BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seigniorage sejak dahulu digunakan oleh sebuah pemerintahan sebagai salah satu sumber pendapatan pemerintah. Pendapatan dari mencetak uang ini sudah dimulai sejak mata uang diciptakan tidak sesuai dengan nilainya, ada selisih antara nilai intrinsik dan ekstrinsiknya. Sejarah mencatat sebuah kerajaan sengaja memberikan selisih tersebut untuk meningkatkan kemakmuran pemerintahan1. Pada abad ke-5 SM, kekaisaran Athena memberlakukan kebijakan yang mengharuskan semua sekutunya menggunakan koin owls-of-minerva dan mengharuskan masyarakat Athena untuk menyerahkan uang-uang luar negerinya untuk kemudian diubah menjadi koin owl-of-Minerva. Hal inilah yang memberika keuntungan bagi kerajaan Athena. Pendapatan seigniorage mereka didapat dari selisih nilai dengan biaya pencetakannya.2 Seiring berjalannya waktu, pencetakan uang menjadi sangat berbiaya. Pertumbuhan uang yang dicetak berkorelasi positif yang kuat dengan tingkat inflasi. Seperti yang terjadi di Indonesia pada 1950-1960, ketika terjadi hiperinflasi. Kebijakan pemerintahan untuk melakukan pencetakan uang tersebut mengakibatkan lonjakan tingkat inflasi sangat
1,2
Robertson (2007) dalam The History Of Money: From Its Origins to Our Time, teks bahasa inggris untuk bukunya yang berjudul “Une Histoire de l'Argent: des origines à nos jours”.
1
tinggi. Berdasarkan data dalam penelitian yang dilakukan oleh Hossain (2005) menunjukkan bahwa pada periode 1959-1965 terjadi korelasi yang tinggi antara pertumbuhan jumlah uang yang beredar (JUB) dengan inflasi. Pada periode tersebut persentase pertumbuhan M1 meningkat hingga 104,8% dari periode lima tahun sebelumnya yang hanya 29,1%. Peningkatan ini mendorong tingkat inflasi pada periode tersebut meningkat hingga 162,9 % dari periode lima tahun sebelumnya yang hanya pada level 26,6%. Hal tersebut dapat dilihat dengan jelas pada gambar 1.1.
Sumber : diolah dari Hossain (2005)
Setelah terjadinya hiperinfalsi pada periode tersebut dan seiring pergantian kekuasaan, maka kebijakan dalam pencetakan uang semakin diambil alih oleh Bank Indonesia. Kebijakan pencetakan uang tidak dapat diinterfensi oleh pihak manapun. Berdasarkan Undang-undang No. 7 Tahun
2
2011 tentang mata uang menjelaskan bahwa kewenangan penuh pencetakan uang ada pada Bank Indonesia yang berkoordinasi dengan pemerintah. Kebutuhan otoritas moneter untuk mencetak uang tidak hanya berasal dari kebijakan otoritas bersangkutan, tetapi juga dapat berasal dari permintaan uang yang meningkat di masyarakat. Easterly dkk. (1995) menyebutkan ketika para agen atau masyarakat mengalami keadaan Clower constraint
(cash-in-advance
constraints),
maka
perilaku
mereka
menyebabkan kenaikan pada permintaan uang. Bank Indonesia selaku pemilik otoritas mooneter di Indonesia dan memiliki kerangka kerja sasaran inflasi saat ini memperhitungkan perihal pencetakan uang dan sasaran inflasi yang ditentukan baik bulanan atau tahunan. Oleh karena itu, pada penelitian ini berusaha untuk mengetahui pada tingkat pertumbuhan uang berapa di Indonesia yang mampu menghasilkan pendapatan seigniorage yang maksimal. Hal tersebut akan dikaji melalui sudut pandang pertumbuhan uang yang mempengaruhi pencetakan uang baru. 1.2 Rumusan Masalah Pencetakan uang baru merupakan sebuah dilema yang dialami oleh pemerintah. Satu sisi setiap pencetakan uang akan memberikan pendapatan seigniorage. Namun, penetakan uang baru tersebut juga akan mengakibatkan tingkat inflasi yang meningkat. Sehingga, inflasi berperan sebagai restriksi kebijakan pemerintah dalam memperoleh pendapatan dari menetak uang baru. Apabila kebijakan ini dilakukan seara berlebihan akan berdampak pada tingkat inflasi yang tinggi dan penurunan pendapatan seigniorage karena
3
penurunan nilai uang tersebut. Penelitian ini ditujukan untuk melihat berada dimanakah posisi seigniorage di Indonesia dibandingkandengan nilai maksimum seigniorage yang dapat diperoleh. Di samping itu, masih sedikitnya kajian akademik mengenai analisis pendapatan seigniorage di Indonesia membuat penelitian ini ditujukan untuk menganalisis hubungan antara tingkat pertumbuhan dengan pendapatan seigniorage di Indonesia. Sehingga akan didapatkan kajian mengenai tingkat pertumbuhan uang optimal yang
mampu
menghasilkan pendapatan
seigniorage maksimal. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui hubungan antara seigniorage dengan tingkat pertumbuhan uang di Indonesia. 2. Untuk mengkaji nilai aktual dan posisi pendapatan seigniorage di Indonesia. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang bisa didapat dari penelitian ini adalah: 1. Menambah perbendaharaan penelitian mengenai seigniorage di Indonesia. 2. Untuk menggambarkan hasil empiris mengenai seigniorage dengan variabel tingkat pertumbuhan uang dan tingkat inflasi di Indonesia. 3. Untuk menggambarkan berapa besar jumlah pendapatan pemerintah yang bisa didapatkan dari pencetakan uang baru di Indonesia.
4
1.5 Keaslian Penelitian Tabel 1.1 Tabel Keaslian Penelitian No. 1
2
Judul Penelitian The Maximum Seigniorage and High Inflation: Case of Belarus, Russia, and Ukraine
Pengaruh Penerapan Kebijakan Moneter dan Undang-undang Mengenai Status dan Kedudukan Bank Indonesia Terhadap Tingkat Ketergantungan Seigniorage
Peneliti Artsem Boichanka (2000)
Gerginto (2009)
Variabel Real Money Balances, tren waktu, upah riil, ekspektasi inflasi, dan variabel boneka sebelum dan sesudah high inflation
Seigniorage, variabel-variabel kebijakan moneter (reserve requirement), tingkat pertumbuhan uang, dan variabel boneka sebelum dan sesudah penetapan UU No 23/1999 dan UU No 3/2004
Alat Analisis/Pendekatan Model Statik: - OLS Model Dinamik - PAM
OLS
Temuan Penting Pada masa inflasi tinggi, tingkat pertumbuhan uang di Belarusia dan Ukraina lebih tinggi dibandingkan tingkat pertumbuhan uang yang memaksimumkan pendapatan seigniorage. Sedangkan di Rusia tingkat perumbuhan uangnya tidak pernah melewati tingkat maksimumnya. Perubahan status dari independen menjadi kurang independen, menyebabkan jumlah seigniorage yang dihasilkan mengalami penurunan.
Persamaan dan Perbedaan Persamaan: Menggunakan model dasar penelitian yang sama, yaitu model permintaan uang Cagan. Perbedaan: Lokasi penelitian, tidak menggunakan variabel boneka high inflation, pendekatan ekspektasi inflasi yang berbeda, dan menggunakan pendekatan model penelitian ARDL-ECM bukan PAM. Persamaan: Menganalisis hubungan seigniorage dengan tingkat pertumbuhan uang dan lokasi penelitian. Perbedaan: Model yang digunakan, tidak memperhitungkan efek penetapan UU Tentang Bank Indonesia, dan alat analisis yang digunakan.
5
3.
4.
Seigniorage Revenue and Monetary Policy
Skiki vono ko shtuvalo? The Seigniorage Loss from Monetary Stabilization in Ukraine
Joseph H. Haslag (1998)
David Alan Aschauer (1997)
Tentang Bank Indonesia Real seigniorage, tingkat pertumbuhan uang, bank reserves/ deposits, pendapatan pajak/ GDP Permintaan uang nominal, tingkat harga, real output, ekpektasi inflasi, dan tren waktu
Regresi OLS
PAM, OLS/WLS dan 2SLS/W2SLS
Terdapat hubungan sistematis, yang positif antara sistem kebijakan moneter sebuah negara dan ketergantungannya terhadap pendapatan seigniorage. Biaya untuk stabilisasi moneter, diukur dibandingkan dengan pendapatan dari mencetak uang, relatif kecil. Keuntungan dari stabilisasi moneter kurang lebih sama atau melebihi biaya dari stabalisasi tersebut.
Persamaan: Menganalisis hubungan seigniorage dengan tingkat pertumbuhan uang Perbedaan: Model yang digunakan, variabel yang digunakan, dan lokasi penelitian Persamaan: Menggunakan model dasar penelitian yang sama, yaitu model permintaan uang Cagan. Perbedaan: Lokasi penelitian, pendekatan ekspektasi inflasi yang berbeda, dan menggunakan pendekatan model penelitian ARDL-ECM bukan PAM.
6