BAB I “RATU TELAT” Aku yakin Titik Hujan akan kembali turun Entah itu untuk menumbuhkan rasamu, Atau menghapus rasaku.. “Satu..dua..tiga..empat..lima…” “Sembilan puluh delapan..sembilan puluh sembilan..seratus..!!” “Bagus!Berdiri semuanya,langsung masuk ke kelas masing – masing kecuali Zea!” Perintah Mr.Arif selaku guru olahraga yang merangkap tugas sebagai wakil kepala sekolah. “Ooops!Kenapa selalu aku?”Aku berdengus.Baru saja selesai squatjump.Apa masih ada hukuman lainnya.Napas juga masih tergopoh – gopoh begini. “Huufth”Aku menghusap keringat yang mengucur disekitar kening. “Zea!!!”Bentak Mr.Arif yang biasa aku juluki Tuan Bunglon.Iya,bunglon!Alasannya karena setiap kali aku telat,nggak pernah kejadian dalam sejarah aku lolos dari buronannya.Dari sudut ter-aman manapun,ia selalu menang membuat jerat.Aku pikir ia mampu merubah – ubah warna dirinya sesuai tempat dimana ia memasang perangkap.Semua sudut sekolah ini,sudah aku coba masuki namun,endingnya ketahuan juga seperti hari ini. “Zeana Nazwa !Saya sangat ingat,dan terlalu hapal sama kamu!” Matanya tajam melihat kearahku.Ia berjalan pelan mengelilingi posisiku berdiri.Tuan Bunglon terlihat menakutkan saat itu,ia menegap – negapkan tubuhnya yang dibalut seragam olahraga. “Wadduh…masyaAllah,Pak! Ingat anak-istri dirumah.Jangan ingat saya terus” Aku menepuk sekali telapak kanan dan kiri,lalu menempelkan pipi kiri pada tangan yang masih saling genggam.Aku menatap wajah Tuan Bunglon tanpa merasa salah sedikitpun.Iya..emang aku nggak salah’kan?Tapi,kenapa sepasang mata Tuan Bunglon terbelalak seperti ingin kabur lari dari kediamannya? “Hiddih,Bapak!Jangan diserem – seremin gitu,ah!Gini – gini saya juga bisa milih,Pak!Saya mah nggak mau sama yang sudah tua,apa lagi galak gitu,OMG..AAJB”Masih dengan posisi berdiri didepan Mr.Arif,aku menyentuh poni rambut,menyisirnya dengan jari kearah kanan sesuai potongan.
“Apa itu AAJB ?” Mr.Arif mendangakkan wajahnya sedikit lebih kedepan mendekat ke kepalaku. “Amit – amit Jabang baby atuh,Bapak”Aku menjawab santai. “Zeana Nazwa!Saya tidak sedang bercanda!Siapa yang suka kamu?!Saya memang ingat kamu terus,karena kamu langganan hukuman telat setiap pagi.Kamu tidak bisa lihat jam atau tidak punya jam ?!”Ucap Mr.Arif dengan nada lebih tinggi,ia kembali berjalan mengelilingiku,sudah seperti orang berpatroli saja. “Yang kedua,Pak.”Aku menggaruk – garuk kepala. “Apa yang kedua?”,Mr.Arif berhenti tepat didepanku. “Itu tadi yang kedua,Pak.”Aku mengucek ujung bawah kain kemeja seragam sekolahku sambil masang wajah melas.Aku gugup.Melirik kanan – kiri tidak ada seorangpun selain aku.Aku sudah biasa seperti ini,tapi tetap saja ini menegangkan. “O.Tidak punya jam.Lantas yang melingkar di lengan kiri kamu itu apa,Zeana?!”Mr.Arif terlihat sangat kesal, Ia menggeleng – gelangkan kepalanya,“Saya bosan setiap hari menghukum murid yang tidak pernah jera dengan hukumannya!” Aku cuma nunduk tanpa berani lagi menjawab.Jantung sudah degab – degub. “Seandainya bisa,gue juga nggak mau telat terus,Tuan bunglon” Bisikku dalam hati, “Saya juga pengin dateng tepat waktu tapi,gimana lagi”Aku memandangi sepasang sepatuku,berharap diantara talinya ada yang terlepas.Aku benar – benar tidak punya alasan untuk menggerakkan kelingking sekalipun. “Permisi,Pak!” Seseorang datang. “Siapa dia? Um..Siapapun lo Please..tolongin gue..”Aku mengkerlip – kerlipkan mata dalam tunduk.Berharap tidak ada lagi hukuman setelah ini.Pagi ini cuaca terik luar biasa.Nggak terbayangkan gimana rasanya kalau tiba – tiba Tuan bunglon bilang, “Zea..berdiri sambil hormat meghadap tiang bendera sampai jam pelajaran disekolah berakhir.” Hush..Hush..nggak! Jangan sampai. “O.Radit.Ada apa ?” Suara Mr.Arif lebih lembut ketimbang bicara denganku tadi.Jelas saja,mungkin karena Radit senior di kelas tiga IPA-satu yang sering menang dalam olimpiade se-provinsi beberapa kali hampir tidak bisa dihitung.Cerdas,sih.Tapi,terlalu lembut seperti perempuan.Pendiam
tapi,kalau bicara,aku nggak sabar nunggu selesainya.Kata – katanya teratur ditambah lagi intonasinya yang lambat kesangatan.Mungkinkah keturunan bangsawan seperti itu?Yah..barangkali bang Radit cucunya bangsawan. “Maaf,Pak.Saya kesini ingin menyampaikan sesuatu kalau,Zea nggak telat hari ini.Dia menolong saya mencari kunci ruang mading yang jatuh,tadi.”Radit menunjukkan kunci putih ditangannya ke Mr.Arif. “Benar seperti itu ?” Tanya Mr.Arif ke Radit.Matanya lurus menginvestigasi ekspresi Radit. “Maaf.Iya,Pak.Lagi pula di kelas dua IPA –satu sudah masuk guru,dan beliau berpesan untuk memanggil Zeana,karena ulangan segera dimulai.” Jawab Radit meyakinkan.OMG.Ucapan Radit seperti tulisan di buku bahasa Indonesia yang ada didalam tas ranselku. Mr.Arif kembali beralih kearahku.Ekspresinya seperti telapak tangan atas dan bawah yang bisa dibolak – balik sesuai kebutuhan,diantaranya jauh berbeda.Yang atas untukku,dan yang bawah-putihbersih itu untuk Radit. “Zea!”,Mr.Arif mengarahkan matanya kemataku.Aku gerogi.Hampir salah tingkah. “Benar yang diucapkan Radit kalau kamu tidak telat hari ini ?”,Tatapan Mr.Arif tajam.Aku sulit berbohong meski untuk bela diri tapi,ya sudahlah aku mengangguk saja. “Baiklah,Kamu boleh masuk ke kelas sekarang!”,Inilah ucapan Mr.Arif yang dari tadi aku tunggu – tunggu, “Yess!”.Aku mulai bersiap untuk lari, “satu – dua – tiga” taktik sudah dirancang sesuai sasaran,pandangan kedepan,dimulai dengan kaki kanan daaan.. “Zeaaa!” Mr.Arif menahanku. “Apalagi,sih?”Bisikku.Aku berbalik arah. “Tas kamu disangkutan ranting pohon itu merusak pandangan!” Seru Mr.Arif sambil menunjuk pohon melinjau yang tidak terlalu tinggi pohonnya dan rindang rantingnya,jaraknya kira - kira setengah meter dari tempatku di setrap tadi. “Maaf,Pak.Umm..Saya kembali ke kelas sekarang,ya”,Aku meraih tas,dengan menyandang tali sebelahnya saja di pundak kanan,aku melangkahkan kaki dengan kecepatan agak tinggi.Tapi,tiba - tiba “Upsss..Ada yang kelupaan”,Aku berhenti dan memalingkan wajah kebelakang.Ku lihat tinggal bang Radit sendiri ditempat tadi,dari jarak yang tidak terlalu jauh aku menjerit, “Bang Radit!!”.Ia menoleh, “Iya,Zea.Ada apa ya ?”. Aku melihat sejenak ekspresi wajahnya barang waktu satu menitan,ku keluarkan lagi suara kerasku “Makasih,Bang!Lo baik banget!”Aku lari ke kelas sebelum mendapat respon apapun dari bang Radit. ***
“Hai,Diaz”,Cewe – cewe genit itu melambaikan tangan mereka sambil memantulkan senyum centil ke arah Diaz yang jalan dilorong sekolahan menuju kantin bareng aku. “Diaz tunggu!” Nathalie menahan tanganku,Loh..Diaz yang disuruh berhenti,kenapa tanganku yang di tahan – tahan.Dasar cewek nathal – ieh .Karna tanganku ditarik sama Kak Nathalie yang sebenarnya Kakak senior disekolah,aku berhenti melangkah begitu juga Diaz. “Diaz,kamu sering bawa kamera buat mengabadikan semua hal penting,ya?” Kak Nathalie menarik singkirkan aku dari samping Diaz,dan dia mendekatkan dirinya ke Diaz. “Iya,kak.Kenapa?” Diaz mundur satu langkah dari samping Kak Nathalie yang agresif. “Nggak sih.Aku cuma nanya.Lagian kalau aku nggak perlu kamera ya,buat nge-abadi-in hal penting seperti kamu,cukup dengan hati aku saja” Kak Natahlie senyum meringis sambil menutup mulut dengan telapak tangannya, “Ahihihi” “Hueeegh.Ngunyah apel pake sambal sambil bawa basket.Gue sebel denger gombal Lu kayak burket” Dengusku geram. “Ayuh pergi sekarang!” Aku menarik tangan Diaz secara paksa.Balik jalan lagi ke arah kantin sekolah. “Ciat..cemburu Lo ya ?”,Diaz menyenggol pundakku dengan pundaknya,senyum – senyum sambil kedua alisnya naik turun.Yaa ampun nyaris hampir jatuh ngesot aku dibuatnya. “LBPDN.Luar Biasa Pe-De Nya” Aku mendelikkan mata,dan memuncungkan bibir,sampai – sampai bibir atas nyentuh hidungku sendiri.Aku suka Be-Te sama cewe disekolah yang nggak bisa nahan diri kalau ketemu Diaz.Gue yang temennya dari horok saja,santai nggak marukan gitu.Gue kenal siapa Diaz.Sampai sekarang nggak ada yang berubah dari Diaz sekecil upilpun.Tetap cinta kamera.Ngga pernah peduli sama kaum hawa meskipun kerjaannya keluyuran bareng teman wanita yang ia sembunyikan dariku.Seperti isi dari kamera handycam pegangannya sejak kecil itu yang sampai sekarang belum pernah sekalipun ia pamerkan kemata ku. “Duduk dimana kita?”Tanya Diaz.Matanya menyapu sekitar ruang kantin.Hari ini lumayan tidak ramai.banyak bangku kosong di tengah maupun sudut. “Nah,disitu!”Aku menjulurkan ibu jari kearah bangku yang tidak ada penghuninya itu,lalu melangkah mendahului Diaz.Aku memilih bangku di tengah ini.Menghadap ke pintu keluar masuk
kantin. “Teh dingin dua gelas,Mbak!” Ujar Diaz saat berselisih dengan Mbak penjaga kantin.Hanya dengan melihat wajahku dan Diaz sekilas mbak itu mengiyakan “Iya,Mas Diaz”.Mbak Siti sudah kenal aku dan Diaz sejak kami masuk pertama kali disekolah ini.Terlebih aku yang dikenal Bengal . Diaz duduk tepat didepanku. “Lo telat lagi,tadi?” Tanya Diaz.Pandangan Dia kearah handycamnya.Aku diam sambil nunggu mbak Siti nganter minuman. “Heh”Ia bersuara lantang lagi. Pandangannya masih ke kamera itu. “Zea lo budek sejak kapan ya ?” Tangan Diaz menyentuh lembut kesing kamera,menyingkirkan debu sedikit yang menempel. “Gue kira lo ngomong sama kamera”Aku merebut kamera dan melebarkan mata kearah kepala kamera,ku genggam dan kutatap serius.Diaz melihat sebal kearahku. “Duileh makin cakep saja kamera lo,Yaz!Waduh pacarnya Diaz nih!”Aku mengelus badan handycam yang masih dipegang erat sama yang empunya. “Nyutts!” Diaz mencubit hidungku.Apa – apaan,sih.Seharusnya Aku yang marah,kenapa Aku yang dibuat babak belur lagi.Aku menjerit menahan sakit.Cubitannya juga nggak pakai nanggung. “Ini teh dinginnya mbak,mas!” Mbak Siti meletakkan masing – masing gelas didepan tangan kanan aku dan Diaz. “Waduh hidungnya Mbak Ze merah gitu”Mbak Siti menunjuk hidungku,ekspresi wajahnya tampak simpati melihatku.Ia juga menggeleng – gelengkan kepala. “Iya nih,Mbak.Badak ngamuk,biasa.Sakit ini loh,Mbak.Hiiigkh” Aku memijit lembut hidungku.Pedih sekali rasanya. “Tega bener sih lo,Yaz!” “Nggak gitu,Mbak.Tadi ada binatang kecil dihidungnya.Jadi,Aku mau usir eh malah terpijit” Tangan Diaz mengarah ke rambutku namun,segera ku tangkis.Aku tahu,Diaz sedang mencoba ngeles dengan mengusap – usap rambutku. “Oh ya sudah,diminum tehnya.Saya mau balik kerja dulu!” Mbak Siti pergi sambil dipundaknya menggendong serbet putih garis – garis biru dongker. “Muka lo sudah jelek,jangan di kusut – kusutin lagi” Diaz menyentuh gelas minumannya,mengangkat sedotan dan mulai usil lagi, “Lo kira Gue kemeja.Bisa Kusut!” Aku menghusap pipi yang basah kena percikan air teh yang diciprati Diaz barusan.
“Iya.Kemeja kodok ” Diaz nyengir unjuk gigi.Mendadak muncul bang Radit,Dia duduk disamping Diaz,bawaannya selalu buku.Aku coba menyapa ramah dengan senyum.Habis balas senyumku,bang Radit bilang, “Lain kali diusahakan jangan sampai telat lagi,ya.”. “Iya,Bang!”,Aku mengangguk lalu menyeruput teh dingin.Tapi,tiba – tiba ada tangan jail menarik lenganku sampai aku bangkit dari kubur,eh dari bangku maksudnya. “Apa sih,Yaz?” Aku bingung sambil jalan mengikuti kaki Diaz bergerak.Yah habis mau gimana lagi,tangan kiriku ditarik – tarik,tangan Diaz sudah seperti borgol saja,kuat sekali melingkar di lenganku. “Eh..tadi lo di suruh apa sama Tuan Bunglon ?” Diaz melepas genggamannya.Seperti biasa ia selalu menjadikan aku artis yang masuk kamera videonya.Kami jalan santai entah mau kemana.Dengan semangat tujuh enam aku bercerita membelakangi jalan ; jalan mundur mengahadap ke Diaz. “Habis squatjump gue tinggal berdua sama Tuan bunglon di Lapangan basket.Gue di omelin tapi,Gue mah biasa, nggak takut.Gue nggak gugup nggak gemetaran,tenang – tenang saja tapi,Bang Radit muncul nolongin Gue,padahal Gue masih mau berjemur di Lapangan kayak tourist di Bali gitu”Aku menggoyang – goyangkan kepala sambil menggerakkan telapak tangan kanan. “Luar binasa! Terus,Tuan Bunglon ngomong apa saja ke lo ?” Diaz penasaran. Aku lanjut cerita, Aku bertolak pinggang “Zea!Saya selalu ingat kamu,karna kamu satu – satunya murid yang ngga jera sama hukaman dari saya,Saya bosan sama murid yang seperti kamu!Kamu ngga bisa lihat jam atau nggak punya jam” Aku memperagakan mimik serta suara Mr.Arif persis seperti yang aku perhatikan tadi pagi,sambil jalan mengitari Diaz.Sesekali kami cekikikan dengan tingkah konyol. “Sudah gue bilang,tadi bareng gue saja lo nggak mau.Eh.tapi serem juga ya Mr.Arif itu” Diaz masih terus focus sama kameranya. “Bukan lagi!”Aku melangkah mundur sampai tiba – tiba berhenti,aku merasa ada sesuatu yang menghalangi, “Siapa sih dibelakang ?”Aku melihat wajah Diaz yang tiba – tiba pucat pasi.Aku lalu memalingkan badan “Gila lo,Yaz” Aku menggaruk – garuk kepala yang padahal saat itu tidak terasa gatal sedikitpun. “Zeaaa…” Mr.Arif nyengir dengan matanya melotot. “Hihi..Eh,Bapak wakil kepala sekolah”Aku senyum tiga jari,dengan merapatkan gigi atas dan bawah.
“Diaz dan Zea sedang asyik,Ya!”Suara Mr.Arif lembut sekali tapi,setelah itu“Bersihkan Kamar mandi guru,sekaraaaaaaaang…..!!!!!!!” Aku dan Diaz cicing terpelanting,mulut Tuan Bunglon terbuka lebar dan suaranya mengalahkan petir yang sering muncul di Depok. “Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa….Tolong !!” *** Waktu itu datang lagi.Terbiasa menjamunya bersama.Ia datang ke enam belas kalinya kedalam hidup Diaz.28 Maret kembali datang seolah memberi tahu telah selama itu Diaz disini bersamaku.Melewati banyak cerita,bahkan jutaan air hujan yang selalu turun menyampaikan tawa aku juga tawanya,dalam bentuk kami.Satu hal yang tak bisa aku pahami dan akan selalu menjadi pertanyaan tersulit bagiku, “Untuk apa persahabatan ini?Siapa aku untuknya kelak ?” Aku berjalan santai tepat disampingnya yang juga melangkah melihat – lihat keramaian pasar malam.Selain puncak,pantai,pasar malam juga salah satu tempat wajib favorite Diaz maupun aku.Melihat anak – anak kecil disini,seakan menggambarkan kembali masa – masa dimana aku masih bermain didalam lumpur bareng Diaz, menjerit dalam satu keranjang baling – baling ketika tiba dipuncaknya,memperagakan pangeran dan putri snow white menunggangi seekor kuda dengan kuda – kudaan komedi putar.Semua kenangan selalu terukir baik,tanpa cacat,apalagi hilang.Terukir bersama titik hujan tiada hampa. “Mau naik baling – baling lagi ?”Kami berhenti tidak terlalu jauh juga tidak dekat dari lingkaran besar yang menggantung padanya beberapa keranjang berbentuk persegi delapan.Aku melihat matanya yang terang, “Siapa takut!”Ujarku keras.Mataku tambah melebar.Diaz melempar jempolnya kearahku,sambil tertawa kecil.Ia berlari sebentar meningalkanku lalu kembali membawa dua tiket. “Ok!”Alis matanya terangkat sebelah.Ia tersenyum licik. “Nggak ada yang boleh menjerit saat diatas nanti” Ia meraih pergelangan tanganku,menyeretku berjalan lebih cepat.