BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak reformasi digulirkan akhir Mei 1998, kebebasan media massa di Indonesia telah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Pemberitaan media tidak lagi didominasi oleh berita yang “menyanjung-nyanjung” kekuatan sebagaimana pada masa Orde Baru, tetapi secara transparan telah berani mengungkapkan berbagai realitas yang sebelumnya tergolong sangat sensitif. Dengan kata lain, fenomena tersebut memperlihatkan adanya perubahan demokrasi bagi kalangan pers untuk bebas berekspresi yang ditandai dengan jumlah stasiun penyiaran televisi yang terus bertambah seiring dengan pertumbuhan masyarakat. Bermula dari hanya satu stasiun televisi milik pemerintah yakni TVRI, kini sudah lebih dari 11 stasiun televisi swasta yang mengudara diantaranya RCTI, Global TV, TPI, SCTV, Trans TV, Trans 7, ANTV, Indosiar, Metro TV dan TVOne. Selain itu dalam usaha merebut hati pemirsa, stasiun - stasiun televisi ini berlomba - lomba dalam menayangkan berbagai macam sajian acara hiburan seperti musik, sinetron, film, kuis, olahraga, juga acara berita (Subiakto, 2012: 50). Pada awalnya kebebasan media terlebih kebebasan pers merupakan fakta yang menggembirakan media terutama pihak yang selama ini memperjuangkan kebebasan pers dan menyampaikan pendapat. Namun kabar gembira tersebut berubah menjadi ironi bagi demokrasi, saat media justru mendominasi seluruh sektor kehidupan sosial dan politik. Media menjadi rezim terselubung yang sangat menentukan kualitas kehidupan sosial dan politik di Indonesia yakni melalui wacana dan pembentukan opini publik. Di satu sisi media hadir sebagai sumber informasi alternatif bagi publik namun pada sisi lain media merekayasa atau memanfaatkan informasi tersebut untuk kepentingan pragmatisnya sendiri. Dalam banyak kasus, kebebasan media justru termanifestasikan sebagai kebebasan industri media yang dikelola berdasarkan prinsip kapitalisme.
Kapitalis yang bergerak secara lembut selalu beradaptasi dengan berbagai situasi, termasuk situasi yang demokratis sekalipun. Mungkin saja media di Indonesia bebas, tetapi belum tentu independen karena ditunggangi oleh kepentingan ekonomi praktis, bahkan mengarah pada polarisasi berdasarkan kepemilikan yang juga mengurus partai politik tertentu (Syahputra, 2013: 29). Ada hal baru ketika melihat pemilu tahun 2009 di Indonesia, fenomena baru tersebut adalah semakin kuatnya peran media massa dalam proses membangun citra para kandidat melalui kampanye media massa khususnya televisi. Para kandidat (caleg, capres dan cawapres) maupun organisasi partai politik ramai-ramai memenuhi setiap inci ruang di media massa. Pemanfaatan media massa diharapkan dapat menjadi alat pendongkrak popularitas, dengan popularitas akan terlahir benih-benih elektabilitas (tingkat keterpilihan) (Putra, 2012: 52). Sebagai sebuah ritual demokrasi dalam sejarah bangsa Indonesia yang terhitung baru, Pemilu tahun 2014 merupakan pemilu ketiga yang diadakan secara langsung. Pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat pertama kalinya dimulai pada tahun 2004 dan pemilu kedua pada tahun 2009. Selain memilih presiden, sejak tahun 2004 pemilihan terhadap anggota legislatif pun sepenuhnya dipilih langsung oleh rakyat. Pada pemilu tahun 2014, peserta pemilu hanya diikuti dua pasangan calon presiden dan wakil presiden. Kedua pasangan tersebut adalah hasil koalisi masingmasing partai politik yaitu pasangan Prabowo Subianto - Hatta Rajasa dan pasangan Jokowi - Jusuf Kalla. Namun perayaan akbar yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali ini, tidak hanya meriah pada hari pemilihan, akan tetapi kemeriahan dan hiruk pikuk politik ini terjadi pada masa penjualan para kandidat, dan secara tidak langsung media juga turut berperan menjadi agen penting dalam pesta politik Indonesia ini. Media massa menjadi media bagi para kandidat untuk memperkenalkan diri serta visi dan misi kepada khalayak. Peran televisi dalam kaitannya dengan pemilu terlihat tumbuh dengan pesat, mengupas tuntas dari berbagai sudut pandang pemberitaan mengenai politik, isu kampanye, dan sebagainya. Bahkan stasiun televisi berita ternama di Indonesia yang
memfokuskan isi siaran pada acara berita seperti Metro TV pun bersaing dengan stasiun televisi lainnya untuk memperkenalkan kedua calon pasangan presiden dan wakil presiden tersebut, untuk mendapatkan simpati dari masyarakat yang tidak tersentuh oleh kampanye langsung kedua pasangan kandidat capres dan cawapres. Seiring dengan keterlibatan media massa (Metro TV) sebagai agen politik yang gencar memperkenalkan para kandidat serta visi dan misi kepada khalayak, dalam pemberitaan menyangkut pilpres tahun 2014 ini, Metro TV lantas dinilai sejumlah khalayak cenderung memihak kepada pasangan Jokowi–JK dimana, dalam pemberitaannya hanya memfokuskan hal-hal yang positif mengenai Jokowi–JK dan sedikit menampilkan pemberitaan mengenai pasangan Prabowo – Hatta, yang pada akhirnya berujung pada munculnya banyak kritikan dari sejumlah masyarakat dan kemudian mengusulkan agar Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) melaporkan hal ini kepada KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) menyangkut aktivitas stasiun televisi ternama di Indonesia tersebut. Melihat perkembangan televisi di Indonesia saat ini serta semakin maraknya persaingan stasiun televisi dalam merancang setiap program acaranya, secara tidak langsung juga membentuk kecapakan sebagian masyarakat terhadap isi atau materi yang disajikan media massa (televisi). Khalayak secara bebas memberikan persepsi terhadap setiap program acara yang ditontonnya. Dimana Persepsi merupakan proses internal yang dilalui individu dalam menyeleksi, dan mengatur stimuli yang datang dari luar. Stimuli itu ditangkap oleh indera, dan secara spontan pikiran dan perasaan akan memberi makna atas stimuli tersebut. Secara sederhana persepsi dapat dikatakan sebagai proses individu dalam memahami kontak atau hubungan dengan dunia sekelilingnya. Dengan demikian dapat dikatakan, khalayak tidak lagi mudah diperdaya oleh media dan kemudian dengan sendirinya turut terlibat menjadi pengontrol materi media. Dalam kaitan dalam pemberitaan tersebut mahasiswa pun dilihat sebagai individu-individu yang turut mengamati, mengikuti serta menilai segala hal yang berkaitan dengan perkembangan pemberitaan pada masa
kampanye pilpres 13 Juni – 4 Juli 2014. Melalui pemberitaan stasiun televisi ini, mahasiswa tentunya memiliki persepsi tersendiri baik menyangkut objektivitas pemberitaan dan keseimbangan isi pemberitaan dalam pemberitaan oleh stasiun televisi tersebut. Berdasarkan uraian di atas, penulis terdorong mengadakan penelitian dengan judul PERSEPSI MAHASISWA TENTANG FUNGSI KONTROL SOSIAL TELEVISI DALAM PEMBERITAAN PILPRES 2014 (Studi Kasus Pada Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Fisip Unwira Terkait Pemberitaan Pada Masa Kampanye Pilpres 13 Juni – 4 Juli 2014 Oleh Stasiun Televisi Metro TV). 1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Persepsi Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Fisip Unwira tentang fungsi kontrol sosial televisi dalam pemberitaan pada masa kampanye Pilpers 13 Juni – 4 Juli 2014 oleh stasiun televisi Metro TV ?” 1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Fisip Unwira tentang fungsi kontrol sosial televisi dalam pemberitaan pada masa kampanye Pilpres 13 Juni – 4 Juli 2014 oleh stasiun televisi Metro TV.
1.4 Kegunaan Penelitian
Kegunaan dalam penelitian ini terdiri dari 2 yaitu kegunaan teoritis dan kegunaan praktis. Kegunaan teoritis berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan obyek penelitian. Sedangkan kegunaan praktis berguna untuk berbagai pihak yang memerlukannya untuk digunakan sebagai referensi serta melakukan penelitian lebih lanjut. 1.4.1
Kegunaan Teoritis
Dari segi pengembangan ilmu, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi akademik bagi peneliti lainnya di Program Studi Ilmu Komunikasi khususnya dalam melakukan penelitian tentang persepsi mahasiswa terhadap fungsi kontrol sosial dalam pemberitaan televisi. 1.4.2
Kegunaan Praktis Dari aspek praktis hasil penelitian dapat berguna bagi pihak-pihak yang membutuhkan: Bagi almamater, hasil penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan tambahan kepada pembaca tentang persepsi mahasiswa mengenai pemberitaan media massa. Bagi mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Fisip Unwira, hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi mereka yang mengadakan penelitian yang sejenis di waktu yang akan datang.
1.5 Kerangka Pemikiran, Asumsi dan Hipotesis
Bagian ini terdiri dari kerangka pikiran penelitian, asumsi dan hipotesis. Kerangka pikiran penelitian merupakan alur pikir yang akan menjelaskan pertautan antar variabel yang akan diteliti. Asumsi merupakan anggapan-anggapan tentang suatu hal yang dijadikan pijakan berpikir dalam melaksanakan penelitian. Hipotesis diartikan sebagai jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. 1.5.1
Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran penelitian ini adalah penalaran yang dikembangkan dalam
memecahkan masalah penelitian ini. Pada dasarnya kerangka penelitian ini menggambarkan jalan pikiran, landasan rasional dan pelaksanaan penelitian tentang persepsi mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Unwira terkait fungsi kontrol sosial televisi dalam pemberitaan pada masa kampanye Pilpres 13 Juni – 4 Juli 2014 oleh stasiun televisi Metro TV.
Sebagai media elektronik, stasiun Metro TV merupakan stasiun televisi yang berorientasi pada berita atau biasa disebut TV berita. Dalam ajang Pilpres 2014, stasiun televisi ini pun turut berpartisipasi aktif dalam memberitakan program – program serta visi dan misi para kandidat capres dan cawapres dari berbagai sudut pemberitaan guna mendapat simpati dari masyarakat yang tidak tersentuh oleh kampanye langsung kedua pasang kandidat. Namun dalam perkembangannya, stasiun televisi ini dinilai oleh banyak kalangan masyarakat tidak lagi bersifat netral dan cenderung mengabaikan fungsi kontrol sosialnya dalam pemberitaan tersebut. Dengan kata lain, stasiun televisi ini mengabaikan keseimbangan dan objektivitasnya dalam pemberitaan, sehingga menimbulkan protes dari sejumlah masyarakat. Berkaitan dengan hal ini, mahasiswa pun dilihat sebagai individu-individu yang turut mengamati, mengikuti serta menilai segala hal yang berkaitan dengan perkembangan pemberitaan pada masa kampanye Pilpres 13 Juni - 4 Juli 2014. Melalui pemberitaan stasiun televisi ini, mahasiswa tentunya memiliki persepsi yang berbeda baik itu tentang keseimbangan dan objektivitas berita, dalam pemberitaan oleh stasiun televisi tersebut. Sesuai dengan pemahaman konseptual yang diuraikan di atas, maka kerangka pikiran penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Bagan 1.1 Kerangka Penelitian
AJANG PILPRES 2014
METRO TV
PEMBERITAAN PADA MASA KAMPANYE PILPRES 13 JUNI4 JULI 2014
PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP FUNGSI KONTROL TELEVISI Objektivitas pemberitaan Keseimbangan isi pemberitaan
1.5.2
MAHASISWA YANG MENONTON
Asumsi Asumsi merupakan dasar atau titik tolak pemikiran yang kebenarannya dapat diterima secara
umum, yang berfungsi sebagai dasar pijak bagi masalah yang diteliti. Dengan demikian asumsi yang dapat dibangun dalam penelitian ini yakni pada hakikatnya media massa memiliki fungsi kontrol sosial terhadap tindakan pemerintah dan juga memberikan pemahaman dalam hal politik kepada masyarakat lewat berita yang disajikan secara objektif dan bertanggung jawab. 1.5.3
Hipotesis Hipotesis merupakan pendapat atau kesimpulan sementara terhadap hasil penelitian yang
akan dilakukan. Dengan kata lain suatu pendapat yang digunakan untuk mengetahui kenyataan yang sebenarnya dari suatu hal yang belum terbukti kebenarannya (Darus, 2015: 34). Oleh karena itu, hipotesis yang penulis gunakan dalam penelitian ini yakni persepsi mahasiswa terhadap pemberitaan pilpres oleh stasiun televisi Metro TV adalah mengabaikan fungsi kontrol sosial.