BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Osteoporosis adalah suatu kondisi dimana terjadi penurunan massa dan perubahan struktur pada tulang, yang menyebabkan kerentanan tulang terhadap terjadinya fraktur meningkat (Khan et al, 2014). Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang paling umum terjadi pada orang dewasa terutama pada usia lanjut. Prevalensi osteoporosis pada wanita lebih besar daripada pria untuk usia di atas 55 tahun, dengan proporsinya yaitu 30,4% wanita dan 27,7% pria pada kelompok usia 6064 tahun, 39,2% wanita dan 32,3% pria pada kelompok usia 65-69 tahun, serta 58,9% wanita dan 43,6% pria pada kelompok usia di atas 70 tahun (Jahari, 2007). Dilihat dari angka tersebut, semakin bertambahnya umur maka prevalensi osteoporosis semakin meningkat. Hal ini menjadi masalah yang akan semakin berat dihadapi Indonesia karena seiring dengan bertambahnya jumlah lansia tahun 2011 sekitar 24 juta jiwa (10% dari jumlah penduduk) dan pada tahun 2020 mendatang diprediksi mencapai 28,8 juta jiwa atau 11,34% (Heru, 2008). Penanganan
osteoporosis
difokuskan
pada
konsumsi
obat,
pengaturan pola makan, dan olahraga. Pengaturan pola makan dapat mencegah maupun sebagai terapi pada kejadian osteoporosis, terutama pemberian zat gizi kalsium, prebiotik, dan kolagen. Penelitian yang dilakukan oleh Penggalih et al (2014) menunjukan bahwa tikus yang osteoporosis mengalami pembentukan tulang yang lebih baik ketika
1
diberikan intervensi berupa inulin, teripang, dan makanan standar yang mengandung cukup kalsium. Kalsium merupakan salah satu mineral yang mempunyai peranan dominan dalam proses pembentukan tulang. Asupan kalsium normal berkisar 1000-1500 mg/hari, dan akan diekskresikan juga tidak jauh berbeda dengan asupan tersebut melalui feses (800 mg) dan urine (200 mg). Kalsium memiliki peranan penting dalam remodelling tulang, yaitu sebanyak 300 – 500 mg. Jumlah inilah yang akan ditambahkan dalam asupan kalsium dari luar, jadi berkisar 1000 – 1500 mg, sehingga kalsium serum berada dalam keadaan homeostatis (Permana, 2010). Prebiotik merupakan salah satu zat gizi yang sulit dicerna dan diabsorpsi dalam usus halus sehingga oleh mikroflora dalam kolon zat gizi ini difermentasi dan dapat menstimulasi pertumbuhan dan aktivitas bakteri yang bermanfaat untuk kesehatan (Azhar 2010; Scholz-Ahrens et al 2001). Inulin merupakan salah satu prebiotik yang terdiri dari polimer alami kelompok karbohidrat. Monomer inulin adalah fruktosa, antar setiap monomer fruktosa dihubungkan dengan ikatan (2-1) residu β-Dfructofuranosyl (Azhar 2010; Kulminskaya et al 2003). Pemilihan penggunaan inulin sebagai prebiotik yaitu inulin merupakan dietary fiber yang larut sehingga cepat difermentasi oleh mikroflora usus seperti Bifidobacteria dan Lactobacilli (Roberfroid, 2001). Fermentasi inulin oleh Bifidobacteria dan Lactobacilli menghasilkan short chain fatty acids (SCFA) dan L-laktate (Pool-Zobel, 2005). Pembentukan SCFA dan Llaktat dapat menurunkan pH kolon dan menyebabkan terjadinya
2
peningkatan penyerapan kalsium di dalam usus halus (Raschka, 2005; Lopez 1998). Penelitian pada tikus wistar oleh Coudray (2005) menyebutkan bahwa penambahan inulin sebesar 3,75% dan 7,5% pada pakan tikus selama 25 hari berpengaruh signifikan terhadap penyerapan kalsium dan magnesium. Penelitian lainnya oleh Abrans et al (2005) mendukung bukti bahwa inulin meningkatkan penyerapan kalsium, peneletian ini dilakukan pada sekelompok remaja yang diberi intervensi dengan penambahan 8 gr inulin/hari menunjukan peningkatan absorpsi kalsium dan mineralisasi tulang yang lebih baik daripada kelompok plasebo yang diberikan maltodekstrin. Tulang terdiri atas sel dan matriks, matriks ekstra seluler terdiri dari dua komponen, yaitu anorganik sekitar 30-40% dan matrik organik 6070%. Matrik organik yang terpenting adalah kolagen tipe 1 yang berkontribusi sampai 90% dibandingkan matrik organik lainnya (Permana, 2010). Kolagen merupakan salah satu jenis protein yang memiliki fungsi sebagai jaringan pengikat. Sehingga apabila kekurangan kolagen maka tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Teripang merupakan salah satu komoditi ekspor sub perikanan yang cukup potensial. Pemanfaatan teripang di Indonesia sebagai bahan pangan dibanding produk perikanan lainnya tergolong rendah dan kurang populer. Namun demkian teripang sesungguhnya mengandung protein yang cukup tinggi. Menurut Dewi (2008) kandungan protein pada teripang segar adalah 44-55% dan pada kondisi kering kandungan proteinnya sampai 82%. Kandungan protein pada teripang mempunyai asam amino
3
yang lengkap, baik asam amino essensial maupun non essensial. Selain itu pada tubuh teripang terkandung 80% berupa kolagen yang berguna sebagai pengikat jaringan dalam pertumbuhan tulang (Ratnawati, 2010). Sampai saat ini, tepung terigu merupakan bahan utama dalam pembuatan biskuit. Mengingat Indonesia bukan negara penghasil gandum, untuk mengurangi impor tepung terigu perlu dicarikan bahan yang dapat digunakan untuk substitusi terigu. Tepung ubi jalar ungu merupakan salah satu pilihan untuk substitusi tepung terigu, karena ubi jalar
ungu
mudah
sekali
ditemukan
di
Indonesia.
Keuntungan
menggunakan tepung ubi jalar ungu sebagai bahan baku yaitu adanya penambahan nilai gizi dalam biskuit, karena di dalam ubi jalar tersebut kaya akan vitamin seperti vitamin A, vitamin C, vitamin B1dan B2 serta mineral (Setiawan, 2011). Selain itu penelitian dari Lestari (2014) menunjukan bahwa pemberian tepung ubi jalar dapat mempengaruhi respon imun spesifik dan non-spesifik. Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian sebelumnya, yaitu Pengaruh prebiotik, kalsium, dan kolagen terhadap pembentukan massa tulang tikus dengan osteoporosis: Penggalih (2014). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa makanan yang mengandung cukup kalsium, inulin, dan teripang mampu membantu meningkatkan pembentukan massa tulang pada tikus yang mengalami osteoporosis secara signifikan. Potensi untuk pengembangan produk yang mengandung ketiga bahan tersebut sangat terbuka disamping ketiga bahan tersebut dapat didapatkan di Indonesia dan manfaat produk tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat luas.
4
Selain itu, pemanfaatan inulin dan teripang untuk pengembangan produk dalam penanggulangan osteoporosis belum ada. Oleh sebab itu, peneliti ingin membuat inovasi baru pengembangan produk biskuit dari tepung ubi jalar sebagai pencegahan osteoporosis yang mengandung inulin, teripang, dan prebiotik. Pengembangan produk ini bertujuan untuk menciptakan suatu produk yang membantu pencegahan osteoporosis di Indonesia yang mengandung bahan pangan lokal.
B. Rumusan Masalah 1. Rumusan Masalah Umum a. Bagaimanakah kandungan zat gizi pada produk biskuit dengan tambahan inulin dan teripang? b. Apakah produk biskuit dengan tambahan inulin dan teripang dapat diterima dari segi organoleptiknya? 2. Rumusan Masalah Khusus a. Berapakah kandungan proksimat (karbohidrat, protein, lemak, kadar air dan kadar abu) pada biskuit yang mengandung kalsium, inulin dan teripang? b. Berapakah kandungan kalsium dan inulin pada biskuit yang mengandung kalsium, inulin dan teripang? c. Apakah produk biskuit dengan kalsium, inulin dan teripang dapat diterima dari segi warna, aroma, rasa dan tekstur?
5
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum a. Mengetahui kandungan zat gizi pada produk biskuit dengan tambahan inulin dan teripang b. Mengetahui daya terima produk biskuit oleh masyarakat dari segi organoleptik 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui jumlah kandungan proksimat (karbohidrat, protein, lemak, kadar air dan kadar abu) pada biskuit yang mengandung kalsium, inulin dan teripang b. Mengetahui jumlah kandungan kalsium dan inulin pada biskuit yang mengandung kalsium, inulin dan teripang c. Mengetahui daya terima produk biskuit oleh masyarakat dari segi warna, aroma, rasa, dan tekstur
D. Manfaat Penelitian 1. Untuk Peneliti Menambah pengetahuan mengenai pengembangan produk makanan yang mengandung inulin dan teripang sebagai salah satu makanan untuk penanggulangan osteoporosis. Selain itu, peneliti dapat meningkatkan kemampuan untuk melakukan pengujian organoleptik makanan dan analisis fisikokimia pada hasil formulasi tepung bahan makanan campuran guna mengembangkan riset di bidang gizi kesehatan.
6
2. Untuk Industri Mendapatkan tambahan informasi dan membuka peluang usaha pembuatan produk biskuit yang mengandung kalsium, inulin dan teripang untuk penanggulangan osteoporosis. 3. Untuk Masyarakat Memberikan produk alternatif berupa biskuit dengan kandungan inulin dan teripang yang bisa membantu penganggulangan osteoporosis. 4. Untuk Pemerintah Membantu pemerintah dalam mengembangkan makanan untuk penanggulangan osteoporosis yang berbasis bahan pangan lokal.
E. Keaslian Penelitian 1. Pengaruh prebiotik, kalsium, dan kolagen terhadap pembentukan massa tulang tikus dengan osteoporosis: Penggalih, Mirza Hapsari Sakti Titis Penggalih (2014). Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui efek probiotik dalam penggunaan kalsium dan kolagen untuk pembentukan massa tulang secara in vivo baik pada tikus sehat maupun penderita osteoporosis. Tikus dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu kelompok A (pakan standar), B (pakan standar + inulin), C (pakan standar + inulin + teripang), dan D (pakan standar + inulin + teripang + kalsium). Masing-masing kelompok perlakuan melalui tiga tahap, yaitu masa adaptasi, masa osteoporosis, dan masa perlakuan. Hasil dari penelitian ini adalah pakan yang mengandung pakan standar, inulin dan teripang lebih baik dalam memperbaiki mineralisasi tulang (p = 0,014). Persamaan dengan penelitian ini yaitu sama-sama
7
menggunakan inulin, teripang dalam produk makanan. Perbedaan dengan penelitian ini yaitu pada penelitian ini targetnya adalah tikus, sedangkan penelitian yang akan berlangsung adalah pengembangan produk dari penelitian sebelumnya yang targetnya adalah manusia. 2. A combination of prebiotic short- and long- chain inulin-type fructans enhances calcium absorption and bone mineralization in young adolescents: Abrams, Steven A (2005). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian dua jenis karbohidrat (inulin dan maltodekstrin) terhadap absorbsi kalsium dan mineralisasi tulang pada remaja usia 9 – 13 tahun dalam jangka panjang (12 bulan). Hasil dari penelitian ini yaitu absorbsi kalsium pada minggu kedelapan dan satu tahun lebih signifikan pada kelompok dengan pemberian suplementasi inulin daripada kelompok kontrol (p = 0,02). Selain itu, jika dibandingkan dengan absorbsi kalsium pada saat awal penelitian hasilnya menunjukan absorbsi kalsium signifikan lebih besar setelah mengalami suplementasi inulin, diukur pada minggu kedelapan (p < 0,001) dan diakhir penelitian (p = 0,04). Pada akhir penelitian mineralisasi tulang lebih besar terjadi pada kelompok intervensi (dengan inulin) dibandingkan dengan kelompok kontrol secara signifikan (p = 0,03 untuk bone mineral content dan p = 0,01 untuk bone mineral density). Persamaan dengan penelitian ini yaitu menggunakan inulin sebagai salah satu kandungan dalam produk. Perbedaan dengan penelitian ini yaitu selain inulin dilakukan juga penambahan teripang pada produk.
8
3. Isolation and partial characterization of fucan sulfates from the body wall of sea cucumber Stichopus japanicus and their ability to inhibit osteoclastogenesis: Kariya, Yutaka (2004). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aktifitas fuctan sulfate yang diekstrak dari teripang menggunakan kloroform (A) dan etanol (B) terhadap osteoclastogenesis. Hasil dari penelitian ini yaitu, fuctan sulfate tipe A dan B menghambat 99,8% dan 96,3% regenerasi sel osteoclast dan pada kontrol yang tidak diberi fuctan sulfate tidak terjadi penurunan regenerasi sel osteoclast. Jika dibandingkan antara fuctan sulfate tipe A dan tipe B tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Persamaan dengan penelitian ini yaitu menggunakan teripang dalam kaitannya dengan osteoporosis. Perbedaan dengan penelitian ini yaitu selain teripang juga terdapat kandungan inulin. 4. Peningkatan nilai tambah limbah tulang ayam sebagai sumber senyawa bioaktif kolagen untuk penyediaan produk “Food Suplemen” anti osteoporosis dan penuaan dini: Said, Muhammad Irfan (2014). Tujuan jangka panjang dari penelitian ini adalah menyediakan produk “food suplement” yang murah, mudah diperloeh dan halal khusunya bagi kelompok masyarakat manula. Target khusus yang ingin dicapai adalah tersedianya produk makanan kesehatan anti osteoporosis dan penuaan dini yang halal dalam bentuk “food suplement” untuk meningkatkan
status
kesehatan
khususnya
bagi
kelompok
masyarakat manula. Hasil penelitian menunjukan bahwa kombinasi waktu perendaman 24 jam dengan etanol 70% dalam proses degresing dan waktu perendaman 48 jam dalam larutan asam sulfat
9
0,5 M dalam proses demineralisasi merupakan kombinasi terbaik secara kuantitatif.. produk ekstra kolagen pada degreasing memiliki sifat fungsional yang relatif identik. Kombinasi bahan ekstraktan CH3COOH 0,5 M dengan suhu ekstraktan 700C memberikan sifat-sifat yang lebih baik dalam optimasi proses ekstraksi. Persamaan dengan penelitian
ini
yaitu
memberikan
inovasi
suatu
produk
untuk
penanggulangan osteoporosis. Perbedaan dengan penelitian ini yaitusumber
kolagen didapat
dari
teripang
sedangkan
dalam
penelitian ini didapat dari tulang ayam.
10