BAB I PENDAHULUAN
Stenosis arteri karotis adalah penyempitan lumen (permukaan dalam) dari arteri karotis. Stenosis paling sering disebabkan oleh atherosklerosis, yaitu suatu plak atheromatosa akibat peradangan. Plak dapat pecah dan menjadi sumber emboli yang menyumbat pembuluh darah di otak sehingga menyebabkan transient ischemic stroke atau stroke. Stenosis arteri karotis interna merupakan penyebab utama terjadinya stroke dan bertanggung jawab terhadap lebih dari 20-25% dalam kejadian stroke.1,2,3 Stenosis arteri karotis dapat didiagnosa dengan pemeriksaan angiografi, MR angiografi (MRA), CT angiografi (CTA) dan ultrasonografi (USG) doppler. Angiografi masih dianggap sebagai standar baku dalam pemeriksaan stenosis karotis. Tetapi pemeriksaan ini bersifat invasif dan relatif berbiaya mahal. MRA dan CTA merupakan pemeriksaan non invasif, tetapi ketersediaan MRA terbatas, sedangkan CTA memerlukan media kontras sehingga fungsi ginjal harus baik.4,5,6 Pemeriksaan yang paling umum digunakan adalah ultrasonografi Doppler. Selain non invasif, pemeriksaan ini dapat menilai kelainan morfologi maupun hemodinamik arteri karotis dan lebih baik dalam menilai tingkat stenosis. Ultrasonografi Doppler digunakan secara luas di seluruh dunia untuk mendiagnosa penyakit karotis, bahkan berkembang menjadi satu-satunya pemeriksaan yang dilakukan sebelum intervensi bedah.Secara efektifitas biaya, USG merupakan pemeriksaan yang murah dan lebih efektif dibanding modalitas lain.4,7,8
1
Latar belakang diangkatnya referat ini adalah karena USG Doppler merupakan modalitas yang efektif dalam pemeriksaan stenosis arteri karotis. Sehingga tujuan ditulisnya referat ini adalah agar ahli radiologi dapat melakukan pemeriksaan USG Doppler dengan tepat sehingga dapat membantu klinisi dalam penanganan kasus-kasus serebrovaskuler.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi A.1 Arteri karotis Arteri karotis berasal dari percabangan dari aorta. Arteri karotis komunis kanan merupakan cabang dari arteri innominata atau brakiosefalika, yang merupakan cabang pertama arkus aorta, sedangkan arteri karotis komunis kiri berasal dari percabangan langsung yang kedua dari arkus aorta. Setiap arteri berjalan dalam fasia, selubung karotis, di sebelah lateral tulang belakang, dan bercabang menjadi arteri karotis eksterna dan interna di setinggi antara vertebra servikalis ketiga dan kelima. 9
A.2 Arteri karotis interna Arteri karotis interna biasanya terletak di belakang dan lateral dari arteri karotis eksterna, dan bercabang menjadi arteri arteri serebri media dan anterior. Arteri karotis interna terbagi menjadi beberapa segmen berdasarkan nama anatominya menjadi segmen servikalis, petrosus, kavernosa dan supraklinoid.9 Segmen servikal berawal dari percabangan karotis hingga dasar kranium, kemudian masuk ke dalam kanalis karotis di os petrosus menjadi segmen petrosus, kemudian berjalan ke depan dan medial di foramen lacerum dan terletak ekstra dural sampai mencapai ligamentum petrolingual, memasuki sinus kavernosus dan menjadi segmen kavernosus. Setelah meninggalkan sinus kavernosus, kemudian
3
menembus dura dan memasuki ruang subarakhnoid di setinggi prosesus klinoideus anterior dan menjadi segmen supraklinoid, kemudian terbagi menjadi arteri serebri media dan anterior. Sifon karotis dibentuk oleh segmen kavernosa dan supraklinoid. Cabang-cabang utama segmen supraklinoid adalah arteri oftalmika, arteri posterior komunikans dan arteri khoroidalis anterior.9,10 Arteri karotis interna mensuplai sirkulasi otak bagian depan, sedangkan arteri karotis eksterna mensuplai sebagian besar struktur kepala dan leher ekstrakranial, kecuali mata, dan mempunyai kontribusi penting untuk mensuplai lapisan meninges. Sirkulasi otak bagian belakang di suplai oleh arteri vertebralis dan basilaris. Terdapat banyak anastomosis antara arteri karotis eksterna, sirkulasi anterior dan posterior.9
B. Stenosis arteri karotis Stenosis merupakan proses patologis paling sering yang mengenai arteri karotis dan paling sering terjadi di bifurkasio karotis. Stenosis paling sering disebabkan oleh atherosklerosis, yaitu suatu plak atheromatosa akibat peradangan, yang terdiri dari sel nekrotik, lemak dan kristal kolesterol. Plak dapat menyebabkan stenosis, embolisasi dan thrombosis. Plak dapat stabil dan tidak menimbulkan gejala, tetapi dapat juga pecah dan menjadi sumber embolisasi. Emboli yang berasal dari plak dapat menyumbat pembuluh darah di otak, terjadi iskemia dan menyebabkan transient ischemic stroke atau stroke. Stenosis arteri karotis interna merupakan penyebab utama terjadinya stroke dan bertanggung jawab terhadap lebih dari 20-25% dalam kejadian stroke. 1,2,3,7,8
4
Faktor resiko terjadinya stenosis arteri karotis adalah hiperlipidemia, diabetes dan merokok. Stenosis arteri karotis sering terjadi bersamaan dengan penyakit arteri koronaria, arteri renalis dan ekstremitas inferior.2
C. Pathogenesis atherosklerosis Istilah aterosklerosis berasal dari bahasa Yunani athero, yang berarti bubur, dan sclerosis, berarti pengerasan. Aterosklerosis merupakan rangkaian dari proses respon arteri terhadap trauma yang berlanjut dalam perubahan ketebalan dan komposisi dinding arteri. Aterosklerosis dimulai pada permukaan lumen, pada antarmuka antara darah dan dinding arteri. Atherosklerosis berawal dari stress fisik atau metabolik yang merusak keutuhan sel endotel di tunika intima, sehingga permeabilitasnya meningkat. Dengan meningkatnya permeabilitas sel endotel, platelet mudah melekat ke tunika intima. Kemudian terjadi degranulasi platelet, sehingga keluar sitokinase dan growth faktor , yang memicu proliferasi sel otot polos, yang kemudian migrasi dari tunika media ke ruang subintima, membentuk lapisan neointima. Kerusakan sel endotel lebih lanjut menyebabkan sel intima lebih permeable terhadap sel sirkulasi, mengeluarkan sitokin yang proinflamasi yang berperan dalam menarik berbagai sel inflamasi seperti makrofag, monosit dan sel T. Makrofag akan menelan sel lemak sehingga disebut lipid-laden makrofag atau foam cell. Kerusakan yang berulang akan menyebabkan pembentukan lapisan lemak dan terbentuk plak atherosklerotik, yang akan dikelilingi dan dilingkupi oleh fibrous cap, membentuk atheroma, dan mulai terjadi penonjolan ke lumen arteri, menyebabkan pengurangan diameter dan stenosis progresif fokal. Bila makin
5
berkembang, dapat terjadi kalsifikasi, ulserasi atau perdarahan. Perdarahan diduga berasal dari pembuluh darah kecil dari dinding media pembuluh darah yang tumbuh ke dalam lesi.11,12
D. Diagnosis Indikasi pemeriksaan USG karotis adalah pasien dengan transient ischaemic attacks, stroke, amaurosis fugax, bruit karotis, evaluasi post endarterektomi dan penilaian massa leher yang berdenyut. Pemeriksaan terhadap stenosis arteri karotis dapat dilakukan dengan angiografi, magnetic resonance angiography (MRA), computed tomography angiography (CTA) dan ultrasonografi Doppler.2,4,13 Angiografi masih dianggap sebagai standar baku dalam pemeriksaan stenosis karotis. Tetapi kekurangannya adalah bersifat invasif, menggunakan radiasi, terdapat risiko stroke iatrogenik dan perdarahan di tempat masuknya kateter, tidak bisa menilai morfologi lesi, cenderung berlebihan dalam menilai tingkat penyempitan lumen dan relatif berbiaya mahal.5,6 MRA dan CTA merupakan pemeriksaan non invasif dan dapat menilai bagian servikal maupun serebral arteri karotis. Kekurangan MRA dan CTA adalah sangat sensitif terhadap gerakan, cenderung berlebihan dalam menilai tingkat stenosis dan ketersediannya yang terbatas, dan MRA merupakan kontra indikasi pada pasien dengan klip aneurisma serebral. CTA mempunyai ketersedian yang lebih baik, tetapi CTA menggunakan radiasi dan memerlukan kontras iodide, sehingga pada pasien dengan gangguan ginjal tidak dapat diperiksa.4
6
Ultrasonografi dapat menilai kelainan morfologi maupun hemodinamik arteri karotis dan lebih baik dalam menilai tingkat stenosis. USG Doppler merupakan pemeriksaan yang paling umum dan digunakan secara luas di seluruh dunia untuk mendiagnosa penyakit karotis, bahkan berkembang menjadi satusatunya pemeriksaan yang dilakukan sebelum intervensi bedah. Di Ameriksa Serikat sebanyak 80% pasien menjalani endaretektomi karotis setelah pemeriksaan ultrasonografi sebagai satu-satunya pemeriksaan sebelum operasi. Secara efektifitas biaya, USG merupakan pemeriksaan non invasif, murah dan lebih efektif dibanding modalitas lain.4,7,8,14 Penelitian pada pemeriksaan USG Doppler karotis dengan perbandingan arteriogram menyatakan USG Doppler memiliki sensitivitas secara keseluruhan 96%, spesifisitas 86%, nilai prediksi positif 89%, nilai prediksi negatif 94% dan akurasi 91% untuk diagnosis stenosis berdiameter lebih besar dari 50%, sehingga dikatakan lebih baik dibanding angiografi konvensional. Kekurangan pemeriksaan ultrasonografi Doppler adalah tidak dapat menilai arteri intra kranial, dengan keterbatasan ketika mengukur pembuluh darah yang berbelok-belok, pada pasien dengan leher yang pendek, tidak kooperatif, dengan selang trakheostomi atau kateter sentral, hematom paska operasi dan pasien yang tidak bisa tidur telentang.2,4,13,15,16
E. Prosedur pemeriksaan Pasien diposisikan telentang dengan muka menghadap ke sisi berlawanan dari pemeriksa. Kemudian diberikan gel pada transduser atau leher. Transduser
7
yang dianjurkan adalah transduser linier dengan frekuensi 7 MHz atau yang mempunyai spektrum antara 5 sampai 12 MHz. Pada pasien dengan leher yang pendek, jika transduser linier sulit digunakan maka dapat dipakai transduser lengkung.7,8,16,17,18 Pemeriksaan dimulai dengan mode gray scale, dengan posisi transduser transversal, dari pangkal arteri karotis komunis di daerah supra klavikula ke arah distal, ke percabangan karotis, sampai ke arteri karotis interna, kemudian transduser diubah ke posisi longitudinal. Bila terlihat adanya plak harus diperhatikan lokasi, perluasan dan karakteristiknya, diukur diameter plak dan diameter lumen bebas plak di distalnya, kemudian dilakukan perbandingan hasil kedua pengukuran tersebut.15,16,19 Karakteristik plak didasarkan pada tiga aspek yaitu ekhogenitas, tekstur dan permukaan. Ekhogenisitas lesi didasarkan pada tiga struktur, yaitu darah yang mengalir untuk anekhogenik, otot sternokleidomastoideus untuk isoekhoik dan apofisis transversus vertebra servikalis atau pertemuan dinding tunika media dan adventitia untuk hiperekhogenik. Tekstur plak didefiniskan sebagai homogen atau heterogen, sedangkan permukaan plak didefinisikan sebagai halus dan reguler, irreguler dan ulserasi. 11 Pemeriksaan selanjutnya adalah pemeriksaan dengan color Doppler. Pemeriksaan ini berfungsi sebagai “road map” identifikasi arteri dan perjalannya. Pada pemeriksaan color Doppler, aliran darah yang mendekati transduser akan berwarna merah, sedangkan yang menjauhi transduser akan berwarna warna biru. Aliran yang mempunyai kecepatan tinggi akan berwarna lebih terang. Pada
8
pemeriksaan ini batas-batas plak akan terlihat lebih jelas dan daerah yang mengalami stenosis tampak sebagai daerah yang mengalami penyempitan lumen disertai dengan warna yang lebih terang atau aliasing dan turbulensi di distal lesi dekat dinding pembuluh darah.15,16,19 Kemudian pemeriksaan dilanjutkan dengan spectral Doppler. Pada pemeriksaan ini dilakukan pengukuran kecepatan aliran darah arteri karotis interna dan arteri karotis komunis, dan analisa spektrum gelombang. Pengukuran berupa puncak kecepatan sistolik arteri karotis interna (ICA PSV), kecepatan akhir diastolik arteri karotis interna (ICA EDV) dan puncak kecepatan sistolik arteri karotis komunis (CCA PSV). Pengukuran arteri karotis interna dilakukan di tempat dengan penyempitan tertinggi yang berada di pertengahan lesi, yang pada pemeriksaan color Doppler menunjukkan warna paling terang. Sedangkan pengukuran arteri karotis komunis dilakukan di pertengahan arteri karotis komunis. Sebaiknya pengukuran kecepatan juga dilakukan di bagian proksimal dan distal lesi. Evaluasi terhadap arteri karotis eksterna dan arteri vertebralis sebaiknya juga dilakukan. Pada spektrum gelombang perlu diperhatikan adanya spectral broadening.15,16,19
F. Pengukuran dan penentuan derajat stenosis Tingkat stenosis dapat diukur menggunakan metode NASCET maupun ESCT. Pada metode NASCET, stenosis diukur berdasarkan perbandingan lumen yang paling sempit dengan lumen normal di distalnya. Sedangkan pada metode ESCT, tingkatan stenosis diukur berdasarkan perbandingan diameter tersempit dari lumen yang tersisa dengan perkiraan lumen asli di daerah yang sama. Pada metode
9
ESCT, lumen yang asli tidak selalu dapat digambarkan dengan tepat, sedangkan pada metode NASCET lumen distal bebas dari aterosklerosis, sehingga metode yang direkomendasikan adalah metode NASCET. Pengukuran dapat dilakukan pada potongan longitudinal maupun transversal.8,17 Parameter primer yang digunakan untuk mendiagnosa dan menentukan derajat stenosis adalah puncak kecepatan sistolik arteri karotis interna (ICA PSV) dan adanya plak pada gray-scale dan atau color Doppler. Sedangkan parameter tambahan adalah perbandingan puncak kecepatan sistolik arteri karotis interna dengan arteri karotis komunis (ICA/CCA PSV) dan kecepatan akhir diastolik arteri karotis interna (ICA EDV). Parameter tambahan digunakan jika lumen yang tersisa tidak bisa tervisualisasi secara langsung dan ICA PSV dikhawatirkan tidak dapat menggambarkan luasnya penyakit, seperti adanya perbedaan antara penilaian visual plak dengan ICA PSV atau pada output jantung yang rendah..2,8,13,16 Konsensus Society of Radiologists in Ultrasound menetapkan enam tingkatan stenosis karotis interna, yaitu normal, kurang dari 50%, antara 50% sampai 69%, lebih dari 70% sampai mendekati tersumbat, mendekati tersumbat dan tersumbat total. ICA dikatakan normal, tidak ada penyempitan, jika PSV kurang dari 125 cm/detik dan tidak ada plak atau penebalan tunika intima yang terlihat, dengan kriteria tambahan rasio ICA/CCA PSV kurang dari 2,0 dan ICA EDV kurang dari 40 cm/detik. Penyempitan dikatakan kurang dari 50% jika PSV kurang dari 125 cm/detik, dan terlihat adanya plak atau penebalan tunika intima, dengan kriteria tambahan rasio ICA/CCA PSV kurang dari 2,0 dan ICA EDV kurang dari 40 cm/detik. Penyempitan dikatakan antara 50% sampai 69% jika PSV antara 125
10
cm/detik sampai 230 cm/detik, dan terlihat adanya plak atau penebalan tunika intima, dengan kriteria tambahan rasio ICA/CCA PSV antara 2,0 sampai 4,0 dan ICA EDV antara 40 sampai 100 cm/detik. Penyempitan dikatakan lebih dari 70%, sampai mendekati tersumbat jika PSV lebih dari 230 cm/detik, dan terlihat adanya plak dan penyempitan lumen, pada gray-scale maupun color Doppler, dengan kriteria tambahan rasio ICA/CCA PSV lebih dari 4,0 dan ICA EDV lebih dari 100 cm/detik. Penyempitan dikatakan mendekati tersumbat jika terlihat adanya lumen yang sangat sempit pada color Doppler atau power Doppler. Parameter kecepatan tidak dapat digunakan karena nilainya dapat tinggi, rendah atau bahkan tidak terdeteksi. Penanda hampir tersumbat adalah string sign atau trickle flow pada pemeriksaan color Doppler.17 Sumbatan total harus dicurigai bila tidak terdeteksi lumen yang paten pada gray-scale dan tidak tampak adanya aliran pada spektral, color Doppler
maupun power Doppler. MR angiografi, CT angiografi atau
angiografi konvensional sebaiknya digunakan untuk konfirmasi. Ambang batas stenosis 70% dipilih karena diyakini menjadi ambang batas yang digunakan oleh sebagian besar pusat vaskular untuk intervensi bedah. Diagnosa mendekati tersumbat dan tersumbat total biasanya tidak didasarkan terutama pada pengukuran kecepatan Doppler, tetapi lebih pada pencitraan gray-scale, color Doppler dan atau power Doppler.8
11
G. Penatalaksanaan Stenosis arteri karotis komunis dapat diterapi dengan pembedahan endarterektomi atau angioplasty (pemasangan stent). Penelitian ESCT dan NASCET menunjukkan manfaat pembedahan dalam penatalaksanaan pasien dengan 70% sampai 99% stenosis. Pada penelitian lain manfaat endarterektomi sebanyak 50% sampai 99 % pada pasien dengan gejala, dan lebih dari 60% pada pasein yang tanpa gejala. Pasien dengan stenosis lebih dari 50% dan tidak menjalani endarterektomi, harus ditindaklanjuti dengan interval 6 sampai 12 bulan, sedangkan pasien berisiko tinggi dengan plak yang terlihat dan stenosis kurang dari 50% harus dievaluasi setiap 1 sampai 2 tahun. Pasien dengan karotis normal tetapi mempunyai faktor risiko yang jelas harus dievaluasi setiap 3 sampai 5 tahun.2,8,11,20
12
BAB III PEMBAHASAN
Ultrasonografi karotis merupakan pemeriksaan yang paling umum digunakan untuk mendiagnosis penyakit arteri karotis. Pemeriksaan ini menggunakan mode gray scale yang digabungkan dengan spektrum Doppler, sehingga disebut dupleks. Tujuan utama pemeriksaan USG Doppler karotis adalah menentukan derajat stenosis yang disebabkan oleh atherosklerosis.8,14,16,17 Pada pemeriksaan pertama harus diidentifikasi posisi dari masing - masing pembuluh darah arteri karotis, vena jugularis interna, arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna. Identifikasi dapat dilakukan baik dengan mode gray-scale, color Doppler maupun spectral Doppler. Arteri karotis komunis terletak berdampingan dengan vena jugularis interna, dengan posisi di posteromedial, mempunyai dinding yang berdenyut dan mempunyai kaliber lebih besar. Sedangkan vena jugularis interna dapat dibedakan dengan mudah dari arah alirannya yang berlawanan dan pada spectral Doppler terlihat sebagai gelombang mendatar.17,19 Setelah arteri karotis komunis teridentifikasi, pemeriksaan dilanjutkan dengan merunut arteri tersebut ke arah cranial hingga menemukan percabangan karotis. Pada percabangan ini arteri karotis komunis terbagi menjadi arteri karotis interna dan eksterna. Arteri karotis interna mempunyai kaliber yang lebih besar dan terletak di sisi posterolateral dari arteri karotis eksterna, berjalan ke arah posterolateral menjauhi transduser dan pada spectral Doppler mempunyai kecepatan distolik yang tinggi. Sedangkan arteri karotis eksterna mempunyai
13
kaliber yang lebih kecil, mempunyai percabangan di daerah leher, yaitu arteri thyroidea superior, berjalan dekat dengan transduser dan pada spectral Doppler mempunyai aliran diastolik yang lebih rendah. Arteri karotis interna mempunyai kecepatan distolik yang tinggi karena mensuplai sirkulasi otak yang relatif bertahanan rendah. Sedangkan arteri karotis eksterna mensuplai daerah kulit kepala dan wajah yang mempunyai tahanan lebih tinggi sehingga mempunyai aliran diastolik yang lebih rendah. Jika masih ada keraguan, tapping (kompresi berulang) terhadap arteri temporalis superfisialis akan menyebabkan fluktuasi gelombang spectral arteri karotis eksterna.17,19 Sesuai rekomendasi konsensus Society of Radiologists in Ultrasound pemeriksaan USG Doppler karotis dilakukan dengan mode gray-scale, color Doppler dan spectral Doppler. Mode gray-scale terutama digunakan untuk melihat adanya plak, menentukan lokasi, ukuran dan karakteristiknya.8,16,17 Dalam mengukur tingkat stenosis terdapat dua metode pengukuran antara NASCET dengan ESCT. Metode yang direkomendasikan oleh konsensus Society of Radiologists in Ultrasound adalah metode NASCET, karena stenosis diukur berdasarkan perbandingan dengan lumen normal bebas plak di distalnya, sehingga pengukurannya lebih tepat. Sedangkan pada metode ESCT, lumen yang asli tidak selalu dapat digambarkan dengan tepat. 8,17 Karakteristik plak perlu dicermati karena berhubungan dengan gejala yang muncul. Karakteristik plak didasarkan pada tiga aspek yaitu ekhogenitas, tekstur dan permukaan. Ekhogenitas lesi secara sederhana dibedakan menjadi homogen dan heterogen. Kemudian berkembang penilaiannya menjadi tiga sistem atau empat
14
sistem. Pada pembagian tiga sistem, plak dibedakan menjadi hipoekhoik (tipe satu), isoekhoik (tipe dua) dan hiperekhoik (tipe tiga). Sedangkan pada pembagian empat sistem, plak dibagi menjadi tipe satu; plak anekhogenik dengan fibrous cap yang ekhogenik, tipe dua; plak dominan anekhogenik dengan area ekhogenik kurang dari 25%, tipe tiga; plak dominan hiperekhogenik dengan area anekhogenik kurang dari 25%, dan tipe empat; plak ekhogenik dan homogen. Pembagian tiga sistem mempunyai tingkat kesepakatan interoperator yang lebih baik.11,15 Tekstur plak didefiniskan sebagai homogen atau heterogen, yang mencerminkan distribusi tingkatan grey-scale daerah plak. Plak homogen, mempunyai tingkatan ekho yang sama dan cenderung mempunyai ekho yang tinggi. Plak homogen dapat berupa jaringan fibrosa (soft plak) atau kalsifikasi (hard plak). Sedangkan plak heterogen mempunyai ekho campuran. Plak heterogen mempunyai kandungan kalsium yang rendah, tetapi mempunyai jumlah lemak dan perdarahan yang lebih banyak, sehingga tampilannya menjadi hipoekhoik. Permukaan plak didefinisikan sebagai halus dan reguler, irreguler dan ulserasi. Plak homogen biasanya mempunyai permukaan yang licin dan reguler, sedangkan plak heterogen dapat mempunyai permukaan yang licin maupun irreguler.11,16 Plak hipoekhoik lebih sering menyebabkan gejala daripada plak yang hiperekhoik. Plak yang hiperekhoik dan permukaannya licin, merupakan plak yang stabil, sedangkan plak yang hipoekhoik dengan permukaan irreguler merupakan plak yang tidak stabil dan dapat menjadi sumber emboli yang akan menyebabkan gangguan serebrovaskuler. Plak yang heterogen dan ulseratif juga merupakan plak yang tidak stabil dan rapuh.13,16
15
Pemeriksaan color Doppler digunakan untuk memperjelas batas-batas plak dan mendeteksi daerah dengan aliran yang tidak normal. Penggunaan color Doppler juga dapat mempercepat identifikasi pembuluh darah sehingga mempercepat waktu pemeriksaan. Daerah yang mengalami stenosis tampak sebagai daerah yang mengalami pengutangan diameter lumen dengan warna yang lebih terang, dan adanya aliasing disertai turbulensi di distal lesi dekat dinding pembuluh darah. Warna yang terang diakibatkan oleh meningkatnya kecepatan di segmen yang stenosis yang menyebabkan stenotic jet. Sedangkan aliasing terjadi karena kecepatan alirannya melebihi dari nilai pulse repetition frequency (PRF).7,17 Pemeriksaan spektral Doppler yang tepat dilakukan dengan menempatkan kursor di daerah dengan aliran kecepatan tertinggi, yang berupa daerah dengan warna paling terang pada color Doppler. Nilai puncak kecepatan sistolik dan kecepatan akhir diastolik yang tinggi serta adanya spectral broadening berhubungan dengan tingkat stenosis yang tinggi. Makin tinggi puncak kecepatan sistolik di daerah tersebut, menunjukkan makin berat tingkat stenosisnya. Spectral broadening diakibatkan oleh turbulensi aliran darah.15,16,17,19 Pada pembuluh darah yang normal, daerah yang mempunyai kecepatan tertinggi adalah di bagian tengah, sedangkan di bagian tepi kecepatannya lebih rendah. Bila terdapat plak, akan menyebabkan kecepatan aliran di daerah tersebut meningkat, menyebabkan post stenotic jet dan pada penyempitan yang besar, menyebabkan turbulensi di dekat dinding pembuluh darah.15,16,17,19 Parameter teknik yang dapat mempengaruhi akurasi pemeriksaan adalah Doppler angle, sample volume box, velocity scale, dan color gain. Doppler angle
16
harus diperhatikan karena orientasi arteri karotis bervariasi pada setiap orang, sehingga operator harus menyelaraskan Doppler angle sejajar dengan vektor aliran darah dengan menerapkan sudut koreksi transduser. Pemeriksaan harus dilakukan dengan Doppler angle kurang atau sama dengan 60 derajat. Sudut yang lebih besar mengakibatkan hasil pengukuran kecepatan menjadi lebih besar, sehingga tidak akurat.8,16,17,18,20 Posisi optimal sample volume box pada arteri normal adalah di pertengahan lumen, paralel dengan dinding pembuluh darah, sedangkan pada pembuluh darah yang sakit harus lurus paralel dengan arah aliran darah. Normalnya lebar sample volume box antara 2 sampai 3 mm dan tidak boleh melebihi dua pertiga diameter pembuluh darah, karena akan mengakibatkan tercakupnya aliran lambat di dekat dinding dan menyebabkan spectral broadening.16,17 Color velocity scale merupakan parameter yang paling penting dari pengaturan USG color Doppler karotis. Velocity scale tidak identik dengan pulse repetition frequency (PRF), tapi PRF berkaitan dengan pengaturan velocity scale, sehingga peningkatan velocity scale akanmeningkatkan PRF dan sebaliknya. Jika kecepatan aliran darah melebihi setengah dari PRF, maka arah dan kecepatannya ditampilkan tidak secara akurat dan aliran muncul dengan arah yang berubah (aliasing). Jika color velocity scale ditetapkan di bawah kecepatan rata-rata aliran darah, aliasing di seluruh lumen pembuluh membuat tidak mungkin untuk mengidentifikasi turbulensi color jet kecepatan tinggi yang terkait dengan stenosis. Sebaliknya, jika color velocity scale ditetapkan jauh lebih tinggi daripada kecepatan rata-rata aliran darah, aliasing mungkin hilang, mengakibatkan tidak terdeteksinya
17
stenosis. Pada pemeriksaan USG karotis yang normal, color velocity scale harus ditetapkan antara 30 dan 40 cm/detik (kecepatan rata-rata). Pada arteri yang mengalami gangguan, color velocity scale harus digeser ke atas atau turun sesuai dengan kecepatan rata-rata darah untuk menunjukkan aliasing hanya pada sistolik.16 Color gain harus diatur agar warna hanya mencapai permukaan intima pembuluh darah. Jika pengaturan color gain terlalu rendah, aliran seperti tetesan (trickle flow) mungkin tidak terdeteksi. Tetapi jika terlalu tinggi, "perdarahan" dari warna ke dinding dan jaringan sekitarnya dapat membatasi visualisasi permukaan plak dan dapat mengakibatkan ketidaksesuaian sudut koreksi dengan arah aliran.16
18
BAB IV KESIMPULAN
USG Doppler merupakan modalitas yang efektif untuk pemeriksaan stenosis arteri karotis. Pemeriksaan dilakukan dengan mode gray scale, color Doppler dan spectral Doppler. Parameter primer untuk mendiagnosa dan menentukan derajat stenosis adalah puncak kecepatan sistolik dan adanya plak pada gray-scale dan atau color Doppler. Plak hipoekhoik dengan permukaan irreguler lebih sering menyebabkan gejala. Parameter teknik yang dapat mempengaruhi akurasi pemeriksaan adalah Doppler angle, sample volume box, velocity scale, dan color gain.
19
LAMPIRAN
Gambar 1. Aortogram arkus aorta
Gambar 2. Posisi pasien dan transduser pada pemeriksaan arteri karotis 17
Gambar 3. Gambaran USG a. karotis komunis dan v. jugularis interna
20
Gambar 4. Aliran darah normal (A) dan di tempat stenosis (B). Adanya plak (3) menyebabkan percepatan aliran (15a) yang berakhir dengan post stenotik jet (15b) dan pada stenosis yang berat akan tampak turbulensi (5).17
Gambar 5. Cara pengukuran persentase stenosis arteri karotis : a) metode NASCET = [1–(a/b)] × 100; b) metode ESCT = [1–(a/c)] × 100.9
8
21
Gambar 6. Color flow dan spektral CCA, ICA dan ECA normal. Spektrum doppler CCA lebih tinggi daripada ICA. ICA mempunyai aliran diastolik yang lebih tinggi, daripada ECA. ECA mempunyai spektrum trifasik, dan tampak percabangan arteri thyroidea superior. 17
Gambar 7. Bifurkasio karotis menunjukkan (A) aliran diastolik lebih tinggi di arteri karotis interna dibandingkan dengan (B) arteri karotis eksterna; daerah normal dengan aliran balik di bulbus karotis juga terlihat (*). Di samping itu, gelombang karotis eksterna menunjukkan fluktuasi (panah) yang disebabkan oleh tapping arteri temporalis superfisialis. Sebuah cabang arteri juga terlihat dari arteri karotis eksterna.17
22
Gambar 8. Plak homogen. Gambaran USG gray-scale menunjukkan soft plaque homogen ekhogenik di ICA proksimal kanan. Perhatikan halusnya permukaan plak (panah), yang menunjukkan bahwa plak stabil. 16
Gambar 9. Plak heterogen. Gambaran USG gray-scale menunjukkan plak heterogen di ICA proksimal kanan. Perhatikan Permukaan irreguler plak, yang mengandung daerah ekhogenik dan echopoor. Jenis plak dianggap tak stabil dengan potensi untuk menginduksi transient ischemic attack atau cerebrovascular accident. 16
Gambar 10. Perdarahan dalam plak. Gambaran USG gray-scale menunjukkan plak yang mengandung daerah echo-poor (panah), yang mungkin karena perdarahan atau lipid. Berbeda dengan deposit lemak, perdarahan dalam plak terkait dengan peningkatan cepat ukuran plak, yang lebih mungkin menjadi gejala.16
23
Gambar 11. Plak kecil, terletak antara kursor sonografi, homogen dan dengan permukaan halus di proksimal ICA (A), tanpa tanda-tanda stenosis hemodinamik yang cukup (PSV <125 cm/detik) (B).7
Gambar 12. Plak besar yang menyebabkan high-grade stenosis ICA (> 70%). A, Fenomena aliasing pada color Doppler sonography karena kecepatan tinggi di pusat lumen stenosis dan gangguan aliran poststenotis. B, Pada spektral, tampak kecepatan sistolik dan diastolik yang tinggi (PSV 284 cm/detik; EDV, 114 cm/detik).7
24
Gambar 13. Stenosis berat (70% mendekati oklusi) dari ICA. Gambar USG duplex menunjukkan PSV tinggi (366 cm/detik), sejumlah besar plak yang terlihat, adanya aliasing meskipun dengan pengaturan color scale tinggi (114 cm/detik), aliran warna turbulensi di distal segmen stenosis, broadening spectrum PW Doppler, dan kecepatan akhir diastolik tinggi (182 cm/detik).16
Gambar 14. Efek Pemeriksaan Doppler angle. Semua gambar diperoleh dari lokasi, arteri dan waktu yang sama. Untuk Doppler angle yang sama, mengarahkan gelombang ultrasound ke arah kaki atau kepala memberikan nilai yang sama.18
25
Gambar 15. Penyesuaian color scale dalam stenosis arteri karotis. (a) Gambar color Doppler diperoleh dengan color scale yang ditetapkan terlalu rendah (4 cm/detik) menunjukkan aliasing di seluruh segmen ICA. (b) Gambar color Doppler diperoleh dengan color scale yang ditetapkan terlalu tinggi (115 cm/detik) tidak menunjukkan aliasing. (c) Gambar color Doppler yang diperoleh dengan pengaturan color scale yang optimal menunjukkan daerah kecepatan tertinggi, yang sesuai dengan segmen tersempit ICA. Velocity sampling harus dilakukan di tempat ini.16
Gambar 16. Penyesuaian color gain. (A) Gambar color Doppler diperoleh dengan color gain 80% menunjukkan turbulensi yang jelas baik di ICA dan ECA, tapi tidak ada penyempitan lumen yang jelas. (b) Pada gambar color Doppler yang diperoleh dengan color gain diturunkan menjadi 66%, anatomi bifurkasi ditunjukkan lebih akurat. Peningkatan tampilan anatomi membantu penempatan akurat dari sample volume box pada segmen tersempit, dengan penyelarasan berikutnya dari Doppler angle sejajar dengan vektor aliran.16
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Jaff RM, Goldmakher GV, Lev MH, Romero JM. Imaging of the carotid arteries: the role of duplex ultrasonography, magnetic resonance arteriography, and computerized tomographic arteriography. Vascular Medicine. 2008;13:28192 2. Mintz BL, Hobson RW. Diagnosis and treatment of carotid artery stenosis. JAOA. 2000; 100 S22-6 3. Anonym. Carotid Artery Stenosis. Diunduh pada August 2, 2013; dari http : en.wikipedia.org 4. Nadalo LA, Cho KJ. Carotid artery Stenosis Imaging. 2011. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com [updated: Apr 12, 2011] 5. Soulez G, Therasse E, Robillard P, Fontaine A, Denbow N, Bourgouin P, Oliva VL. The Value of Internal Carotid Systolic Velocity Ratio for Assessing Carotid Artery Stenosis with Doppler Sonography. AJR. 1999:172:207-12 6. Steinke W, Kloetzsch C, Hennerici M. Carotid Artery Disease Assessed by Color Doppler Flow Imaging : Correlation with Standard Doppler Sonography and Angiography. AJR. 1990;154:1061-8 7. Gaitini D, Soudack M. Diagnosing Carotid Stenosis by Doppler Sonography State of the Art. J Ultrasound Med. 2005; 24:1127-36 8. Grant EG, Benson CB, Moneta GL, Alexandrov AV, Baker JD, Bluth EI, et al. Carotid Artery Stenosis: Gray-Scale and Doppler US Diagnosis-Society of Radiologists in Ultrasound Consensus Conference. Radiology. 2003;229:340-6
27
9. Saunders D, Jager HR, Murray AD, Stevens JM. Skull and Brain-Methods of Examination and Anatomy. In: Grainger & Allison's Diagnostic Radiology, 5th ed. Churchill Livingstone; 2008: 2437-42 10. Kahle W, Frotscher M. Color Atlas of Human Anatomy. 5th ed. Thieme; 2003 11. Sztajzel R. Ultrasonographic assessment of the morphological characteristics of the carotid plaque. Swiss Med Wkly. 2005; 136 : 636-43 12. Hall HA, Bassioun HS. Pathophysiology of Carotid Atherosclerosis. In: Nicolaides (eds.). Ultrasound and Carotid Bifurcation Atherosclerosis. Springer; 2012: 27-39 13. Sutton D, Gregson RHS. Arteriography and Interventional Angiography. In: Sutton D. Textbook of Radiology and Imaging. 7th ed. Churchill Livingstone; 2008 : 1544-83 14. Cosgrove DO, Meire HB, Lim A. Ultrasound-Genetal Principle. In: Grainger & Allison's Diagnostic Radiology, 5th ed. Churchill Livingstone; 2008: 108-56 15. Colquhoun I, Oates CP, Martin K, Hall K, Whittingham TA. The assessment of carotid and vertebral arteries: a comparison of CFM duplex ultrasound with intravenous digital subtraction angiography. BJR.1992; 65:1069-74 16. Tahmasebpour H, Buckley AR, Cooperberg PL, Fix CH. Sonographic examination of the carotid arteries. RadioGraphics. 2005; 25 : 1561-75 17. Hofer M. Teaching Manual of Color Duplex Sonography, 2nd ed. Thieme; 2004 18. Silver
B.
Carotid
ultrasound.
2013.
Diunduh
dari
http://emedicine.medscape.com [updated: Jan 24, 2013]
28
19. Morgan RA, Belli AM, Munneke G. Peripheral Vascular Disease, in: Grainger & Allison's Diagnostic Radiology, 5th ed. Churchill Livingstone. 2008 : 110810 20. Beach KW, Bergelin RO, Leotta DF, Primozich JF, Sevareid PM, Stutzman ET, et al. Standardized ultrasound evaluation of carotid stenosis for clinical trials: University of Washington Ultrasound Reading Center. Cardiovascular Ultrasound. 2010; 8:39
29