muslimun dengan persepsi Islam yang komprehensif, “Islam adalah negara dan tanah air, pemerintahan dan umat, peradaban dan undang-undang serta jihad dan dakwah”. Pemikiran Hasan Al Banna ini diwujudkan dalam aktivitas-aktivitas sosial politik yang dilakukan Al-Ikhwan AlMuslimun yang terus mewarnai sejarah politik Mesir dan Timur Tengah pada abad 20 sampai dengan saat ini. Prinsip-prinsip dasar Al-Ikhwan Al-Muslimun dapat disimpulkan dengan : 1. Membentuk individu-individu muslim, 2. Membentuk keluarga-keluarga muslim, 3. Membentuk masyarakat muslim, 4. Membebaskan 28
Ziad Munson, Islamic Mobilization : Social Movement Theory and the Egyptian Moslem Broterhood, The
Sociological Quarterly, Vol. 42 No.4, Department of Sociology, Harvard University, 2001, Hal 4
Universitas Sumatera Utara
negeri-negeri muslim, 5. Memperbaiki pemerintahan, 6. Menegakkan eksistensi kenegaraan, 7. Membentuk sokoguru peradaban Islam internasional. 29 Gerakan Al-Ikhwan kemudian menyempurnakan perpindahannya dengan melakukan merger dan penyatuan dengan organisasi Islam serupa yang memiliki basis massa di Kairo. Setelah setahun di Kairo, gerakan Ikhwan melakukan penerbitan suratkabar dan melakukan muktamar (kongres nasional) pertamanya. Sementara itu perkembangan keanggotaan organisasi menunjukkan hal yang signifikan, gerakan Ikhwan telah melebarkan sayap organisasi dengan memiliki lima cabang pada tahun 1930, lima belas cabang pada tahun 1932, tiga ratus cabang pada tahun 1938 dan diperkirakan antara 1,700 sampai 2,000 cabang pada tahun 1948. Jumlah anggota dan kader Ikhwan tidak diketahui dengan pasti, dengan keberadaan tiga ratus cabang organisasi diperkirakan gerakan Ikhwan memiliki 50,000 sampai dengan 150,000 orang anggota pada tahun 1938. Sedangkan perhitungan lain memperkirakan gerakan Ikhwan memiliki 1 juta orang anggota dan simpatisan pada tahun 1948. 30 Pada awal berdirinya gerakan Al-Ikhwan Al-Muslimun tampil dengan bentuk organisasi keagamaan, sosial dan kemasyarakatan yang menekankan pentingnya pembangunan sosial, pendidikan, dan moral kaum muslimin, jadi merupakan suatu usaha reformasi dari yang sudah lama dirintis tokoh-tokoh seperti Jamaluddin AlAfghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Tetapi sistem organisasi yang diterapkan oleh Al-Banna sedemikian praktis dan modern sehingga Al-Ikhwan merupakan organisasi yang secara konkrit mencoba merealisasikan pikiran-pikiran pembaruan Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha.Ikhwan memfokuskan gerak organisasinya pada perluasan rekrutmen keanggotaan, diskusi29
Muhammad Abdullah Al Khatib, Muhammad Abdul Halim Hamid, “Konsep Pemikiran Gerakan Ikhwan :
Kajian Analitik Terhadap Risalah Ta’lim”, Asy Syaamil Press & Grafika : Bandung, 2001, Hal 114-118 30
Ziad Munson, op.cit., Hal 4
Universitas Sumatera Utara
diskusi mengenai dakwah, perbaikan moral dan keagamaan masyarakat dan juga menjadi organisasi yang melakukan pelayanan sosial pada masyarakat.Dan dalam pertumbuhan selanjutnya Al-Ikhwan menjadi tidak saja sebagai gerakan sosial dan pendidikan, tetapi juga kekuatan sosial-politik yang selalu diperhitungkan baik sebelum maupun sesudah revolusi Mesir tahun 1952. Sebelum organisasi Al-Ikhwan didirikan, sudah banyak gerakan/organisasi dakwah yang didirikan, dan banyak memberikan warna pada pola dakwah Al-Ikhwan. Sehingga Al-Ikhwan dapat mengambil pelajaran berharga dari organisasi-organisasi yang mendahuluinya. Penyebab utama dari perubahan perilaku gerakan Ikhwan adalah isu Palestina yang mulai berkembang pada tahun-tahun itu. Dimana negara-negara Arab melakukan serangan umum untuk membebaskan Palestina dari pengaruh negara Barat dan komunitas Yahudi yang berupaya membentuk negara Yahudi di sana. Gerakan Ikhwan menyediakan dukungan yang besar untuk operasi militer tersebut, mencoba untuk menyebarkan isu Palestina di kalangan masyarakat Mesir dan melakukan penggalangan dana untuk medukung isu tersebut. Pada saat yang bersamaan, penerbitan suratkabar Al-Ikhwan secara efektif menjadi sarana kritik terhadap rezim politik yang sedang berkuasa di Mesir, terutama terhadap kekuasaan kolonial Inggris yang memegang kendali atas negeri Mesir.Gerakan Ikhwan untuk pertama kalinya mencoba untuk masuk ke dalam arena politik praktis ketika mengajukan kandidat pada pemilihan umum legislatif pada tahun 1941. Al-Ikhwan Al-Muslimun kemudian menggalang aksi-aksi massa dan demonstrasi, menuntut adanya reformasi sosial dan penarikan mundur tentara kolonial Inggris dari wilayah Mesir. Otoritas militer Inggris memerintahkan Hasan Al-Banna untuk pergi meninggalkan Kairo pada Mei 1941. Pada bulan Oktober 1941, Hasan Al-Banna dan para pimpinan Al-Ikhwan Al-Muslimun lainnya ditangkap dan
Universitas Sumatera Utara
dipenjarakan, dan aktivitas-aktivitas organisasi Ikhwan dilarang oleh pemerintah setelah aksi demontasi menentang pendudukan Inggris. Tekanan pemerintah terhadap Al-Ikhwan Al-Muslimun tidak berlangsung lama, rezim pemerintah sedang berhadapan dengan ancaman besar Perang Dunia II dan tidak terlalu pusing dengan “ancaman kecil” gerakan reformasi keagamaan seperti Al-Ikhwan Al-Muslimun. Aktivitas-aktivitas pertemuan Ikhwan kembali diperbolehkan, para elite pemimpinnya dibebaskan dari penjara, dan kemudian jumlah anggota yang mengikuti organisasi Ikhwan semakin berkembang dengan sangat cepat. Al-Ikhwan Al-Muslimun kemudian menerbitkan sejumlah majalah dan surat kabar baru selama dua tahun ke depan dan semakin meningkatkan frekuensi gerakan mereka dalam aksi massa dan demonstrasi. Ikhwan kemudian membentuk sebuah unit khusus yang kemudian akan dikenal sebagai “biro rahasia”, sayap paramiliter dari organisasi yang memiliki prinsip dasar untuk melindungi para elite pemimpin Al-Ikhwan Al-Muslimun dan untuk tujuan-tujuan militer jangka panjang organisasi. Pada tahun 1949, gerakan AlIkhwan Al-Muslimun telah memperbesar kapasitas organisasinya dengan sejumlah 2,000 cabang di seluruh Mesir dan sekitar 300,000 sampai dengan 600,000 anggota aktif, menjadikannya sebagai organisasi masyarakat terbesar di Mesir. 31
2. Kehidupan Pendiri Al-Ikhwan Al-Muslimin (Hasan Al-Banna) Hassan Al-Banna lahir pada tahun 1906, di sebuah kota MahmudiahPropinsi Buhairah di Mesir. Namanya adalah Hasan al-Banna Al-Syahid Hasan bin Ahmad Abdul Al-Rahim Al-Banna. 32 Beliau dibesarkan dalam keluarga yang amat kuat berpegang pada Islam. Hassan al Banna merupakan anak sulung daripada lima 31
Ibid, Hal 5
32
Ramayulis dan Samsul Nizar, Ensiklopedia Tokoh Pendidikan Islam ( Mengenal Tokoh Pendidikan
Islam di Dunia dan Indonesia), Ciputat: Quantum Teaching, 2005
Universitas Sumatera Utara
beradik. Ayahnya, Syeikh Ahmad ibn Abdul Al-Rahman Al-Banna adalah seorang ulama, imam, guru dan pengarang beberapa buah kitab hadis dan fikih perundanganIslam, yang lulus dari Universitas Al Azhar Mesir. Beliau bekerja memperbaiki jam pada waktu malam sebagai sumber rezeki untuk menghidupi keluarganya. Pada siang hari, beliau menjadi Imam di sebuah masjid dikampungnya. Disinilah Al-Banna mendapatkan pengajaran tentang prinsip-prinsipIslam dan berdakwah. Diantara karya sang ayah adalah kitab Tafsir Musnad ImamAhmad Ibn. Hanbal. 33 Sedangkan
ibunda
dari
Hasan
al-Banna
bernama
Ummu
Sa’ad
IbrahimSaqr.Ibundanya adalah wanita bertipologi cerdas, disiplin, cerdik dan teguh pendirian.Apabila telah memutuskan sesuatu, maka akan sulit bagi Ummu Sa’aduntu k menarik keputusannya. Perhatiannya pada pendidikan, membuat sang ibu bertekad untuk menyekolahkan Al-Banna hingga ke pendidikan tinggi. Ummu Sa’admemiliki delapan
delapan
Fatimah,Muhammad,
orang Abdul
anak,
yaitu
Basith,
Hasan Zainab,
Al-Banna, Ahmad
Abdurrahman,
Jamaluddin,
dan
Fauziyah. 34Hasan Al-Banna berguru pada ayahnya sehingga bisa menghafal Qur'an 30juz.Pada usia remaja, ayahnya mengizinkan menggunakan kitab-kitab simpanannya untuk dibaca, hingga akhirnya Al Banna dapat memahami Islam dan bahasa Arab dengan baik. Semangat perjuangan Islam dan sifat kepimpinan telah mulai nampak pada u mur
yang masih muda. Sejak dini Hasan Al-Banna sudah ditempa olehkeluarganya
yang taat beragama untuk meraih dan memperdalam ilmu di berbagai tempat dan majelis ilmu. Pertama kali beliau menggali ilmu di Madrasah Ar-Rasyad 33
http://yankoer.multiply.com/journal/item/270/Pemikiran_Politik _Hasan_Al_Banna, diakses pada
tanggal20Januari 2014 34
http://yankoer.multiply.com/journal/item/270/Pemikiran_Politik _Hasan_Al_Banna, diakses pada
tanggal20Januari 2014
Universitas Sumatera Utara
dengan seorang guru bernama syekh Muhammad Zahran yang juga merupakanpemili k madrasah tersebut. 35 Di madrasah ini, Al-Banna belajar hadits nabi dengan target menghapal dan memahaminya.
Selain
hadits,
Al-Banna
juga
belajar
insyak,
qawa’id dan lain sebagainya. Kemudian dia pindah ke madrasah ‘Idadiyah danmadras ah al-Muallimin al-Awwaliyah di Damanhur, kemudian melanjutkan ke Darul Ulum Mesir pada tahun 1923 M dalam usia 16 tahun. Pada usianya yang masih muda, Hasan Al-Banna sudah memiliki perhatian yang besar terhadap persoalan da’wah.Ia pun mampu beraktifitas untuk menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar. Bersama teman-temannya di sekolah,dibentuklah perkumpulan“Akhlaq Adabiyah”dan“Al-Man’il Muharramat”. Nampaknya sejak muda ia memang menginginkan da’wah Islamiyah tegak dankokoh. Pada tahun 1920 Hasan Al-Banna melanjutkan pendidikannya di DarulMu’allimin Damanhur, hingga menyelesaikan hafalan Qur’an diusianya yang belumgenap 14 tahun.Beliaupun aktif dalam pergerakan melawan penjajah.Tahun 1923 iamelanjutkan pendidikannya di Darul Ulum Kairo. Disinilah ia banyak mendapatkanwawasan yang luas dan mendalam. Pendidikannya di Darul Ulum diselesaikan padatahun 1927 M, dengan hasil yang memuaskan, menduduki rangking pertama di Darul Ulum dan rangking kelima di seluruh Mesir dalam usianya ynag baru beranjak 21 tahun. 36Hasan AlBanna menikah dengan putri salah seorang tokoh Ismailiyah Al HajHusain As Shuly pada malam 27 Ramadhan 1351 H. Ia kemudian dikaruniai 5 ornaganak, 4 orang anak perempuan yaitu Wafa’, Sinai, Raja dan Hajar. Adapun anak lelaki beliau adalah Ahmad Saiful Islam.Hasan Al-Banna memberikan perhatianyang besar pada 35
Ramayulis dan Samsul Nizar, Ensiklopedia Tokoh Pendidikan Islam ( Mengenal Tokoh Pendidikan
Islam di Dunia dan Indonesia), Ciputat: Quantum Teaching, 2005 36
http//harakatuna.wordpress.com/2008/12/01/sejarah-kehidupan-hasan-al-banna/, diakses pada
tanggal 20 januari 2014
Universitas Sumatera Utara
pendidikan keluarganya dengan adab dan akhlaq Islam.Hasil perhatiannya terhadap keluarga dapat kita lihat pada anak beliau yang sangatdihormati Ahmad Saiful Islam. Pemikiran Al Banna sangat jauh berbeda dengan cara berfikir penguasa dunia Islam saat itu, dimana seruan agar mencontohi cara barat oleh Kamal Attaturk bertiup kencang dan tidak ada henti. bukan hanya itu, bahkan majalah-majalah dansurat khabar yang membuat propaganda dengan slogan 'Mesir adalah sebahagian dariEropa' telah membanjiri pasaran. Para nasionalis mendesak pemerintahan Mesir agar kembali ke puncak kejayaan Firaun dan mencungkil adat-adat bangsa Mesir purba. Melihat fenomena ini membuat Hassan al Banna merasa sedih, sebabsebahagian besar
orang
terhormat
dan
berpengaruh
menyertai
barisan
modernis
yangmenyesatkan umat Islam. Dalam keadaan sedih dan pilu ini, beliau berusaha merapatkan diri dengan Sayyid Rashid Rida' serta murid-muridnya. Di sinilah titik permulaan berdirinya satu harakah Islam yang besar dan tersusun untuk menghancurkan Jahilliah Modern dengan segala pemikirannya. Beliau mulai mendidik orang-orang dengan penuh kesabaran tentang pentingnya Islam dalam kehidupan individual dan masyarakat. Dr. Al-Husaini, ketika menjelaskan perbedaan antara pribadi Hasan Al-Banna dan para pejuang dakwah terdahulu mengatakan bahwa sebelum Hasan Al-Banna telah muncul para tokoh agama seperti Jalaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh. Akan tetapi Hasan Al-Banna merupakan model baru ynag berbeda dengan tokoh sebelumnya dari banyak aspek. Diantara aspek yang paling menonjol adalah mereka pergi tanpa meninggalkan dakwah yang jelas rambu-rambunya, jelas metodenya, dan dianut oleh para pengikut yang setia. Barangkali, sebutan terbaik yang dapat
Universitas Sumatera Utara
diberikan kepadanya adalah bahwa dia seorang da’I, sedangkan pendahulunya adalah tokoh agama. 37 Syaikh Sa’id Hawwa mengutip pendapat Syaikh Muhammad Al-Hamid sebagai berikut. “Selama ratusan tahun, kaum Muslimin belum melihat orang seperti Hasan Al-Banna dalam sifat-sifat yang menghiasi pribadinya. Panji-panji sifat tersebut berkibar di atas kepalanya yang mulia. Saya tidak mengingkari bimbingan para mursyid, ilmu kaum arifin, kefasihan para orator dan penulis, kepemimpinan para pemimpin, manajemen para manajer, dan kecerdasan para pengarah. Saya tidak menginkari semua itu, baik yang telah lalu ataupun pada masa mendatang . Namun, berhimpunnya berbagai sifat utama seperti itu jarang sekali dimiliki seseorang seperti Hasan Al-Banna, semoga Allah mencurahkan rahmad kepadanya. Secara umum bisa saya katakana, bahwa ia semata-mata mencari ridha Allah dengan segenap ruh, jasad, hati dan segala perilakunya. Karena itu, Allah meridhai, memilih, dan menjadikannya berada dalam jajaran para pemimpin syuhada.” 38 Syaikh Hasan Abu Al-Ali An-Nadawimemberi komentar tentang Hasan AlBanna. “Setiap orang mengenal tokoh ini melalui kedekatan, bukan melalui buku dan pernah berinteraksi dengannya, pasti akan mengetahui keutamaan pribadi yang muncul ke permukaan dan mengejutkan Mesir, kemudian seluruh penjuru dunia Islam, dengan dakwah, tarbiyah, jihad, dan kekuatan yang unik. Dia adalah pribadi yang didalamnya Allah menghimpun akal cemerlang yang menyinari, pemahaman yang luas, perasaan kuat yang menggelora, hati yang berlimpah keberkahan,ruh yang jernih, lidah yang fasih, zahid, qana’ah tanpa memaksakan diri dalam kehidupan individual, selalu optimistis, dan senantiasa penuh cita-cita tanpa pernah bosan dalam berjuang menyebarkan dakwah dan prinsip, rendah hati dalam hal yang berkaitan
37
Al-IKhwan Al-Muslimun Akbar Al-Harakah, hal. 51
38
Sa’id, Hawwa, Al-Madkhal ila Dakwah Al-Ikhwan Al-Muslimun, hal. 185
Universitas Sumatera Utara
dengan urusan pribadi, hamper persis dengan kesaksian orang-orang yang mengetahinya.” 39 Masih tentang Hasan Al-Banna, Sayyid Qutb menulis panjang lebar tentangnya. “terkadang suatu kebetulan tampak seakan-akan suatu ketepatan yang telah digariskan dan satu hikmah yang telah diatur dalam kitab yang ditulis, Hasan AlBanna. Hanya kebetulan, mungkin inilah sebutannya. Namun, siapa yang mengatakan bahwa hal itu kebetulan, padahal hakikat terbesar tokoh ini adalah membangun, memperbaiki bangunan, bahkan kejeniusan bangunnan. Hasan Al-Banna pergi setelah menyempurnakan fondasi bangunan. Ia meninggalkan sedangkan kesyahidannya persis seperti yang dikehendaki oleh proses baru diantara berbagai proses pembangunan. Seribu khotbah dan seribu risalah almarhum Hasan Al-Banna yang syahid tidaklah sebanding jika dibandingkan tetesan darah suci yang mengucur dari tubuh asy-syahid dalam menggelorakan dakwah di dalam diri jamaah ikhwanul muslimin” 40 Hasan Al-Banna dikenal sebagai seorang yang ahli dalam berpidato, lidahnya sangat fasih, ahli dalam sastera dan pandai memilih kata-kata yang tepat. Pada tahun 1941, dia dipenjara selama sebulan berkaitan dengan pidato yang disampaikannya yang isinya mengkritik sistem politik Inggeris pada Perang Dunia ke II. Masih pada tahun yang sama, dia dipaksa pindah ke Qana. Di tempat barunya ini, Al-Banna terus melanjutkan perjuangannya denganmenyampaikan dakwah dan mengajarkan Islam kepada umat dari satu tempat ketempat yang lain. Dia juga mengirimkan delegasidelegasi ke seluruh penjuru dunia untuk mengetahui keadaan umat Islam.
39
Lihat pengantar Al-Ustadz An-Nadawi dalam Hasan Al-Banna, Mudzakkirah Ad-Dakwah wad Da’iyah, hal. 3-
8 40
Sayyid Qutb, Dirasat Islamiyah, hal. 97
Universitas Sumatera Utara
Delegasi-delegasinya menginformasikan tentang realita dunia Islam.Pada tahun 1948, dia mengirimkan satu batalion pasukan ke Palestina. Pasukan yang dikirim ke Palestina itu terdiri daripada orang-orang Al-Ikhwanul Al-Muslimin.Dalam pertempuran
melawan
orang-orang
Ikhwanul
Muslimin,
pasukan
Yahudi
mendapatkan kekalahan. Salah satu jenderalnya berkata,”Seandainya mereka memberikan kepadaku satu batalion orang-orang IkhwanulMuslimin, maka dengan pasukan tersebut saya pasti menaklukkan dunia.” 41 Sebuah pertemuan direkayasa antara Hasan Al-Banna dengan Mohammad AnNaqhi (salah satu pengurus Dar Asy-Syubban) pada hari Jum’at tanggal 11 Desember 1949 pukul 17.00.Namun hingga pukul 20.00 masalah yang diagendakan belum ada kejelasan,yaitu
salah
seorang
menteri
yang
diharapkan
dapat
membantu
menyelesaikan masalah Ikhwan. Lalu pulanglah ia dengan menantunya Ustadz Mansur dan sepakat akan datang kembali esok harinya. Namun tiba-tiba ia mendapati suasana yang berbeda di jalan protokol Quin Ramses, yang biasanya ramai dengan hiruk pikuk lalu lintas lalu dan lalang manusia,saat itu tak sebuah mobil dan seorangpun yang lewat kecuali sebuah taksi yang adadi depan gerbang pintu Dar Asy Syubban. Toko-toko dan rumah-rumah makanyang berdekatan juga sudah tutup.Kecurigaan semakin tinggi ketika baru akanmelangkahkan kaki menuju jalan raya tiba-tiba seluruh lampu penerang jalan mati.Saat itulah beberapa peluru meluncur, sebagian mengenai Hasan Al-Banna dan peluru yang lainmengenai Ustadz Mansur.Namun Hasan Al-Banna masih kuat untuk naik sendiri menuju gedung Dar Asy Syubban dan memutar telepon untuk meminta pertolongan ambulance. Meskipun demikian, ia kemudian terlantar di salah satu kamar Rumah Sakit “Qosr Aini” karena tak seorangpun dari perawat atau dokter yang berani menolongnya, sekalipun banyak dokter muslim yang ingin merawatnya karena kepala rumah sakit
41
http://zahirzainuddin.blogspot.com/hasan-al-banna-tokoh-pembaru-islam.html,diakses tanggal 20 januari 2014
Universitas Sumatera Utara
tidak mengizinkan hal tersebut sesuai perintah kerajaan. Dering telepon tak hentihentinya untuk meyakinkan kematian Hasan Al-Banna hingga ia menemui ajal dengan kepahlawanannya. Tepat hari Sabtu malam Minggu tanggal 12 Desember 1949 beliau pulangke Rahmatullah.Hari
itu
dunia
diliputi
kesedihan
yang
mendalam
karena
dengankematiannya berarti hilang pula seorang pembela kebenaran penegak keadilan ditengah-tengah kelaliman.Pagi hari Minggu tanggal 12 Desember 1949 sampailah berita kematian kepada orang tuanya, Syaikh Ahmad Al-Banna. Sangat lebihmenyedihkan lagi, rezimpun tidak mengizinkan ummat Islam untuk merawat jenazahnya
dan
bertakziyah
ke
rumah
shohibul
musibah.
Untuk
menunjukkankeangkuhan serta kedengkian rezim terhadap Hasan Al-Banna mereka menyusun penjagaan militer dengan ketat, seperti siap untuk bertempur serta tanktank yangseakan-akan hendak menghadapi sebuah pertempuran yang dahsyat.Tidak seorangpun diizinkan membawa jenazahnya menuju makam kecuali orang tua beserta kedua saudari perempuannya.
2.1. Peristiwa berdirinya Al-Ikhwan Al-Muslimin Setelah menyelesaikan sekolahnya di Darul Ulum pada bulan September tahun 1927, Hasan Al-Banna diangkat menjadi guru SD di Kota Isma’iliyah, disanalah beliau memulai da’wahnya, di warung-warung kopi kemudian pindah ke masjid. Da’wah yang dilakukannya di warung-warung kopi ini bukan pengalaman yang pertama baginya, tapi beliau sudah terbiasa dakwah di tempat-tempat seperti ini, ketika beliau masih mahasiswa di Darul Ulum, Kairo. Dakwah Hasan Al Banna mendapat sambutan dari para pengunjung warungwarung kopi, sehingga sebagian diantara mereka bertanya kepadanya tentang apa yang harus dilakukan demi agama dan tanah air. Setelah beberapa lama berdakwah di
Universitas Sumatera Utara
warung-warung kopi kemudian Hasan Al-Banna pindah dari warung kopi ke mushalla (Zawiyah).Di Zawiyah inilah beliau berbicara dan mengajarkan praktek ibadah, dan meminta kepada mereka agar meninggalkan kebiasaan hidup mewah.Para pendengarnya menyambutnya dengan baik. Hasan Al-Banna membuat beberapa strategi dalam dakwahnya dengan menetapkan unsur-unsur yang mempunyai pengaruh terhadap masyarakat, yaitu pada 4 unsur : 1. Ulama 2. Masyaikh furuq sufiah 3. Para tokoh masyarakat (wujaha) 4. Klub-klub (nadi-nadi) Maka Imam Syahid Hasan Al Banna membuat perencanaan dan berinteraksi dengan 4 unsur diatas. Hasan Al Banna mampu mengambil simpati ulama dengan menjalin hubungan persahabatan, menghormati dan menghargai mereka dan kadangkadang memberikan hadiah kepada mereka, maka dengan cara ini mereka (pada ulama) menghormatinya tidak menghalanginya berda’wah di Isma’iliyah, inilah sebenarnya tujuan beliau untuk para ulama, agar mereka membiarkannya berda’wah Illallah dan tidak menyerangnya, karena Hasan Al-Banna bukan ulama Al Azhar. Hasan Al-Banna berbicara kepada masyaikh furuq sufiah dengan bahasa mereka, berinteraksi dengan mereka dengan etika yang berlaku di kalangan mereka, dengan
demikian
mereka
tidak
menghalanginya
berdakwah
dan
tidak
menyerangnya.Bahkan mereka membiarkan Al Banna berdakwah, kendatipun mereka tidak bergabung dengannya atau tidak mendukungnya. Para tokoh masyarakat, Hasan Al-Banna menghormati mereka sesuai dengan posisi mereka di masyarakat dan mengadakan pendekatan dengan bahasa yang baik dan amal-amal kebaikan, dengan cara ini mereka mencintai dan menghargainya,
Universitas Sumatera Utara
diantara yang dilakukan oleh Hasan Al-Banna adalah menghilangkan sebab-sebab perselisihan dan permusuhan diantara mereka, dalam hal ini beliau berhasil dan mendapat penghargaan dari mereka. Hasan Al-Banna sering mendatangi klub-klub (tempat-tempat pertemuan) dan disana beliau menyampaikan pengajian, muhadhoroh nadwah (menjalin hubungan persaudaraan dengan orang banyak) dan berhasil merekrut jumlah yang tidak sedikit untuk mengikuti pengajian beliau di Zawiyah.Demikian Hasan Al-Banna pada permulaan dakwahnya di Isma’iliyah berhasil menarik simpati dan mengambil hati masyarakat.
Kemudian dikumpulkan lalu diarahkan sehingga mereka memiliki
ghiroh (semangat) terhadap agama mereka dan cinta akan amal islami. Cara-cara diatas dilakukan oleh Al Banna kurang lebih selama 1 tahun. Pada bulan bulan Maret 1928 M, Hasan Al-Banna bersama enam orang rekannya mengadakan sebuah pertemuan yang menjadi latar belakang berdirinya AlIkhwan Al-Muslimun. Mereka berbicara kepada Hasan Al-Banna tentang apa yang harus mereka lakukan demi agama dan mereka menawarkan sebagian harta milik mereka yang sedikit. Lalu mereka meminta kepada Hasan Al-Banna untuk menjadi pimpinan mereka, kemudian permintaan ini diterimanya. Lalu mereka berbaiat kepadanya untuk bekerja demi Islam dan mereka bermusyawarah tentang nama perkumpulan mereka. Hasan Al-Banna berkata : “Kita ikhwah dalam berkhidmat untuk Islam, dengan demikian kita Al-Ikhwanu Al-Muslimun”. Kemudian mereka menjadikan kamar di suatu rumah sewaan yang sangat sederhana sebagai “Kantor Jama’ah” dengan mengambil namaMadrosah At-Tahzab. Disanalah Imam Syahid mulai meletakkan/ mengambil manhaj tarbawi bersama pengikut-pengikutnya, manhaj tarbawi pada waktu itu adalah : 1. Al-Qur’anul Karim (tilawah dan hafalan). 2. As Sunnah An Nabawiyah (menghafal sejumlah hadits).
Universitas Sumatera Utara
3. Pelatihan khutbah. 4. Pelatihan mengajar untuk umum. Setelah beberapa bulan jumlah pengikut jama’ah menjadi 76 orang, kemudian terus bertambah. Dan mereka mendermakan harta mereka untuk da’wah sampai dapat membeli sebidang tanah untuk dibangun diatasnya markas jama’ah (Darul Ikhwanul Muslimin) terdiri dari masjid, 1 sekolah untuk putra, 1 sekolah untuk putri, nadi (tempat pertemuan) ikhwan. Pada bulan Oktober tahun 1932, Hasan Al-Banna dimutasi ke Kairo sebagai guru di Madrasah Abbas I, Distrik Sabtiah, perpindahan kerja ini atas permintaan kedutaan Inggris kepada Raja Farouq akibat kekhawatiran terhadap dakwah Hasan Al-Banna terhadap para buruh yang bekerja di perusahaan Inggris waktu itu. Pengaruh pemikiran Hasan Al-Banna menyebabkan para buruh tidak mau tunduk kepada perintah atasannya yang notabene adalah orang-orang Inggris.Perpindahan ini menjadi peluang bagi Hasan Al-Banna untuk membawa dakwah ke Kairo yang menjadi ibukota Mesir, mengingat Kairo pusat kebijakan politik, dan mendapatkan kesempatan berdakwah di depan jutaan penduduk Kairo. Pada tahun pertama Hasan Al-Banna telah mampu menyebarkan da’wah di seluruh kota Kairo dan telah membuka cabang baru lebih dari 50 kabupaten, dimana Hasan Al-Banna mendatangi perkampungan negeri Mesir untuk berda’wah tidak mengenal letih, apalagi malas, hal itu dilakukannya disaat-saat musim liburan sekolah. 42 An-Nadawi berkomentar tentang Al-Ikhwan Al-Muslimun, ia mengatakan bahwa Hasan Al-Banna telah berhasil dengan gemilang membentuk gerakan Islam yang jarang didapati di dunia Arab khususnya, sebuah gerakan yang lebih luas, lebih aktif, lebih berwibawa, lebih berpengaruh, lebih menyatu dengan masyarakat, dan
42
http://harakatuna.wordpress.com/2008/12/01/sejarah-kehidupan-hasan-al-banna/, diakses pada tanggal 20
januari 2014
Universitas Sumatera Utara
lebih mampu mengendalikan jiwa darinya. Dakwah yang telah mengembalikan ke dalam jiwa generasi baru di dunia Arab kepercayaan kepada kelayakan Islam dan keabadian risalahnya, telah menumbuhkan iman baru dalam jiwa dan hati, dan telah menghalau rasa rendah diri dan kekalahan mental yang menggerogoti umat. 43 Hasan Al Banna mengajarkan kepada ikhwan untuk menjadi generasi yang pemberani dalam kebenaran, menganggap para penjajah adalah musuh dan bentuk perbudakan yang paling buruk sepanjang sejarah manusia, mereka begitu semangat dan berebut untuk mendapatkan izin menuju Palestina untuk meraih syahadah ketika DK PBB pada tahun 1948 secara resmi memutuskan tanah Palestina menjadi dua, Hasan Al-Banna dalam pidatonya dimuka khalayak ramai di hotel intercontinental mengatakan : “Pembagian Palestina menjadi dua adalah tanda bahwa dunia telah tidak waras”. Hal serupa juga pernah disampaikan kepada pemerintah Inggris lewat perwakilannya di Kairo tahun 1939, bahwa ummat Islam akan mempertahankan Palestina hingga titik darah terakhir. Perlawanan para ikhwan menghadapi penjajah Inggris atas intervensinya terhadap kota Isma’iliyah awal perang dunia kedua 1939 merupakan contoh keberanian mereka. Melihat keberhasilan Hasan Al-Banna dengan jamaahnya yang cukup gemilang, dimana pada waktu yang relatif singkat fikroh ikhwan telah mampu mempengaruhi dan mewarnai di berbagai bidang ekonomi, sosial politik dan keagamaan, khususnya sikap masyarakat luas terhadap Palestina dan penjajah, maka Inggrispun sangat gerah terhadap Hasan Al-Banna dan sangat berkepentingan untuk membunuhnya dan membubarkan jamaahnya. Pada tanggal 10 Nopember 1948 tiga segitiga setan mengadakan pertemuan secara rahasia, mereka adalah Inggris, Amerika dan Perancis di Paid, memutuskan agar ikhwanul muslimin segera dibubarkan. Sebulan kemudian tepat pada tanggal 8 43
An-Nadawi, Mudzakirah ad-Dahwah, hal. 8
Universitas Sumatera Utara
Desember 1948 datang SK militer yang berisikan pembubaran terhadap ikhwan. Rupanya pembubaran jamaah tidak berdampak terhadap aktifitas dan keberadaannya di tengah-tengah masyarakat, justru pembelaan dari masyarakat luas semakin kentara dari hari ke hari, kewibawaan dan kemampuan Hasan Al-Banna merekrut masyarakat luas sangat diakui lawannya, kemampuan membangkitkan semangat ummat, membuka hati yang tertutup, menghimpun kekuatan arus bawah sangat ditakuti lawan. Maka tidak ada lagi pilihan lain, kecuali harus merencanakan sebuah makar yang lebih besar yang belum pernah terpikir dibenak mereka yaitu dengan membunuh pendirinya. Sejak saat itu rezim Faruq benar-benar memperhitungkan langkah untuk menghambat dan memberangus Al-Ikhwan Al-Muslimun khususnya terhadap Hasan Al Banna, beberapa langkah-langkah rezim Faruq untuk menumpas Al-Ikhwan AlMuslimun yaitu: 1. Dengan memenjarakan seluruh anggota ikhwan dan membiarkan Hasan AlBanna seorang diri agar masyarakat luas menganggap bahwa rezim masih memiliki rasa tolerir terhadap beliau, padahal itu sebuah siksaan batin, setiap harinya hanya tangisan ribuan anak kecil dan rintihan ibu-ibu yang didengarnya, menengok kanan dan kiri tidak ada yang peduli seakan-akan seluruh rakyat telah diintimidasi oleh rezim, takut untuk melakukan sebuah kebaikan, siapa sedekah mati, dan siapa menolong orang yang kelaparan dianggap sebagai pemberontak. Sungguhpun perasaan-perasaan buruk dan mencekam yang melanda masyarakat lebih dari yang terungkapkan. 2. Setelah perasaan yang mencekam benar-benar menyelimuti seluruh rakyat Mesir, polisi intel segera memenjarakan adik kandung Hasan Al-Banna, Abdul Basith yang merupakan seorang anggota polisi padahal adiknya bukan seorang ikhwan. Hal itu untuk mempermudah penangkapan terhadapnya kapanpun mereka menginginkannya. Sebenarnya perasaan ini juga ada dalam sanubari
Universitas Sumatera Utara
kecil beliau, namun justru keberanian dan perasaan tidak takut mati semakin lebih nampak apalagi setelah di suatu malam beliau bertemu dengan Sayyidina Umar di dalam sebuah mimpinya mengatakan wahai Hasan, kau akan dibunuh kemudian terbangun lalu tidur kembali sehingga terulang mimpi itu lalu bangun sholat hingga subuh, sungguhpun mati adalah batas uang tidak dapat ditawar. Dan ketika Hasan Al-Banna mengajukan untuk tinggal di luar kota Kairo bersama saudaranyapun tidak diizinkan, hal itu semakin memperjelas makar yang dirancang oleh rezim untuk meringkusnya secara perlahan. 3. Setelah seluruh persenjataan ikhwan, dan kekayaannya termasuk pistol dan mobil pribadi beliau yang statusnya pinjaman disita oleh penguasa yang serakah, maka tinggal episode yang terakhir. Maka mereka merekayasa sebuah pertemuan antara Hasan Al-Banna dengan Mohammad An-Naqhi (salah satu pengurus Dar Asy-Syubban) pada hari Jum’at tanggal 11 Desember 1949 M pukul 17.00. Namun hingga pukul 20.00 masalah yang diagendakan belum ada kejelasan yaitu salah seorang menteri yang diharapkan dapat membantu menyelesaikan masalah ikhwan, lalu pulanglah beliau dengan mertuanya ustadz Mansur dengan komitmen akan datang kembali esok harinya, namun tiba-tiba beliau dapati suasana yang sungguh lain, jalan protokol “Quin Ramses” yang biasanya ramai dengan hiruk pikuk lalu lintas dan lalu lalang manusia, saat itu sanga sepi dan tidak seorangpun yang lewat kecuali sebuah taksi yang menongkrong di depan gerbang pintu Dar Asy Syubban, toko-toko dan rumah-rumah makan yang berdekatan juga sudah tutup, kecurigaan semakin tinggi ketika menuju jalan raya. Tiba-tiba seluruh lampu penerang jalan mati, saat itulah peluru api meluncur sebagian mengenai Hasan Al-Banna dan peluru yang lain mengenai ustadz Mansur, namun beliau masih kuat untuk naik sendiri menuju gedung Dar Asy-Syubban menelepon untuk meminta pertolongan kepada ambulance, sesampainya di rumah sakit “Qosr Aini” tak
Universitas Sumatera Utara
seorangpun dari perawat atau dokter yang berani menolong Hasan Al-Banna sekalipun banyak dokter muslim yang ingin merawatnya, namun kepala rumah sakit tidak mengizinkan atas perintah kerajaan. Tepat hari Sabtu malam tanggal 12 Desember 1949 Hasan Al-Banna meninggal dunia. Ditengah-tengah puncak kebahagiaan Raja Faruq dalam merayakan hari ulang tahunnya kepala polisi intel memberikan hadiah berupa berita kematian Hasan AlBanna. Keesokan harinya tanggal 12 Desember 1949 sampailah berita kematian kepada orang tuanya Ahmad Al-Banna.Pdsa saat pemakaman Hasan Al-Banna, rezim tidak mengizinkan ummat Islam untuk merawat jenazahnya dan bertakziyah ke rumahnya.Untuk menunjukkan keangkuhan serta kedengkiannya terhadap Hasan AlBanna dan dakwahnya, penjagaan militer secara ketat yang siap untuk bertempur dan tank-tank yang seakan-akan menghadapi sebuah pertempuran yang dahsyat, padahal sebuah upacara kematian yang terdiri dari beberapa orang.Tidak seorangpun diizinkan membawa jenazahnya menuju pemakaman kecuali orang tua Hasan AlBanna beserta seorang dan kedua saudari perempuannya.
3. Struktur Organisasi Al-Ikhwan Al-Muslimun 3.1. Hai’ah Ta’sisiyah (Dewan Pendiri) 44 Dewan Pendiri ini adalah dewan pemegang kekuasaan tertinggi dalam AlIkhwan Al-Muslimun, dalam organisasi lain setara dengan Jam’iyah ‘Umumiyah yang merupakan Dewan Syuro Umum. Dewan ini terdiri atas anggota Al-Ikhwan AlMuslimun yang telah lama berjuang dalam dakwah.Tugasnya mengawasi secara umum perjalanan Al-Ikhwan Al-Muslimun, memiliki anggota Maktab Al-Irsyad, memilih pengawas keuangan, dan lain-lain.
44
Husain bin Muhammad, Menuju Jama’atul Muslimin, Jakarta:Rabbani Press, 2012 hal 335
Universitas Sumatera Utara
Pertemuan dewan secara berkala diadakan pada awal bulan Muharran setiap tahun Hijriah untuk mendengarkan dan mendidkusikan laporan Maktab Al-Irsyad tentang aktifitas dakwah pada tahun baru, memilih anggota baru ketika telah tiba waktu pemilihan anggota, mendiskusikan laporan tutup buku pengawas keuangan tahun lalu dan rencana anggaran tahun mendatang, serta mendiskusikan aktifitas dan usulan lain yang dikemukakan kepada dewan. Dewan juga mengadakan luar biasa atas undangan Mursyid ‘Am jika ada hal mendesak, atau atas ketetapan Maktab AlIrsyad atau atas permintaan 20 orang anggota. Yang memimpin pertemuan adalah Mursyid ‘Am dan pertemuan dianggap sah apabila dihadiri oleh mayoritas mutlah (setengah lebih satu). Syarat anggota dewan adalah: a. Anggota tetap Al-Ikhwan Al-Muslimun b. Usia tidak kurang dari 25 tahun c. Telah bergabung dengan dakwah sekuran-kurangnya 5 tahun d. Memiliki akhlak yang baik, berpendidikan dan keahlian praktis yang memadai. Jumlah meraka yang dipilih sebagai anggota dewan tidak lebih dari sepuluh orangsetiap tahun, serta sedapat mungkin mempertimbangkan kerterwakilan wilayah.
3.2 Mursyid ‘Am 45 Mursyid ‘Am dipilih oleh dewan pendiri yang dihadiri 4/5 anggotanya, dengan persetujuan ¾ yang hadir. Jika tidak mencapai kuorum, pertemuan ditangguhkan minimal 2 (dua) minggu dan maksimal 4 (empat) minggu dari pertemuan pertama. Bila masih belum mencapai kuorum, pertemuan ditangguhkan 45
DR. Michel, Ideologia Jama’ahAl-Ikhwan Al-Muslimin, jilid 2, hal. 64-66
Universitas Sumatera Utara
dengan syarat yang sama; perttemuan yang ditangguhkan tersebut beserta tujuannya harus diumumkan. Pemilihan Mursyid ‘Am dapat dilakukan dalam pertemuan tersebut hanya dengan ¾ yang bhadir, berapapun jumlah meraka. Syarat-syarat menjadi Mursyid ‘Am adalah: a. Masa keanggotaanya dalam dewan pendiri tidak kurang dari 5 tahun b. Harus alim, berakhlak mulia, mempunyai kompetensi mengurus organisasi Setelah Mursyid ‘Am terpilih dan mengambil sumpahnya, dewan pendiri kemudian membai’at Mursyid ‘Am yang baru, demikian pula anggota ikhwan yang lain, baik dengan mengajukan bai’at kepada para pemimpin meraka atau ketika mereka bertemu pertama kali dengan Mursyid ‘Am. Mursyid ‘Am menempati posisinya seumur hidup. Ketika wafat atau tidak mampu melaksanakan tugas, wakilnya melaksanakan tugas-tugasnya, sampai dewan pendiri mengadakan sidang pada bulan di mana jabatan Mursyid ‘Am kosong untuk memilih Mursyid‘Am yang baru. 3.3 Maktab Al-Irsyad 46 Maktab Al-Irsyad Al-‘Am yang dipilih oleh dewan pendiri terdiri atas 12 (dua belas) anggota, dipilih diantara para anggota dewan, kecuali Mursyid ‘Am. Dlam pemilihaqn tersebut dipertimbangkan 9 (sembilan) anggota berasal dari Ikhwan Kairo, tiga sisanya dari Ikhwan daerah lain. Syarat-syarat calon anggota Maktab Al-Irsyad adalah sebagai berikut: 1. Berasal dari anggota Dewan Pendiri, dan telah menjadi anggota dewan sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun.
46
Al-Ikhwan Al-Muslimun wal Mujtama’ Al-Mishri, hal. 120-121
Universitas Sumatera Utara
2. Mempunyai kompetensi untuk menjadi anggota Maktab Al-Irsyad, baik dari sisi akhlak, ilmi, maupun praktis. 3. Usianya tidak kurang dari 30 (tiga puluh) tahun hijriyah. Pemilihan berlangsung secara tertutup.Setelah hasil pemilihan diumumkan, anggota bersumpah untuk menjaga prinsip-prinsip Ikhwan, percaya sepenuhnya kepada pemimpin mereka, melaksanakan ketetapan-ketetapan maktab meskipun tidak sesuai dengan pendapatnya, kemudian menyatakan bai’at (janji setia). Dewan Pendiri juga memilih diantara 9 (sembilan) anggota dari Kairo untuk menjadi wakil, sekretaris jenderal, dan bendahara.Masa keanggotaan maktab dua tahun, dan setelah berakhir masa tersebut dapat diperbaharui kembali, anggota dapat dipilih lebih dari satu periode.Jika posisi salah satu seorang anggota kosong sebelum berakhir masa keanggotaan, yang menempati posisi tersebut adalah anggotab yang meraih suara terbanyak berikutnya dalam pemilihan Dewan Pendiri. Dari tiga pilar itulah kantor pusat AL-Ikhwan Al-Muslimun terbentuk, dan berkedudukan di ibukota negara. Kantor pusat ini membawahi kantor administrasi, wilayah, syu’bah (cabang), dan usrah. Adapun tugas komponen tersebut sebagai berikut: 1. Maktab Idari Markas Al-Ikhwan Al-Muslimun mempunyai dewan administrasi yang terdiri atas ketua MAktab Idari, yang biasanya menjadi ketua Syu’bah (cabang) utama dan boleh dipilih Maktab Al-Irsyad meskipun bukan ketua cabang, wakil ketua, sekretaris, dan bendahara. Mereka biasanya menjalankan tugas-tugasnya ini pada cabang utama.adpun anggota-anggota dewan administrasi yang lain adalah para ketua wilayah dalam kawasan dewan, anggota dewanpendiri di kawasan itu sendiri, para wakil aktifis di kantor administrasi, serta peninjau Maktab Al-Irsyad. Pendapat dewan administrasi bersifat member masukan (istisyari), tetapi tidak mempunyai hak suara. 2. Wilayah
Universitas Sumatera Utara
Dewan administrasi wilayah terdiri atas ketua cabang utama di wilayah dan para ketua cabang lain di wilayah, para pengunjung cabang, pengunjung dewan administrasi, serta para wakil aktifis di cabang utama. 3. Syu’bah Dewan administrasi cabang terdiri dari atas 5 (lima) orang salah satunya dipilih oleh kantor pusat dan menjadi ketua cabang, empat lainnya dipilih oleh jam’iyah ‘umumiyah cabang; 2 (dua) diantara mereka menjadi wakil, yang ketiga sekretaris, dan yang keempat bendahara. Pemilihan dilakukan secara tertutup. Syarat menjadi anggota dewan administrasi cabang antara lain usia minimal 21 tahun dan telah menjadi anggota di cabang minimal satu tahun, serta dikenal tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban anggota. Syarat menjadi anggota cabang adalah sebagai berikut: 1. Usia minimal 18 tahun 2. Berkelakuanbaik
dan
tidak
mendapat
hukuman
yang
menodai
kehormatannya 3. Memahami fikroh Ikhwan dan aktif menjalankan kewajibannya 4. Aktif membayar iuran bulanan kepada cabang secara teratur 5. Bersedia bekerja sesuai dengan ketentuan Al-Ikhwan Al-Muslimun dan mengucapkan bai’at kepadanya.
4. Usrah Usrah adalah satu sel dari kumpulan sel yang membentuk Al-Ikhwan AlMuslimun, terdiri dari 5 orang yang dipimpin oleh seorang naqib.Kewajiban dan syarat keanggotaan usrahsama dengan kewajiban dan syarat menjadi anggoata Ikhwan. Jumlah cabang Al-Ikhwan Al-Muslimun pada tahun 1948 mencapai 2000 cabang dengan jumlah anggota sekitar 2 juta orang. Jumlah kantor administrasi sama
Universitas Sumatera Utara
dengan jumlah provinsi di Mesir. Jumlah wilayah di Mesir mencapai lebih dari 300 wilayah.Demikianlah struktur administrasi Al-Ikhwan Al-Muslimun dan berbagai tugas bagian-bagiannya. Tentang struktur administrasi ini, Dr. Richard Mitchel telah menulis dalam bukunya, Ideologi JIM, berisikan informasi lebih luas tentang tugas-tugas struktur AlIkhwan Al-Muslimun lainnya dan kelebihannyadibandingkan struktur lain. AlIkhwan Al-Muslimun adalah struktur yang dirancang sesuai dengan syariat Islam, sesuai dengan system organisasi modern.Usrah tunduk kepada cabang, cabang tunduk kepada wilayah, wilayah tunduk kepada dewan administrasi, dewan administrasi tunduk kepada Maktab Al-Irsyad, Maktab Al-Irsyad tunduk kepada Mursyid ‘Am, kebijakan Mursyid ‘Am sesuai dengan kerangka umum yang telah digariskan oleh dewan pendiri. Hubungan antara berbagai unit, dengan cara urutan ini diumpamakan Dr. Husaini dengan jam yang terus bergerak. Setiap bagiannya menjalankan fungsinya masing-masing tetapi semua unsur pada akhirnya mencapai satu tujuan, yaitu menunjukkan waktu yang tepat. Dr. Husaini mengemukakan hal itu ketika menghubungkan kejeniusan Hasan Al-Banna dalam organisasi dan bagaimana dia belajar membuat dan mereparasi jam bersama orang tuanya. Kecermatan dan kejelasan dalam sistem dan organisasi ini hendaknya menjadi perhatian setiap jamaah Islam, khususnya pada saat sekarang ini ketika kekufuran telah mengorganisasikan dirinya sedemikian rupa untuk menghalangi kaum muslimin mewujudkan cita-cita mereka. 47
47
Dr. Ishaq, Al-Husaini, Al-ikhwan Al-Muslimun Kubra Al-Harakah Al-Islamiyah, hal. 27
Universitas Sumatera Utara
4. Tujuan dan Karakteristik Khusus Al-Ikhwan Al-Muslimun 4.1. Tujuan Al-Ikhwan Al-Muslimun Hasan Al-Banna menyebutkan secara ringkas tujuan Al-Ikhwan Al-Muslimun di banyak tempat ceramah-ceramahnya. Dalam penjelasannya tentang rukun amal, yang merupakan rukun ketiga dari rukun-rukun bai’at dalam Al-Ikhwan AlMuslimun, Hasan Al-Banna berkata: Yang saya maksud dengan amal adalah sebagai berikut: 1. Memperbaiki diri sendiri 2. Membina rumah yang islami 3. Membimbing masyarakat 4. Membebaskan negeri dari penguasa asing 5. Memperbaiki pemerintahan 6. Mengembalikan eksistensi internasional bagi umat Islam 7. Menjadi guru dunia dengan menyebarkan dakwah Islam ke seluruh penjurunya Tujuan Al-Ikhwan Al-Muslimun yang pertama adalah membangun pribadi muslim, kemudian menuntut setiap muslim agar membina rumah tangga muslim. Dengan terbentuknya keluarga-keluarga muslim tersebut, berarti Al-Ikhwan AlMuslimun telah berjalan pada tujuan yang ketiga, yaitu membina masyarakat muslim. Masyarakat muslim yang mengerti kewajibannya terhadap negerinya, umatnya, dan seluruh umat manusia. Dengan adanya kesadaran akan berbagai kewajiban ini AlIkhwan Al-Muslimun telah melangkah menuju tujuh tujuannya, dengan tahapan yang benar. Tujuan pertama mengantarkan kepada tujuan kedua dan demikian seterusnya meski jalan yang harus di tempuh sangat panjang.
Universitas Sumatera Utara
4.2. Sarana Al-Ikhwan Al-Muslimun Untuk Mencapai Tujuan Sarana Al-Ikhwan Al-Muslimun untuk mencapai tujuannya telah dijelaskan secara ringkas oleh Hasan Al-Banna dalam tiga hal, yaitu: a. Iman yang mendalam b. Pembentukan yang cermat c. Amal secara bekesinambungan Hasan Al-Banna kemudian menjelaskan, bila individu, keluarga, dan masyarakat percaya kepada kebenaran dakwah Islam, bila seluruhnya telah terbentuk dengan ajaran-ajarannya, kemudian terus-menerus berdakwah dan menyebarluaskan
dakwah
diantara
manusia,
serta
membentuk
mereka
berdasarkan ajaran-ajaran Islam, maka Al-Ikhwan Al-Muslimun telah berada di jalur yang benar, berpijak pada landasan yang benar, terus bergerak secara kontinyu menuju tujuan-tujuannya.
4.3. Karakteristik Khusus Dakwah Al-Ikhwan Al-Muslimun Gerakan Ikhwan sebagai gerakan pembaharuan memiliki karakteristik khusus dalam dakwahnya yang membedakan mereka dengan gerakan dakwah Islam yang lain, yaitu: a. Rabbaniyah, sebab asas berpijak seluruh tujuannya adalah terwujudnya kedekatan dengan Allah ‘azza wa jalla. b. Universal, sebab gerakan Ikhwan diarahkan kepada seluruh umat manusia, karena umat manusia dalam pandangan Ikhwan adalah saudara dari bapak yang sama. c. Islamiah, sebab ia berafiliasi kepada Islam, bahkan dapat dikatakan sebagai karakteristiknya yang paling utama. d. Komprehensif, mencakup seluruh aliran kontemporer.
Universitas Sumatera Utara
Pendiri Ikhwan secara ringkas mengatakan: 48 “Sesungguhnya Al-Ikhwan Al-Muslimun adalah: -
Dakwah salafiyah, sebab mereka menyerukan gerakan kembali kepada Islam yaitu sumbernya yang jernih:Kitabullah dan Sunnah Rasulullah.
-
Thariqah
sunniyah,
sebab
mereka
mewajibkan
diri
mereka
mengamalkan sunnah yang suci dalam segala hal. -
Haqiqah sufiyah, sebab mereka tahu bahwa asas kebaikan adalah kesucian jiwa dan selalu terkait dengan kebaikan.
-
Lembaga politik, sebab mereka menuntut perbaikan pemerintahan dan menegakkan khilafah.
-
Organisasi olahraga, sebab mereka tahu bahwa mukmin yang kuat lebih baik daripada mukmin yang lemah, dan bahwa seluruh beban yang diberikan Islam tidak mungkin dapat dilaksanakan secara sempurna kecuali dengan tubuh yang kuat.
-
Organisasi ilmiah dan budaya, sebab Islam menjadikan mencari ilmu sebagai kewajiban atas setiap Muslim dan Muslimah.
-
Lembaga ekonomi, sebab Islam sangat memperhatikan pengelolaan harta benda dan upaya mendapatkannya.
-
Pemikiran sosial, sebab mereka sangat memperhatikan obat penawar bagi masyarakat Islam dan berusaha mendapatkan solusi bagi segala persoalan masyarakat.
Beliau mengakhiri ucapannya, “ Kekomprehensifan makna Islam telah menjadikan fikrah kita mencakup seluruh aspek reformasi atau perbaikan”. Senada dengan itu, Dr.Al-Husaini mengatakan, “ Sesungguhnya Ikhwan adalah sebuah fenomena yang mempunyai akar historis yang kuat dalam
48
Imam Al-Banna, Hasan, Da’watuna fi Thaurin Jadid, hal. 63
Universitas Sumatera Utara
sejarah Islam. Ia, dalam banyak hal, mirip dengan gerakan Wahabiyah dan gerakan Sanusiyah, sangat dipengaruhi oleh aliran salafiyah yang digagas Rasyid Ridha di Mesir, aliran Ibnu Taimiyah , dan akhirnya aliran ahli hadits yang dipelopori oleh Ishaq ibn Rahawiyah di Khurasan serta Ahmad ibn Hanbal di Irak pada abad ke 3 H.” 49 e. Membebaskan loyalitasnya dari setiap pemerintahan dan partai-partai yang tidak berpijak atas dasar Islam. Mursyid Ikhwan, ketika berbicara tentang tujuan AlIkhwan Al-Muslimun mengatakan, “ Kalimat yang harus saya kemukakan dalam kesempatan ini adalah bahwa Ikhwan belum melihat adanya suatu pemerintahan yang bangkit mengemban beban kewajiban ini. Kata kedua, tidak ada kekeliruan yang lebih jauh ketimbang sebagian orang ynag menduga bahwa Ikhwan di setiap masa tunduk kepada pemerintah, atau mengarah kepada tujuan yang berbeda dengan tujuan mereka, berjuang ata dasar sistem yang berbeda dengan sistem mereka.”
50
Berbagai tribulasi yang pernah dan tengah dialami Al-Ikhwan Al-Muslimun sepanjang sejarahnya, akibat adanya tindakan represif yang dilancarkan berbagai pemerintahan di seluruh penjuruh dunia Islammerupakan bukti bahwa Ikhwan telah menolah loyalitasnya dari seluruh pemerintahan, dan bahwa ia tidak berjuang untuk kepentingan salah satu pemerintahan mana pun. f. Diantara karakteristik Ikhwan adalah menjauhi wilayah perselisihan fiqih sebab mereka mempunyai keyakinan bahwa perbedaan dalam hal furu’ merupakan persoalan yang tidak dapat dielakkan akibat perbedaan akal manusia dalam memahami nash.
49
Dr. Ishaq, Al-Husaini, Al-Ikhwan Al-Muslimun Kubra Al-Harakat Al-Islamiyah, hal. 47
50
Al-Banna, Hasan, Al-Mu’tamar Al-Khamis, hal. 275
Universitas Sumatera Utara
Hasan Al-Banna mengatakan, “ Ikhwan menjauhi wilayah perselisihan fiqih karena Ikhwan meyakini bahwa perbedaan dalam masalah furu’ termasuk masalah yang tidak bisa dielakkan.” 51 Ikhwan mempunyai kaidah dalam memilah–milah manusia dalam persoalan tersebut. Kaidah itu tersimpulkan dalam kata-kata Hasan Al-Banna, “ Setiap Muslim yang belum mencapai derajat nazhar (pemahaman mendalam) atas dalil-dalil hukum yang bersifat furu’ hendaknya mengikuti salah seorang imam agama. Namun, bersamaaan dengan mengikuti imamnya tersebut, sebaiknya dia bersungguh-sungguh memahami dalil imamnya dan menyempurnakan kekurangannya agar ia termasuk ahlu nazhar dalam bidang hokum. Perselisihan dalam furu’ tidak boleh menjadi penyebab perpecahan dalam agama. Juga tidak boleh menyebabkan permusuhan dan kebencian.” 52 Syaikh Said Hawwa mempertegas kaidah tersebut dengan mengattakan bahwa Mufashalah dala Islam tidak boleh berdasarkan furu’ fiqih, tetapi atas dasar pokokpokok aqidah. Jika persoalannya tidak bersadarkan pada asas ini, maka dua orang dari kaum Muslimin tidak lagi menjadi satu tangan. g. Karakteristki lain jamaah ini adalah menjaukan diri dari kooptasi para tokoh dan elit. Pendiri Ikhwan menjelaskan faktor penyebab hal itu dengan mengatakan, “Sebab para tokoh dan elit itu memalingkan diri dari dakwah. Karena Ikhwan membebaskan diri dari tujuan-tujuan duniawi semata, juga karena dakwah harus independen sehingga tidak dimanfaatkan atau diarahkan oleh salah seorang diantara mereka (untuk tujuan-tujuan politis). Di samping karena banyak para elit ynag kurang menunjukkan komitmen keislaman yang seharusnya dimiliki oleh setiap Muslim biasa, apalagi Muslim pengemban tugas dakwah.”
51
Ibid, hal. 251
52
Al-Banna, Hasan, Risalah Ta’alim,Solo: Era Media, 2009, hal. 8
Universitas Sumatera Utara
h. Menjauhi partai- partai politik sebab antar partai politik terdapat pertentangan dan permusuhan. Juga karena Ikhwan berkeyakinan bahwa dakwah Islam bersifat umum dan menyeluruh, mencakup seluruh umat dan tidak memilahmilah. Tidak ada orang yang bisa mengemban tugas dakwah Islam dan berjuang untuk Islam kecualiorang yang telah melepas semua bentuk loyalitas dan hanya memberikannya secara resmi kepada Allah semata. i. Bertahab dalam melangkah, sebab Ikhwan berkeyakinan bahwa setiap dakwah harus melalui tiga fase, yaitu: 1. Fase pengenalan, yaitu mengenalkan dakwah dan menyampaikannya kepada manusia. 2. Fase
pembentukan
(takwin),
seleksi
para
pendukung,
dan
menyiapkan anggota dari kalangan orang-orang yang menyambut dakwah. 3. Fase pelaksanaan (tanfidz), yaitu fase amal dan produksi. Setiap fase berlangsung secara hierarkis. Tanpa melalui ketiga fase tersebut, dakwah apapun tidak mungkin dapat mencapai tujuannya. Ketiga fase tersebut dapat bertemu dalam satu masa, tetapi yang tidak mungkin adalah mendahulukan satu fase dari fase lainnya. Seseorang tidak dapat melaksanakan sesuatu sebelum dia sendiri terbentuk di atas dasar sesuatu tersebut, dan seseorang tidak mungkin terbentuk atas dasar sesuatu sebelum dia mengenalnya. Karena itu, dia harus mengenal terlebih dahulu, kemudian dia terbentuk atas dasar tersebut dan baru setelah itu diminta melaksanakannya.
5. Perkembangan Al-Ikhwan Al-Muslimin 5.1. Al-Ikhwan Al-Muslimun dan Revolusi Mesir 1952 Al-Ikhwan Al-Muslimun tercatat sebagai salah satu organisasi politik yang terlibat dalam peristiwa penggulingan kekuasaan monarki terakhir di Mesir tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Ikhwan bekerjasama dengan elemen “Perwira Bebas” (Free Officers), sejumlah elite menengah militer, yang menjadi aktor utama dalam peristiwa revolusi 1952. Pada awalnya Hasan Al Banna, Mursyid Am Ikhwan yang pertama, melakukan kontak dengan sejumlah perwira militer. Perkembangan menunjukkan kontak ini menyentuh beberapa tokoh militer yang kemudian akan melibatkan Al-Ikhwan Al-Muslimun dengan sebuah rencana revolusi yang tengah digagas oleh sejumlah elemen dalam tubuh militer Mesir. Kontak pertama Al-Ikhwan Al-Muslimun dengan para perwira militer dimulai pada tahun 1940, melalui sosok Anwar Sadat, seorang anggota junta militer. Kontak tersebut melahirkan kontak lain antara Sadat dengan Aziz Al-Misri, mantan Panglima Angkatan Tertinggi Angkatan Bersenjata Mesir yang sudah berstatus sebagai tentara purnawirawan. Kontak tersebut juga berhasil menghubungkan Al-Ikhwan AlMuslimun dengan Abdul Mun’im Abdul Rauf, perantara yang menggantikan peran Anwar Sadat dalam menghubungkan opsir militer dengan Al-Ikhwan Al-Muslimun. Abdul Rauf adalah anggota dewan tertinggi Perwira Bebas dan menjadi pendukung utama pengaruh Al-Ikhwan Al-Muslimun di organisasi militer tersebut. Dalam merekrut para perwira militer Mesir agar menjadi anggota Ikhwan, Abdul Rauf dibantu oleh Mahmud Labib, seorang purnawirawan militer. Labib mengundurkan diri dari militer pada tahun 1936 setelah kiprahnya dalam operasi militer Mesir di Sudan. Kemudian ia diketahui bekerjasama dengan Hasan Al-Banna sejak awal 1941. Ia menjadi penasihat Hasan Al-Banna dalam aktivitas kepanduan (unit organisasi yang bergerak dalam aspek keamanan dan paramiliter) Al-Ikhwan Al-Muslimun sampai tahun 1947, kemudian ia diangkat menjadi deputi militer Ikhwan dan dikirim ke Palestina untuk membantu melatih dan merekrut sukarelawan di sana. Dalam perang Palestina, Mahmud Labib menjadi kepala teknis “divisi sukarelawan” dan wakil Hassan Al-Banna dalam masalah perang. Kontak Labib yang
Universitas Sumatera Utara
paling penting dengan dengan Perwira Bebas dilakukan pada tahun 1944 dengan tokoh militer Gamal Abdul Nasser. Kedekatan hubungan Gamal Abdul Nasser dengan Al-Ikhwan Al-Muslimun diikuti oleh perwira-perwira lain dalam tubuh militer diantaranya adalah Rasyad Muhanna, Kamaluddin Husain dan Husain Asy-Syafi’i. Dalam proses perekrutan perwira militer, Abdul Mun’im Abdul Rauf tetap menjadi figur penting. Abdul Rauf membawa para perwira yang berhasil direkrut kepada Mahmud Labib untuk “diinjeksi dan diindoktrinasi dengan prinsip-prinsip Ikhwan”, kemudian disusul dengan pengambilan sumpah di sebuah ruangan gelap demi “mengamankan” kesetiaan para perwira militer terhadap Al-Ikhwan Al-Muslimun. Sumpah yang mereka ikrarkan menandakan akses mereka ke dalam tubuh biro rahasia Al-Ikhwan Al-Muslimun. 53 Dalam perang Palestina, hubungan antara Al-Ikhwan Al-Muslimun dengan Perwira Bebas berkaitan dengan suplai persenjataan dan pelatihan militer untuk para sukarelawan. Dalam operasi militer ini Gamal Abdul Nasser menjadi figur utama sebagaimana Kamaluddin Husain yang mewakili barisan sukarelawan. Kedekatan hubungan Ikhwan dengan militer semakin menguat pada operasi ini, bagi perwira militer peran aktif sukarelawan Ikhwan di Palestina dan kesiapan mereka bertempur sampai mati berhasil menimbulkan sikap simpati. Setelah revolusi, junta militer memasukkan sukarelawan Al-Ikhwan Al-Muslimun dalam “Pemakaman Palestina” sebuah monumen yang memasukkan daftar para sukarelawan Al-Ikhwan AlMuslimun yang gugur dalam perang Palestina. Pada bulan Desember 1950, gerakan Perwira Bebas terbuka kedoknya dan sebagian dari mereka ditangkap sebelum pemberitaan resmi tentang “intervensi mereka dalam masalah politik”. Komandan pasukan Mesir di Palestina, Fuad Sadiq, 53
Richard Paul Mithcell, “Masyarakat Al-Ikhwan Al-Muslimun : Gerakan Dakwah Al-Ikhwan Di Mata
Cendekiawan Barat”, Era Intermedia : Solo, 2005, Hal 182
Universitas Sumatera Utara
orang yang direncanakan menjadi panglima revolusi, menjadi sasaran tuduhan dan hampir diajukan ke pengadilan. Pada akhir 1950, Raja Farouk diduga menerima laporan bahwa 33 persen dari perwira miter mempunyai hubungan dengan Al-Ikhwan Al-Muslimun. Hampir terungkapnya rencana para perwira militer menyebabkan hubungan Al-Ikhwan Al-Muslimun dan Perwira Bebas semakin dekat. Untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk, Gamal Abdul Nasser merencanakan penyelundupan senjata yang disembunyikan di rumah milik Muhammad AlAsymawi, ayah dari Hasan Asymawi, teman dekat Nasser di organisasi Al-Ikhwan Al-Muslimun. Pertanyaan yang kemudian kita ajukan adalah mengapa Al-Ikhwan AlMuslimun mau terlibat dan mendukung revolusi yang dijalankan oleh militer tersebut? Pertanyaan ini akan terjawab ketika melihat latar belakang yang menyebabkan Revolusi 1952 bisa dilihat dari kondisi sosial-politik Mesir saat itu. Kekuasaan Monarki Absolut Raja Farouk hanya menjadi pemerintahan boneka yang selalu melindungi kekuasaan kolonial Inggris yang telah lama berada di Mesir. Raja Farouk tidak bisa bersikap tegas pada pendudukan asing pasukan Inggris yang masih bercokol di Zona Terusan. 54 Pada titik inilah Ikhwan memiliki alasan untuk mendukung upaya penggulingan kekuasaan ynag korup. Hubungan antara Al-Ikhwan Al-Muslimun dengan Perwira Bebas menjadi semakin intens pada waktu-waktu menjelang pelaksanaan rencana revolusi. Hal ini ditandai dengan munculnya tiga nama sebagai perantara Al-Ikhwan Al-Muslimun dengan Perwira Bebas yang menyampaikan bahwa revolusi membutuhkan dukungan Ikhwan dan sudah dekat waktunya. Nama pertama adalah Shalah Syadi, anggota senior kepolisian Mesir yang menjadi anggota Al-Ikhwan Al-Muslimun dan teman dekat Nasser serta pendukung Hudhaibi. Nama kedua adalah Hasan Al-Asymawi,
54
Ibid, Hal 140-141
Universitas Sumatera Utara
yang juga teman dekat Nasser maupun Hudhaibi, dan menjadi penadah persenjataan yang disembunyikan di rumah ayahnya pada tahun 1950. Nama ketiga adalah Abdurrahman As-Sanadi, kepala biro rahasia Al-Ikhwan Al-Muslimun dan teman dekat Nasser. Pembakaran pada tanggal 26 Januari 1952 merupakan titik tolak perubahan rencana para Perwira Bebas. Revolusi yang direncanakan akan dilakukan pada tanggal 25 Maret diundur dan baru dilaksanakan pada tanggal 23 Juli 1952, setelah upaya istana yang gagal untuk memenangkan orang pilihannya menjadi Kepala Perhimpunan Perwira. Sikap resmi organisasi Al-Ikhwan Al-Muslimun ketika itu terhadap Revolusi 1952 dapat dilihat dari tindakan Hasan Al-Hudhaibi, Mursyid Am Kedua Ikhwan, yang tidak memberikan pernyataan sikap apapun mengenai peristiwa revolusi. Richard Paul Mitchell menilai sikap yang diambil oleh Hudhaibi tersebut merupakan sikap kehati-hatian karena perencanaan dan situasi yang mengitari pemberontakan (revolusi) Perwira Bebas telah dibebankan “di atas punggung Ikhwan” dengan kata lain Al-Ikhwan Al-Muslimun telah dijadikan sebagai kendaraan revolusi. 55 Al-Ikhwan Al-Muslimun memiliki peranan signifikan dalam proses revolusi tersebut. Al-Ikhwan Al-Muslimun melakukan berbagi tindakan politik untuk memastikan proses Revolusi Militer ini dapat berjalan sempurna. Diantaranya adalah menjaga fasilitas-fasilitas negara, melakukan agitasi politik terhadap massa untuk mendukung kudeta, menjaga stabilitas dan keamanan agar tidak terjadi kekacauan, membantu melindungi para perwira militer jika kudeta gagal, dan menghalau adanya agresi militer oleh tentara pendudukan Inggris di Zona Terusan. 56 Dr. Muhammad Sayid Al Wakil menganalisa enam faktor yang menyebabkan Al-Ikhwan Al Muslimun mendukung revolusi ini, yaitu : Pertama, Raja Farouk 55
Ibid, hal. 168
56
Richard Paul Mithcell, op.cit., Hal 125
Universitas Sumatera Utara
mengangkat administratur kolonial Inggris dalam pemerintahan Mesir. Kedua, membekali pasukan mujahidin Mesir untuk Palestina dengan senjata yang rusak. Ketiga, Mengadakan perjanjian damai dengan Israel dan menarik mundur pasukan Mesir dari Palestina. Keempat, selama masa pemerintahannya menyebarkan pengaruh negatif kebudayaan Barat dan kerusakan moral. Kelima, Raja Farouk terlibat dalam skandal-skandal
seks
dan
moralitas.
Keenam,
dianggap
terlibat
dan
bertanggungjawab pada peristiwa pembunuhan pendiri gerakan Al-Ikhwan AlMuslimun, Imam Hasan Al-Banna. 57 Akhir dari Revolusi Militer 1952 adalah dimana gerakan Perwira Bebas akhirnya bisa mengambil alih kekuasaan politik dari pihak Istana dan naiknya Jenderal Muhammad Neguib ke pucuk kekuasaan sebagai Presiden Mesir. Raja Farouk yang telah turun tahta akhirnya melarikan diri ke luar negeri untuk mencari perlindungan dan suaka politik. Bentuk pemerintahan negara Mesir diubah yang awalnya berbentuk Monarki Absolut akhirnya berubah menjadi Republik Presidensil. Kemudian pada masa transisi pemerintahan ini kelompok Perwira Bebas mentransormasi dirinya menjadi Dewan Revolusi (Revolutionary Command Council) yang memiliki kekuasaan politik untuk mengontrol dan memerintah Mesir secara efektif. Pada titik ini pihak militer memegang kendali penuh kekuasaan di Mesir dan menjadi awal dari rezim otoritarianisme militer di Mesir. Dukungan dari pihak militer yang pada awalnya membantu pelatihan bagi unit kepanduan Al-Ikhwan Al-Muslimun, terlibatnya beberapa tokoh militer dalam pembentukan biro rahasia Nizam Khas, sampai akhirnya terjadi kerjasama dan kolaborasi antara Al-Ikhwan Al-Muslimun dengan Perwira Bebas dalam Revolusi Mesir 1952. Tetapi kemudian pola hubungan ini berubah ketika pasca revolusi dan pemerintahan rezim militer telah berkuasa. Rezim militer akhirnya melihat Al57
Cahyadi Takariawan, “Al-Ikhwan Al-Muslimun : Bersama Mursyid ‘Am Kedua”, Tiga Lentera Utama :
Yogyakarta, 2002, Hal 58-59
Universitas Sumatera Utara
Ikhwan Al-Muslimun sebagai faktor ancaman yang berpeluang menjadi oposisi politik. Pada titik inilah hubungan Ikhwan dengan militer akhirnya memburuk. Apa yang terjadi selanjutnya adalah tekanan dari pihak militer kepada organisasi Ikhwan dan berujung kepada pemberangusan gerakan Ikhwan oleh rezim militer. Dewan Revolusi yang saat itu dipimpin oleh Gamal Abdul Nasser menghancurkan Al-Ikhwanul Al-Muslimun sampai tingkat yang tidak terbayangkan. Gamal Abdul Nasser memenjarakan Mursyid ‘Am Ikhwan, Ustadz Hasan Al Hudhaibi, memerintahkan pengrusakan dan pembakaran kantor pusat Al-Ikhwan AlMuslimun, menangkapi dan menyiksa para aktivis Ikhwan, menyatakan Al-Ikhwan Al-Muslimun sebagi organisasi terlarang, menyita aset-aset strategis organisasi, menghukum mati tokoh-tokoh Ikhwan diantaranya adalah Syaikh Sayyid Quthb, dan menjadikan Al-Ikhwan Al-Muslimun sebagai gerakan kontra revolusioner yang menjadi lawan politik yang harus dimusnahkan dalam pemerintahan baru.
5.2. Gerakan Bawah Tanah Al-Ikhwan Al-Muslimun Kondisi pasca pelarangan organisasi Al-Ikhwan Al-Muslimun pada tahun 1954 memberikan tekanan yang besar pada seluruh anggota Al-Ikhwan Al-Muslimun. Mereka yang dapat melarikan diri, hidup dalam tekanan akan risiko penangkapan atau dimatai-matai. Hasan Al-Ashmawi, salah seorang anggota Majelis Syura Ikhwan, adalah salah seorang anggota Ikhwan yang dapat melarikan diri dan beraktivitas secara bawah tanah. Ashmawi menggambarkan bagaimana dia selalu diikuti oleh dinas rahasia Mesir dan bagaimana para anggota Ikhwan lainnya ditangkap satu demi satu. Zaynab Al-Ghazali juga menggambarkan bagaimana anggota Ikhwan di luar penjara melakukan kontak dengan sangat terbatas sekali.Dengan tertutupnya kemungkinan untuk bertemu dalam ruang-ruang publik, hubungan personal menjadi satu-satunya ikatan yang tersisa.Selain itu ibadah shalat Jum’at juga digunakan sebagai kesempatan untuk bertukar informasi diantara anggota
Universitas Sumatera Utara
Ikhwan.Dengan menggunakan beberapa masjid para anggota Ikhwan mencoba kembali untuk membangun jejaring komunikasi. 58 Penangkapan dan intimidasi terhadap Ikhwan berlangsung hingga tahun 1957.Tidak terdapatnya tanda-tanda dari keberadaan organisasi ataupun aktivitas sekecil apapun. Kondisi saat itu dipenuhi dengan kekhawatiran akan ketidakadilan rezim Nasser terhadap Ikhwan dan kekerasan dari penangkapan paksa dan penyiksaaan terhadap Ikhwan. Pola komunikasi antara anggota Ikhwan di seluruh Mesir terputus akibatnya hilangnya sentral kepemimpinan organisasi. Hal ini diperburuk dengan adanya penyiksaan dan pembunuhan terhadap sejumlah anggota Ikhwan, mengingat sejumlah 29 orang anggota Ikhwan dibunuh dalam rentang Oktober 1954 sampai dengan April 1955. Reaksi perlawanan mulai bangkit di antara anggota Ikhwan pada tahun 1957 tetapi mencapai momentumnya pada tahun 1958. Ahmad Abdul Majid, salah seorang pimpinan kelompok ini yang kemudian menamakan jejaringnya sebagai ‘Organisasi 1965 memberikan penggambaran yang lebih detail. Majid menceritakan sekitar tahun 1957-58, dua unit kelompok Ikhwan bergabung yang satu dipimpin oleh Abdul Fattah Ismail dan satunya lagi oleh Ali Ashmawi dan Ahmad Abdul Majid.Para pimpinan unit ini bertemu dan memutuskan untuk melakukan reorganisasi gerakan Al-Ikhwan Al-Muslimun.Kemudian mereka mengadakan kontak dengan Mursyid ‘Am Ikhwan, Hasan Al-Hudhaibi. 59 Menurut Zaynab Ghazali, Abdul Fattah mengadakan kontak dengan Hasan Hudhaibi untuk meminta izinnya untuk melakukan reorganisasi terhadap pecahanpecahan kelompok Ikhwan di luar penjara. Ghazali menilai bahwa Hudhaibi tidak memberikan tanggapan apapun terhadap rencana itu.Abdul Majid berpendapat 58
Barbara He Zollner, The Muslim Brotherhood : Hasan Al Hudaybi And Ideology, Routledge Studies In Political Islam,
London, 2009, Hal 38 59
Ibid, hal. 38
Universitas Sumatera Utara
menjawab pernyataan Ghazali, menyatakan bahwa Hudhaibi memberikan perhatian penuh terhadap rencana itu. Pendapat lain diberikan Raif yang mengatakan Abdul Fattah membutuhkan dukungan dari Mursyid Am untuk melancarkan rencana reorganisasinya. Ditambah lagi kita harus melihat posisi Hudhaibi yang berada dalam pengawasan ketat aparat rezim militer sehingga dia tidak bisa memberikan dukungannya secara terbuka. Menurut Abdul Majid, sebuah komite yang terdiri dari empat orang kemudian dibentuk untuk melaksanakan rencana tersebut. Anggota dari komite tersebut adalah : 1. Abdul Fattah Ismail, 2. Syaikh Muhammad Fathi Rifai, 3. Ali Ashmawi, dan 4. Ahmad Abdul Majid. Kemudian Abdul Majid memberikan penjelasan lebih rinci mengenai pembagian kerja diantara keempat orang tersebut : 1. Abdul Fattah Ismail (Pedagang) : bertanggung-jawab terhadap wilayah Damietta, Kufr Al-Shaykh dan wilayah Delta Timur. Melakukan kontak dengan Hasan Al-Hudhaibi, Sayyid Qutb, Staikh Muhammad Fathi Rifai, berkomunikasi dengan anggota Ikhwan di Alexandria dan Bahriyya kemudian juga melakukan tugas pencarian dana. 2. Syaikh Muhammad Fathi Rifai (Dosen Universitas Al-Azhar) : bertanggung-jawab terhadap wilayah Delta Tengah termasuk Al-Daqhaliyya, Al-Gharbiyya, Al-Manufiyya, kemudian menyusun program pendidikan untuk anggota Ikhwan. 3. Ahmad Abdul Majid (Pegawai Dinas Rahasia Militer) : bertanggung-jawab terhadap wilayah Mesir Atas (As Said), bertanggung jawab juga dalam propaganda.
Universitas Sumatera Utara
4. Ali Ashmawi (Manajer Perusahaan Konstruksi Sambulkis) : bertanggungjawab untuk wilayah Kairo dan Giza, kemudian juga bertanggung-jawab dalam pendidikan olahraga dan jasmani bagi anggota Ikhwan. 60
Daftar nama ini menarik untuk diperhatikan, daftar ini menjelaskan bahwa jejaring organisasi telah mapan dibangun untuk kepemimpinan Ikhwan di bawah Mursyid Am, Hasan Al-Hudhaibi dan Sayyid Qutb. Di tengah aktivitas bawah tanahnya mereka juga membangun komunikasi dengan anggota Ikhwan di pengasingan. Para aktivis Ikhwan di luar negeri, terutama mereka yang berada di Saudi Arabia, menjadi penggalan dana bagi aktivitas bawah tanah Ikhwan di Mesir. Daftar ini juga menjelaskan bahwa kebangkitan organisasi Al-Ikhwan Al-Muslimun tidak hanya melibatkan kelompok-kelompk kecil di wilayah Kairo dan Alexandria, tetapi jejaringnya juga tersebar di seluruh Mesir dan kemudian bersatu di bawah jejaring Organisasi 1965. Komunikasi diantara anggota Ikhwan yang berada di dalam dan luar penjara menjadi sangat penting untuk rencana ini. Sejumlah sumber menyatakan bagaimana proses pertukaran informasi itu terjadi. Beberapa sumber diantaranya didapat dari Zaynab Al-Ghazali, Abdul Majid dan Raif, dan Fu’ad Alam.Seluruh sumber itu bersepakat bahwa para istri dan saudari dari para anggota Ikhwan memainkan peranan penting dalam menjaga jalur komunikasi.Mereka adalah tulang punggung bagi dari jejaring komunikasi yang dibangun melalui hubungan personal. Banyak dari para wanita ini saling mengenal satu dengan lainnya dimana mereka menjadi anggota dari Al-Akhwat Al-Muslimat, sayap kewanitaan dari organisasi Al-Ikhwan AlMuslimun yang dipimpin oleh Zaynab Al-Ghazali.
60
Ibid, hal. 41
Universitas Sumatera Utara
Struktur organisasi dari Al-Akhwat Al-Muslimat telah dipertahankan setelah peristiwa Oktober 1954.Al-Akhwat Al-Muslimat tidak dilihat sebagai ancaman berarti terhadap sistem politik sehingga memungkinkan mereka untuk dapat melanjutkan aktivitasnya. Zaynab Al-Ghazali kemudian melakukan kontak dengan saudari-saudari Sayyid Qutb, Amina dan Hamida Qutb, dengan istri dan puteri AlHudhaibi, Khalidah dan Aliyyah dan Tahiyyah Sulayman, kemudian istri dari Munir Al-Dilla yaitu Amal Ashmawi. Para akhwat ini dapat disebut sebagai unit pendukung bagi para anggota Ikhwan yang ditawan. Para akhwat ini tidak hanya memainkan peran pasif sebagai mediator antara para tahanan dengan anggota Ikhwan yang di luar penjara, melampaui itu mereka juga terlibat aktif dalam pencarian dana dan pendistribusian dana bagi keluarga dan saudara anggota Ikhwan yang dipenjara. Dengan jejaring komunikasi yang telah terbangun, akhirnya komite Organisasi 1965 dapat melakukan kontak dengan Sayyid Qutb dan menanyakan padanya untuk melakukan reformasi pada gerakan Al-Ikhwan Al-Muslimun dengan menyusun sebuah program pendidikan untuk anggota Ikhwan. Pengalaman Qutb selama dipenjara dan semakin menguatnya radikalisasi dalam ide-idenya menjadikan gagasan yang dilontarkannya menjadi latar belakang ideologi yang menggerakkan Organisasi 1965.Melihat hal ini bisa jadi karya besar yang ditulis oleh Sayyid Qutb yaitu Ma’alim Fi Thariq ditulis dalam rangka memenuhi bimbingan ideologis dan spiritual bagi anggota dari Organisasi 1965. 61 Rancangan naskah dari Ma’alim Fi Thariq diselundupkan keluar melalui rumah sakit penjara berkat peran dari Amina dan Hamida Qutb. Menurut Al-Ghazali dan Abdul Majid, Hasan Al-Hudhaibi telah akrab dengan ide dan gagasan yang ditulis oleh Sayyid Qutb, kemudian diapun sepakat dengan garis besar pemikiran Qutb walaupun ada beberapa aspek yang tidak disepakatinya. Kemudian Sayyid Qutb
61
Ibid, 43
Universitas Sumatera Utara
menjadi pemimpin spiritual bagi Organisasi 1965, walaupun Qutb hanya bersedia mengambil peran itu ketika dia telah dilepaskan dari penjara pada tahun 1964.Qutb juga bersedia mengambil peran itu apabila Hasan Al-Hudhaibi telah dimintakan pendapatnya mengenai rencana tersebut, Hudhaibi pun memberikan persetujuannya atas rencana tersebut. Pertemuan-pertemuan Organisasi 1965 tidak hanya ditujukan sebagai kelompok diskusi saja. Khususnya kondisi dari organisasi Al-Ikhwan Al-Muslimun menjadi subjek kajian penting dari pertemuan tersebut. Berdasarkan pengalaman di masa lalu, pertanyaan tentang bagaimana membawa Al-Ikhwan Al-Muslimun kembali kepada kejayaannya menjadi titik utama dari pembicaraan. Tidak ada keraguan di sana ketika melihat Gamal Abdul Nasser sebagai penyebab utama dari kehancuran organisasi Ikhwan. Insiden yang ada seperti pembunuhan terhadap dua puluh dua orang anggota Ikhwan pada Juni 1957, meninggalkan kesan yang mendalam, baik bagi Sayyid Qutb dan anggota Ikhwan lainnya bahwa Gamal Abdul Nasser adalah seorang penguasa tiran dan anti-Islam. Ra’if menyatakan bahwa rencana untuk melakukan pembunuhan Presiden Nasser telah dibicarakan, tetapi dia menyatakan bahwa rencana ini bersifat spekulatif.Anggota dari Organisasi 1965 tidak cukup terlatih ataupun memiliki kekuatan persenjataan yang cukup untuk merencanakan realisasi rencana tersebut. Ramadhan berpendapat bahwa Abdul Majid dan Sayyid Qutb telah merencanakan ini secara serius yang akan dijalankan oleh pengikut lingkar dalam mereka yang berjumlah sekitar tujuh puluh orang. Kemudian Sayyid Qutb dilepaskan dari penjara pada tahun 1964, fenomena akan kekecewaan dan kesedihan mengenai kondisi organisasi kemudian digantikan oleh semangat baru aktivisme Al-Ikhwan Al-Muslimun. Faksi baru yang berkembang di dalam Ikhwan mengarahkan perlawanan yang lebih massif kepada Gamal Abdul Nasser, dimana perlawanan ini diperkuat dengan intrepretasi radikal yang dikembangkan oleh Sayyid Qutb mengenai tatanan Islam. Kebangkitan dari
Universitas Sumatera Utara
organisasi Al-Ikhwan Al-Muslimun kemudian tidak dapat dihentikan dengan adanya gelombang penangkapan oleh rezim Nasser yang tidak hanya menimpa Organisasi 1965 tetapi juga lingkar yang lebih luas dari organisasi Al-Ikhwan Al-Muslimun.
5.3. Ideologisasi Masjid sebagai Sarana Rekrutmen Masyarakat Umum Pada era Anwar Sadat (1970-1981) hubungan antara Ikhwan dengan pemerintahan mulai diperbaiki dengan adanya kebijakan yang memperbolehkan Ikhwan untuk membangun organisasinya secara publik. Ikhwan dinyatakan kembali sebagai organisasi legal walaupun tidak diperbolehkan untuk melakukan aktivitas politik seperti mengikuti kampanye dan pemilu sebagai partai politik. 62Pada masa ini gerakan Ikhwan mulai menata ulang kekuatan organisasinya dengan menjadikan sarana masjid dan universitas sebagai sarana strategis penyebaran pemikiran dan pengkaderan.Ikhwan mulai melakukan rekrutmen terhadap berbagai aktivis mahasiswa di berbagai universitas besar seperti Universitas Al-Azhar dan Universitas Kairo.Tindak lanjut dari rekrutmen ini adalah penguasaan serikat-serikat mahasiswa dan mendominasi perpolitikan kampus. 63 Ikhwan kembali menjadikan masjid-masjid di seluruh Mesir sebagai basis dalam rekrutmen dan pengkaderan. Carrie Wickham menyebutkan hanya 30,000 dari 170,000 masjid di Mesir yang dikelola di bawah administrasi pemerintahan resmi, lainnya menjadi sarana gerakan Islam seperti Al-Ikhwan Al-Muslimun dan gerakan lain untuk melakukan rekrutmen dan pengkaderan terhadap anggota baru. Wickham kemudian juga menjelaskan bagaimana masjid yang dikelola oleh Ikhwan tidak hanya menyediakan pelayanan untuk ibadah shalat saja tetapi juga mengadakan pelajaran agama untuk kaum pria dan wanita, program-program setelah sekolah untuk pelajar 62
Carrie Rosefsky Wickham, op.cit., Hal 125
63
Barbara He Zollner, The Muslim Brotherhood : Hasan Al Hudaybi And Ideology, Routledge Studies In Political
Islam, London, 2009, Hal 48
Universitas Sumatera Utara
dan perayaan-perayaan hari besar Islam seperti Idul Fitri dan Idul Adha. Masjid juga digunakan sebagai basis organisasi untuk mengadakan pelayanan kesehatan, taman kanak-kanak dan pusat distribusi bantuan sosial serta penyediaan sarana perpustakaan untuk buku-buku Islam. 64 Permasalahan sosial seperti kemiskinan adalah sesuatu yang nyata dihadapi oleh masyarakat Mesir.Al-Ikhwan Al-Muslimun melihat hal ini sebagai akar masalah yang harus dibenahi terlebih dahulu, sebelum organisasi ini menyampaikan pesanpesan religius yang normatif kepada masyarakat.gerakan Al-Ikhwan Al-Muslimun yang berusaha menawarkan slogan “solusi Islam” atas berbagai permasalahan kehidupan yang mereka hadapi. Al-Ikhwan mencoba membangun aktivitas-aktivitas yang dapat langsung menyentuh masyarakat. Ikhwan mencoba membangun aktivitas dan lembaga berupa masjid-masjid, asosiasi relawan Islami, lembaga sosial, klinikklinik kesehatan, sekolah-sekolah, kelompok budaya ; kemudian juga asosiasiasosiasi bisnis dan professional seperti bank syariah, pasar saham dan lembagalembaga penerbitan. Faktor utama yang menjadikan Al-Ikhwan Al-Muslimun menjadi sangat berpengaruh adalah organisasi ini mencoba untuk mengatasi berbagai permasalahan sosial yang riil ada di tengah masyarakat.Pesan ini tersampaikan melalui berbagai aktivitas sosial organisasi, yang diperkuat dengan pesan-pesan dakwah Islam, dan bahasa dakwah yang ramah dalam penyampaian pesan-pesan tersebut ke masyarakat. Keluhan-keluhan masyarakat Mesir tentang pemberantasan kemiskinan, dipekuat dengan keengganan yang tampak dari pemerintah dan elit penguasa untuk mengatasai masalah sosial ini, serta inefektivitas dan kasus korupsi yang terlihat di seluruh institusi pemerintahan di seantero Mesir, membuat apa yang dilakukan oleh AlIkhwan Al-Muslimun mendapatkan respon positif dari masyarakat.
64
Carrie Rosefsky Wickham, op.cit., Hal 124
Universitas Sumatera Utara
Al-Ikhwan Al-Muslimun menunjukkan keinginan dan kemampuan untuk secara efektif mengatasi berbagai permasalahan sosial dengan menyediakan sekolah dan pelayanan kesehatan berbiaya rendah, menyebarkan bahan pangan dan berbagai varian pelayanan sosial lainnya. Kemudian juga menyebarkan dakwah agar masyarakat mengadopsi nilai-nilai Islam, gerakan Ikhwan juga menawarkan solusi atas permasalahan korupsi yang muncul dalam tubuh pemerintahan dan birokrasi.8 Alasan lain mengenai kesuksesan penyebaran pengaruh dari Al-Ikhwan AlMuslimun adalah mengenai status keanggotaan mereka. Di samping berbagai keistimewaan, para anggota Ikhwan menggunakan konsep “dakwah” atau misi penyebaran Islam, untuk memberikan legitimasi dalam proses penggalangan dukungan akan pandangan hidup mereka dalam kelompok masyarakat yang lebih luas. Dengan menggunakan prinsip dan nilai Islam sebagai landasan aktivitas mereka, organisasi Islam menggunakan simbol dan membentuk identitas yang selaras dengan budaya masyarakat. 65 Setelah pembentukannya di Isma’iliyah, organisasi Al-Ikhwan AlMuslimun memulai pembangunan masjid, menggunakan dana dari iuran anggota dan hibah dari pengusaha-pengusaha lokal. Perekrutan pelajar putera, pelajar puteri, klubklub sosial sesudah itu juga dapat dilihat sebagai bagian dari upaya pertumbuhan organisasi. Setiap cabang baru dari Al-Ikhwan Al-Muslimun mengikuti pola pertumbuhan dan perkembangan yang sama. Organisasi ini akan membangun kantor cabang dan kemudian akan memulai proyek-proyek pelayanan sosial, pembangunan masjid, sekolah-sekolah, klinik-klinik kesehatan, mengembangkan kerajinan industri lokal atau program-program olahraga di masyarakat. Infrastruktur pelayanan sosial
65
Miriam Abouzahr, op.cit., Hal 21
Universitas Sumatera Utara
Al-Ikhwan Al-Muslimun berkembang dengan sangat cepat dan kemudian menjadi bagian penting dari tatanan sosial, politik dan ekonomi Mesir. 66 Sementara Al-Ikhwan Al-Muslimun terus berkembang dalam aspek fisik dengan terus memperluas infrastruktur pelayanan sosialnya.Masjid menjadi sarana utama dalam melakukan rekrutmen organisasi.Selain kegiatan-kegiatan olahraga, masjid menjadi satu-satunya tempat yang diperbolehkan oleh pemerintah untuk berkumpulnya orang banyak pada masa-masa itu.Masjid juga relatif lebih aman dari penggebrekan polisi atau atau intervensi lainnya dari pemerintah.Walaupun pemerintah telah mengeluarkan peraturan mengenai masjid, seperti peraturan yang dikeluarkan oleh departemen dalam negeri yang menggambarkan secara jelas usaha pemerintah untuk membendung pengaruh organisasi Ikhwan. Masjid juga memberikan banyak keuntungan lainnya, masjid memberikan penceramah Ikhwan sebuah aura akan kehormatan dan kesalehan yang mungkin tidak akan mereka dapatkan jika kegiatan yang mereka laksanakan bertempat di jalanan atau kantor organisasi. Masjid mengikatkan organisasi Ikhwan dengan Islam, yang memberikan legitimasi atas pesan-pesan oposisi yang dilancarkan oleh organisasi (Billings dan Scott 1994).Terlebih lagi, masjid melindungi para pembicara dari kritik tajam dan serangan fisik yang mungkin bisa dilakukan oleh audiens. 67 Masjid juga menjadi tempat untuk melakukan mekanisme seleksi secara pribadi untuk calon rekrutmen potensial, dimana keberadaan masjid membawa kecendrungan kepada pesan-pesan religius yang disampaikan oleh Al-Ikhwan AlMuslimun.Masjid yang menjadi faktor penting dalam kebangkitan Al-Ikhwan AlMuslimun, dimana masjid menciptakan dan menyediakan sebuah ruang publik untuk Ikhwan tidak hanya dalam aspek material (menjadi tempat perlindungan dari polisi 66
Ibid, hal 23
67
Ziad Munson, Islamic Mobilization : Social Movement Theory and the Egyptian Moslem Broterhood, The
Sociological Quarterly, Vol. 42 No.4, Department of Sociology, Harvard University, 2001, hal 25
Universitas Sumatera Utara
dan tempat berkumpulnya audiens dalam jumlah besar) tetapi juga dalam aspek ideologis (memberikan legitimasi religiusitas dan menjadi sarana diskusi dalam masalah-masalah keagamaan). 68 Sementara
para
pemimpin
Al-Ikhwan
Al-Muslimun
menggunakan
demonstrasi jalanan dan parade sebagai ajang kekuatan, masjid tetap menjadi sarana utama dalam rekrutmen anggota-anggota baru selama fase 1932-1954. Hanya dengan pesan-pesan keislaman yang spesifik, organisasi Ikhwan dapat menggunakan masjid sebagai sarana penyebaran ideologinya yang melancarkan kritik keras terhadap rezim berkuasa dan permasalahan sosial yang ada di Mesir.Pada titik ini pula interaksi antara
aktivitas
organisasi
diperhatikan.Penggunaan
dengan
masjid,
ideologinya
bersamaan
menjadi
dengan
penting
pesan-pesan
untuk
keislaman
memberikan keuntungan khusus kepada mobilisasi gerakan tersebut.
5.4. Mobilitas Politik dan Ideologisasi Universitas Pada tahun 1968, terjadi gelombang demonstrasi sebagai aksi kritik untuk menurunkan perwira senior militer yang bertanggungjawab pada kekalahan memalukan pada perang tahun 1967, gerakan mahasiswa melakukan aksi demonstrasi dan menuntut eksekusi terhadap perwira desersi. Aparat pemerintah berusaha untuk membubarkan aksi demonstrasi tetapi respon keras pemerintah semakin membuat massa menjadi bersatu, menggembleng barisan gerakan mahasiswa yang awalnya terpecah-pecah menjadi satu kekuatan massa yang solid. Para aktivis mahasiswa mulai menyuarakan secara tegas tuntutan mereka atas kesempatan pendidikan dan politik yang lebih luas, begitu juga untuk posisi Mesir yang lebih kuat atas Israel. Gelombang baru dari gerakan mahasiswa dianggap cukup merepotkan pemerintahan Nasser, terutama sekali ketika gerakan mahasiswa terpecah kepada beberapa faksi,
68
Ibid, hal 26
Universitas Sumatera Utara
dimana ada elemen mahasiswa yang mengaliansikan dirinya dengan Komunis, sementara kelompok lainnya berada di bawah kontrol dari Al-Ikhwan Al-Muslimun. 69
Pada tahun 1971, Sadat meluncurkan “revolusi perbaikan”, dimana ketika itu Sadat sedang berusaha untuk melemahkan pengaruh pro-Soviet sehingga dia bisa melepaskan Mesir dari aliansi politik pro-Soviet yang ada di Timur Tengah, sejalan dengan kepentingan Amerika Serikat, dan melakukan pendekatan antara Mesir dengan Saudi Arabia.Sadat melihat kekuatan anti komunis Ikhwan merupakan sekutu konservatif potensial dalam upaya ini, dan dia menginginkan dukungan Ikhwan dalam hal ini. 70 banyak dari mereka bergerak dan beraktivitas di universitas, dimana pemerintah memberikan mereka kebebasan yang cukup untuk mengorganisir dan menyebarkan ideologi mereka, dimana Sadat membutuhkan sekutu konservatif mendukungnya dalam memecah dominasi gerakan kiri di kampus-kampus. Sadat juga mengirimkan kepada Umar Tilmisani, pengacara yang kemudian akan menjadi Mursyid Am Ketiga Ikhwanul Muslimun dan menawarkan untuk memberikan lisensi untuk menerbitkan kembali majalah bulanan Ikhwan, “Ad Dawa”. Dinas Intelijen Mesir, Mukhabarat, juga kemudian melakukan pendekatan dengan Ikhwan. Ketika Ikhwan mendapatkan dukungan dari apparatus negara, mereka bebas untuk memobilisasi jalur-jalur pendanaan di kawasan Teluk. 71 Anwar Sadat tidak hanya melepaskan hampir semua anggota Al-Ikhwan AlMuslimun yang dipenjara, tetapi dia juga mengembalikan berbagai harta, asset dan properti organisasi milik Ikhwan.Sadat juga mengijinkan anggota Al-Ikhwan Al69
Charles Robert Davidson, Political Violence In Egypt: A Case Study Of The Islamist Insurgency 1992-1997, The
Fletcher School of Law and Diplomacy, 2005, hal 243 70
Gilles Kepel, The Brotherhood In The Salafist Universe, Current Trend In Islamist Ideology Volume 6, Hudson
Institute, 2008, Hal 22 71
Ibid, Hal 22
Universitas Sumatera Utara
Muslimun yang dibuang ke luar negeri untuk kembali ke Mesir.Seperti yang sudah disebutkan di awal, Nasser melakukan pendekatan yang liberalistik dalam pengelolaan organisasi mahasiswa di universitas menyusul adanya perang 1967.Anwar Sadat mencoba untuk melakukan perubahan terhadap kebijakan ini dengan memberikan peluang kepada Al-Ikhwan Al-Muslimun untuk melakukan pergerakan di universitas-universitas. 72 Strategi ini dijalankan untuk membendung pengaruh dari gerakan kiri yang cukup berpengaruh di kalangan mahasiswa.Ketika Al-Ikhwan Al-Muslimun menikmati kebebasan dalam pengelolaan kampus, ini juga bermanfaat bagi rezim yaitu secara efektif mengimbangi kelompok oposisi lainnya.Dukungan dari Anwar Sadat kepada kelompok politik Islam diwujudkan dalam sektor public lainnya.Pada tahun 1981, Sadat menetapkan Syariah Islam sebagai “nilai dasar pada hukum legal nasional” dengan melakukan amandemen konstitusi. 73 Para pengamat politik menilai upaya ini sebagai aksi preemptive terhadap kelompok oposisi Islam.Dengan merangkul prinsip-prinsip Islam, Sadat mencoba untuk menghilangkan kritik Al-Ikhwan Al-Muslimun terhadap konsep pemerintahan sekuler.Bersamaan juga dengan pengelolaan dan pergerakan yang massif dari AlIkhwan Al-Muslimun di kampus-kampus dapat membendung pengaruh dari kelompok oposisi lainnya dan mengkonsolidasikan kekuatan politik dari Anwar Sadat.Kelompok
reformis
Islam,
Al-Ikhwan
Al-Muslimun,
pada
akhirnya
menggantikan peranan dari gerakan kiri sebagai kekuatan oposisi nasional yang paling dominan. 74 5.4.1. Gamaa’at Islamiya Sebagai Sayap Politik Al-Ikhwan Al-Muslimun
72
Stephen Robinson, Political Process Model of Hybridization : The Muslim Brotherhood and the Free Officers’
Legacy, 2011, hal 44 73
Ibid, hal. 44
74
Ibid, hal 9
Universitas Sumatera Utara
Persaingan
diantara
kelompok
pro-Nasser
dan
pro-Sadat
dalam
memperebutkan posisi kepemimpinan lembaga mahasiswa ditambah dengan adanya tekanan pemerintah, serta munculnya kepemimpinan mahasiswa independen memberikan kesempatan
kelompok mahasiswa Ikhwan untuk meningkatkan
kekuatannya dalam gerakan. Ketika kekuatan politik gerakan semakin meningkat, situasi sosial-politik semakin mendukung kekuatan mahasiswa Ikhwan dalam mendapatkan pengaruh yang lebih besar.Mengakui pentingnya peranan gerakan mahasiswa sebagai pion efektif dalam menghilangkan pengaruh Nasser, Anwar Sadat melihat elemen gerakan mahasiswa Islam sebagai pion untuk memperbesar pengaruhnya terhadap gerakan mahasiswa kiri. 75 Mengendurnya tekanan Anwar Sadat kepada Al-Ikhwan Al-Muslimun, memberikan peluang ekspansi dari gerakan mahasiswa Islam, yang dimana pada tahun 1970-an masih dianggap sebagai kelompok minoritas dalam skala gerakan mahasiswa yang lebih luas. Islamisme bukan merupakan gerakan yang populer pada awal tahun 1970-an ketika diskusi tentang diakletika materialisme, imperialisme dan penjajahan Barat masih menjadi wacana utama saat itu. Sementara itu untuk lapisan kelas bawah, generasi pertama mahasiswa dari Mesir Utara, tema-tema diskusi ini dirasa terlalu elitis.Mahasiswa mulai mencari pertanyaan yang lebih mendasar tentang kondisi sosial-ekonomi masyarakat kelas bawah Mesir yang sedang dilanda kemiskinan. Asosiasi mahasiswa Islam (Gama’at Islamiya) dibentuk pada tahun 1970 di Rumah Sakit Qasr al-Ayni Kairo oleh dokter dan mahasiswa Al-Ikhwan AlMuslimun yang dilepaskan dari penjara zaman Nasser. Kelompok serupa juga dibentuk tidak lama kemudian di sejumlah fakultas Kedoketran di Kairo, Ayn Shams dan di sejumlah universitas di Mesir bagian atas.
75
Charles Robert Davidson, op.cit., hal 244
Universitas Sumatera Utara
Permainan kepentingan dari rezim Sadat juga membuat Gama’at Islamiya untuk berkembang lebih jauh pada tahun 1970-an. Kemah Musim Panas, seperti yang pernah diadakan oleh Al-Ikhwan Al-Muslimun sebelum tahun 1954, diadakan kembali oleh Gama’at Islamiya dan diikuti oleh ratusan mahasiswa yang berpartisipasi dalam program keislaman. Dibentuknya unit mahasiswa yang bergerak pada pembentukan moral keislaman, studi Al-Qur’an dan tafsir.Dengan fokus pada pendalaman ritual dan kajian keislaman, kelompok mahasiswa ini lebih menitikberatkan
pada
pembentukan
perilaku
islami
mahasiswa
daripada
permasalahan politik dan ideologi yang lebih luas.Meskipun melakukan pembelaan terhadap ritual dan nilai-nilai keislaman, kelompok mahasiswa ini menyebarkan pencitraan yang ketat tetapi apolitis dari nilai-nilai Islam. 76 Sarana penting dari mobilisasi gerakan Al-Ikhwan Al-Muslimun adalah universitas, dimana asosiasi mahasiswa Islam (Gama’at Islamiya) yang berafiliasi kepada Al-Ikhwan Al-Muslimun telah mendominasi lembaga-lembaga mahasiswa di mayoritas fakultas yang ada sejak pertengahan tahun 1970-an. Kelompok Gama’at Islamiya sangat menghegemoni di fakultas-fakultas sainstek. Sebagai contoh, pada pemilihan umum mahasiswa di Universitas Kairo pada tahun 1990-1991, gama’at alislamiya memenangkan 47 dari 48 kursi senat di Fakultas MIPA, seluruh 72 kursi di Fakultas Kedokteran dan seluruh 60 kursi di Fakultas Teknik. Gerakan Al-Ikhwan Al-Muslimun tumbuh subur dalam kondisi seperti ini dan menikmati periode kebangkitan. Elite pimpinan Ikhwan mengambil keuntungan dari toleransi yang diberikan Anwar Sadat dan menginisiasi banyak program yang bertujuan untuk memperkuat kebangkitan organisasi Ikhwan. Melalui pengadaan “program-program pelatihan” dimana dalam forum itu para pimpinan Ikhwan akan menyampaikan pandangan dan gagasannya, dapat dikatakan Al-Ikhwan Al-Muslimun
76
Charles Robert Davidson, op.cit., hal 244
Universitas Sumatera Utara
secara efektif melakukan mobilisasi dan terhadap mahasiswa-mahasiswa universitas di seantero Mesir. Ikhwan mencoba melakukan pembaruan gerakan di kalangan mahasiswa dengan membentuk sejumlah proyek-proyek pelayanan masyarakat. Beberapa upaya yang dilakukan seperti bantuan financial untuk pembelian buku materi perkuliahan dan biaya kuliah, serta penyediaan pakaian seragam untuk wanita. Kebijakan toleran Sadat kepada Ikhwan juga meluas kepada hal-hal lain di luar lingkup universitas. 77 Richard Paul Mitchell menjelaskan bagaimana pengelolaan Gama’at Islamiya secara efektif dilakukan. Diawali dengan didirikannya Al-Ikhwan Al-Muslimun cabang universitas yang diketuai oleh seorang ketua cabang Ikhwan yang dipilih dari tokoh pimpinan mahasiswa yang dikenal di kalangan akademik dan mahasiswa. Kemudian pengorganisasian dibagi lagi kepada unit yang lebih kecil dimana masingmasing ketua cabang fakultas bertanggung jawab langsung kepada ketua cabang universitas, dan masing-masing fakultas dibagi lagi menjadi kelompok-kelompok yang mewakili masing-masing angkatan dari empat tahun perkuliahan. 78 Perekrutan dan ideologisasi terhadap aktivis mahasiswa ini disebut sebagai “Islamization From Below” dimana Ikhwan fokus pada penguatan basis rekrutmen dan kaderisasi di kalangan aktivis kampus yang kemudian aktivis ini disiapkan untuk menjadi pemimpin lembaga-lembaga politik, asosiasi profesi, organisasi bisnis di kemudian hari. Para elite-elite mahasiswa ini mendapatkan pengalaman berharga menyelenggarakan pelayanan sosial, mempropagandakan ideologi dan nilai-nilai Islam, berinteraksi dengan gerakan mahasiswa lain di kampus dan berhadapan serta melakukan negosiasi-negosiasi politik dengan rezim penguasa. Asosiasi profesional menawarkan kepada elite mahasiswa ini sebuah saluran untuk melanjutkan aktivitas politik mereka setelah kelulusan mereka di universitas. 77
Carrie Rosefsky Wickham, op.cit., Hal 124
78
Richard Paul Mithcell, op.cit., Hal 244
Universitas Sumatera Utara
Keleluasaan yang diberikan rezim kepada lembaga-lembaga mahasiswa di universitas dimulai pada tahun 1967 termasuk dengan dibentuknya Persatuan Nasional Lembaga Mahasiswa Mesir.Kapasitas dari lembaga ini semakin meningkat di bawah pemerintahan Anwar Sadat yang mengeluarkan peraturan organisasi mahasiswa yang lebih longgar pada tahun 1976.Para pimpinan Al-Ikhwan AlMuslimun bersama dengan Gama’at Islamiya meluncurkan penerbitan dari literatur dan famlet yang menyebarkan nilai-nilai Islam. Dengan strategi ini Anwar Sadat juga efektif dalam membendung kekuatan institusional dari gerakan-gerakan kiri. Kecendrungan ini juga dapat dilihat dari kooptasi dan kemenangan Al-Ikhwan AlMuslimun pada fakultas Teknik Universitas Kairo, yang sejak dulu sudah menjadi basis dari gerakan kiri. Pada tahun 1975, Al-Ikhwan Al-Muslimun menginisiasi proyek pembangunan di komunitas daerah tertinggal meliputi pembangunan gedung-gedung sekolah, rumah sakit-rumah sakit dan klinik-klinik kesehatan.Upaya ini menjadikan AlIkhwan Al-Muslimun tampil sebagai kekuatan politik non-pemerintah yang menonjol.Pada tahun 1977, Al-Ikhwan Al-Muslimun melalui Gama’at Islamiya memegang kendali atas lembaga-lembaga mahasiswa di seluruh tiga belas universitas-universitas besar di Mesir.Pada tahun berikutnya Ikhwan mampu untuk memimpin Persatuan Nasional Lembaga Mahasiswa Mesir.Universitas menjadi wadah utama dari aktivisme kekuatan oposisi selama masa pemerintahan Anwar Sadat.28 Gama’at Islamiya secara perlahan terlibat dalam isu-isu politik terkini, terutama menjadi kekuatan oposisi bagi terhadap kebijakan pemerintah yang menghalangi ekspansi gerakan mereka. Di Mesir Atas, Gama’at Islamiya mendapatkan keuntungan dari kedekatan dan kekuatan jaringan mereka dengan komunitas masyarakat sekitar untuk membentuk sebuah jejaring gerakan, yang akan semakin memperkuat perkembangan gerakan mereka. Pada tahun 1981, lebih dari 60 persen dari anggota aktif gerakan Islam di Assyut merupakan mahasiswa dari
Universitas Sumatera Utara
Gama’at Islamiya. Keikutsertaan para mahasiswa ini dalam Gama’at Islamiya juga membentuk kesadaran politik akan sebuah lingkaran dan jejaring yang lebih luas daripada sekedar jejaring mahasiswa di kampus, mereka akhirnya membuat jejaring konstituen terhadap kandidat Islamis yang akan dimajukan, pertama pada serikat dan lembaga mahasiswa dan kemudian akan dilanjutkan pada asosiasi-asosiasi profesional.
Universitas Sumatera Utara