BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pasar Tradisional sebagai lokasi perdagangan merupakan salah satu pilar perekonomian. Melalui berbagai fungsi dan peran strategis yang dimiliki, pasar tradisional menjadi salah satu wadah atau sarana untuk mencapai kesejahteraan rakyat Indonesia. Fungsi dan peran tersebut tercermin dalam berbagai hal diantaranya pasar tradisional menjadi indikator nasional terkait pergerakan tingkat kestabilan harga kebutuhan sembilan bahan pokok. Untuk itu para ahli statistik dan instansi pemerintah melakukan monitoring setiap bulannya. Selain itu Pasar Tradisional mempunyai peran strategis dalam hal penyerapan tenaga kerja. Survey yang dilakukan BPS pada tahun 2012 menunjukkan bahwa sektor ritel mampu menyerap 23,4 juta tenaga kerja1 atau sekitar 21,3% dari total tenaga kerja Indonesia2. Dengan jumlah tersebut, penyerapan tenaga kerja di sektor ritel menempati urutan kedua setelah sektor pertanian yang menampung 39,3 juta tenaga kerja3 atau sekitar 35,8% dari total tenaga kerja Indonesia. Khusus sektor ritel di Pasar Tradisional sendiri, Kementerian Perindustrian dan Perdagangan mencatat bahwa terdapat 13.450
1
2
3
I Nengah Toya, “Pasar Tradisional Versus Pasar Modern”, http://diskominfo.karangasemkab.go.id/index.php/id/artikel/18-pasar-tradisional-versuspasar-modern, diakses 28 November 2013. Firmansyah dan Rizal E. Halim, “Strategi Revitalisasi Pasar Tradisional”, dalam Chatib Basri, dkk, 2012, Rumah Ekonomi Rumah Budaya: Membaca Kebijakan Perdagangan Indonesia, Gramedia Pusaka Utama, Jakarta, hlm. 113. Ibid.
1
2
Pasar Tradisional di seluruh Indonesia dengan 12,6 juta pedagang yang melayani kebutuhan sehari-hari dari hampir 60% populasi Indonesia.4 Pengalaman menunjukkan bahwa pasar tradisional juga memiliki peran penting dalam menjaga perekonomian sektor riil paling bawah di negeri ini. Dari seluruh pelaku ekonomi yang terlibat di dalamnya sebagian besar merupakan golongan masyarakat menengah ke bawah. Peran pasar tradisional melalui para pelaku ekonomi mikro tersebut setidaknya telah menjadikan Indonesia memiliki daya tahan yang sangat baik terhadap krisis sehingga terhindar dari krisis ekonomi global yang terjadi pada 2008-2009 dan krisis global yang melanda Eropa beberapa waktu lalu. Konsumsi masyarakat yang dibelanjakan di dalam negeri menjadi kekuatan yang cukup besar meskipun nilai ekspor mengalami penurunan.5 Hal tersebut merupakan sebuah kekuatan ekonomi yang patut diperhitungkan mengingat jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 240 juta jiwa, telah mencakup 40% dari pangsa pasar di kawasan ASEAN.6 Saat ini Pasar Tradisional menjadi wadah utama penjualan produkproduk kebutuhan pokok yang dihasilkan oleh para pelaku ekonomi berskala menengah, kecil, serta mikro yang sebagian besar merupakan produk hasil pertanian. Meskipun jumlah toko modern semakin meningkat dan tren belanja masyarakat di toko modern juga meningkat, tidak semua produk pertanian
4
5
6
Anonim, 2010, Laporan Keberlanjutan Tahun 2010, Laporan Pelaksanaan Kegiatan, PT Bank Danamon Indonesia Tbk, hlm 16. Muh. Khamdan, “Kedaulatan Pasar Tradisional”, http://www.dikti.go.id/?p=8391&lang=id, diakses 26 November 2013. Abdul Muslim dan Harso Kurniawan, “Mitsui: Indonesia Tujuan Investasi Paling Menarik”, http://www.investor.co.id/tradeandservices/mitsui-indonesia-tujuan-investasi-palingmenarik/77027, diakses 4 Februari 2014.
3
dapat dijual di toko-toko modern sehingga keberadaan Pasar Tradisional sebagai sarana penjualan produk-produk hasil pertanian sangat dibutuhkan. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian majalah Frontier yang dilakukan pada tahun 2012. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa persentase penduduk yang berbelanja kebutuhan pokok di pasar ritel modern seperti sayur mayur dan daging masih sangat kecil yaitu berkisar antara 12,2% hingga 15,5% dan untuk produk sembako sebesar 44,5%.7 Dengan kata lain, sekitar 85% penduduk Indonesia berbelanja kebutuhan sayur mayur dan daging di pasar ritel tradisional termasuk di Pasar Tradisional. Fakta tersebut mengindikasikan bahwa pola belanja masyarakat untuk membeli produkproduk hasil pertanian dan sembako sebagian besar masih bergantung pada keberadaan Pasar Tradisional. Dengan demikian Pasar Tradisional tidak hanya berperan penting dalam menciptakan lapangan pekerjaan bagi jutaan pedagang di Indonesia namun juga memberikan kesempatan yang luas bagi para petani sebagai produsen untuk memperoleh pendapatan dari hasil pertaniannya baik dengan memasarkan produknya secara langsung di Pasar Tradisional maupun melalui perantara pemasok atau agen. Pada akhirnya Pasar Tradisional memberikan manfaat yang besar bagi kesejahteraan seluruh stakeholder yang terlibat di dalamnya baik produsen, pedagang, pemasok, dan pembeli termasuk bagi para pelaku penunjang seperti tukang parkir. Bagi pemerintah sebagai pengelola juga mendapat manfaat dari
7
Apipudin, “Brand Switching Analys dalam Industri Ritel Modern”, http://www.frontier.co.id/brand-switching-analysis-dalam-industri-ritel-modern.html, diakses 2 Desember 2013.
4
pemasukan retribusi yang akan disalurkan kembali bagi kepentingan masyarakat luas. Di balik peran-peran strategis Pasar Tradisional tersebut terdapat berbagai permasalahan yang membutuhkan perhatian Pemerintah. Keberadaan Pasar Tradisional kini kian menurun seiring dengan pesatnya perkembangan pasar modern khususnya di perkotaan. Hal tersebut turut didorong oleh globalisasi dan pasar bebas yang berkembang sangat cepat. Arus investasi dan produk luar negeri yang membanjiri pasar domestik juga perlu mendapat perhatian Pemerintah dalam kaitannya dengan pola distribusi produk yang dijual di Pasar Tradisional khususnya sembako, sayur mayur serta daging. Terlebih lagi, pada tahun 2015 pasar bebas di ASEAN akan semakin terbuka dengan diberlakukannya Asean Economic Community (AEC) secara penuh. Hal tersebut akan berdampak pada meningkatnya arus barang dan jasa dari luar negeri. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dinamika perubahan tuntutan konsumen8 serta perubahan preferensi dan pola belanja masyarakat9 turut menjadi faktor menurunnya produktivitas Pasar Tradisional. Hasil penelitian AC Nielson pada tahun 2006 menunjukkan bahwa Pasar Tradisional tumbuh negatif 8% sedangkan pasar modern mengalami pertumbuhan pesat
8
9
Tim, 2011, Kajian Modernisasi Pengelolaan Pasar Tradisional Berbasis Modal Sosial, Hasil Penelitian, Badan Penelitian dan Pengembangan Puslitbang Sosial Ekonomi dan Lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum, Jakarta, hlm. 2. Firmansyah dan Rizal E. Halim, Op.cit., hlm. 115.
5 sebesar 31,4%10 dan masih terus tumbuh rata-rata sebesar 10%–15% per tahun.11 Kehadiran pasar-pasar modern yang dikelola dengan baik dan profesional oleh para investor diklaim telah mendiskreditkan keberadaan Pasar Tradisional khususnya di perkotaan sementara hanya sebagian kecil Pasar Tradisional yang dikelola secara profesional. Sebagian besar Pasar Tradisional masih terkesan becek, bau, sumpek, pengap, dan kotor. Hal tersebut dibuktikan dari berbagai hasil penelitian khususnya di kota-kota besar di Indonesia yang menunjukkan bahwa keberadaan pasar modern telah berdampak pada penurunan omset pedagang di Pasar Tradisional secara signifikan.12 Kehadiran pasar modern tersebut bukan satu-satunya penyebab penurunan produktivitas Pasar Tradisional. Persoalan internal seperti buruknya manajemen pasar, minimnya sarana dan prasarana pasar hingga minimnya bantuan permodalan turut andil dalam penurunan omset penjualan di Pasar Tradisional.13 Kota Yogyakarta yang memiliki visi sebagai “Kota Pendidikan dan Kota Pariwisata Berbasis Budaya”14 juga tidak lepas dari permasalahan tersebut. Persoalan justru semakin kompleks karena aktivitas perdagangan retail tidak hanya melibatkan penduduk lokal tetapi juga para pendatang serta para wisatawan dengan latar belakang ekonomi yang beragam. Keberadaan kawasan perdagangan Malioboro dengan harmonisasi konsep modern dan tradisionalnya
10
11 12
13
14
Anonim, “Tentang Sekolah Pasar”, http://ekonomikerakyatan.ugm.ac.id/program/sekolahpasar/, diakses 27 November 2013. Apipudin, Loc.cit. Fransisca Yaningwati, dkk, 2009, Dampak Keberadaan Hypermarket Terhadap Pedagang Pasar Tradisional, Laporan Hasil Penelitian Fundamental, Universitas Brawijaya, Malang. Adri Poesoro, “Pasar Tradisional di Era Persaingan Global”, Newsletter Lembaga Penelitian Smeru No. 22: Apr-Jun/2007, hlm. 3. Penjelasan Umum Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Yogyakarta Tahun 2005-2025.
6
yang selalu ramai dan dikenal masyarakat luas, tidak serta merta meningkatkan nilai jual pasar tradisional lainnya. Penurunan omset Pasar Tradisional di Yogyakarta tetap terjadi hingga mencapai 20,5%. Setiap pedagang di pasar tradisional rata-rata hanya memiliki omset sebesar Rp.764.600,00 (tujuh ratus enam puluh empat ribu enam ratus rupiah) per bulan sementara sebuah perusahaan pasar modern memiliki omset hingga mencapai Rp. 208.300.000.000,00 (dua ratus delapan milyar tiga ratus juta rupiah) per bulan. Padahal, pangsa pasar modern di Yogyakarta masih berkisar 31% dari seluruh pangsa pasar ritel.15 Di tengah pertumbuhan toko modern yang positif, retail tradisional dan pedagang kecil yang independen mengalami pertumbuhan negatif dan terancam oleh adanya peningkatan ritel modern.16 Hal tersebut mengakibatkan ketimpangan ekonomi yang cukup tajam. Meskipun pasar modern terus berkembang, kehadiran Pasar Tradisional masih dibutuhkan oleh sebagian besar warga masyarakat. Para petani masih bergantung pada Pasar Tradisional untuk menjual hasil produksinya karena tidak semua hasil produksi mereka dapat menembus pasar modern. Di samping itu segmen pasar keduanya juga berbeda namun dengan lokasi yang berdekatan dapat menjadi permasalahan tersendiri.17 Tidak semua masyarakat dapat
15
16
17
Istianto Ari Wibowo, “Sekolah Pasar: Sebuah Catatan Dari Perjalanan 7 Bulan (Laporan Pelaksanaan Sekolah Pasar)”, http://sadasanga.wordpress.com/2012/09/14/sekolah-pasarsebuah-catatan-dari-perjalanan-7-bulan-laporan-pelaksanaan-sekolah-pasar/, diakses 27 November 2013. Euromonitor International, “Rise in Urban Populations in Asia-Pacific Drives Retail Growth in Mature and New Markets Alike: Retailing in Indonesia”, Retail Asia Magazine, April 2013, p. 21. Anonim, 2009, Evaluasi dan Kajian Dampak Kebijakan Persaingan Usaha Dalam Industri Ritel, Laporan Hasil Penelitian, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Jakarta, hlm. 9.
7
menerima kehadiran pasar modern yang tidak dapat dijangkau sebagian rakyat melainkan hanya sebagai arena “window shopping” yang menarik.18 Mengingat pentingnya peran Pasar Tradisional bagi perekonomian dan kesejahteraan
masyarakat,
permasalahan-permasalahan
seputar
Pasar
Tradisional harus segera diatasi. Apalagi permasalahan tersebut tidak hanya berasal dari internal Pasar Tradisional sendiri namun juga melibatkan faktor eksternal hubungannya dengan pasar modern dan preferensi belanja masyarakat. Tidak seperti pasar modern yang dikelola secara profesional dengan kualitas manajemen dan SDM yang baik serta responsif dalam menghadapai perubahan jaman, Pasar Tradisional lebih banyak melibatkan masyarakat golongan menegah ke bawah dengan kemampuan yang terbatas. Oleh karena itu, sebagai negara yang menganut prinsip kesejahteraan (welfare state) peran aktif dari Pemerintah sangat diperlukan. Peran aktif Pemerintah diharapkan dapat mengejar ketertinggalan dan meningkatkan daya saing Pasar Tradisional dalam kancah perdagangan yang semakin bebas sehingga nasib ribuan pelaku ekonomi yang terlibat di dalamnya dapat diselamatkan. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi keleluasaan bagi Pemerintah Daerah untuk mengatur daerahnya sesuai dengan karakteristik masing-masing. Kota Yogyakarta juga telah memiliki Peraturan Daerah No. 10 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Susunan, Kedudukan dan Tugas Pokok Dinas Daerah yang menjadi dasar dibentuknya instansi-instansi di tingkat daerah untuk melaksanakan tugas penyelengaraan pemerintahan sesuai bidangnya. 18
Deni Mukbar, “Denyut Usaha Kecil Di Pasar Tradisional Dalam Himpitan Hipermarket”, Jurnal Analisis Sosial, Vol. 12 No. 1, Maret 2007, hlm. 56.
8
Visi sebagai Kota Wisata berbasis Budaya menjadi modal awal bagi Kota Yogyakarta untuk mempertahankan eksistensi Pasar Tradisional dan menjadi salah satu basis budaya yang perlu dilestarikan. Secara tidak langsung Pasar Tradisional menjadi pusat ekonomi terbuka untuk rakyat dan pusat budaya yang melibatkan aspek komunikasi literal, visual, verbal, dan non-verbal antarsesama. Hal tersebut sebagaimana disampaikan oleh Aris Saputra dan Wiharto yang menyebut bahwa Pasar Tradisional tidak hanya berperan sebagai rumah ekonomi namun juga sebagai rumah budaya sehingga eksistensinya perlu dijaga.19 Hal-hal tersebut di atas membutuhkan peran aktif dari Pemerintah Daerah sebagai pengelola dan pemegang kebijakan atas seluruh stakeholder yang terkait baik produsen, supplier (pemasok), pedagang, pembeli, termasuk lembaga keuangan seperti perbankan dan koperasi. Sebagai negara hukum, instrumen-instrumen hukum harus menjadi dasar berpijak dan harus dioptimalkan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat (salus populi suprema lex). Sebagai dasar perekonomian Indonesia, Pasal 33 UUD 1945 dalam hal ini khususnya ayat (1) dan ayat (4) dengan jelas menyebutkan bahwa: (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. (4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas asas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
19
Aris Saputra dan Wiharto, “Pasar Tradisional: Rumah Budaya dan Rumah Ekonomi”, dalam M. Chatib Basri, dkk, 2012, Rumah Ekonomi dan Rumah Budaya: Membaca Kebijakan Perdagangan Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 220.
9
Berdasarkan uraian mengenai latar belakang di atas, Pemerintah Kota Yogyakarta sebagai pengelola dan pemegang kebijakan mengenai Pasar Tradisional di wilayahnya, melalui organisasi perangkat daerah terkait memiliki peranan penting dalam mempertahankan keberlangsungan Pasar Tradisional. Oleh karena itu, Penulis tertarik untuk melakukan penelitian terkait hal tersebut dengan judul “Peranan Pemerintah Daerah Kota Yogyakarta Dalam Pengelolaan Pasar Tradisional Dalam Rangka Mempertahankan Eksistensi Pasar Tradisonal Di Kota Yogyakarta”. B. Perumusan Masalah Berdasarkan pemaparan mengenai latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana peranan Pemerintah Daerah Kota Yogyakarta melalui dinasdinas
terkait
dalam
pengelolaan
Pasar
Tradisional
untuk
mempertahankan eksistensinya di Kota Yogyakarta? 2. Apa kendala yang dihadapi dalam melaksanakan peranan tersebut? 3. Upaya apa yang dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah tersebut di atas, penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui peranan Pemerintah Daerah Kota Yogyakarta dalam pengelolaan Pasar Tradisional untuk mempertahankan eksistensinya di Kota Yogyakarta sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan.
10
2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi Pemerintah Daerah Kota Yogyakarta dalam pengelolaan Pasar Tradisional di Kota Yogyakarta. 3. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Yogyakarta dalam mengatasi kendala tersebut. D. Keaslian Penelitian Untuk melihat keaslian penelitian ini, Penulis telah melakukan penelusuran pada berbagai referensi dan hasil penelitian baik melalui media cetak maupun penelusuran internet. Dari hasil penelusuran, Penulis tidak menemukan penelitian yang sama dengan penelitian ini. Meskipun demikian Penulis menemukan beberapa hasil penelitian yang memiliki keterkaitan terdekat dengan masalah dan objek kajian dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Penelitian dengan judul “Pasar Tradisional Versus Pasar Modern: Studi Kasus Terhadap Kebijakan Pengelolaan Pasar di Kota Yogyakarta” yang dilakukan oleh Utami Dewi dan F. Winarni dari Fakultas Ilmu Sosial UNY pada tahun 2012. Penelitian tersebut menganalisis tentang kebijakan dan program Pemerintah Kota Yogyakarta terkait dengan pengembangan pasar tradisional dan implementasinya yang berfokus pada Dinas Pengelolaan Pasar. Penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan Penulis. Penelitian yang dilakukan Penulis bersifat lebih komprehensif dan terkini, tidak hanya berfokus pada Dinas Pengelolaan Pasar sebagai pelaksana namun melihat permasalahan pasar tradisional secara menyeluruh dan melibatkan seluruh instansi perangkat
11
daerah terkait sehingga dapat menjadi pelengkap dari penelitian sebelumnya. 2. Skripsi dengan judul “Perlindungan Hukum terhadap Pasar Tradisional di Kota Yogyakarta Menurut Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2009 Tentang Pasar” yang disusun oleh Aryo Sedayu dari Fakultas Hukum UII pada tahun 2011. Penelitian tersebut menganalisis tentang perlindungan hukum terhadap Pasar Tradisional di Kota Yogyakarta ditinjau dari Peraturan Daerah (Perda) Kota Yogyakarta No. 2 Tahun 2009 tentang Pasar serta mengkaji tentang peran Dinas Pengelolaan Pasar dalam membina dan melindungi Pasar Tradisional beserta kendala yang dihadapi. Sedangkan Penelitian yang dilakukan Penulis tidak hanya meninjau dari Perda Kota Yogyakarta No. 2 Tahun 2009 namun juga peraturan perundang-undangan terkait lainnya serta mengkaji peranan seluruh instansi Pemerintah Daerah yang terkait hubungannya dengan stakeholder yang terlibat di Pasar Tradisional sehingga diperoleh hasil analisis dari permasalahan secara komprehensif. 3. Tesis dengan judul “Perlindungan Pasar Tradisional dari Dampak Perkembangan Pasar Modern dalam Perspektif Perlindungan Hukum dari Persaingan Usaha Tidak Sehat” yang disusun oleh Tavip Purnomo Hadi dari Fakultas Hukum UGM pada tahun 2010. Penelitian tersebut menganalisis tentang perlindungan Pemerintah (Pusat) terhadap Pasar Tradisional di Indonesia dalam perspektif Hukum Bisnis khususnya hukum persaingan usaha sedangkan penelitian yang akan dilakukan oleh Penulis menganalisis tentang peranan Pemerintah Daerah Kota
12
Yogyakarta terhadap pasar tradisional di wilayah Kota Yogyakarta dalam perspektif Hukum Administrasi Negara. Oleh karena itu terdapat perbedaan yang besar di antara keduanya. 4. Penelitian dengan judul “Studi Formulasi Kebijakan Perlindungan dan Model Pengembangan Pasar Tradisional di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta” yang dilakukan oleh Ananta Heri Pramono, Awan Santosa, dan Puthut Indroyono dari Lembaga Ombudsman Swasta (LOS) DIY dan Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (PUSTEK) UGM pada tahun 2011. Penelitian tersebut menganalisis mengenai kondisi riil Pasar Tradisional di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dan memberikan alternatif model dan strategi perlindungan dan pengembangan Pasar Tradisional. Penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan Penulis yang lebih berfokus pada peranan Pemerintah Daerah dalam kaitannya dengan mempertahankan eksistensi pasar tradisional di wilayah Kota Yogyakarta. Dengan demikian fokus analisis dan lingkup wilayah penelitian berbeda. Dengan demikian judul Penulisan Hukum yang diajukan ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya. Hal-hal yang relevan akan diacu sebagaimana mestinya sesuai dengan tata cara penulisan karya ilmiah.
13
E. Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan harapan agar memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Akademis/Teoretis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai penerapan teori-teori hukum dan berbagai peraturan perundang-undangan dalam sektor perekonomian khususnya terkait dengan pasar tradisional. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmiah dalam pembangunan ilmu hukum serta memperkaya hasil penelitian dalam lapangan ilmu hukum khususnya Hukum Administrasi Negara. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kebijakan Pemerintah Daerah Kota Yogyakarta dalam melindungi, mengelola, dan mengatur Pasar Tradisional di wilayah Kota Yogyakarta. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan bagi Pemerintah Daerah Kota Yogyakarta dalam melaksanakan kebijakan yang telah ada maupun sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan-kebijakan mengenai Pasar Tradisional ke depan.