BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi merupakan kebutuhan kebutuhan manusia dalam tiap aspek kehidupan. Dengan adanya transportasi, manusia dapat mudah untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Dewasa ini pun mobilitas manusia semakin tinggi, sehingga diperlukan adanya alat transportasi yang semakin praktis dan memudahkan manusia. Transportasi dengan menggunakan pesawat terbang telah berkembang pesat di era globalisasi ini sehingga usaha di bidang transportasi udara menjadi major industry yang berpengaruh dalam bidang ekonomi, politik, dan sosial.
1
Dalam bidang
ekonomi, transportasi udara dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara, seperti meningkatnya devisa suatu negara dalam bidang kepariwisataan. 2 Dalam bidang politik, dapat mempercepat pertumbuhan infrastruktur suatu negara dan bidang sosial pun sama hal nya, seperti membantu penyebaran penduduk dan memperkenalkan sosial budaya suatu wilayah.
3
Oleh karena itu, dapat dilihat bahwa transportasi udara
mempunyai peran yang vital dalam meningkatkan segala aspek kehidupan. Transportasi udara pada hakikatnya merupakan bagian dari perkembangan industri penerbangan, karena industri penerbangan adalah industri yang bergerak di bidang pelayanan jasa transportasi udara. 1
Ken Button, 2008, “The Impacts of Globalisation on International Air Transportation Activity: Past trends and future perpectives”, OECD: USA, hlm. 5 2 Air Transport Action Group, 2011, The economic & social benefits of air transport, ATAG: Switzerland. hlm.2 3 Ibid.
1
Industri penerbangan memiliki peran yang penting karena merupakan industri yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi global dan tumbuh paling pesat di dunia. 4 Sejarah industri ini dimulai pada abad 17 dengan penemuan model pesawat pertama kali oleh Tito Burattini,5 yang kemudian penemuan-penemuan tersebut berevolusi dan berpengaruh di era Perang Dunia I dan Perang Dunia II dalam bidang militer, hingga terjadi peralihan fungsi menjadi fungsi komersial.6 Peralihan fungsi tersebut menjadikan anggapan masyarakat dunia bahwa dengan menggunakan pesawat sebagai penerbangan komersial dapat menghidupi kebutuhan banyak orang. 7 Hal ini yang menjadi titik permulaan perkembangan peran industri penerbangan. Dalam berkembangnya industri penerbangan, tidak dapat dihindari adanya dampak dan hambatan yang terjadi. Melihat bahwa industri penerbangan berkembang bersamaan dengan pertumbuhan maskapai penerbangan sebagai organisasi yang menyediakan jasa penerbangan,
8
maka menjadu suatu hal yang mungkin bahwa permasalahan seperti pelayanan, harga dan promosi yang ditawarkan dapat terjadi.
9
Ditambah
pula bahwa jumlah maskapai di seluruh dunia semakin bertambah dan
4
Mengutip artikel Departemen Perhubungan Udara”Kesolidan dan Koordinasi Antar Unit Tingkatkan Peran Regulator”: http://www.dephub.go.id/berita/baca/kesolidan-dan-koordinasiantar-unit-tingkatkankan-peran-regulator-14598/?cat=QmVyaXRhfHNlY3Rpb24tNjU= diakses pada tanggal 20 Juli 2015 pukul 01.45 WIB 5 Joseph Needham, 1965, Science and Civilisation in China. Cambridge University Press: UK. 6 Pedro Ferreira, 2001, “Systems in Transportation; The case of the Airline Industry”, ESD.83: Research Seminar in Engineering Systems 7 Ibid. 8 Mengutip penulisan berjudul “Analisa Hubungan antara Kualitas Pelayanan dan Kepuasan Konsumen Terhadap Behavioural Intention Konsumen Maskapai Penerbangan Lion Air Indonesia”, Universitas Multimedia Nusantara, sumber: http://library.umn.ac.id/eprints/134/2/marvin-bab1-wm.pdf 9 Ibid.
2
telah memberikan kesempatan bersaing di dalam pasar. Terdapat berbagai macam faktor yang mendukung persaingan tersebut, diantaranya adalah harga bahan bakar yang fluktuatif, kebijakan pemerintah, penawaran harga yang terjangkau, hingga destinasi dari maskapai penerbangan.
10
Secara
logika, masyarakat lebih cenderung memilih maskapai penerbangan dengan harga yang terjangkau. Oleh karena itu, banyak maskapai yang memberikan tarif penerbangan dengan harga yang murah bagi masyarakat akibat dari persaingan harga tersebut. 11 Akibat dengan adanya hal-hal tersebut, dikenal dengan konsep penerbangan tarif rendah atau low cost carrier (selanjutnya disebut sebagai ‘LCC’)
12
. Konsep LCC diperkenalkan oleh Amerika Serikat melalui
beberapa maskapainya Southwest Airlines yang merupakan sebuah maskapai swasta di Amerika Serikat. Southwest Airlines dibentuk pada tahun 1967 dan menjadi pelopor maskapai penerbangan dengan LCC terbesar.
13
Tujuan LCC ini pada awalnya untuk menciptakan pasar yang
terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat dengan membagi rute-rute yang pasarnya belum potensial.
14
Dengan adanya LCC terlihat
menguntungkan posisi calon konsumen karena dihadapkan pada pilihan menggunakan transportasi udara yang berbiaya murah dan cepat.
15
10
Air Transport Action Group, op.cit. hlm.4 Lihat jurnal oleh Charles Najda dengan judul “Low-Cost Carriers and Low Fares” yang menyatakan bahwa: “[S]ince deregulation in 1978, the cost of air travel has fallen and the size of the airline industry has grown rapidly.” 12 Ibid. 13 International Labour Organization, 2013, “Civil Aviation and Its Changing World of Work”, Geneva, makalah ini disampaikan dalam diskusi Global Dialogue Forum on the Effects of the Global Economic Crisis on the Civil Aviation Industry, hlm. 9 14 Mengutip artikel: http://mariaonmarketing.blogspot.com/2012/01/low-cost-carriers-trategy-airasia.html 15 Sven Groß dan Michael Luck, 2013, The Low Cost Carrier Worldwide, Ashgate: UK, hlm. 4 11
3
Sehingga, LCC berakibat mempengaruhi minat konsumen dalam memilih jenis maskapai berbasis LCC, dengan keunggulan khususnya dari segi harga. 16 Berdasarkan hal-hal yang telah disampaikan sebelumnya, maka timbulnya LCC ini berkaitan erat dengan persaingan harga jasa penerbangan antar maskapai sehingga tidak jarang telah menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat.
17
Mengingat bahwa terdapat kegiatan-
kegiatan dan bentuk-bentuk perjanjian yang dilarang dalam aturan persaingan usaha yang dapat menyebabkan kompetisi yang tidak sehat.
18
Kemudian aturan terkait persaingan usaha yang tidak sehat pun secara umum telah tercantum dalam pasal 8 General Agreement on Trade in Services (GATS) mengenai Monopolies and Exclusive Service Suppliers bahwa: “Each Member shall ensure that any monopoly supplier of a service in its territory does not, in the supply of the monopoly service in the relevant market, act in a manner inconsistent with that Member’s obligations under Article II and specific commitments”. 19 Aturan terkait persaingan usaha juga diterapkan tersendiri oleh tiap-tiap negara, seperti di Amerika Serikat dikenal dengan adanya
16
Ibid. Lihat OECD dalam jurnal dengan judul “Airline Competition” pada tahun 2014 yang menyatakan bahwa “….price partitioning can also cause harm to consumers, by misleading their choice by making price less transparent and comparisons more complicated. Competition and consumer protection agencies have raised concerns about the use of drip pricing and somme of them have taken or prompted action against potentially harmful drip pricing strategies.” 18 Mengutip artikel Amitabh Kumar, “Competition Law at a Glance”: http://www.competitioncommissionindia.nic.in/speeches_articles_presentations/published_in_Competition_LawReports25012008.p df diakses pada tanggal 4 April 2015 pukul 01.03 WIB 19 General Agreement on Trade Services 17
4
Sherman Antitrust Act, 1998,
21
20
Inggris dengan adanya the Competition Act
Uni Eropa dengan European Union Competition Law22 dan
Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 (selanjutnya disebut sebagai ‘Undang-Undang Anti Monopoli’). 23 Secara garis besar seluruh aturan tersebut mengatur mengenai bagaimana menjaga keseimbangan pasar dari kecurangan yang dilakukan oleh sebagian pihak. Namun yang menjadi permasalahan adalah bagaimana aturan-aturan tersebut diaplikasikan dalam rangka menangani fenomena LCC. Mengingat bahwa banyak ditemukan berbagai macam kasus maskapai penerbangan di dunia yang berbasis LCC dan melakukan praktik curang dalam persaingan usaha ataupun sebagai pihak yang dirugikan oleh kompetitornya akibat adanya praktik curang. Oleh karena itu, sebagai organisasi penerbangan sipil internasional, ICAO mengadopsi standar dan rekomendasi agar kondisi persaingan usaha penerbangan dapat mencerminkan persaingan yang adil dan sehat.
24
Dalam Manual on the
Regulation of International Air Transport¸ ICAO menjelaskan sebagai berikut: “International air transport is a commercial activity where strongly differing views exist among States as to desirable level of
20
Lihat situs Federal Trade Commision yang menyatakan bahwa “the Sherman Act as a comprehensive charter of economic liberty aimed as preserving free and unfettered competition as the rule of trade which passed two additional antitrust laws: the Federal Trade Commision Act and the Clayton Act. These are the three core federal antitrust laws still in effect today”: www.ftc.gov 21 Office of Fair Trading, Cartels and the Competition Act 1998: A guide for purchaser. 22 European Commission, EU Competition Law: Rules Applicable to Antitrust Enforcement. 23 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 199 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat 24 Mengutip dari International Civil Aviation Organization, 2013, “Fair Competition in International Air Transport”, Working Paper of Worldwide Air Transport Conference in Montreal.
5
protection, competition and industry cooperation……therefore important that States, when dealing with competition issues involving foreign air carriers, give due consideration to the concerns of other States involved and avoid taking unilateral action.”. 25 Oleh karena itu, ICAO menyusun pedoman bernama Policy and Guidance Material on the Economic Regulation of International Air Transport yang di dalamnya menjelaskan kurang lebih sebagai berikut: “The
Assembly
recommends
that
Contracting
States,
in
implementing Assembly Resolution A24-14, to cooperate with each other so as to discourage unilateral measures and ensure the creation and maintenance of services between States so that fair and equal opportunities exist for the sharing of benefits by each State and its air carriers.”. 26 Selain ICAO, terdapat asosiasi angkutan udara internasional bernama International Air Transport Association (IATA). Pada tahun 2015, IATA telah membentuk Competition Law Guidelines yang berfungsi agar seluruh aktivitas penerbangan sesuai dengan hukum persaingan usaha. 27 Dengan demikian, merupakan hal yang penting untuk mengetahui bagaimana penerapan aturan persaingan usaha tersebut dalam industri penerbangan khususnya terhadap praktik LCC. Dalam maskapai penerbangan di dunia maskapai LCC identik dengan harga yang murah yang mana dapat bersinggungan pula dengan
25
International Civil Aviation Organization, 2004, “Manual on the Regulation of International Air Transport.”, Second Edition – Doc 9626. 26 International Civil Aviation Organization, 2008, ”Policy and Guidance Material on the Economic Regulation of International Air Transport.”, Third Edition – Doc 9587. 27 Dalam pedoman tersebut, IATA mengacu kepada hukum persaingan usaha Amerika Serikat, European Union, dan hukum persaingan usaha lainnya yang sesuai dengan jurisdiksi yang bersangkutan. (Sumber: Competition Law Guidelines for the 2015 World Financial Symposium http://www.iata.org/events/Documents/WFS%202015/Competition_Guidelines.pdf )
6
praktik predatory pricing. Fenomena predatory pricing adalah suatu upaya untuk melakukan kecurangan dalam persaingan usaha dengan cara menjual produk dengan harga yang sangat murah jika dibandingkan dengan produk sejenis yang merupakan pesaingnya,
28
dan hal tersebut
dapat terjadi di dalam industri penerbangan dalam menerapkan strategi bisnisnya. Apabila harga yang murah tersebut melampaui batas-batas tertentu dalam aturan antitrust, maka kegiatan yang dilakukan oleh pelaku usaha yang bersangkutan dapat berpotensi melanggar peraturan persaingan usaha. Hal unik yang terjadi dalam praktik predatory pricing di industri penerbangan adalah pelaku praktik predatory pricing justru sering dilakukan oleh major airlines yang notabene adalah maskapai non-LCC. Apabila mengacu kepada hasil penelitian dari American Airline Institute, para kompetitor maskapai LCC (maskapai non-LCC) bahwa: ‘they (major airlines) tend to dominate their own hubs and often use various tactics described as predatory to keep new low-cost entrants from operating out of their hubs.
29
Tidak hanya fenomena predatory pricing saja yang dapat
terjadi dalam industri penerbangan. Di Indonesia, maskapai penerbangan Lion Group dinilai telah melakukan monopoli pasar karena telah menguasai lebih dari 50 persen aktivitas penerbangan di Indonesia. 31 Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pelanggaran hukum persaingan usaha
28
Peraturan KPPU Nomor 6 tahun 2011 - Pedoman Pelaksanaan Pasal 20 Tentang Jual Rugi (Predatory Pricing), Hlm. 19 29 Albert A. Foer, 2008, “E-Commerce Meets Antitrust: A Primer”, American Antitrust Institute Journal: Washington DC, hlm. 19 31 Mengutip pernyataan Agus Tony Poputra dalam artikel “Ekonomi Tuding Lion Group Monopoli Penerbangan”: http://indo-aviation.com/2015/02/21/ekonomi-tuding-lion-group-lakukanmonopoli-penerbangan/
7
dapat ditemukan dalam perkembangan fenomena LCC dan merupakan suatu permasalahan yang memerlukan penyelesaian. Melihat adanya hubungan kausal antar fenomena LCC dengan aturan persaingan usaha yang berbeda-beda di berbagai negara, maka diperlukan adanya studi komparasi antar negara agar dapat memahami persamaan dan perbedaan terhadap LCC secara komprehensif serta akibatnya dengan persaingan usaha. Pada penulisan ini, Penulis menjadikan
Indonesia
dan
Amerika
Serikat
sebagai
dua
objek
perbandingan. Alasannya adalah sebagai warga negara Indonesia, Penulis merasa Indonesia masih memiliki berbagai macam permasalahan terkait industri penerbangan yang memerlukan penyelesaian. Kemudian nantinya akan dibandingkan dengan Amerika Serikat sebagai referensi
atas
dinamika permasalahan yang serupa. Menurut Penulis, Amerika Serikat dapat dijadikan sebagai objek pembanding dengan Indonesia dikarenakan konsep LCC pun datang dari Amerika Serikat dan masih berkembang secara massive hingga sampai sekarang.
32
Dalam penulisan hukum ini,
aspek-aspek yang akan diperbandingkan secara umum adalah konsep LCC di kedua negara tersebut terkait dasar hukum yang mengatur, penerapan hukumnya dan penyelesaian kasusnya, serta peran pemerintah atau badan yang terkait dalam mengawasi dinamika persaingan usaha maskapai LCC tersebut. Ketika berbagai aspek tersebut dipaparkan, maka akan ditarik kesimpulan mengenai kendala apa yang sebenarnya dihadapi oleh kedua negara terhadap konsep LCC di industri penerbangan. Oleh karena itu,
32
International Labour Organization, op.cit, hlm. 19
8
berdasarkan hal-hal tersebut menjadi latar belakang Penulis untuk melakukan penulisan hukum dengan judul “Low Cost Carrier: Studi Komparasi Hukum Persaingan Usaha Dalam Industri Penerbangan Antara Indonesia Dan Amerika Serikat”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan pokok permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah praktik LCC dalam penerbangan di Indonesia maupun Amerika Serikat apabila dilihat dari sudut pandang hukum persaingan usaha? 2. Siapakah yang berperan dalam mengawasi penerapan LCC dari sudut pandang hukum persaingan usaha? C. Tujuan Penelitian a. Tujuan Obyektif: Penelitian ini guna menjawab rumusan masalah penelitian ini antara lain untuk mengetahui bagaimana perkembangan maskapai LCC dari masing-masing negara (Indonesia dan Amerika Serikat) dilihat dari sudut pandang hukum persaingan usaha dan untuk mengetahui siapa saja yang berperan dalam mengawasi praktik LCC dari sudut pandang hukum persaingan usaha. b. Tujuan Subyektif: Penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan bahan yang relevan dengan topik yang diteliti dalam rangka penyusunan Penulisan Hukum sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
9
D. Keaslian Penelitian Sepanjang pengetahuan Penulis, penulisan hukum dengan judul “Low Cost Carrier: Studi Komparasi Hukum Persaingan Usaha Dalam Industri Penerbangan Antara Indonesia Dan Amerika Serikat” belum pernah dilakukan. Namun, sebelumnya pernah dilakukan penelitian yang berkaitan dengan analisis LCC yang ditulis oleh: a. Della Utami, Universitas Gadjah Mada, pada tahun 2006 dalam sebuah penelitian berjudul “Tinjauan Yuridis terhadap Peran Pemerintah dalam Implementasi Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 atas Low Cost Carrier di bidang Maskapai Angkutan Udara”. Dalam skripsi tersebut membahas mengenai apakah penerbangan LCC melanggar pasal 20 Undang-Undang Anti Monopoli mengenai jual rugi. Kemudian yang kedua membahas mengenai bagaimanakah peranan pemerintah dalam melaksanakan undang-undang tersebut dalam kaitannya dengan penerbangan
LCC. Terdapat perbedaan
antara penulisan dari Della Utami dengan penulisan hukum yang dilakukan oleh Penulis. Walaupun pembahasan yang dilakukan samasama membahas tentang LCC, namun objek pembahasan dari kedua penulisan hukum ini berbeda. Dalam penulisan Della Utami membahas fenomena LCC yang ada di Indonesia dan bagaimana penerapan hukumnya, sedangkan karya dari Penulis membahas perbandingan fenomena LCC di dua negara, yaitu Amerika Serikat dan Indonesia dan bagaimana penerapan hukumnya di kedua negara tersebut.
10
b. Fritz Partogi P. Hutapea, Universitas Sumatera Utara, pada tahun 2010 dalam sebuah penelitian berjudul “Eksistensi Low Cost Carrier Ditinjau Dari Hukum Persaingan Usaha”. Dalam skripsi tersebut membahas bagaimana penegakan hukum persaingan usaha terhadap pelaksanaan LCC dalam industri penerbangan. Terdapat perbedaan antara penulisan dari Frizt Partogi P. Hutapea dengan penulisan hukum yang dilakukan oleh Penulis Dalam penulisan Fritz Partogi P. Hutapea hanya membahas bagaimana cara Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menerapkan regulasi terkait persaingan usaha kepada industri penerbangan di Indonesia. Sedangkan karya Penulis akan membahas bagaimana regulasi persaingan usaha yang ada di Indonesia dan Amerika Serikat untuk menangani LCC dan bagaimana penerapan hukumnya di kedua negara tersebut. E. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau masukan bagi perkembangan hukum persaingan usaha khususnya praktik LCC di sektor penerbangan. Selain itu, penelitian ini diharapkan akan memberikan pengetahuan dan wawasan lebih luas dalam mempelajari hukum dagang dalam bidang persaingan usaha dalam sektor penerbangan. b. Manfaat Praktis Secara praktis, hasil dari penelitan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan Penulis terkait hukum persaingan usaha khususnya di
11
sektor penerbangan serta dapat meningkatkan sikap kirits Penulis ataspenerapan hukum persaingan usaha di Indonesia dan Amerika Serikat. Kemudian penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi masyarakat luas dan penyelenggara Negara serta lembaga-lembaga yang terkait pada khususnya agar dapat memperkaya pengetahuan dan wawasan terkait hukum persaingan usaha khususnya di sektor penerbangan.
12
