BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Manusia dilahirkan dengan indera yang akan membantu mereka untuk
melihat, merasakan, mencium dan mendengar. Namun dari segala indera yang ada, mata memiliki peranan penting dengan fakta menakjubkan di dalamnya. Dengan mata, segala aktifitas kita di dunia dapat dilakukan seperti melihat, mengemudi, membaca dan banyak hal lainnya. Bahkan sekitar 80 persen dari semua informasi otak kita diperoleh dengan menggunakan indera penglihatan yakni mata (Putri, 2014). Pada tahun 2013 penderita tunanetra menunjukan prosentase tertinggi dibandingkan dengan penderita disabilitas lainnya. Menurut Direktur Utama Rumah Sakit Mata Cicendo Hikmat Wangsaatmadja, pada tahun 2013 sekitar satu persen penduduk Indonesia atau sekitar 3,5 juta orang mengidap kebutaan. Dari sekitar 45 juta penduduk dunia yang buta 3,5 jutanya adalah warga Indonesia. (Merdeka, 2012). Salah satu kebijakan pemerintah untuk para penyandang tunanetra adalah dengan membuat sekolah khusus. Salah satu sekolah khusus tersebut berlokasi di Bandung, yaitu SLBN-A Wyata Guna. Selain sekolah (SLBN-A) di Wyata Guna terdapat pula asrama atau yang biasa di sebut Panti Sosial Bina Netra (PSBN). Dalam sejarah berdirinya Wyata Guna, PSBN Wyata Guna berdiri terlebih dahulu yang kemudian di ikuti oleh berdirinya SLBN-A Wyata Guna. Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Wyata Guna didirikan oleh seorang dokter ahli mata berkebangsaan Belanda yaitu DR. Westhoff pada 6 Agustus 1901. Pada 25 April 1946 mulailah
1 repository.unisba.ac.id
2
dirintis sekolah khusus untuk orang buta yang dikenal dengan nama SR Istimewa. Pada tahun 1952, pemerintah melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mulai membuka Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa (SGPLB). Pada tahun 1962 pemerintah memberikan status negeri sekolah ini dengan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 03/SK/B/III, 13 Maret 1962. Sistem pendidikan yang ada mulai dari tingkat persiapan (TK), Pendidikan Dasar (SD, SLTP). Pada tahun 1982 di bentuklah dengan pendidikan kejuruan musik setingkat SMA, yang sekarang menjadi jurusan tetap di SLBN A Wyata Guna tersebut (Slbna Bandung, 2013). Dengan keterbatasannya penyandang tunanetra memiliki karakteristik atau ciri khas. Karakteristik tersebut merupakan implikasi dari kehilangan informasi secara visual. Menurut Aqila Smart (2010: 39-40) karakteristik penyandang tunanetra yaitu sebagai berikut: 1) Perasaan mudah tersinggung. Perasaan mudah tersinggung yang dirasakan oleh penyandang tunanetra disebabkan kurangnya rangsangan visual yang diterimanya sehingga ia merasa emosional ketika seseorang membicarakan hal-hal yang tidak bisa ia lakukan dan dengar. Pengalaman kegagalan yang sering dirasakannya juga membuat emosinya semakin tidak stabil. 2) Mudah curiga. Pada tunanetra rasa kecurigaannya melebihi orang pada umumnya. Anak tunanetra merasa curiga terhadap orang yang ingin membantunya. Hal ini bahwa untuk mengurangi atau menghilangkan rasa curiganya, seseorang harus melakukan pendekatan terlebih dahulu kepadanya agar anak tunanetra mengenal dan memahami sikap orang lain. 3) Ketergantungan yang berlebihan. Anak tunanetra dalam melakukan suatu hal yang bersifat baru membutuhkan bantuan dan arahan agar dapat melakukannya, namun bantuan dan
repository.unisba.ac.id
3
arahan tersebut tidak dapat dilakukan secara terus menerus. Hal ini dilakukan oleh anak tunanetra yang memiliki asumsi bahwa dengan bantuan orang awas terutama mobilitas merasa lebih aman, sehingga akan menjadikan anak tunanetra memiliki ketergantungan secara berlebihan kepada orang awas terutama pada hal-hal yang anak tunanetra dapat melakukan secara mandiri. SMALB kota Bandung memiliki visi yaitu sebagai Resource Center untuk mewujudkan anak berkebutuhan khusus yang terampil, kreatif, cerdas, mandiri, beriman, bertaqwa serta berakhlak mulia melalui manajemen Pendidikan Layanan Khusus yang terbuka dan berkualitas. Untuk mendukung visi tersebut SMALB Wyata Guna memiliki fasilitas antara lain, terdapat dua penjurusan dari awal masuk yaitu jurusan bahasa dan musik; tiap kelas memiliki kapasitas maksimal delapan siswa, satu guru, dan fasilitas belajar mengajar lainnya; terdapat laboratorium komputer; dan ruang musik. Namun terdapat permasalahan seperti yang di utarakan oleh wakil kepala sekolah bagian kurikulum mengenai kewenangan lahan dimana tidak ada batasan jelas antara lahan SLBN-A, PSBN, dan Depsos yang membuat SLBN-A kesulitan untuk mengembangkan fasilitas secara fisik dan keamanan khusus untuk SLBN-A. Berdasarkan data yang di dapat dari jumlah total siswa SMA sebanyak 37 siswa, terdapat 14 siswa berumur pada rentang 16-17 tahun. Dalam perkembangannya menurut Hurlock individu yang berumur pada rentang 11-18 tahun termasuk pada kategori remaja. Dalam masa perkembangan ini Hurlock menjelaskan mengenai hal yang penting bagi indivdu pada masa remaja ini, beberapa diantaranya adalah individu diharapkan dapat mencapai perilaku sosial yang bertanggungjawab dan memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai
repository.unisba.ac.id
4
pegangan untuk berperilaku. Selanjutnya, 23 siswa lainnya berumur pada rentang 18-25 tahun. Masa dewasa awal pada umumnya dimulai pada umur 18 sampai 40 tahun. Individu dewasa awal dituntut memulai kehidupannya memerankan peran ganda seperti suami/istri, orang tua dan peran dalam dunia kerja (berkarir), dan mengembangkan sikap-sikap baru, keinginan- keinginan dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas-tugas baru ini (Hurlock, 2009). Siswa SMALB yang berada pada masa remaja dan dewasa dini diharapkan dapat mencapai visi yang di miliki oleh SMALB yaitu anak berkebutuhan khusus yang terampil, kreatif, cerdas, mandiri, beriman, bertaqwa serta berakhlak mulia. Salah satu bentuk nyata dari visi misi tersebut adalah bagaimana siswa dapat menerima dan menyesuaikan dengan perturan tertulis yang ada di sekolah, sehingga siswa dapat mandiri beriman, bertaqwa, dan terampil sebagai siswa. Peraturan tertulis yang ada mengatur dari berbagai segi antara lain, peraturan absensi, peraturan saat kegiatan belajar mengajar, dan peraturan mengenai sopan santun kepada guru dan teman sebaya. Peraturan mengenai absensi yaitu ketentuan bagi siswa untuk hadir dan mengikuti pelajaran dari awal sampai dengan akhir pelajaran, selain itu memberikan surat ijin yang telah di tanda tangani oleh orang tua atau wali pada wali kelas ketika tidak masuk kelas. Peraturan mengenai kegiatan belajar mengajar yaitu siswa secara aktif mengikuti kegiatan belajar mengajar dan mengerjakan tugas. Peraturan mengenai sopan santun terhadap pengajar dan teman sebaya, dimana siswa dapat menghormati, bertutur kata yang sopan, dan menjaga relasi yang baik kepada guru dan teman sebaya. Apabila siswa
repository.unisba.ac.id
5
melanggar peraturan di atas, siswa akan mendapatkan sanksi ringan berupa teguran dari guru atau wali kelas sampai dengan teguran keras dari pihak sekolah untuk meminta siswa mengundurkan diri dari sekolah. Dalam penerapan peraturan tertulis tersebut guru-guru mengeluhkan akan tingginya tingkat pelanggaran yang dilakukan oleh siswa dalam absensi, seperti membolos dan tidak masuk pada suatu mata pelajaran tertentu. Selain itu kebanyakan siswa kerap pulang tidak pada waktunya apabila guru mata pelajaran tersebut tidak segera masuk saat pergantian jam pelajaran. Bahkan kegiatan belajar mengajar pernah ditiadakan karena tidak hadirnya siswa pada hari tersebut. Siswa juga kerap membujuk guru untuk mengakhiri pelajaran lebih awal dari jam seharusnya. Berdasarkan observasi yang di lakukan mayoritas murid tidak masuk tepat pada waktunya, siswa pulang saat pergantian pelajaran, terdapat data sebelumnya mengenai siswa yang tidak masuk satu mata pelajaran selama 1 semester, jumlah siswa saat awal jam pelajaran yang tidak sama saat usai jam istirahat, dan bahkan terdapat siswa yang baru masuk sekolah setelah jam istirahat. Guru juga mengeluhkan tinggi pelanggaran saat proses belajar mengajar dimana tidak jarang siswa mendengarkan musik di kelas, tidur, sibuk dengan sosial media, membaca majalah dan lain sebagainya. Selain itu guru mengeluhkan siswa tidak mendengarkan penjelasan guru dan siswa pasif saat penjelasan materi di kelas dan tidak mengerjakan tugas yang di berikan dengan memberikan alasan bahwa belum dijelaskan. Berdasarkan hasil observasi guru menerangkan dengan diam di depan kelas, terdapat siswa yang membaca majalah saat guru menyampaikan materi, siswa pasif saat pembelajaran, terdapat siswa yang
repository.unisba.ac.id
6
memarahi guru saat di tegur oleh guru, siswa memprotes saat guru memberikan tugas mendadak, dan guru tidak menegur siswa yang tidur atau tidak memperhatikan meski mengetahuinya. Perilaku siswa lainnya yang dikeluhkan oleh guru adalah mengenai perlakuan siswa kepada guru di kelas. Guru mengeluhkan bagaimana reaksi siswa saat di tegur karena tidak masuk pada pertemuan selanjutnya yaitu dengan balik memarahi guru tersebut karena telah memarahi temanya pada pertemuan sebelumnya. Berdasarkan observasipun siswa tidak jarang menjawab pertanyaan guru dengan nada tinggi dan bersikukuh dengan pendapatnya. Siswa juga kerap protes saat diberikan tugas dan siswa pun kerap mengeluh apabila di berikan tugas dan menolak menerima ajaran guru yang menurut mereka tidak sesuai. Sehingga dapat di lihat bahwa siswa tidak menerima otoritas guru. Ini diperkuat dengan hasil wawancara guru dimana siswa menjawab pertanyaan guru mengapa tidak masuk sekolah yang di rasa tidak sopan oleh guru. Selain itu berdasarkan observasi siswa tidak mendengarkan penjelasan guru dan menjawab pertanyaan guru dengan nada tinggi dan bersikukuh dengan pendapatnya. Dengan terdapat pelanggaran tersebut, sanksi yang kebanyakan berjalan adalah diberikan hanya teguran dan nasihat oleh guru. Berdasarkan peraturan tersebut dalam penerapannya guru memiliki peran sentral agar peraturan yang ada dapat berjalan sesuai dengan harapan sekolah. Guru berperan sentral karena guru intens berhadapan dengan siswa baik di kelas maupun di luar kelas. Namun, hanya sedikit guru yang memberikan sanksi yang serius seperti pengurangan nilai, tidak diperbolehkan mengikuti ujian, atau mencari siswa sampai ke asrama mereka. Adapun sanksi lain yang diberikan berkaitan dengan penyimpangan saat
repository.unisba.ac.id
7
proses belajar mengajar yaitu tergantung pada guru pada mata pelajaran yang bersangkutan. Pertimbangan diberikan sanksi tersebut adalah hanya sebagai peringatan umum untuk siswa agar lebih disiplin, selanjutnya untuk sanksi khusus diserahkan kembali kepada masing-masing guru mata pelajaran. Hanya pada beberapa kasus ekstrem yang ditangani oleh KSP (Ketua Satuan Pendidikan) dengan diberi peringatan dan menulis surat perjanjian untuk tidak melanggar lagi dan agar lebih disiplin. Selain itu, penanganan lainnya dengan siswa di panggil oleh pihak sekolah untuk tidak di naik kelaskan atau di minta untuk mengundurkan diri. Berdasarkan tingginya pelanggaran pada absensi, pelanggaran saat belajar mengajar, dan perlakuan siswa kepada guru. Dimana kebanyakan siswa tidak masuk kelas tepat waktu, kerap membolos, meninggalkan kelas atau sekolah tanpa ijin, mendengarkan musik, tidur di kelas, membaca majalah saat proses belajar mengajar berlangsung, dan menolak menerima ajaran guru yang menurut mereka tidak sesuai. Di sini siswa tidak bisa menyelaraskan keinginannya dengan tepat atas tuntutan di keadaan atau situasi yang ada. Siswa-siswa tetap melakukan pelanggaran tersebut meski mereka mengetahui bahwa apa yang mereka lakukan adalah salah dan khawatir saat melakukan pelanggaran tersebut. Berdasarkan pelanggaran yang siswa lakukan, di peroleh hasil wawancara yang di lakukan pada siswa yaitu alasan mereka melanggar aturan di karenakan mereka tidak suka dan merasa kesal dengan perlakuan guru saat mengajar. Siswa menilai guru tidak konsisten dalam menerapkan aturan. Guru tidak jarang mengangkat telepon saat mengajar, guru kerap masuk atau meninggalkan kelas tidak tepat waktu, dan guru kerap meninggalkan kelas tanpa alasan yang jelas.
repository.unisba.ac.id
8
Mereka pun bosan dengan cara guru mengajar yang monoton yaitu hanya membacakan materi. Siswa mengatakan bahwa guru kerap memberikan soal latihan yang banyak tanpa penjelasan materi terlebih dahulu dan hanya di berikan waktu 1 jam pelajaran baru di jelaskan, namun dengan cara belajar tersebut tidak membuat mereka mengerti materi yang di ajarkan sehingga mereka menilai cara belajar tersebut tidak tepat. Hal tersebut membuat mereka kesal karena harus mengerjakan tugas yang mereka tidak pahami bahkan di jadikan pekerjaan rumah bila tidak selesai. Selain itu, siswa mengatakan bahwa guru sering memarahi mereka saat tidak menuruti perintah guru (tidak mengerjakan tugas karena belum di jelaskan), siswa pun mengatakan guru hanya bisa mengkritik tanpa memberikan saran atas kesalahan siswa bahkan sampai mengatakan bodoh pada siswa. Siswa mengatakan bahwa guru kerap menuruti kemauan mereka untuk pulang lebih awal dengan memberikan tugas, ini mereka lakukan karena menurut siswa guru lebih sering memberikan tugas daripada menjelaskan materi sehingga menurut mereka lebih baik pulang lebih cepat di bandingkan tetap di kelas dan tidak mengerti materi yang di ajarkan. Siswa pun mengeluhkan bahwa terdapat 2 guru pada 1 pelajaran menjelaskan materi yang sama namun pemahaman yang berbeda atas materi yang sama sehingga membuat mereka bingung dan menjadi tidak tahu mana yang benar. Dari hasil wawancara kepada wakil kepala sekolah bidang kurikulum bahwa guru sebelumnya datang dan meninggalkan sekolah tanpa ijin. Setelah di terapkan peraturan baru di mana guru wajib mengisi absen pada jam masuk sekolah dan jam pulang sekolah melalui fingerprint dan akan di berikan sanksi yaitu penurunan gaji bila tingkat kehadiran tidak sesuai dengan standar yang ada.
repository.unisba.ac.id
9
Selain itu sekolah pun mengadakan pengawasan saat guru mengajar di kelas. Namun sekolah melakukan pengawasan tersebut dengan memberitahukan jadwal pelaksanaan pengawasan sebelumnya, sehingga guru selama pengawasan tetap berada di dalam kelas. Dengan demikian siswa merasa guru tidak adil dan tidak konsisten dalam menerapkan aturan. Dalam mengajar guru dinilai tidak mampu menjalankan perannya dengan baik. Dengan perilaku guru yang sering telat dan meninggalkan kelas tidak pada waktunya membuat mereka merasa percuma untuk masuk tepat waktu. Selain itu pun mereka tidak masuk pada suatu mata pelajaran di karenakan guru mata pelajaran tersebut sering memberikan tugas yang mereka tidak mengerti sebelum menjelaskan materi, meskipun mereka meminta untuk di jelaskan guru tersebut tetap memberikan tugas itu. Hal ini membuat mereka merasa percuma masuk kelas bila terus di berikan tugas yang tidak mereka mengerti. Selain itu karena mereka tahu bahwa guru sering mengangkat telepon saat mengajar, di saat mereka bosan dan mereka bermain handphone namun guru memarahi mereka. Sehingga dapat di lihat bahwa siswa tidak suka atas perlakuan guru saat proses belajar mengajar di kelas dan hal tersebut berkaitan dengan bagaimana guru mengajar di kelas. Perilaku tersebut menunjukan sebagai protes atas cara mengajar guru, selain itu menunjukkan pandangan siswa sehingga dapat dilihat bahwa siswa membentuk sikap terhadap cara mengajar guru di kelas. Dengan fenomena yang ada dapat di lihat bahwa perilaku yang di tampilkan siswa tidak sesuai dengan tuntutan yang ada, sehingga dapat di lihat bahwa siswa kesulitan untuk menyesuaikan dengan tuntutan di sekolah. Alasan siswa atas perilaku tersebut adalah di dasari oleh sikap mereka atas perlakuan
repository.unisba.ac.id
10
guru saat proses belajar mengajar di kelas, sehingga dapat di lihat bahwa siswa membentuk sikap atas cara mengajar guru saat proses belajar mengajar di kelas. Hal tersebut menjadi menarik dimana siswa yang kebanyakan berusia dewasa dini dan beberapa yang berusia remaja diharapkan mampu melakukan penyesuaian dengan optimal terhadap tuntutan sekolah. Akan tetapi yang terlihat, siswa menampilkan perilaku yang tidak sesuai dengan tuntutan sekolah, yang menggambarkan bagaimana pandangan siswa terhadap perilaku yang ditunjukkan untuk menyesuaikan tuntutan sekolah dengan keinginan mereka sebagai remaja maupun dewasa dini, bagaimana cara mereka merespon pada usia mereka akan tuntutan sekolah tersebut, dan pertimbangan akan perilaku yang diambil. Berdasarkan pemaparan diatas mengindikasikan bahwa Sikap terhadap cara mengajar guru ada hubungannya dengan penyesuaian sosial siswa di sekolah. Sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Antara Sikap Terhadap Cara Mengajar Guru dengan Penyesuaian Sosial di Sekolah Siswa SMALB Wyata Guna Bandung”.
1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan fenomena di atas dapat dilihat bahwa siswa SMALB Wyata
Guna memiliki pandangan-pandangan atas cara mengajar guru yang ada. Siswa menilai guru tidak konsisten dalam menerapkan aturan. Guru tidak jarang mengangkat telepon saat mengajar dan guru kerap masuk atau meninggalkan kelas tidak tepat waktu. Mereka pun bosan dengan cara guru mengajar yang monoton. Merekapun kesal karena guru sering memberikan tugas yang mereka tidak mengerti tanpa memberikan penjelasan terlebih dahulu. Selain itu, siswa
repository.unisba.ac.id
11
mengatakan bahwa guru sering memarahi mereka saat tidak menuruti perintah guru. Siswa mengatakan bahwa guru kerap menuruti kemauan mereka untuk pulang lebih awal dengan memberikan tugas. Perilaku-perilaku yang di tampilkan guru saat mengajar ini membuat siswa menilai bahwa guru tidak adil dan tidak konsisten dalam menerapkan aturan. Dalam mengajar guru dinilai tidak mampu menjalankan perannya dengan baik.. Sehingga dapat di lihat bahwa siswa tidak suka atas perlakuan guru saat proses belajar mengajar di kelas dan hal tersebut berkaitan dengan bagaimana guru mengajar di kelas. Perilaku tersebut menunjukan sebagai protes atas cara mengajar guru, selain itu menunjukkan pandangan siswa sehingga dapat dilihat bahwa siswa membentuk sikap terhadap cara mengajar guru di kelas Pengambilan keputusan pada siswa berdasarkan pandangannya tersebut yaitu menandakan bagaimana sikap siswa atas cara mengajar guru (Diaz, dalam Santrock 2008). Crano dan Prislin (2006) mendefinisikan sikap sebagai integrasi evaluatif kognisi dan pengalaman afek dalam kaitannya dengan suatu objek. Sikap adalah penilaian evaluatif yang mengintegrasikan dan meringkas reaksi kognitif / afektif. Di sini siswa menanggapi guru dengan tidak hanya merenungkan melainkan merespon pula dengan emosi mereka yang menyatakan ketidaksukaan dan ketidakpuasan akan cara mengajar yang di tampilkan oleh guru tersebut. Sebagai reaksi cara mengajar yang di tunjukkan oleh guru siswa menunjukkan perilaku-perilaku yang dianggap guru tidak sesuai dengan aturan yang ada. Pelanggaran pada absensi, dimana tingginya tingkat ketidak hadiran siswa saat proses belajar mengajar. Siswa kerap membolos dan tidak masuk pada jam mata pelajaran tertentu. Selain itu pun siswa kerap pulang tidak pada
repository.unisba.ac.id
12
waktunya apabila guru mata pelajaran tersebut tidak segera masuk saat pergantian jam pelajaran, bahkan kegiatan belajar mengengajar pernah di tiadakan karena tidak hadirnya siswa pada hari tersebut. Dalam proses belajar mengajar tidak jarang siswa mendengarkan musik di kelas, tidur, sibuk dengan sosial media, membaca majalah dan lain sebagainya. Ketika diberi tugas oleh guru, siswa tidak akan mengerjakannya apabila materi tersebut belum di ajarkan. Siswa juga kerap protes saat diberikan tugas, siswa pun kerap mengeluh apabila di berikan tugas, dan siswa menolak menerima ajaran guru yang menurut mereka tidak sesuai. Sehingga dapat di lihat bahwa siswa tidak menerima otoritas guru. Berdasarkan pelanggaran yang dilakukan oleh para siswa tersebut dapat di lihat bahwa siswa memiliki kesulitan dalam menyesuaikan dengan tuntutan sekolah. Siswa mengakui bahwa apa yang di lakukan adalah salah dan merasa khawatir saat melakukan pelanggaran tersebut. Menurut Schneider bahwa kehidupan sekolah merupakan bagian dari realita dan faktor-faktor seperti minimnya minat di sekolah, membolos, relasi emosional dengan guru yang tidak sehat, pemberontakan, perusakan dan menentang otoritas merupakan hambatan adjustment yang baik. Penyesuaian sosial diartikan oleh Schneiders (dalam Yusuf, 2000) sebagai kemampuan untuk mereaksi secara tepat terhadap realitas sosial, situasi, dan relasi. Di sini siswa tidak dapat menunjukkan reaksi yang tepat atas realitas sosial yang ada, dimana siswa masuk sekolah sering terlambat, siswa meninggalkan sekolah tanpa ijin, dan tidak masuk pada beberapa mata pelajaran. Siswa tidak dapat menunjukkan reaksi yang tepat atas situasi sosial, di sini siswa saat proses belajar mengajar berlangsung mendengarkan musik, tidur, dan membaca majalah. Siswa pun kerap mengeluh apabila di berikan tugas dan
repository.unisba.ac.id
13
menolak menerima ajaran guru yang menurut mereka tidak sesuai. Berdasarkan uraian tersebut maka perumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Seberapa Erat Hubungan Antara Sikap Terhadap Cara Mengajar Guru dengan Penyesuaian Sosial di Sekolah pada Siswa SMALB Wyata Guna Bandung?”
1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian a. Maksud Penelitian Mengetahui gambaran mengenai seberapa erat hubungan antara Sikap terhadap cara mengajar guru dengan penyesuaian sosial di sekolah pada siswa SMALB Wyata Guna Bandung. b. Tujuan Penelitian Memperoleh bukti empiris mengenai hubungan sikap terhadap terhadap guru dengan penyesuaian sosial di sekolah pada siswa SMALB Wyata Guna Bandung.
1.4
Kegunaan Penelitian Kegunaan Praktis a. Memberikan informasi mengenai keeratan hubungan sikap terhadap cara mengajar guru dengan penyesuaian sosial di sekolah di SMALB Wyata Guna Bandung, sehingga sekolah mendapat data empiris mengetahui gambaran sikap dan penyesuaian sosial di sekolah. b. Berdasarkan hasil penelitian ini bisa di gunakan sebagai evaluasi dan perangcangan program bagi sekolah berkaitan dengan cara mengajar
repository.unisba.ac.id
14
sehingga dapat membantu siswa dalam penyesuaiannya di sekolah. c. Bagi guru melalui penelitian ini dapat menjadi umpan balik atas cara mengajar sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengevalusi cara mengajar guru. d. Untuk menambah informasi dan referensi bagi penelitian selanjutnya terutama bagi yang akan meneliti mengenai hubungan Sikap terhadap cara mengajar guru dengan Penyesuaian Sosial di Sekolah.
repository.unisba.ac.id