1
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang Kemajuan teknologi dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup manusia di dunia pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya semakin meningkat. Seiring dengan kemajuan teknologi ini, pertumbuhan industri di dunia dan Indonesia di segala bidang pun semakin meningkat pula. Pertumbuhan dan perkembangan industri ini akan mengakibatkan terciptanya kesempatan kerja bagi angkatan kerja yang belum mendapatkan pekerjaan, sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan taraf hidup dan perekonomian rakyat yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan perkapita dari tiap-tiap negara yang sedang berkembang industrinya. Pertumbuhan dan perkembangan industri ini selain mempunyai dampak positif bagi peningkatan taraf hidup manusia juga ternyata mempunyai dampak negatif. Dari berbagai perkembangan dan pertumbuhan industri yang terjadi ini mengakibatkan terjadinya peningkatan pencemaran lingkungan yang berdampak pada pekerjanya maupun pada masyarakat sekitar industri. Selain itu dalam industri terjadi peningkatan angka kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja sebagai akibat tidak adanya manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang baik dan optimal pada industri tersebut. Salah satu penyebab terjadinya kecelakaan kerja di industri adalah kebosanan yang terjadi pada tenaga kerja. Kebosanan ini terjadi dikarenakan
2
pekerjaan yang monoton, berulang-ulang, dan kurang bervariasi. Pada saat tenaga kerja merasa bosan biasanya mereka menjadi tidak fokus dalam bekerja sehingga tenaga kerja tidak mematuhi standar operasional prosedur dalam bekerja sehingga mereka mengalami kecelakaan kerja. Rea dan Hadi (2012) hasil penelitiannya menjelaskan bahwa kebosanan kerja pada karyawan radio Sonora Surabaya dikarenakan oleh 2 sebab yaitu dikarenakan oleh quantitative overload yaitu situasi dimana pekerjaan yang diberikan kepada individu lebih banyak dibanding waktu yang diberikan untuk dapat menyelesaikan tugasnya, dan dikarenakan oleh qulitative overload yaitu perasaan individu dimana mereka tidak memiliki ketrampilan serta kemampuan untuk menyelesaikan tugas dan pekerjaannya, hal ini menyebabkan rasa bosan dikarenakan individu menilai pekerjaan yang diberikan melebihi kapasitas individu tersebut untuk memahami pekerjaannya. Penelitian yang dilakukan Ahyani (2012) menjelaskan bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara kebosanan kerja dengan loyalitas kerja, hasil penelitannya menunjukkan bahwa semakin tinggi kebosanan kerja subjek maka semakin rendah loyalitas kerja subjek, demikian pula sebaliknya semakin rendah kebosanan kerja subjek maka semakin tinggi loyalitas kerja subjek. Apabila pada suatu indutri mengalami kondisi kerja yang tenaga kerjanya mengalami kebosanan akan menyebabkan penurunan kinerja tenaga kerja yang pada akhirnya akan mengakibatkan penurunan produktivitas perusahaan.
3
Ramay dan Bashir (2010), dalam jurnalnya mengenai kinerja pada sektor perbankan di Pakistan menjelaskan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara stress kerja dengan kinerja tenaga kerja, lebih lanjut dijelaskan bahwa stress kerja secara signifikan dapat mengurangi kinerja dari tenaga kerja dengan kata lain apabila subjek mengalami stress kerja yang tinggi maka kinerja dari subjek akan rendah sebaliknya apabila subjek mengalami stress kerja yang rendah maka kinerjanya akan tinggi. Senada dengan hal tersebut, Kusuma (2004) dalam penelitiannya mengenai pengaruh stress kerja dan semangat kerja terhadap prestasi kerja karyawan Lippo Bank Cabang Yogyakarta menjelaskan bahwa ada pengaruh signifikan stress kerja terhadap prestasi kerja. Karyawan yang mengalami stress tinggi maka prestasi kerja mereka akan rendah, ada pengaruh signifikan semangat kerja terhadap prestasi kerja, apabila semangat kerja karyawan tinggi maka prestasi kerja juga akan tinggi. Avolio et al, (1990) dalam penelitiannya juga menjelaskan bahwa ada perbedaan mengenai umur dan pengalaman dalam hubungannya dengan kinerja tenaga kerja. Pengalaman kerja mempunyai hubungan yang lebih tinggi dengan kinerja daripada hubungan umur dengan kinerja. Dengan kata lain tenaga kerja yang mempunyai pengalaman yang banyak dalam kerjanya maka kinerjanya akan tinggi. Pertumbuhan dan perkembangan industri yang pesat di Indonesia salah satunya terjadi di Kabupaten Purbalingga. Industri yang berkembang pesat di Kabupaten Purbalingga antara lain pembuatan bulu mata palsu. Dari waktu ke
4
waktu industri tersebut semakin berkembang, hal ini ditandai dengan banyak dibukanya pabrik-parbrik baru dan home industri pembuatan bulu mata palsu di Kabupaten Purbalingga. Pembuatan bulu mata palsu merupakan indsutri yang sangat berperan penting dalam pembangunan di Kabupaten Purbalingga. Pada setiap kecamatan sampai tingkat desa di Kabupaten Purbalingga terdapat pabrik maupun home industri yang bergerak pada pembuatan bulu mata palsu. Dengan adanya industri pembuatan bulu mata palsu ini mengakibatkan penyerapan tenaga kerja dan menjadi sumber pemasukan bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Purbalingga. Kecamatan Kejobong merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Purbalingga yang terdapat home industri pembuat bulu mata palsu. Berdasarkan survei lapangan diketahui bahwa Kecamatan Kejobong mempunyai 74 rumah penduduk yang dijadikan untuk home industri pembuat bulu mata palsu yang tersebar di 13 desa. Salah satu desa yang terdapat home industri pembuat bulu mata palsu adalah di Desa Nangkod yang terdapat 7 home industri. Diantaranya adalah home industri yang dimiliki oleh ibu A yang memiliki tenaga kerja sebanyak 94 orang dan home industri milik bapak B yang memiliki tenaga kerja sebanyak 97 orang yang semuanya adalah perempuan. Pada tingkat home industri ini proses produksi yang dilakukan tenaga kerja hanya melakukan proses knitting. Knitting adalah proses merajut rambut pada sehelai benang sesuai model sehingga membentuk untaian bulu mata, yang
5
kemudian hasil dari knitting ini akan dikumpulkan dan disetorkan pada PT untuk kemudian diproses lebih lanjut sampai akhirnya diekspor ke manca negara. Observasi awal menunjukkan bahwa knitting merupakan salah satu proses dalam pembuatan bulu mata, para tenaga kerja di bagian proses produksi ini melakukan kerja yang monoton dan berulang-ulang, dengan kata lain tenaga kerja dituntut bekerja hanya satu macam tugas saja tanpa ada variasi secara profesional untuk memenuhi kualitas produksi. Keadaan tersebut diperburuk lagi dengan kondisi lingkungan kerja dan cara bekerja yang kurang ergonomis, tenaga kerja hanya duduk di bangku panjang yang terbuat dari kayu dan tidak mempunyai sandaran untuk punggung sehingga pada saat duduk punggung tenaga kerja tidak bisa bersandar yang menyebabkan para tenaga kerja mengeluh punggungnya sakit, belum adanya program rotasi antar pekerjaan yang bisa membuat tenaga kerja memperoleh suasana baru dalam bekerja, serta belum adanya musik pengiring kerja di tempat kerja sehingga menyebabkan ruang kerja sepi dan membosankan. Pada survei awal yang dilakukan di home industri bulu mata palsu, dengan mengadakan wawancara terhadap sebagian tenaga kerja diperoleh data bahwa mereka merasa bosan, lesu, kurang bergairah, dan kurang bersemangat dalam bekerja. Sementara hasil dari wawancara dengan salah satu pemilik diketahui bahwa tenaga kerja ada juga yang tidak hadir dengan berbagai alasan, sehingga produktivitas dari home industrinya mengalami penurunan, dilain pihak kinerja tenaga kerja juga mengalami penurunan. Kinerja tenaga kerja ini dinilai dari jumlah bulu mata yang dihasilkan dalam waktu 6 hari kerja dimana dalam 6
6
hari kerja tersebut tenaga kerja mempunyai target yang sudah ditentukan oleh pemilik home industri yaitu sebesar 17 bulu mata per hari kerja. Sehingga menurut pemiliki home industri, tenaga kerja yang tidak memenuhi target dinilai kinerjanya jelek. Berdasarkan observasi awal diketahui bahwa pemilik home industri kurang perhatian terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), hal ini terlihat dengan tidak adanya jaminan kesehatan yang layak bagi tenaga kerja dan tidak ada upaya K3 dari pihak pemilik, seperti belum terpampangnya posterposter yang berkaitan dengan K3 di tempat kerja, belum adanya pengukuran pencahayaan, suhu, kebisingan, dan sanitasi di lingkungan kerja, dan juga belum diperhatikannya gizi kerja bagi tenaga kerja. Kondisi pekerjaan demikian berpotensi dapat menyebabkan gangguan kesehatan baik secara fisik maupun psikologis, diantaranya dapat menyebabkan kebosanan kerja yang pada akhirnya dapat menurunkan kinerja dan dan menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Grandjean (1995) yang menjelaskan bahwa
pekerjaan
yang
berulang-ulang,
pekerjaan
yang
monoton
dan
membutuhkan kewaspadaan yang terus menerus dapat menimbulkan kebosanan. Lebih lanjut Suma’mur (1987) menjelaskan bahwa kerja yang monoton dan berulang-ulang akan mempunyai efek pada proses kerja dan terhadap tenaga kerja itu sendiri, misalnya tenaga kerja tidak maksimum dalam bekerja, gelisah dan merasa tidak puas atas apa yang dikerjakannya disamping juga akan mempengaruhi kinerjanya.
7
Salah satu cara untuk mengurangi kebosanan di tempat kerja dan meningkatkan kinerja tenaga kerja adalah dengan memberikan musik pengiring kerja dengan irama dan tempo yang disesuaikan dengan tenaga kerjanya. Hal ini sesuai dengan Anastasi (1989) yang berpendapat bahwa salah satu cara untuk mengurangi kebosanan kerja adalah dengan pemberian musik pengiring kerja di tempat kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Nasution (1998) di perusahaan batik dan garmen menjelaskan bahwa secara signifikan musik pengiring kerja dapat menghibur dan menurunkan kelelahan pada tenaga kerja. Lebih lanjut Sumihardi (2000) dalam penelitiannya pada pabrik garmen menjelaskan bahwa ada pengaruh yang signifikan musik pengiring kerja terhadap kepuasan dan produktivitas kerja. Suma’mur (1987) menjelaskan bahwa pekerjaan yang bersifat monoton repetitif, tidak bervariasi, dan kurang tantangan dapat diberikan musik pengiring kerja dengan tempo yang sedang. Lebih lanjut dijelaskan oleh Grandjean (1995) bahwa musik pengiring kerja dengan tempo lambat dapat menyebabkan tenaga kerja mengantuk dalam melaksanakan pekerjaannya dan jika temponya cepat dapat mengganggu konsentrasi tenaga kerja sehingga dapat mengakibatkan kecelakaan kerja. Dimyati (1993) berpendapat bahwa musik pengiring kerja yang disajikan sesuai dengan keinginan pekerja dapat berpengaruh positif berupa perasaan senang dan terhibur dalam menikmatinya. Senada dengan hal tersebut Mack (1995) menjelaskan bawa pengaruh musik pengiring kerja terhadap manusia tergantung dari selera manusia yang mendengarkannya. Sementara Burt dalam
8
Nasution (1998) berpendapat bahwa untuk meningkatkn produktivitas kerja sebaiknya jenis musik yang paling disenangi oleh tenaga kerja yang disajikan. Berdasarkan uraian seperti tersebut di atas peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Musik Pengiring Kerja Terhadap Kinerja Tenaga Kerja yang Mengalami Kebosanan di Home Industri Pembuat Bulu Mata Palsu”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan yaitu apa ada pengaruh musik pengiring kerja terhadap kinerja tenaga kerja yang mengalami kebosanan di home industri pembuat bulu mata palsu?
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh musik pengiring kerja terhadap kinera tenaga kerja yang mengalami kebosanan di home industri pembuat bulu mata.
D. Keaslian Penelitian Sepengetahuan
penulis,
penelitian
mengenai
musik
yang
telah
dilaksanakan adalah : 1.
Nasution (1998) meneliti tentang kelelahan tenaga kerja wanita dan pemberian musik pengiring kerja dengan tempo sedang (suatu kajian di bagian pembatik tulis dan menjahit) di perusahaan garmen Yogyakarta, yang
9
merupakan penelitian kuantitatif dengan hasil bahwa musik pengiring kerja dapat menghibur dan menurunkan kelelahan pada tenaga kerja wanita. 2.
Sumihardi (2000) meneliti tentang pengaruh musik pengiring kerja bertempo sedang terhadap kepuasan dan produktivitas kerja di perusahaan batik dan garmen di Yogyakarta, yang merupakan penelitian kuantitatif dengan hasil bahwa ada pengaruh positif musik pengiring kerja terhadap kepuasan dan produktivitas kerja, dengan adanya musik pengiring kerja maka terjadi peningkatan kepuasan dan produktivitas kerja sehingga keberadaan musik pengiring kerja perlu dipertahankan di perusahaan.
3.
Riyadi (2002) meneliti tentang pengaruh musik pengiring kerja dengan tempo sedang terhadap kebosanan kerja dan kelelahan kerja di Tunas Asri Keramik Yogyakarta, yang merupakan penelitian kuantitatif dengan hasil bahwa ada pengaruh negatif musik pengiring kerja terhadap kebosanan dan kelelahan kerja, dengan diberikannya musik pengiring kerja maka kebosanan dan kelelahan kerja menurun.
Berdasarkan hal tersebut di atas dapat diketahui bahwa ada perbedaan dengan penelitian yang akan dilaksanakan tentang pengaruh musik terhadap kinerja tenaga kerja yang mengalami kebosanan di home industri pembuat bulu mata palsu, penelitian ini bersifat kuantitatif.
10
E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada : 1.
Perusahaan Diharapkan sebagai bahan pertimbangan untuk mengaplikasikan musik pengiring kerja di tempat kerja dalam upaya menurunkan tingkat kebosanan dan meningkatkan kinerja tenaga kerja.
2.
Tenaga Kerja Diharapkan dengan mendengarakan musik pengiring kerja, tenaga kerja dapat lebih bergairah, bersemangat dan dapat meningkatkan kinerjanya.
3.
Dinas Kesehatan Diharapkan bisa menjadi bahan pertimbangan dalam upaya pencegahan penyakit akibat kerja dan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) bagi tenaga kerja pembuat bulu mata palsu.
4.
Ilmu Pengetahuan Diharapkan bisa menjadi tambahan bahan referensi dan sebagai dasar penelitian lebih lanjut khususnya bidang keselamatan dan kesehatan kerja (K3) terutama mengenai pengaruh musik pengiring kerja terhadap hubungan kebosanan kerja dengan kinerja tenaga kerja.