BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara Kesaturan Republik Indonesia (NKRI) yang menganut paham otonomi daerah sejak lama. Pergantian kepemimpinan yang terjadi membawa perubahan terhadap peraturan perundangan-undangan. Otonomi Daerah yang berlaku diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 mengenai Pemerintah Daerah, terdapat tiga klasifikasi urusan pemerintah, antara lain urusan Pemerintahan
absolut,
urusan
Pemerintahan
konkuren
dan
urusan
Pemerintahan umum. Tiga diantara klasifikasi urusan pemerintahan tersebut, urusan Pemerintahan konkuren merupakan klasifikasi urusan Pemerintahan yang di serahkan pada Pemerintah Daerah paling dasar terhadap pelaksanaan otonomi Daerah karena merupakan urusan pemerintahan pusat yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/ Kota. Pemerintah Daerah memiliki hak, wewenang, dan kewajiban sebagai daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai kondisi daerah dan peraturan undangundang yang berlaku. Otonomi Daerah yang telah dijalankan perlu didukung dengan adanya pendanaan yang sesuai. Pendanaan merupakan salah satu bentuk dari otonomi daerah dalam melakukan pengelolaan keuangan yang disebut sebagai otonomi
1
2
fiskal atau desentralisasi fiskal. Pemerintah Daerah dapat menyediakan barang dan jasa untuk masyarakat dan mengelola keuangan sesuai aturan perundangundangan yang telah ditetapkan dengan penuh tanggung jawab seperti yang ada pada pasal 40 UU No. 23 Tahun 2014. Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) yang telah dirancang oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) merupakan cerminan dari suatu daerah. Pengelolaan keuangan yang berjalan dengan baik, adil, tepat secara sasaran, efektif dan efisiensi, membuat pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat meningkat. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat dapat mendorong suatu daerah lepas dari ketergantungan Pemerintah Pusat karena dianggap memiliki kemandirian untuk membiayai daerah itu sendiri. Salah satu ciri utama suatu daerah yang memiliki kemandirian dalam melaksanakan otonomi daerah menurut Yuliati (2001: 22), adalah terletak pada kemandirian keuangan dalam menjalankan pemerintahan dimana proporsi ketergantungan terhadap pemerintah pusat dari tahun ketahunnya semakin kecil. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu ciri dari adanya kemandirian dalam pengelolaan keuangan suatu daerah. Rinaldi (2012: 105) kaitannya dengan pemberian otonomi daerah, PAD selalu dipandang sebagai salah satu indikator atau kriteria untuk mengukur ketergantungan suatu daerah kepada pusat. Pada prinsipnya desentralisasi fiskal diberikan dengan harapan ketergantungan terhadap pemerintah pusat berkurang. Menurut Halim (2008: 230) salah satu alat untuk menganalisa kinerja pemerintah daerah dalam
3
melakukan pengelolaan keuangan yaitu dengan melakukan peganalisisan dengan rasio keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakanya. Hasil dari penghitungan dengan menggunakan rasio keuangan kelak dijadikan sebagai tolak ukur seberapa besar kinerja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah. Provinsi Jawa Tengah merupakan Provinsi yang memiliki 29 wilayah Kabupaten dan 6 Wilayah Kota. Besar kecilnya suatu pendapatan dapat dilihat dari kinerja dalam melakukan pengelolaan keuangan serta kemandirian keuangan masing-masing daerah. Kota dengan 6 wilayah dari Provinsi Jawa Tengah yang dimilikinya, terdapat kota dengan PAD yang terendah dan tertinggi. PAD dari kota-kota yang ada di Jawa Tengah dapat dilihat dari laporan Jawa Tengah Dalam Angka dalam kurun waktu yang diinginkan. Tabel 1.1 Rerata Pendapatan Asli Daerah Kota-Kota di Jawa Tengah Tahun Anggaran 2010 – 2013 (dalam satuan jutaan rupiah)
Kota (1) Magelang Surakarta Salatiga Semarang Pekalongan Tegal
PAD Rerata Rang king (2) (3) 80,540 206,278 74,015 638,766 79,074 137,901
4 2 6 1 5 3
DP Rerata (4) 366,913 662,461 346,313 1,073,716 380,731 358,581
Kemandirian* Rerata Rang king (6) (7)
Rang king (5) 4 2 6 1 3 5
22% 31% 21% 58% 20% 38%
Keterangan : - PAD : Pendapatan Asli Daerah - DP : Dana Perimbangan -* : Kemandirian diperoleh dengan membandingkan PAD dan DP (Bisma dan Susanto, 2010: 78) Sumber : DJPK, (2014), Realisasi APBD Setelah TA-2006, data diolah
4 3 5 1 6 2
4
Berdasarkan tabel yang telah tertera di atas, Kota dengan PAD terendah adalah Kota Salatiga. Kota Salatiga di bandingkan dengan Kota yang lain secara rerata selama 4 tahun memiliki dana perimbangan yang terendah. Kemandirian yang didapat dengan membandingkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan Dana Perimbangan (DP), Kota Salatiga memiliki rangking kemandirian nomer 5 yaitu sebesar 21%. Jika dilihat dari tabel indikator kemandirian, angka 21% merupakan kriteria rendah sekali yang mengandung makna bahwa peran pemerintah pusat pada Kota Salatiga tersebut masih tinggi. Kemudian, dari tabel di atas, PAD dengan nila tertinggi adalah Kota Semarang. Kota Semarang memiliki tingkat kemandirian sebesar 58%. Apabila di lihat dengan indikator tingkat kemandirian, angka 58% merupakan angka dengan kriteria yang sedang. Artinya Campur tangan Pemerintah Pusat sudah cenderung sedikit, Kota Semarang cenderung sudah bisa melaksanakan otonomi daerah dengan baik. Pendapatan Asli Daerah (PAD) memiliki beberapa pos, yaitu pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Berikut pos-pos dari PAD Kota Salatiga dan Kota Semarang pada tahun 2010-2013 dengan data diolah,
5
Tabel 1. 2 Rerata Pos-Pos PAD di Kota Salatiga dan Kota Semarang Tahun 2010 - 2013 (dalam satuan jutaan rupiah) Kota
Pajak Daerah
Retribusi Daerah
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan (1) (2) (3) (4) Salatiga 17,046 9,537 3,273 Semarang 454,748 88,177 6,655 Sumber : DJPK, (2014), Realisasi APBD, data diolah
Lain-lain PAD yang Sah
(5) 44,159 89,186
Pajak Daerah yang dimiliki Pemerintahan Kota Salatiga berkisar 17,046 sedangkan Pemerintahan Kota Semarang 454,748 dalam satuan jutaan rupiah. Retribusi daerah Pemerintahan Kota Salatiga sebesar 9,537 dan Pemerintahan Kota Semarang 88,177 dalam satuan jutaan rupiah. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang diperoleh Pemerintahan Kota Salatiga berkisar 3,273 dan Pemerintahan Kota Semarang 6,655 dalam satuan jutaan rupiah. Pos terakhir adalah lain-lain PAD yang sah untuk Pemerintahan Kota Salatiga 44,159 sedangkan yang diperoleh Pemerintahan Kota Semarang sebesar 89,186 dalam satuan jutaan rupiah. Mengenai PDRB harga konstan yang diperoleh dari BPS Kota Salatiga, industri pengolahan merupakan sektor tertinggi yang dihasilkan pada tahun 2013 dengan jumlah sebesar Rp 2,089,297,114,883, dan pada tahun 2012 sebesar Rp 1,928,743,529,415. Pemerintahan Kota Salatiga berdasarkan data pada Dinas Perhubungan, Komunikasi, Kebudayaan dan Pariwisata, Kota Salatiga memiliki pariwisata antara lain Agrowisata Salib Putih, Wahana Air Atlantic Dreamland, Kolam Renang Kalitaman, Cagar Budaya Prasasti
6
Plumpungan, Desa Wisata Tingkir Lor, Wisata Budaya Suran Ki Hajar Sampurno (1 Suro), Wisata Budaya Kirab Budaya Hari Jadi (24 Juli), Wisata Membatik Batik Plumpungan, Wisata Belanja Kue Kering UMKM “Saga”, Wisata kuliner sate kambing, Wisata kuliner lesehan, Wisata kuliner. Visi yang tercantum pada Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintahan (LAKIP) bidang DPPKA bahwa terwujudnya pengelolaan pendapatan yang optimal, dan kemampuan keuangan daerah yang mandiri, efektif, dan akuntabel serta pengelolaan asset daerah yang baik untuk penyelenggaraan pemerintah dan kesejahteraan rakyat, dalam periode ini, Kota Salatiga dapat mengoptimalkan kinerja dalam pengelolaan keuangan dengan memaksimalkan sumber daya yang ada sehingga kemandirian terhadap pemerintah pusat dapat berkurang pula. Kota Semarang adalah Kota dengan PAD tertinggi yang juga merupakan kota Ibu Kota Jawa Tengah. Mengenai PDRB harga konstan yang diperoleh dari BPS Kota Semarang, industri pengolahan merupakan sektor tertinggi yang dihasilkan pada tahun 2013 dengan jumlah sebesar Rp 25,954,056.29 , dan pada tahun 2012 sebesar Rp 23,700,810.90. Visi akan Pemerintahan Kota Semarang adalah “Terwujudnya Semarang Sebagai Kota Perdagangan dan Jasa yang Berbudaya Menuju Masyarakat yang Sejahtera”. Sesuai dengan visi yang dimiliki, Kota Semarang memiliki sentra perdagangan yang tersebar di seluruh Kecamatan seperti Perdagangan Simpang Lima, Sentra perdagangan Tamprin, Sentra Perdagangan Mataram dan Sentra Perdagangan Gajah Mada. Selain itu Kota Semarang memiliki
7
beberapa produk yang terkenal seperti Kerajinan Kain Perca, Bandeng Juana, Lumpia, dam Wingko Babat. Kota tersebut juga memiliki tempat wisata, antara lain Lawang Sewu, Klenteng Sam Poo Kong, Pagoda Watugong, Museum Ronggowarsito. Berdasarkan paparan di atas, maka penelitian akan dilaksanakan dengan judul “Analisis Kinerja Keuangan Daerah dan Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Pemerintahan Kota Salatiga dan Kota Semarang (Tahun 2009 - 2014)”.
B. Identifikasi Masalah 1. Pembatasan Masalah Berdasarkan paparan latar belakang yang telah di jelaskan, pembahasan terletak pada keuangan Daerah. Pembatasan masalah yang digunakan hanya sebatas kinerja keuangan Daerah dan tingkat kemandirian Daerah Kota Salatiga dan Kota Semarang sebagai Kota dengan PAD terendah dan PAD tertinggi pada tahun 2009-2014 dengan menggunakan rasio keuangan. 2. Rumusan Masalah a. Bagaimana kinerja keuangan Daerah Pemerintahan Kota Salatiga dan Kota Semarang sebagai PAD terendah dan PAD tertinggi (Tahun Anggaran 2009-2014) berdasarkan rasio efektivitas, rasio aktivitas, rasio efisiensi?
8
b. Bagaimana tingkat kemandirian keuangan Daerah Pemerintahan Kota Salatiga dan Kota Semarang sebagai PAD terendah dan PAD tertinggi (Tahun Anggaran 2009 – 2014) berdasarkan rasio kemandirian dan rasio ketergantungan keuangan Daerah ? C. Tujuan 1. Mengetahui Kinerja Keuangan Daerah Pemerintahan Kota Salatiga dan Kota Semarang (Tahun Anggaran 2009 - 2014) berdasarkan Rasio Efektivitas, Rasio Aktivitas, Rasio Efisiensi. 2. Mengetahui Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Pemerintahan Kota Salatiga dan Kota Semarang Tahun Anggaran 2009 - 2014 berdasarkan Rasio Kemandirian dan Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi pemerintahan Kota Salatiga dan Kota Semarang, penelitian ini bermanfaat sebagai gambaran kondisi kinerja keuangan daerah dan tingkat kemandirian daerah bedasarkan APBD tahun 2009 - 2014. 2. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan dan menambah wawasan dalam hal analisis kinerja keuangan daerah dan tingkat kemandirian. 3. Bagi pembaca, menambah pengetahuan mengenai kondisi kinerja keuangan daerah dan tingkat kemandirian daerah Kota Salatiga dan Kota Semarang. 4. Bagi peneliti yang akan datang, penulisan ini dapat menambah refrensi dalam menulis mengenai kinerja keuangan daerah dan tingkat kemandirian Kota Salatiga dan Kota Semarang.