BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi semua aspek kehidupan bangsa dan negara. Pentingnya transportasi tersebut tercermin pada semakin meningkatnya kebutuhan akan jasa angkutan bagi mobilitas orang dari dan ke seluruh pelosok tanah air bahkan dari dan ke luar negeri. Di samping itu, transportasi juga berperan sebagai penunjang, pendorong dan penggerak bagi pertumbuhan daerah yang berpotensi namun belum berkembang dalam peningkatan dan pemerataan pembangunan serta hasil-hasilnya. Manfaat pengangkutan dapat dilihat dari berbagai segi diantaranya manfaat ekonomi dan manfaat sosial. Dalam kegiatan ekonomi masyarakat, pengangkutan mempertemukan antara produsen, agen, distributor dengan konsumen. Pengangkutan juga mengangkut barang dari pelabuhan ke gudang, dari pusat produksi ke pasar danl lain sebagainya. Dari segi manfaat sosial pengangkutan mempunyai peranan penting dan strategis untuk memantapkan perwujudan wawasan nusantara, memperkukuh ketahanan nasional dan mempererat hubungan antar bangsa dalam usaha mencapai tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Proses pengangkutan merupakan gerakan dari tempat asal dari mana kegiatan, angkutan dimulai ke tempat tujuan, ke mana kegiatan pengangkutan 1
2
diakhiri. Karena kegiatan pengangkutan sebagai kegiatan memindahkan barang atau orang, maka pengangkutan menghasilkan jasa-jasa angkutan sebagai produksinya, yang merupakan jasa dalam angkutan atau proses angkutan orang atau barang.1 Perkeretaapian sebagai salah satu moda transportasi memiliki karakteristik dan keunggulan khusus, terutama dalam kemampuannya untuk mengangkut, baik orang maupun barang secara massal, menghemat energi, menghemat penggunaan ruang, mempunyai faktor keamanan yang tinggi, memiliki tingkat pencemaran yang rendah, serta lebih efisien dibandingkan dengan moda transportasi jalan untuk angkutan jarak jauh dan untuk daerah yang padat lalu lintasnya, seperti angkutan perkotaan. Dengan keunggulan dan karakteristik perkeretaapian tersebut, peran perkeretaapian perlu lebih ditingkatkan dalam upaya pengembangan sistem transportasi nasional secara terpadu. Untuk itu, penyelenggaraan perkeretaapian yang dimulai dari pengadaan, pengoperasian, perawatan, dan pengusahaan perlu diatur dengan sebaik-baiknya sehingga dapat terselenggara angkutan kereta api yang menjamin keselamatan, aman, nyaman, cepat, tepat, tertib, efisien, serta terpadu dengan moda transportasi lain. Dengan demikian, terdapat keserasian dan keseimbangan beban antarmoda transportasi yang mampu meningkatkan penyediaan jasa angkutan bagi mobilitas angkutan orang dan barang. Perkeretaapian merupakan salah satu moda transportasi yang memiliki peranan yang penting dan strategis sehingga penyelenggaraannya dikuasai 1
Sutiono Usman Aji, et.al, Hukum Pengangkutan di Indonesia, Ctk Pertama, Rineka Cipta, Jakarta, 1990, hlm. 120.
3
oleh
Negara
dan
pembinaannya
dilakukan
oleh
pemerintah
serta
pengoperasian/pengusahaan prasarana dan sarana kereta api dilakukan oleh badan usaha yang dibentuk untuk itu. Selanjutnya dengan perkembangan teknologi perkeretaapian dan perubahan lingkungan global yang tidak terpisahkan dari sistem perdagangan global yang menitikberatkan pada asas perdagangan bebas dan tidak diskriminatif serta meningkatkan peran serta pemerintah daerah dan swasta dalam penyelenggaraan perkeretaapian, maka dipandang perlu untuk mendorong partisipasi pemerintah daerah dan swasta untuk ikut serta dalam penyelenggaraan perkeretaapian. Sejarah
perjuangan
Bangsa
Indonesia
mencatat
pengambilalihan
kekuasaan perkeretaapian dari pihak Jepang oleh Angkatan Moeda Kereta Api (AMKA) pada peristiwa bersejarah tanggal 28 September 1945. Pengelolaan kereta api di Indonesia telah ditangani oleh institusi yang dalam sejarahnya telah mengalami beberapa kali perubahan. Institusi pengelolaan dimulai dengan nasionalisasi seluruh perkeretaapian oleh Djawatan Kereta Api Indonesia (DKARI), yang kemudian namanya dipersingkat dengan Djawatan Kereta Api (DKA), hingga tahun 1950. Institusi tersebut berubah menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA) pada tahun 1963 dengan PP No. 22 Tahun 1963, kemudian dengan PP No. 61 Tahun 1971 berubah menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA). Perubahan kembali terjadi pada tahun 1990 dengan PP No. 57 Tahun 1990 status perusahaan jawatan diubah menjadi perusahaan umum sehingga PJKA berubah menjadi Perusahaan Umum Kerata Api (Perumka). Perubahan besar terjadi pada tahun 1998, yaitu
4
perubahan status dari Perusahaan Umum Kereta Api menjadi PT Kereta Api (Persero), berdasarkan PP No. 19 Tahun 1998. PT Kereta Api (Persero) merupakan salah satu badan usaha sebagimana yang diamanatkan UndangUndang Dasar 1945 Pasal 33 melaksanakan kegiatan usaha di bidang pelayanan yang menyangkut hajat hidup orang banyak di bidang jasa transportasi. Perkeretaapian sebagai salah satu moda transportasi memiliki karakteristik dan keunggulan khusus terutama dalam kemampuannya untuk mengangkut, baik penumpang maupun barang secara masal, hemat energi, hemat dalam penggunaan ruang, mempunyai faktor keamanan yang tinggi, dan tingkat pencemaran yang rendah serta lebih efisien untuk angkutan jarak jauh dan untuk daerah yang padat lalu lintasnya seperti angkutan perkotaan. Dengan keunggulan
dan
karakteristik
perkeretaapian
tersebut,
maka
peran
perkeretaapian perlu lebih dimanfaatkan dalam upaya pengembangan sistem transportasi nasional secara terpadu. Wacana elektrifikasi jalur Kereta Api (KA) di Indonesia telah didiskusikan oleh para pakar kereta api dari perusahaan kereta api milik pemerintah Hindia Belanda yaitu: Staats Spoorwegen (SS) sejak tahun 1917 yang menunjukkan bahwa elektrifikasi jalur KA secara ekonomi akan menguntungkan. Elektrifikasi jalur KA pertama dilakukan pada jalur KA rute Tanjung Priuk – Meester Cornelis (Jatinegara) dimulai pada tahun 1923 dan selesai pada tanggal 24 Desember 1924. Untuk melayani jalur kereta listrik ini, pemerintah Hindia Belanda membeli beberapa jenis lokomotif listrik untuk menarik
5
rangkaian kereta api diantaranya adalah Lokomotif Listrik seri 3000 buatan pabrik SLM (Swiss Locomotive & Machine works) –BBC (Brown Baverie Cie), Lokomotif Listrik seri 3100 buatan pabrik AEG (Allgemaine Electricitat Geselischaft) Jerman. Lokomotif Listrik seri 3200 buatan pabrik Werkspoor Belanda serta KRL (Kereta Rel Listrik) buatan pabrik Westinghouse dan KRL buatan pabrik General Electric. Bagian dari perusahaan Staats Spoorwegen yang menangani sarana, pasarana dan operasional kereta listrik ini adalah Electrische Staats Spoorwegen (ESS). Peresmian elektrifikasi jalur KA bersamaan dengan hari ulang tahun ke 50 Staats Spoorwegen, sekaligus juga peresmian stasiun Tanjung Priuk yang baru yaitu pada 6 April 1925. Elektrifikasi jalur KA yang mengelilingi kota Batavia (Jakarta) selesai pada 1 Mei 1927. Elektrifikasi tahap selanjutnya dilakukan pada jalur KA rute Batavia (Jakarta Kota) – Buitenzorg (Bogor) dan mulai dioperasionalkan pada tahun 1930. Jalur kereta listrik di Batavia ini menandai dibukanya sistem angkutan umum massal yang ramah lingkungan, yang merupakan salah satu sistem transportasi paling maju di Asia pada zamannya. Di masa itu, kereta listrik telah menjadi andalan para penglaju (komuter) untuk bepergian, terutama bagi para penglaju yang bertempat tinggal di Bogor dan bekerja di Jakarta. KAI Commuter Jabodetabek adalah salah satu anak perusahaan di lingkungan PT KERETA API (Persero) yang dibentuk sesuai dengan Inpres No. 5 Tahun 2008 dan Surat Menneg BUMN No. S-653/MBU/2008 tanggal 12 Agustus 2008 dan resmi menjadi anak perusahaan PT KERETA API
6
(Persero) sejak tanggal 15 September 2008 yaitu sesuai dengan Akte Pendirian No. 415 Notaris Tn. Ilmiawan Dekrit, S.H. Dan akhirnya PT KERETA API (Persero) Divisi Angkutan Perkotaan Jabotabek berubah menjadi sebuah perseroan terbatas, PT KAI Commuter Jabodetabek. Setelah menjadi perseroan terbatas perusahaan ini mendapatkan izin usaha No. KP 51 Tahun 2009 dan izin operasi penyelenggara sarana perkeretaapian No. KP 53 Tahun 2009 yang semuanya dikeluarkan oleh Menteri Perhubungan Republik Indonesia.
Pembetukan anak perusahaan ini berawal dari keinginan para
stakeholdernya untuk lebih fokus dalam memberikan pelayanan yang berkualitas menjadi bagian dari solusi permasalahan transportasi perkotaan yang semakin kompleks. Kehadiran PT. KAI Commuter Jabodetabek dalam industri jasa angkutan KA Commuter bukalah kehadiran yang tiba-tiba, tetapi merupakan proses pemikiran dan persiapan yang cukup panjang. Di mulai dengan pembentukan DIVISI Angkutan Perkotaan Jabodetabek oleh induknya Kereta Api (Persero), yang memisahkan dirinya dari saudara tuanya PT KERETA API (Persero) Daop 1 Jakarta. Setelah pemisahan ini, pelayanan di wilayah Jabodetabek berada di bawah PT KERETA API (Persero) Daop 1 Jakarta. Dan akhirnya PT KERETA API (Persero) Divisi Angkutan Perkotaan Jabodetabek berubah menjadi sebuah Perseroan Terbatas, PT Commuter Jabodetabek. Tugas pokok perusahaan yang baru ini adalah menyelenggarakan pengusahaan pelayanan jasa angkutan kereta api komuter (untuk selanjutanya disebut “commuter” saja) dengan menggunakan saranan Kereta Rel Listrik di wilayah Jakarta,
7
Bogor, Depok, Tanggerang (Serpong) dan (Jabodetabek) serta pengusahaan di bidang usaha non angkutan penumpang, untuk melayani kepentingan umum dengan misi menyelenggarakan jasa angkutan kereta api commuter yang mengutamakan keselamatan, pelayanan, kenyamanan dan ketepatan waktu, serta berwawasan lingkungan. Mewujudkan jasa angkutan kereta api commuter penting sekali kaitannya dengan peningkatan perekonomian masyarakat. Dalam hal ini PT Commuter Jabodetabek sebagai badan usaha penyedia jasa transportasi. Ini sebagaimana pengembangan transportasi umumnya, dikemukakan Abbas Salim bahwa transportasi sebagai dasar untuk pembangunan ekonomi dan perkembangan masyarakat serta pertumbuhan industrialisasi. Pertumbuhan ekonomi suatu negara atau bangsa tergantung pada
tersedianya
pengangkutan,
yang
difasilitasi
jasa
transportasi.
Transportasi adalah kegiatan pemindahan barang (muatan) dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain.2 Perkembangan PT. KAI Commuter Jabodetabek sebagai badan penyedia jasa transportasi di satu sisi menguntungkan bagi para pengguna jasa transportasi karena akan menjadi pilihan bagi penguna jasa transportasi. PT KAI Commuter Jabodetabek bersaing untuk menarik penguna Commuter sebanyak-banyaknya dengan tarif yang lebih murah dan seiring perkembangan zaman, Commuter (KRL Jabotabek) yang beroperasi sekarang sudah memiliki berbagai fasilitas mulai dari tempat duduk yang ”empuk” hingga Air Conditioner (AC) yang menyejukkan. Namun di sisi lain, dengan tarif murah 2
Abbas Salim, ManajemenTransportasi, PT Raja Grafindo, Jakarta, 2002, hlm.6.
8
tersebut sering menurunkan kualitas pelayanan (service), bahkan yang lebih mengkhawatirkan lagi adalah akan menyebabkan berkurangnya kualitas pemeliharaan (maintenance) Kereta Api sehingga rawan terhadap keselamatan pengguna jasa transportasi dan akan berdampak kurang baik terhadap keamanan, kenyaman dan perlindungan konsumen sehingga para pelaju belum merasa nyaman menggunakan Kereta Commuter Jabodetabek. Keterlambatan kedatangan dan keberangkatan, AC yang tidak dingin, harapan besar masyarakat Jabodetabek seiring diluncurkannya Kereta Commuter seakan masih sebatas angan. Kenyamanan dan keamanan belum mampu dipenuhi oleh manajemen baru, PT Kereta Api Indonesia (KAI) Commuter Jabodetabek, anak perusahaan PT Kereta Api (Persero). Para komuter atau pelaju masih saja disuguhi kenyataan yang bertolak belakang dengan berbagai perubahan dari manajemen pengelola kereta api Jabodetabek tersebut. Citra buruk masih saja melekat akibat kenyamanan penumpang acap kali terganggu. Persoalan molornya jadwal kedatangan dan keberangkatan kereta, penumpang yang berdesak-desakan, serta kereta mogok masih terus terjadi. Selain itu, AC di gerbong tidak dingin. Padahal, kereta api di Jabodetabek merupakan salah satu alat transportasi yang vital karena daya tampungnya yang besar walaupun memang belum mampu mengatasi masalah kemacetan di Ibu Kota. Kereta api juga menjadi solusi beberapa permasalahan transportasi nasional seperti: 1. Kondisi jalan raya yang mengalami banyak kerusakan. 2. Kemacetan di jalan raya akibat lalu lintas yang semakin padat.
9
3. Kenaikan harga BBM yang menyebabkan biaya transportasi terus meningkat.3 Berdasarkan data PT. Kereta Api (Persero), setahun sudah sejak ETicketing danTarif Progresif diberlakukan pada 1 Juli 2013 seluruh pengguna jasa KRL saat ini menggunakan dua jenis Tiket elektronik yaitu Kartu Multi Trip (KMT) dan Tiket Harian Berjaminan (THB) untuk transaksi perjalanan KRL di Jabodetabek. Sejak penerapan e-ticketing dan tarif progresif hingga kini tercatat peningkatan penumpang terjadi hampir dua kali lipat. Saat ini KRL di Jabodetabek telah mengangkut sekitar 600 ribu sampai dengan 700 ribu pengguna jasa per hari, jumlah tersebut akan terus meningkat seiring dengan penambahan jumlah perjalanan KRL dan penambahan armada yang terus dilakukan PT KCJ untuk dapat mencapai target 1,2 Juta penumpang per hari pada tahun 2019. Tuntutan masyarakat mengenai safety, punctuality, realibility dan comfortability semakin meningkat. Kemampuan daya beli masyarakat masih dimungkinkan naik asal ada peningkatan pelayanan. Status sosial pengguna KRL bisa makin bergeser ke menengah atas, sehingga dampak pengurangan kemacetan di jalan raya dapat terwujud. Perusahaan minimal harus untung secara operasional sehingga dapat menutup biaya operasi dan pemeliharaan.4 Pada dasarnya dalam kegiatan pengangkutan terdapat dua pihak, yaitu pengangkut dalam hal ini adalah perusahaan dan pihak pengguna jasa atau 3
Soemino Eko Saputro, Kebijakan Perkeretaapian kemana Hendak Bergulir, Ctk. Pertama, Gibon Books, Jakarta, 2007, hlm. 10. 4 Rachmadi, Presentasi Rakor Penyusunan RKAD, Divisi Angkutan Perkotaan Jabodetabek, Jakarta, 2003, hlm. 12
10
konsumen. Para pihak tersebut terikat oleh suatu perjanjian, yaitu perjanjian pengangkutan. Sebagaimana layaknya suatu perjanjian yang merupakan manisfestasi dari hubungan hukum yang bersifat keperdataan maka didalamnya terkandung hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan dan dipenuhi, yang biasa dikenal dengan istilah “prestasi”.5 Dalam
hukum
pengangkutan,
kewajiban
pengangkut
antara
lain
mengangkut penumpang dan/atau barang dengan aman, utuh dan selamat sampai di tempat tujuan, memberikan pelayanan yang baik, mengganti kerugian penumpang dalam hal adanya kerugian yang menimpa penumpang, memberangkatkan penumpang sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan dan lain-lain. Sedangkan kewajiban penumpang membayar ongkos pengangkutan yang besarnya telah ditentukan, menjaga barang-barang yang berada dibawah pengawasannya, melaporkan jenis-jenis barang yang dibawa terutama barangbarang yang kategori berbahaya, mentaati ketentuan-ketentuan yang ditetapkan pengangkut yang berkenaan dengan pengangkutan. Hak dan kewajiban para pihak tersebut biasanya dituangkan dalam suatu dokumen perjanjian pengangkutan dalam hal ini tertera di dalam Tiket elektronik yaitu Kartu Multi Trip (KMT) dan Tiket Harian Berjaminan (THB) bagi pengguna jasa Kereta Api Commuter, setiap penumpang KRL Commuter Jabodetabek wajib memiliki Tiket elektronik yaitu Kartu Multi Trip (KMT) dan Tiket Harian Berjaminan (THB) untuk selanjutnya disebut kartu commet yang dikeluarkan oleh PT KAI Commuter Jabodetabek sebagai tanda atau bukti 5
Prestasi dalam hukum perjanjian adalah pelaksanaan dari isi perjanjian yang telah diperjanjikan menurut tata cara yang telah disepakati bersama. Menurut hukum di Indonesia ada beberapa model prestasi antar lain :memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu.
11
yang sah (tanda telah membayar ongkos) yang berlaku untuk naik KRL Commuter. Kartu commet tersebut merupakan tanda bukti terjadinya perjanjian pengangkutan orang. Dalam Pasal 1 butir 2 dan 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa yang dimaksud konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lainnya, dan tidak untuk diperdagangkan. Sedangkan pengguna jasa kereta api berdasarkan pengertian Pasal 1 butir 12 Undang-Undang Perkeretaapian adalah setiap orang dan/atau badan hukum yang menggunakan jasa
angkutan
kereta
api,
baik
untuk
angkutan
orang
maupun
barang. Berdasarkan ketentuan tersebut, terlihat dengan jelas bahwa pengguna jasa kereta api sebagaimana maksud dalam Pasal 1 butir 12 Undang-Undang Perkeretaapian, masuk dalam pengertian konsumen sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang perlindungan Konsumen. Dengan kewajiban memiliki kartu Commet tersebut di atas, maka pengguna jasa memiliki hak untuk memperoleh pelayanan. Hak-hak pengguna jasa kereta api commuter berdasarkan undang-undang perlindungan konsumen adalah: 1. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkomsumsi barang dan/atau jasa; 2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
12
3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; 4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan; 5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; 6. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; 7. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Sedangkan penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib: 1. Mengutamakan keselamatan dan keamanan orang; 2. Mengutamakan pelayanan kepentingan umum; 3. Menjaga kelangsungan pelayanan pada lintas yang ditetapkan; 4. Mengumumkan jadwal perjalanan kereta api dan tarif angkutan kepada masyarakat dan; 5. Mematuhi jadwal keberangkatan kereta api. Penyelenggara sarana perkeretaapian juga berkewajiban mengasuransikan pengguna jasanya. Selain itu, penyelenggara sarana perkeretaapian wajib mengumumkan kepada pengguna jasa apabila terjadi pembatalan dan penundaan keberangkatan, keterlambatan kedatangan, atau pengalihan pelayanan lintas kereta api disertai dengan alasan yang jelas. Walaupun
13
demikian ada pelaju belum merasa nyaman menggunakan Kereta Commuter Jabodetabek. Keterlambatan kedatangan dan keberangkatan, AC yang tidak dingin, serta berkurangnya jumlah gerbong. Selain itu dengan dibatalkannya sejumlah perjalanan Kereta Commuter akibat suatu peristiwa, misalnya karena rangkaian anjlok pada siang hari di stasiun Manggarai pada tanggal 19 Agustus 2015 imbas gerbong anjlok sampai dengan malam. Penumpang menumpuk berdesakan dan lama menunggu kereta datang di stasiun sehingga semua jendela dibuka karena panas di dalam gerbong. Sampai dengan pukul 18.00 evakuasi terhadap gerbong yang anjlok tersebut masih tetap berlangsung, ini adalah salah satu bentuk pertanggung jawaban dari PT KA Commuter Jabodetabek saat peristiwa terjadi sudah segera dipikirkan rencana darurat. Hal ini belum di atur secara tegas apakah mendapatkan ganti rugi dari penyedia jasa. Masalah lain dan hampir selalu menjadi keluhan dari pengguna jasa kereta commuter ini adalah keterlambatan kedatangan ataupun keberangkatannya serta meminimalkan gangguan dan mengurangi kepadatan di dalam gerbong. Kalaupun keterlambatannya pada saat sore hari, mungkin kiranya tidak terlalu dipusingkan. Lain hal jika keterlambatan terjadi pada pagi hari menjelang waktu masuk kantor, maka akan terjadi kesulitan bagi pengguna jasa yang bekerja di kantor di mana sangat ketat terhadap absensi dan mengenakan pemotongan terhadap tunjangan kehadirannya. Dalam hal ini, sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban sebenarnya pihak KA Commuter telah menyediakan surat keterangan kepada para pelanggan mengenai keterlambatan kereta commuter yang dinaikinya sebagai bahan
14
laporan bagi kantor si pengguna jasa tersebut. Namun, bagi kantor yang secara ketat melakukan pemotongan bagi pegawai/karyawan yang telat absensinya, maka tidak ada kompensasi yang diberikan PT KA Commuter kepada pengguna jasanya tersebut. Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut yang akan dituangkan dengan judul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA TRANSPORTASI KHUSUSNYA COMMUTER JABODETABEK”
B. Perumusan Masalah Fokus Penelitian ini adalah menyangkut tanggung jawab perusahaan pengangkutan terhadap penumpang hal tersebut didasari banyak keluhan atau pengaduan pengguna jasa transportasi Commuter Jabodetabek terhadap PT. KAI Commuter Jabodetabek
diantaranya mengenai keterlambatan jadwal,
kehilangan barang, dan persoalan ganti rugi akibat Kereta Api Commuter Jabodetabek. Sehubungan dengan itu maka permasalahan yang akan dikaji adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana akibat hukumnya apabila PT. KAI Commuter Jabodetabek dalam memberikan layanan tidak sesuai dengan Standart Pelayanan Minimum (SPM)?
2.
Bagaimana tanggung jawab PT. KAI Commuter Jabodetabek kepada penumpang terhadap kerugian yang ditimbulkan dalam kegiatan transportasi Kereta Api Commuter Jabodetabek?
15
3.
Bagaimana upaya penyelesaian yang dapat dilakukan oleh konsumen yang dirugikan akibat risiko operasional kegiatan transportasi Kereta Api Commuter Jabodetabek?
C. Tujuan Penelitian Ada beberapa tujuan penelitian ini, yaitu sebagai berikut: 1.
Untuk mengetahui dan memahami akibat hukumnya apabila PT. KAI Commuter Jabodetabek dalam memberikan pelayanan tidak sesuai dengan Standar Pelayanan
2.
Menemukan upaya-upaya hukum yang dapat ditempuh oleh penumpang dalam hal mengalami kerugian pada kegiatan Transportasi Kereta Api Commuter Jabodetabek
3.
Untuk mengetahui dan memahami upaya penyelesaian yang dapat dilakukan oleh konsumen yang dirugikan akibat risiko operasional kegiatan transportasi Kereta Api Commuter Jabodetabek
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis, penelitian ini dalam rangka pengembangan ilmu hukum khususnya hukum pengangkutan Kereta Api dan hukum perlindungan konsumen. Sedangkan secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pihak-pihak yang berkaitan dengan kegiatan pengangkutan, antara lain:
16
1. Pemerintah selaku regulator dalam kegiatan pengangkutan Kereta Api khususnya dalam rangka penyusunan kebijakan pemberdayaan konsumen; 2. Perusahaan atau PT. KAI dapat dijadikan sebagai bahan rujukan dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat pengguna jasa transportasi Kereta Api Commuter Jabodetabek; 3. Konsumen yang menggunakan jasa transportasi Kereta Api Commuter dapat dijadikan pedoman atau rujukan dalam mempertahankan hak-hak sebagai konsumen dalam rangka pemberdayaan konsumen yang mandiri; 4. Kalangan akademisi yang berminat terhadap kajian hukum perlindungan dapat dijadikan bahan informasi awal dalam melakukan penelitian dan pengkajian yang lebih mendalam, dan 5. Penulis sendiri adalah menambah wawasan keilmuan hukum terutama berkenaan dengan hukum pengangkutan dan hukum perlindungan konsumen.
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan pengetahuan penulis pada hasil penelusuran beberapa tesis tentang “Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Transportasi Khususnya Commuter Jabodetabek ”, sudah pernah ada yang mengangkat dan memaparkan. Ada beberapa tesis yang mengangkat tentang “perlindungan hukum terhadap penggguna jasa” namun berbeda objek rumusan masalah yang diteliti, yaitu: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Indahwati Gozali pada tahun 2012 berjudul tentang Perlindungan Hukum terhadap Konsumen Pengguna Jasa Kereta
17
Api Pengoperasian Tunggal (Commuter Line). Penerapan sistem pengoperasian tunggal atau lebih dikenal dengan commuter line merupakan salah satu upaya dari PT. KAI Commuter Jabodetabek untuk memperbaiki serta meningkatkan pelayanan kepada konsumen pengguna jasa kereta api. Namun, pada awal penerapan sistem yang baru ini, terdapat banyak permasalahan di dalam penyelenggaraan perkeretaapian, diantaranya sarana dan prasarana perkeretaapian yang kurang memadai dan pelayanan yang belum maksoimal. Oleh karena itu, penegakan peratuaran dan kerjasama dari penyelenggra jasa dan masyarakat sangatlah penting.6 2. Penelitian Ahmad Zazil pada tahun 2008. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pengaturan mengenai perlindungan hukum bagi penumpang pengguna jasa transportasi udara niaga nasional berjadwal, serta upaya hukum bagi penumpang yang dirugikan oleh perusahaan transportasi udara niaga berjadwal nasional. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan penelusuran terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap penumpang transportasi udara niaga. Analisis data secara normatif-kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam tatanan hukum positif di Indonesia terdapat beberapa peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan perlindungan hukum bagi penumpang transportasi udara, yaitu antara lain: Ordonansi Pengangkutan Udara 1939, 6
Indahwati Gozali, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Pengguna Jasa Kerata Api Pengoperasian Tunggal (Commuter Line), UI, Jakarta, 2012.
18
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995. Materi perlindungan hukum yang diatur meliputi: tanggung jawab perusahaan pengangkutan udara yang terdiri dari tanggung jawab terhadap penumpang, tanggung jawab terhadap barang, tanggung jawab terhadap keterlambatan (delay), tanggung jawab asuransi. Materi hukum berikutnya adalah penentuan nilai ganti rugi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan pengangkutan udara. Selain itu, peraturan perundang-undangan juga menentukan upaya hukum yang dapat ditempuh oleh penumpang yang mengalami kerugian, yaitu upaya hukum melalaui jalur pengadilan (litigation) dan upaya hukum di luar pengadilan (non litigation).7
7
Ahmad Zazili, Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang pada Transportasi Udara Niaga Berjadwal Naional, Undip, Semarang, 2008.