BAB I PENGANTAR
1.1 Latar Belakang Dengan adanya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua telah memberikan kewenangan yang besar kepada daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Hal ini tentu saja manawarkan berbagai kemungkinan untuk di terapkan kebijakan yang sesuai dengan kondisi daerah untuk menjalankan birokrasi publik dengan efisien, efektif, transparan dan akuntabel. Sejalan dengan Undang-undang Nomor 17 tahun 2004 tentang Keuangan Negara yang mensyaratkan Pemerintah Daerah dalam penyusunan laporan keuangan yang komperhensif, Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Barang Milik Daerah dikatakan sebagai salah satu unsur penting dalam rangka penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan masyarakat harus di kelola dengan baik dan benar. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah yang merupakan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 74 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah mengatakan bahwa, Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan Belanja Daerah atau perolehan lainnya yang sah. 1
2
Pedoman teknis Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 mengklasifikasi barang milik daerah menjadi 6 (enam) kelompok yaitu tanah, peralatan mesin, gedung dan bangunan, jalan irigasi dan jembatan, aset tetap lainnya serta konstruksi dalam pengerjaan. Pengelolaan barang milik daerah, merupakan salah satu unsur penting dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat, oleh karena itu pengelolaan barang milik daerah yang baik akan mencerminkan pengelolaan keuangan daerah yang baik. Salah satu masalah pemerintah daerah dalam pengelolaan aset daerah adalah ketidaktertiban administrasi dalam pengendalian aset. Kondisi ini jelas menyebabkan pemerintah daerah kesulitan untuk mengetahui seberapa besar aset yang dimiliki, aset-aset mana saja yang telah dikuasai atau berpeluang memiliki investasi tinggi. Hal ini bila dibiarkan berlarut-larut akan menyebabkan aset tersebut semakin berasa pada posisi idle yaitu kondisi di mana aset yang status kepemilikannya dikuasai pemerintah namun tidak dari segi penguasaan lokasi, sehingga bisa diserobot dengan pihak lain. Dengan dibuatnya Undang-undang dan Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang pengurusan aset milik daerah, di maksudkan agar terjadinya desentralisasi di daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Demikian pula dalam pengelolaan aset yang ada di daerah. Pendanaan aset milik daerah bersumber pada Pendapatan asli daerah (PAD) yang dananya didapat dari pendapatan pajak daerah, pendapatan retribusi, pendapatan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang di pisahkan dan lain-lain. Pendapatan asli daerah yang sah, yang semuanya memberikan keleluasaan bagi daerah menjalankan otonomi
3
khusus sebagai asas desentralisasi yang telah di berikan kepada daerah khususnya Provinsi Papua. Dasar pemikiran aset daerah di era otonomi (Prasetyo, 2009: 1) mempunyai posisi yang strategis, aset daerah (barang milik daerah) ditangani dengan baik niscaya, dapat menjadi modal bagi daerah untuk melakukan pengembangan kemampuan keuangan daerah. Sebaliknya, bila tidak dikelola dengan semestinya, maka menjadi beban belanja, karena aset membutuhkan biaya perawatan, atau pemeliharaan, dan seiring dengan waktu aset dapat turun nilainya (terdepresiasi). Aset daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD, atau berasal perolehan lain yang sah (Peraturan Pemerintah No 6 Tahun 2006). Barang daerah adalah semua barang yang berwujud diperoleh dari pembelian dengan menggunakan dana APBD atau berdasarkan perolehan lain yang sah (Pasal 2 ayat 1 point b Peraturan Pemerintah No 6 Tahun 2006). Aktiva tetap sama dengan aset tetap yang manfaatnya lebih dari satu periode akuntasi, digunakan
untuk
penyelenggaraan
pemerintahan
dan
pelayanan
publik.
Diantaranya tanah, peralatan mesin, bangunan gedung, jalan, irigasi, jaringan serta aset tetap lainnya berupa meubelair serta buku-buku perpustakaan dan sebagainya. Salah satu masalah utama pemerintah daerah dalam pengelolaan aset daerah adalah ketidaktertiban administrasi dalam pengendalian inventarisasi aset. Kondisi ini jelas menyebabkan pemerintah daerah mengalami kesulitan untuk mengetahui secara pasti seberapa besar aset yang dimiliki, aset-aset mana saja yang telah dikuasai atau berpotensi memiliki investasi tinggi. Hal ini bila terus dibiarkan berlarut-larut akan menyebabkan aset tersebut semakin berada di posisi idle, yaitu di mana aset yang status kepemilikannya di kuasai pemerintah namun
4
dari segi penguasaan lokasi, sehingga menjadi lahan subur bagi timbulnya penyerobotan tanah dan pemukiman liar. Dari sisi pembiayaan, anggaran biaya pemeliharaan terhadap idle aset tersebut pun akan ada setiap tahunnya menjadi beban bagi pemerintah daerah. Untuk hal tersebut pemerintah daerah dituntut untuk mampu mengelola secara profesional. Sektor pertanian khususnya di Papua memegang perananan penting di bidang perekonomian di dalam pembangunan di Provinsi Papua sesuai yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua, di mana agenda utama mengacu pada RPJMD Provinsi Papua tahun 2009-2011 yaitu “membangun tanah papua yang damai dan sejahtera”. Salah satunya adalah meningkatkan program-program peningkatan produksi dan produktifitas tanaman pangan dan hortikultura serta mewujudkan ketahanan pangan di provinsi papua agar “terwujudnya pembangunan tanaman pangan dan hortikultura yang mandiri serta peningkatan ketahanan pangan menuju masyarakat pertanian papua yang sejahtera”. Dinas Pertanian dan Ketahanan Provinsi Papua
dibentuk berdasarkan
Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas-dinas Daerah yang mempunyai fungsi merumuskan kebijakan teknis di bidang tanaman pangan, hortikultura dan ketahanan pangan, pemberian perijinan dan pelaksanaan pelayanan umum lintas kabupaten/kota di bidang pertanian tanaman pangan,
hortikultura dan ketahanan pangan, pembinaan teknis,
pengelolaan UPTD dan pelaksanaan urusan tata usaha dinas. Sesuai Rencana Strategis Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Papua Tahun 2010 – 2011, pengoptimalisasian lahan
yang masih produktif
5
dilakukan dikarenakan terbatasnya lahan tersebut tidak tepat waktu dan tepat olah serta kurang disesuaikan dengan pertumbuhan tanaman. Data jumlah lahan yang sudah dimanfaatkan di seluruh Provinsi Papua baru sekitar 102.588 hektar yang sudah ditanami oleh berbagai jenis komoditi, di mana penyebaran luas lahan sawah 25.127 Ha dan lahan pekarangan/ladang 77.461 Ha. Pengelolaan terhadap aset tetap tanah dan bangunan di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan antara data yang tersaji dengan data dilapangan sering berbeda sehingga pengelolaan aset tidak terlaksana dengan baik, hal ini berpengaruh terhadap pengoptimalan aset. Pendayagunakan potensi aset dengan memfokuskan pada pengelolaan aset-aset yang dimilikinya dengan baik, sehingga perlu dilakukan kegiatan inventarisasi, legal audit, penilaian aset, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian. Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka yang menjadi rumusan masalah adalah pelaksanaan pengelolaan manajemen aset tanah dan bangunan yang ada di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Papua meliputi kegiatan inventarisasi,legal audit, penilaian, pemanfaatan aset dan pengawasan belum berjalan secara baik sesuai mekanisme dan aturan.
1.2 Keaslian Penelitian 1. Sarifudin (2004) melakukan penelitian tentang transformasi pengelolaan aset daerah (tanah dan bangunan) dalam optimalisasi nilai sewa di Kabupaten Sikka. Metoda yang digunakan adalah teori pendekatan perbandingan data pasar, pendekatan biaya, estimasi nilai sewa, sedangkan persentase pendapatan sewa terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan menggunakan alat analisis deskriptif statistik.
6
2. Bloomquist dan Oldach (2005) menjelaskan bahwa optimalisasi aset perusahaan memerlukan pendekatan perbaikan yang “cerdas” dengan memadukan teknologi secara strategis, metodalogi yang handal, proses pemeliharaan yang terbaik dan perubahan budaya dalam sebuah program yang terkoordinasi dan berkelanjutan. 3. Dadson (2006) menjelaskan tentang pengoptimalisasian manajemen aset tanah di Ghana dalam rangka menuju Good Governance. Langkah-langkah tersebut berada diseputar legalisasi, organisasi dalam sektor tanah, data base dan peta serta mekanisme sistem lahan yang berkelanjutan. 4. Basuni (2008) melakukan penelitian tentang manajemen aset tanah dan bangunan Pemerintah Kabupaten Bengkayang di Provinsi Kalimantan Barat tahun 2006. Penelitian ini memfokuskan pada fenomena-fenomena yang ada pada manajemen aset pemerintah daerah yang berperan sangat penting dalam memberikan informasi yang cepat, tepat dan dapat dipertanggung jawabkan dalam neraca daerah. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengkaji inventarisasi aset tanah dan bangunan menurut legal yuridis yang dimiliki Pemerintah Kabupaten Bengkayang, dan evaluasi sistem manajemen aset tanah dan bangunan (real property) yang dimiliki Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkayang. 5. Azhar, Darwanis, Abdullah (2013) menjelaskan tentang pengaruh kualitas aparatur daerah, regulasi dan sistem informasi terhadap manajemen aset baik secara bersama-sama ataupun parsial. Menggunakan metoda sensus dan analisis regresi berganda di mana diketahui bahwa kualitas aparatur aparatur daerah, regulasi dan sistem informasi berpengaruh secara bersama-sama
7
terhadap manajemen aset, namun secara parsial hanya kualitas aparatur daerah tidak berpengaruh terhadap manajemen aset. 6. Permatasari (2013) menjelaskan otonomi desa dalam pengelolaan aset desa dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa menggunakan metoda deskriptif. Memfokuskan pada otonomi desa yang digunakan, pengeloaan aset, faktor pendorong dan penghambat di mana pemerintah desa dapat menekan biaya yang tidak diperlukan dan membangun sumber pendapatan bagi desa dengan cara memperbaiki pasar desa dan menaikan biaya sewa yang dapat meningkatkan nilai ekonomi aset tersebut. 7. Priyono (2013) melakukan penelitian tentang keandalan informasi laporan keuangan daerah berbasis akrual: kajian pengelolaan aset tetap daerah untuk menghasilkan laporan keuangan daerah yang andal. Menggunakan metoda penelitian
kualitatif
dengan pendekatan studi kasus bertujuan mencari
informasi aset tetap daerah pada laporan keuangan, kartu inventaris barang, dan laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksan Keuangan RI atas laporan keuangan daerah. 8. Rizqi (2013) melakukan penelitian tentang penatausahaan asset pemerintah daerah melalui sistem informasi manajemen barang daerah (SIMBADA) menggunakan metoda kualitatif deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penggunaan SIMBADA terhadap pengelolaan aset baik dampak positif dan negatif, di mana perlu adanya koordinasi lebih baik untuk pengawasan, monitoring serta evaluasi baik untuk program SIMBADA dan pihak pengelola aset daerah.
8
Keaslian penelitian ini dibandingkan dengan beberapa penelitian sebelumnya adalah terletak pada aspek lokasi, objek, waktu dan variabel yang diteliti serta alat analisis yang digunakan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah tentang konsep pengelolaan aset.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian Penelitian yang dilaksanakan di Dinas Pertanian dan Ketahanan Provinsi Papua sesuai latar belakang masalah, maka penelitian ini mempunyai tujuan. 1. Mengevaluasi pengelolaan aset di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi
Papua
meliputi
inventarisasi,
legal
audit,
penilaian,
pemanfaatan/optimalisasi aset dan pengawasan. 2. Mengevaluasi pandangan responden sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya berkaitan dengan pengelolaan aset. 1.3.2 Manfaat penelitian Penelitian yang dilakukan di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Papua, maka penelitian ini mempunyai manfaat. 1. Bahan masukan bagi Pemerintah Daerah Provinsi Papua khususnya Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Papua dalam mengambil kebijakan untuk mampu meningkatkan kemampuan pengeloaan aset yang baik. 2. Bahan masukan bagi Pemerintah Provinsi Papua khususnya Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Papua dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah khususnya untuk biaya pemeliharaan aset.
9
1.4 Sistematika Penulisan Penulisan tesis ini dibagi menjadi lima bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut: Bab I Pengantar memuat tentang latar belakang, keaslian penelitian, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematikan penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka menguraikan tentang tinjauan pustaka dan landasan teori. Bab III Metoda Penelitian menguraikan ruang lingkup penelitian, populasi, sumber data, metoda analisis dan definisi operasional Bab IV
Hasil Analisis
dan Pembahasan memuat uji validitas dan reliabilitas, frekuensi jawaban responden, pembahasan dan implikasi kebijakan. Bab V kesimpulan dan saran yang merupakan kesimpulan dari analisis data serta saran-saran yang diberikan.