1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perkembangan dalam sektor pekerjaan menjadi salah satu fokus utama dari strategi pembangunan Indonesia. Pada Februari 2014 tercatat jumlah penduduk yang bekerja mengalami peningkatan sebanyak 5,4 juta orang dibanding keadaan pada Agustus 2013 dengan penggolongan lapangan pekerjaan utama penduduk Indonesia
yaitu
pertanian,
industri,
konstruksi,
pedagang,
transportasi,
penggudangan dan komunikasi, keuangan, jasa kemasyarakatan, pertambangan, listrik, gas dan air (Badan Pusat Statistik (BPS), 2014). Sektor industri menjadi penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja ketiga di Indonesia yaitu sebanyak 15,39 juta orang dengan enam aktivitas ekonomi utama, yakni pengembangan industri baja, makanan dan minuman, industri tekstil, mesin dan peralatan transportasi,
industri
perkapalan,
serta
pengembangan
industri
pangan
(International Labour Organization (ILO), 2011a). Beragamnya jenis aktivitas ekonomi untuk perindustrian maka semakin banyak pula jumlah pembangunan sektor industri di Indonesia. Jumlah sektor industri mengalami peningkatan sebesar 1,4% pada tahun 2013 dibandingkan dengan tahun sebelumnya dengan sektor terbesar yaitu pada subsektor makanan (BPS, 2014). Hal tersebut menunjukan bahwa selain sebagai negara agraris, Indonesia juga membangun industri-industri dalam hal pengelolaan hasil produksi. Sektor Industri merupakan tempat dimana kebutuhan masyarakat diproduksi dan dihasilkan. Perkembangan industri didukung dengan penggunaan teknologi yang semakin modern. Penggunaan teknologi modern sangat diperlukan untuk 1
2
dapat menghasilkan barang produksi yang berkualitas. Apabila tidak disertai dengan pengendalian yang tepat maka akan memberikan efek samping dalam penggunaannya seperti bertambahnya jumlah dan ragam sumber bahaya. Potensi bahaya yang ada di tempat kerja yaitu bahaya mekanis, bahaya listrik, bahaya fisis, bahaya kimia dan bahaya biologi (Djajaningrat, 2010). Bahaya yang timbul akibat aktivitas maupun kondisi lingkungan tersebut apabila tidak dikendalikan dengan baik maka akan merugikan kesehatan dan keselamatan pekerja. Beragamnya jenis bahaya yang ditimbulkan pada lingkungan kerja akan memberikan dampak buruk bagi pekerja seperti kecelakaan kerja. Tingkat kecelakaan-kecelakaan fatal di negara-negara berkembang empat kali lebih tinggi dibanding negara-negara industri (ILO, 2011a). Kecelakaan kerja mengalami peningkatan setiap tahunnya, dimana pada tahun 2011 terjadi 99.491 kasus atau rata-rata 414 kasus kecelakaan kerja per hari dengan sektor industri sebagai penyumbang terbesar dari jumlah tersebut (Dalimunthe, 2012). Kecelakaan kerja akan menyebabkan lima jenis kerugian yaitu kerusakan, kekacauan organisasi, keluhan dan kesedihan, kelainan dan cacat dan kematian (Suma’mur, 2009). Kerugian-kerugian tersebut dapat diukur dengan besarnya biaya yang dikeluarkan bagi terjadinya kecelakaan sehingga akan berujung pada kerugian dalam hal keuangan, baik keuangan individu maupun negara. ILO (2011a) memperkirakan kerugian yang dialami sebagai akibat kecelakaan-kecelakaan dan penyakit akibat kerja setiap tahunnya yaitu 4% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Untuk menghindari hal tersebut, perusahaan perlu memiliki sertifikasi kesehatan dan keselamatan kerja sebagai bentuk komitmen perusahaan dalam memperhatikan kesehatan dan keselamatan pekerja. Tetapi dari 208.529 jumlah perusahaan di Indonesia, hanya 0,6 persen atau 1.310 perusahaan yang bersertifikasi Sistem
3 Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) (ILO, 2011a). Hal ini menunjukan bahwa masih sedikitnya kesadaran dari pemilik perusahaan di Indonesia akan pentingnya memperhatikan kesehatan dan keselamatan para pekerja sehingga dapat memperkecil peluang untuk mencapai zero accident pada sektor industri. Kecelakaan akibat kerja dapat disebabkan dari aktivitas para pekerja. Dalam melakukan aktivitasnya, pekerja membutuhkan kenyamanan dari lingkungan kerjanya. Kenyamanan bekerja dipengaruhi oleh lingkungan kerja atau kondisi kerja (suhu, cahaya, kebisingin, asap, keamanan, kecelakaan, debu dan bau) dan faktor yang terkait dengan pekerjaan itu sendiri (Ahmad, 2008). Kesan manusia tentang kenyamanan adalah dipengaruhi secara umum oleh empat faktor yang menentukan pertukaran panas yaitu temperatur udara, temperatur permukaan dinding yang berdekatan, kelembaban udara, dan aliran udara (Nurmianto, 2004). Hal ini menyatakan bahwa iklim kerja menjadi salah satu faktor kenyamanan dari pekerja. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER 13/MEN/X/2011 menyatakan bahwa Iklim kerja merupakan hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannya (Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, 2011). Lingkungan kerja harus dibuat senyaman mungkin yaitu dengan mengatur dan mengendalikan iklim ditempat kerja secara berkala guna menjaga produktivitas para pekerja. Iklim kerja yang paling dirasakan yaitu suhu udara. Suhu nyaman bekerja bagi orang Indonesia adalah 24-26⁰C (Suma’mur, 2009). Suhu ekstrim tidak hanya terjadi pada suhu panas, melainkan suhu dingin juga dapat mengganggu kesehatan pekerja. Data yang didapatkan oleh Mc Connel & Spiegelman (Suma’mur, 2009), pekerja merasakan kedinginan ketika
4 suhu kerja dibawah 23⁰C. Paparan suhu dingin menyebabkan tubuh manusia selalu mempertahankan suhu tubuh tetap pada keadaan normal sehingga dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan sekitar. Kesehatan pekerja yang terganggu akibat suhu dingin akan merubah fisiologi tubuh manusia. Suhu dingin menjadi salah satu hazard baru bagi industri di Indonesia yang menuntut lingkungan kerjanya untuk selalu berada di bawah suhu standar sehingga dapat mempengaruhi kesehatan para pekerjanya. Industri dengan lingkungan kerja di bawah suhu nyaman yaitu industri jasa boga, pengepakan ikan segar, pabrik es dan penyimpanan daging. Penggunaan suhu dingin pada industri sebagian besar terdapat pada industri makanan untuk meningkatkan kualitas hasil produksinya dengan menghindari pertumbuhan bakteri. PT. Sari Segar Laut Indonesia merupakan salah satu industri perikanan yang berada di Pelabuhan Benoa dengan sasaran dari hasil produksinya yaitu berupa ikan segar siap dikonsumsi. Inti dari pekerja di PT. Sari Segar Laut Indonesia ada pada pekerja bagian produksi. Berdasarkan survei awal yang dilakukan, dari 10 orang yang telah diwawancarai menyatakan bahwa 7 orang merasakan kedinginan saat bekerja yang disertai dengan menggigil ketika berada di ruang kerja. Ruang kerja pada bagian produksi memiliki standar suhu ruangan yaitu 16-21⁰C selama 8 jam bekerja. Suhu tersebut sudah berada di bawah standar rasa nyaman bekerja bagi orang Indonesia yaitu 24-26⁰C. Pekerja yang terpapar suhu ruangan di bawah 2426⁰C akan mengalami gangguan kesehatan pada tubuhnya seperti penurunan suhu tubuh yang disertai dengan keluhan akibat suhu dingin. Dalam penelitian Nugroho (2009) menunjukan bahwa dengan suhu dingin di bawah 18⁰C pada ruang control room Kujang 1B, 44,4% pekerja mengalami penurunan suhu tubuh dengan rata-rata penurunan 0,55⁰C. Penelitian tersebut juga memaparkan terjadinya keluhan-
5 keluhan akibat terpapar suhu dingin seperti menggigil (72%), kulit terasa dingin dan pucat (94,4%) dan otot terasa kaku (80,6%). Hal tersebut menunjukan bahwa paparan suhu dingin juga menimbulkan keluhan-keluhan yang merupakan reaksi tubuh dari penurunan suhu tubuh pada pekerja. Keluhan-keluhan tersebut juga dialami oleh pekerja dengan rata-rata terpapar suhu kurang dari 18⁰C (Amalia dan Hestyn, 2006). Ketika paparan suhu dingin mengganggu sistem termoregulasi tubuh, suhu inti mulai menurun tetapi belum mencapai 35ºC maka pekerja dianggap dalam keadaan akan menderita hipotermia (ILO, 2011b). Kasus yang terjadi di India Selatan, suhu lingkungan yang dingin juga mengakibatkan penurunan suhu tubuh hingga 26,3⁰C (Anand dkk., 2014). Hal tersebut menunjukan bahwa paparan suhu dingin dapat mengganggu kesehatan pekerja seperti suhu tubuh yang menurun dan timbulnya gejala-gejala akibat cold stress yang nantinya akan mengarah pada penyakit akibat kerja. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai gambaran gangguan kesehatan pekerja dengan paparan suhu dingin di bagian produksi PT. Sari Segar Laut Indonesia dengan memperhatikan suhu ruangan, suhu tubuh, keluhan subyektif, karakteristik pekerja dan Alat Pelindung Diri (APD).
1.2 Rumusan Masalah PT. Sari Segar Laut Indonesia memiliki standar suhu ruang kerja dibagian produksi yaitu 16-21⁰C. Hal tersebut menuntut pekerja untuk bekerja di bawah suhu nyaman bekerja bagi orang Indonesia yaitu 24-26⁰C dengan waktu kerja yaitu 8 jam kerja. Suhu ruangan tersebut juga dirasakan dingin oleh pekerja karena berada dibawah 23⁰C sehingga menimbulkan gejala akibat cold stress ketika terpapar suhu dingin (Suma’mur, 2009). Pekerja yang terpapar suhu dingin selama bekerja akan
6 mengalami gangguan kesehatan seperti penurunan suhu tubuh dengan rata-rata penurunan 0,55⁰C yang disertai dengan keluhan yang merupakan reaksi tubuh dari penurunan suhu tubuh seperti menggigil (72%), kulit terasa dingin dan pucat (94,4%) dan otot terasa kaku (80,6%) (Nugroho, 2009). Dengan demikian perlu dilakukan penelitian terhadap gambaran gangguan kesehatan pekerja yang terpapar suhu dingin di bagian produksi PT. Sari Segar Laut Indonesia.
1.3 Pertanyaan Penelitian Bagaimana gambaran gangguan kesehatan pekerja dengan paparan suhu dingin di bagian produksi di PT. Sari Segar Laut Indonesia tahun 2015?
1.4
Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan umum Mengetahui gambaran gangguan kesehatan pekerja dengan paparan suhu dingin di bagian produksi PT. Sari Segar Laut Indonesia tahun 2015. 1.4.2 Tujuan khusus 1.
Mengetahui karakteristik pekerja di bagian produksi PT. Sari Segar Laut Indonesia tahun 2015.
2.
Mengetahui penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pekerja di bagian produksi PT. Sari Segar Laut Indonesia tahun 2015.
3.
Mengetahui paparan suhu dingin di bagian produksi PT. Sari Segar Laut Indonesia tahun 2015.
4.
Mengetahui gambaran gangguan kesehatan pekerja secara obyektif (suhu tubuh) dan subyektif (keluhan subyektif) di bagian produksi PT. Sari Segar Laut Indonesia tahun 2015.
7
1.5
Manfaat Penelitian
1.5.1 Teoritis Peningkatan ilmu pengetahuan dan wawasan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja khususnya paparan suhu dingin pada pekerja. 1.5.2 Praktis Memberikan gambaran kepada pihak perusahaan mengenai kondisi tubuh pekerja yang terpapar suhu dingin untuk mencegah terjadinya penyakit akibat kerja dan sebagai bahan evaluasi manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.
1.6 Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini adalah bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) khususnya pada gangguan kesehatan pekerja dengan paparan suhu dingin di bagian produksi PT. Sari Segar Laut Indonesia.
8