BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang Pekalongan, merupakan sebuah kota yang terletak di pantai utara provinsi Jawa Tengah. Karesidenan Pekalongan memiliki pelabuhan perikanan terbesar dan sering menjadi tempat singgah bagi para pedagang asing. Wilayah ini juga terkenal dengan komoditi batik pesisirnya. Pada
abad
ke-20,
mayoritas
masyarakat
Pekalongan
memeluk agama Islam. Masuknya agama Islam di Pekalongan diperkirakan sejak abad ke-17, dengan ditemukannya makam Tumenggung Among Negoro di daerah Sapuro. Di dalam nisan tertulis beliau wafat tahun 1666M. Selain itu terdapat Masjid Koeno Sapoero yang dibangun pada tahun 1714M.1 Di sisi lain, agama Katolik juga mulai masuk ke karesidenan Pekalongan. Awalnya karesidenan Pekalongan sendiri sebenarnya termasuk dalam daerah tujuan misi oleh imam-imam dari Serikat
1http://the-wiskah.blogspot.com/2010/07/pengaruh-islam-
di-pekalongan.html. diakses tanggal 1 Maret 2012, pukul 03:00.
2
Jesus (SJ).2 Umat Katolik yang berada di wilayah afdeling Pekalongan dan sekitarnya saat itu dilayani oleh imam-imam SJ dari Semarang dan Cirebon. Saat itu daerah afdeling Pekalongan masih merupakan sebuah stasi
dari Paroki Tegal.3 Pelayanan
tersebut dapat
terlaksana karena adanya jalur kereta api yang memungkinkan imam-imam
dari
Semarang
dan
Cirebon
untuk
melakukan
kunjungan ke karesidenan Pekalongan. Pada tanggal 13 November 1926, sebuah surat datang dari Kardinal Van Rossum, Prefek Propaganda Fide kepada Protektor MSC untuk menanyakan kesanggupan
imam-imam
MSC
untuk
mengemban
tugas
pelayanan di karesidenan Pekalongan. Maka pada tahun 1927, berangkatlah 3 imam MSC menuju daerah tersebut. Perkembangan
penyebaran
agama
Katolik
di
wilayah
Pekalongan pun diawali oleh imam-imam MSC dari Belanda. Imam-imam yang datang yaitu Romo4 BJJ. Visser MSC, Romo
2
Tim Penyusun Buku Refleksi 80 tahun Paroki Santo Petrus Pekalongan, Katolik Sakpore, (Pekalongan : Gereja Katolik Santo Petrus, 2010), hlm. 19. 3
Panitia Pesta Emas Paroki Pekalongan, Peringatan 50 tahun Paroki Pekalongan : Oktober 1930-1980, (Pekalongan : Panitia, 1980) hlm. 11. 4
Romo adalah sebutan untuk seorang imam yang berada di sebuah paroki. Romo sering juga disebut Romo.
3
B.Thien MSC dan Romo M. De Lange MSC.5 Kehadiran para misionaris ini yang menjadi awal terbentuknya paroki Pekalongan pada tahun 1930. Seperti halnya misionaris Katolik lainnya, para misionaris harus berusaha agar kehadiran mereka tidak dianggap sebagai ancaman dalam struktur sosial dan kebudayaan masyarakat setempat, sehingga dapat mempertahankan pengajaran mereka di daerah tersebut.6 Dalam melakukan pengajaran agama, para misionaris ini tidak sendirian, mereka dibantu oleh umat dalam mengenal dan berinteraksi dengan masyarakat. Selain itu para biarawati mulai didatangkan dari Batavia dan Belanda. Tenaga tambahan yang datang silih berganti ini tidak hanya berdiam diri. Mereka mulai menyelenggarakan karya-karya sosial ditengah masyarakat Pekalongan. Karya sosial merupakan sebuah kegiatan diselenggarakan pihak
Misi
yang
bergerak
dalam
bidang
pelayanan
sosial
masyarakat. Karya sosial tersebut berbentuk suatu fasilitas sosial yang vital bagi masyarakat, seperti sekolah, rumah sakit, panti
5
Tim Penyusun Buku Refleksi 80 tahun Paroki Santo Petrus Pekalongan, op.cit., hlm. 20. 6
J.B. Hari Kustanto S.J., “Agama-Agama Besar di Indonesia : Sejarah Masuk dan Faktor-Faktor yang Mempermudah Penerimaannya” dalam majalah Rohani Th. XXXVI No. 3 Maret 1989, hlm. 93.
4
asuhan, dan lainnya. Karya sosial merupakan salah satu upaya pihak Misi untuk lebih berinteraksi dan beradaptasi dengan masyarakat setempat. Seperti analisa Steenbrink, ekspansi religius Katolik di Indonesia pada abad 20 adalah pendidikan.7 Kaum misionaris yang berperan dalam awal karya pendidikan di Pekalongan adalah Kongregasi Suster Ursulin yang mengirimkan 4 orang anggotanya pada 26 Juni 1931.8 Para suster pun mulai berkarya dengan membuka ELS dan Frobelschool di Pekalongan pada 5 Agustus 1932.9 Karya sosial paroki Pekalongan tidak hanya dalam bidang pendidikan, tetapi juga dalam bidang kesehatan. Romo Visser mulai
mencoba
meningkatkan
untuk
membuat
pelayanan
sosial
rumah kepada
sakit
Misi
masyarakat.
demi Maka
datanglah tenaga bantuan dari Kongregasi SND di Tegelen. Mereka mengirimkan 3 orang anggotanya guna keperluan misi di bidang
7
Karel Steenbrink, Orang – Orang Katolik di Indonesia 18081942 : Pertumbuhan Yang Spektakuler Dari Sebuah Minoritas Yang Percaya Diri 1903-1945, (Maumere : Ledalero, 2006), hlm. 5 8
Y. Weitjens, Sejarah Gereja Katolik Indonesia jilid 3b : Wilayah - Wilayah Keuskupan dan Majelis Agung Waligereja Indonesia (MAWI) abad ke-20, (Jakarta : Bagian Dokumentasi Penerangan Kantor Waligereja Indonesia, 1974), hlm. 920 9
Ibid., hlm. 922.
5
kesehatan. Secara tidak langsung, kegiatan karya sosial yang merupakan salah satu kegiatan Misi Katolik ini merupakan pionir dari perkembangan fasilitas sosial yang ada di Pekalongan.
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai perkembangan karya-karya sosial Katolik di Pekalongan serta hubungan dengan masyarakat Pekalongan pada umumnya. Dari permasalahan di atas, maka timbullah pertanyaan sebagai berikut, bagaimana awal mula terbentuknya paroki Pekalongan? Lalu karya sosial apa saja yang dihasilkan serta apa tujuan dan alasan Paroki Pekalongan menyelenggarakan karya sosial tersebut sehingga bisa diterima masyarakat Pekalongan? Mengapa karya sosial tersebut bisa berkembang di tengah masyarakat Pekalongan? Faktor apa yang mendukung sehingga bisa terbentuknya karya sosial katolik tersebut? Siapa sajakah yang berperan didalamnya? Bagaimana tanggapan masyarakat Pekalongan terhadap karya tersebut? Bagaimana perkembangan karya sosial tersebut dan hubungannya dengan perkembangan paroki Pekalongan itu sendiri? Dalam penelitian ini digunakan cakupan temporal yang diawali pada tahun 1930. Alasan diawali pada tahun tersebut
6
karena pada tahun ini mulai tebentuknya paroki Pekalongan. Batas akhir penelitian ini diakhiri pada tahun 1960an ketika karya sosial di Pekalongan mulai bangkit kembali setelah vakum pada mas pendudukan Jepang. Sementara Pekalongan ditetapkan sebagai cakupan spasial dari penelitian ini, sebab wilayah ini merupakan wilayah dengan tingkat religius muslim yang tinggi. Hal ini sangat menarik perhatian,
karena
agama
katolik
dan
karya
sosial
dapat
berkembang didalamnya. Ini menunjukkan adanya hubungan yang harmonis antara pemeluk agama. Pada tahun 1930, Afdeling Pekalongan saat itu terdiri dari dua regentschappen, yaitu Pekalongan dan Batang.10 Selain itu, letak paroki di Pekalongan ini sangat istimewa, karena terletak didekat Pecinan, kemudian dekat dengan daerah tempat
tinggal
kaum
Eropa,
dan
di
sekitarnya
terdapat
masyarakat muslim religius. Jika dilihat dari atas, maka letak paroki ini merupakan sentral dari pertemuan titik-titik tersebut. Hal ini menjadi menarik bila melihat hubungan sosial yang terjadi antara misionaris dan masyarakat setempat.
10
Panitia Pesta Emas Paroki Pekalongan, op.cit., hlm. 26.
7
C. Tujuan Penelitian Dalam melaksanakan suatu penelitian, tentunya selalu didasari dengan tujuan-tujuan tertentu. Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk memberi informasi bagaimana nuansa perkembangan karya sosial Katolik di Pekalongan pada periode 1930
sampai
1960an.
Penelitian
ini
ingin
menyajikan
perkembangan karya sosial Katolik di Pekalongan, apa saja karya sosial
Katolik
yang
tercipta
dalam bidang
pendidikan
dan
kesehatan serta dampaknya terhadap perkembangan umat Katolik di Pekalongan. D. Tinjauan Pustaka Penelitian tentang misi Katolik dan sejarah gereja memang sudah banyak ditulis oleh kalangan akademisi maupun non akademisi. Tulisan mengenai tema misi katolik dan sejarah gereja ini sebagian besar membahas aspek religius katolik itu sendiri dan perkembangan agama Katolik dari masa ke masa. Seperti buku Indonesianisasi : Dari Gereja Katolik di Indonesia menjadi Gereja Katolik Indonesia11, yang didalamnya mengangkat apa itu Indonesianisasi di dalam gereja Katolik di
11
Huub J.W.M. Boelaars, Indonesianisasi : Dari Gereja Katolik di Indonesia menjadi Gereja Katolik Indonesia, (Yogyakarta : Kanisius, 2005).
8
Indonesia. Gereja Katolik di Indonesia awalnya adalah bagian dari misi para misionaris, kemudian sering dengan perkembangan waktu, misi ini dapat diterima menjadi bagian dari masyarakat Indonesia. Boelaars berpendapat Indonesianisasi adalah proses integrasi 2 unsur, yakni gereja dan masyarakat yang berkembang dan
mencari
penampilan
bercorak
Indonesia.12
Tujuan
Indonesianisasi adalah supaya gereja dapat diterima bangsa Indonesia, serta supaya Gereja menampakkan Universalitas-nya di dunia ini.13 Sejarah Gereja Katolik Indonesia, yang terdiri 4 jilid, yaitu Umat Katolik Perintis - Awal Mula : Abad ke-14 – abad ke-18
14,
Wilayah Tunggal Prefektur - Vikariat : Abad ke-19 – awal abad ke20
15,
kemudian Wilayah - Wilayah Keuskupan dan Majelis Agung
12
Ibid., hlm. 46.
13
Ibid., hlm. 51
14
Vriens, G., Sejarah Gereja Katolik Indonesia jilid 1 : Umat Katolik Perintis – Awal Mula Abad ke-14 – abad ke-18, (Jakarta : Bagian Dokumentasi Penerangan Kantor Waligereja Indonesia, 1974). 15
G. Vriens, Sejarah Gereja Katolik Indonesia jilid 2 : Wilayah Tunggal Prefektur - Vikariat Abad ke-19 – awal abad ke-20, (Jakarta : Bagian Dokumentasi Penerangan Kantor Waligereja Indonesia, 1974).
9
Waligereja Indonesia (MAWI) : abad ke-20 Indonesia17.
Alam
Semua
jilid
16
dan Pengintegrasian di
tersebut
diterbitkan
oleh
Departemen Dokumentasi dan Penerangan MAWI ini bertujuan untuk menampilkan dan mendokumentasikan perjalanan misi Katolik di Indonesia pada tiap wilayah secara mendetail dan kronologis (Abad 14- 20). Selain itu, buku ini menerangkan proses perkembangan
pembentukan
perangkat
Gereja
Katolik
yang
disebut Hirarki Katolik di Indonesia. Buku ini memberi gambaran umum dan keseluruhan tentang misi di wilayah Indonesia. Dalam buku
ini
termasuk
juga dalam
membahas
tentang
penyelenggaraan
kegiatan-kegiatan karya
sosial
di
misi, tengah
masyarakat. Tulisan yang membahas perkembangan gereja Katolik di beberapa wilayah, seperti Gereja dan Masyarakat : Sejarah Perkembangan Gereja Katolik Yogyakarta18 karya Jan Weitjens, 16
Y. Weitjens, Sejarah Gereja Katolik Indonesia jilid 3a dan 3b : Wilayah - Wilayah Keuskupan dan Majelis Agung Waligereja Indonesia (MAWI) abad ke-20, (Jakarta : Bagian Dokumentasi Penerangan Kantor Waligereja Indonesia, 1974). 17
M.P.M. Muskens, Sejarah Gereja Katolik Indonesia jilid 4 : Pengintegrasian di Alam Indonesia, (Jakarta : Bagian Dokumentasi Penerangan Kantor Waligereja Indonesia, 1974). 18
Jan Weitjens, Gereja dan Masyarakat : Sejarah Perkembangan Gereja Katolik Yogyakarta, (Yogyakarta : Panitia Misa Syukur Pesta Emas Republik Indonesia, 1995).
10
mencoba
menampilkan
masuknya
misi
Katolik
dan
perkembangannya di Yogyakarta serta karya-karya misinya mulai dari abad 19. Tulisan mengenai perkembangan Katolik dengan karya sosial juga terdapat pada tulisan Gereja Hati Kudus Yesus Ganjuran : Rahmat yang Menjadi Berkat
19;
buku ini diterbitkan
untuk memperingati 80 tahun gereja Ganjuran berkarya. Tulisan ini menyajikan masuknya misi Katolik yang unik di daerah Ganjuran, karena misi tersebut dirintis oleh seorang pengusaha Belanda, bukan melalui peran misionaris. Misi dapat dilakukan oleh kaum awam dan melalui pendekatan kultural dan karya sosial di bidang pendidikan di daerah Ganjuran, sehingga misi dapat diterima dengan baik oleh masyarakat setempat. Dalam artikel yang berjudul “De Katholieke Missie op Java” dalam majalah Sint-Claverbond,
20
penulis yang seorang Romo
yang ditugaskan di Surabaya, menyajikan suasana misi Katolik di pulau Jawa pada tahun 1896. Disini dapat dilihat perkembangan Katolik di pulau Jawa dari beberapa kota, seperti Batavia,
19
Dewan Paroki Ganjuran, Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran : Rahmat yang Menjadi Berkat. (Yogyakarta : Paroki Ganjuran, 2004). 20
A.J. Asselberg, “De Katholieke Missie op Java”, dalam Berichten uit Nederlandsch Oost-Indie voor de Leden van den SintClaverbond. 1898.
11
Buitenzorg (Bogor), Bandung, Cheribon (Cirebon), Tegal, Magelang, Ambarawa, Yogyakarta dan Surabaya pada tahun 1896. Dibahas pula mengenai karya sosial katolik yang telah terbentuk seperti pendidikan dan fasilitas kesehatan serta asrama. Kajian yang membahas tentang Pekalongan antara lain Pekalongan
Inspirasi
Dunia.21
Buku
ini
mengulas
tentang
Pekalongan dari sudut sejarah, ekonomi, budaya dan religiusitas. Namun dalam aspek religiusitas tersebut tidak disinggung sama sekali tentang masyarakat Katolik di wilayah Pekalongan. Buku ini lebih menyoroti aspek sosial dan kehidupan ekonomi masyarakat Pekalongan. Selain itu peran karya sosial Katolik di Pekalongan sama sekali tidak dibahas dalam tulisan ini. Tulisan mengenai perkembangan agama Katolik maupun perkembangan gereja Katolik di suatu wilayah memang sudah banyak disajikan, namun tulisan mengenai karya sosial Katolik, khususnya karya sosial Katolik di Pekalongan sangat menarik dan penting untuk dikaji, karena berdasarkan tinjauan diatas, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini belum pernah dilakukan.
21
Emirul Chaq Aka, (eds)., Pekalongan Inspirasi Dunia. (Pekalongan : Pemerintah Daerah kota Pekalongan, The Pekalongan Institute dan Kirana Pustaka, 2008).
12
E. Sumber dan Metode Penelitian Dalam melakukan penelitian ini, tentunya dibutuhkan berbagai sumber untuk diolah menjadi data penelitian. Untuk memperoleh sumber tersebut, tentunya dibutuhkan suatu metode penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian sejarah. Dalam penelitian sejarah terdapat lima tahap yaitu pemilihan topik, pengumpulan sumber (Heuristik), kemudian kritik sumber (Verifikasi), interpretasi (Aufassung) dan penulisan (Darstellung).22 Topik penelitian ini membahas perkembangan karya sosial Katolik
di
Pekalongan
yaitu
karya
pensisikan
dan
karya
kesehatan, maka sumber-sumber yang diperlukan adalah sumber tertulis. Sumber tertulis disini meliputi arsip, dokumen, buku dan foto dokumentasi. Selain itu penelitian ini menggunakan sumber dari artikel majalah, surat-surat resmi serta data statistik gereja dan kota. Penelitian ini pun menggunakan sumber tidak tertulis berupa sumber lisan. Untuk
lebih
memahami
dan
menambah
pengetahuan
tentang sejarah agama Katolik dan kota Pekalongan, digunakan bacaan-bacaan
22
yang
mendukung
dan
sesuai
dengan
tema
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah. (Yogyakarta : Bentang Pustaka, 2005), hlm. 90.
13
penelitian. Bacaan tersebut menjadi acuan untuk mendapatkan fakta dan menjadi petunjuk untuk menemukan sumber-sumber lainnya. Sumber-sumber lainnya yang dimaksud adalah arsip serta narasumber dan pelaku sejarah. Arsip yang digunakan dalam penelitian ini adalah arsip gereja
dan
digunakan Katolik
di
arsip untuk
suster-suster melihat
Pekalongan.
SND.
perkembangan Selain
itu
Arsip-arsip
tersebut
karya-karya
digunakan
sosial
pula
arsip
perseorangan atau arsip pribadi. Arsip ini diperoleh dari para narasumber yang bersedia meminjamkan arsipnya demi penelitian ini. Dokumen merupakan sumber yang sangat membantu dalam proses penelitian, karena dokumen merupakan sumber yang dapat digunakan untuk menemukan fakta sejarah selain sumbersumber lainnya. Dokumen dapat berupa surat-surat resmi gereja, akte
atau
sertifikat
berharga,
catatan
perjalanan,
catatan
perundingan, data statistik dan sebagainya. Untuk melengkapi semua sumber tersebut, penelitian ini juga menggunakan sumber berupa foto-foto dokumentasi. Foto dokumentasi dapat melengkapi penelitian ini karena foto-foto tersebut dapat memberi gambaran tentang situasi, keadaan dan
14
mungkin dapat melacak pelaku sejarah untuk selanjutnya jika memungkinkan akan menjadi narasumber dalam penelitian. Untuk memperoleh sumber-sumber tersebut, penelitian ini menggunakan tiga cara, yaitu observasi, studi pustaka dan wawancara narasusumber atau pelaku sejarah. Langkah observasi dilakukan untuk merekonstruksi peristiwa dan suasana di masa lampau. Observasi tersebut berguna untuk melihat secara nyata dimana saja lokasi penelitian ini dilakukan dan tempat-tempat mana saja yang dapat diteliti lebih lanjut yang berkaitan dengan tema penelitian. Studi
pustaka
merupakan
langkah
dimana
penelitian
dilakukan di perpustakaan dan kantor arsip. Studi pustaka dilakukan
di
seluruh
perpustakaan
di
kota
Yogyakarta,
perpustakaan kota Pekalongan, perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya UGM maupun Perpustakaan Pusat Universitas Gadjah Mada, dan perpustakaan Kolose Ignatius serta perpustakaan Seminari Tinggi St. Paulus Kentungan. Studi pustaka juga dilakukan pada sumber-sumber yang terdapat pada cakupan spasial penelitian, yaitu di Gereja Santo Petrus Pekalongan, kantor arsip kota Pekalongan, serta kantor arsip suster SND pusat di Pekalongan.
15
Langkah yang ketiga adalah wawancara, yang menggunakan metode sejarah Lisan. Langkah ini digunakan untuk mendapatkan sumber lisan yang berasal dari pelaku dan penyaksi sejarah. Dengan hasil wawancara yang diperoleh, diharapkan semakin menguatkan dan menambah fakta-fakta baru dalam penelitian. Setelah mendapatkan berbagai sumber yang diperlukan, peneliti melakukan kritik terhadap sumber atau verifikasi sumber. Dalam langkah ini, ada 2 macam kritik yang dilakukan, yaitu kritik ekstern dan kritik intern.23 Kritik ekstern adalah kritik yang dilakukan untuk membuktikan keaslian sumber dari bentuk fisik sumber tersebut. sedangkan kritik intern adalah kritik yang dilakukan utuk membuktikan bahwa informasi dalam sumber tersebut dapat dipercaya atau credible. Interpretasi
sumber
atau
Auffasung
adalah
proses
menganalisis dan melakukan sintesis terhadap sumber-sumber hasil verifikasi untuk menghasilkan fakta sejarah. Lalu fakta sejarah tersebut disajikan dalam bentuk tertulis dan menjadi sebuah karya tulis. Tahapan ini dinamakan penulisan atau Darstellung. Dalam penulisannya, penelitian ini menggunakan
23
Ibid., hlm. 100.
16
pendekatan sejarah sosial, karena perlunya melihat perubahan sosial yang terjadi selama kegiatan misi tersebut berlangsung.24
F.
Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam mengkaji hasil penelitian ini, maka diperlukan suatu sistematika penulisan yang kronologis dan sistematis. Untuk mengawali hasil penelitian ini disajikan bagian pengantar. Selanjutnya ditampilkan kehidupan sosial masyarakat Pekalongan. Disini akan diulas kehidupan masyarakat Pekalongan dari aspek struktur social, ekonomi, budaya dan etnis. Lalu akan dibahas pula mengenai terbentuknya paroki Pekalongan. Setelah itu dibahas tentang munculnya karya sosial katolik di Pekalongan, beserta siapa saja yang berperan dalam karyakarya tersebut. Faktor pendukung terbentuknya karya tersebut akan dipaparkan disini. Kemudian dibahas pula mengenai perkembangan karya sosial tersebut. Dipaparkan pula bagaimana hubungannya dengan masyarakat Pekalongan pada umumnya. Penulisan ini ditutup dengan hasil akhir dari penelitian ini yang berupa kesimpulan.
24
Menurut Kuntowijoyo, sejarah agama dapat ditulis dengan pendekatan sejarah sosial, karena hadirnya agama selalu mempengaruhi perubahan sosial masyarakat. Lihat Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta : Tiara Wacana, 2008), hlm. 166.