BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Saat ini terjadi fenomena dimana banyak berdiri akademi keperawatan, termasuk banyak perguruan tinggi yang mulai membuka program studi keperawatan, mulai dari tingkat D3 Keperawatan, S1 Keperawatan dan juga profesi ners. Imbasnya adalah semakin bertambah banyak jumlah mahasiswa keperawatan. Maka dapat dipastikan juga jumlah tenaga keperawatan akan berkembang pesat. Persaingan kerja, sistem pendidikan dan tuntutan professional memungkinkan akan menciptakan kondisi yang dapat memicu terjadinya stres pada mahasiswa. Stres telah mejadi mimpi buruk bagi banyak mahasiswa. Salah satunya banyak dialami oleh mahasiswa yang menjalankan kegiatan profesi. Sugiyono (2006) melaporkan bahwa mahasiswa yang sedang menjalani kegiatan profesi pada jurusan akuntan publik mengeluh stres karena beban kuliah yang banyak dan anggapan bahwa karier sebagai seorang akuntan publik akan memperoleh gaji kecil apabila belum mempunyai pengalaman. Penelitian lain menunjukkan bahwa stres juga terjadi pada mahasiswa psikologi disebabkan mata kuliah yang diambil lebih menekankan pada pemahaman terhadap manusia sebagai objek bukan hanya pada teori hafalan. Demikian juga pada mahasiswa yang mengambil program studi
kedokteran dengan adanya
metoda pembelajaran PBL (Problem Based Learning) menuntut pendidikan yang penuh kompetensi dan praktek klinik yang ketat tidak jarang mahasiswanya mengalami stres. Kondisi stres ini dapat memicu terjadinya kegagalan dalam menempuh perkuliahan atau ujian. Penelitian yang dilakukan oleh Eri Sulaiman (2008) menunjukkan bahwa sebanyak 30% mahasiswa FK Universitas Pajajaran Bandung mengalami Drop Out 1
(DO) karena gagal atau tidak lulus ujian. Kondisi stres juga mendorong terjadinya perubahan perilaku pada mahasiswa profesi seperti penurunan minat dan aktivitas, penurunan energi, tidak masuk atau terlambat kerja, cenderung mengekspresikan pandangan sinis pada orang lain, perasaan marah, malu, kecewa, frustasi, bingung, putus asa serta melemahkan tanggungjawab (Abraham & Skalay, 1997). Pembelajaran pada program profesi dapat memicu stres karena menjadi kegiatan yang sulit bagi mahasiswa. Umumnya kesulitan-kesulitan yang ada berkaitan pada masalah interpersonal, perasaan frustasi dan perasaan lelah yang muncul pada saat kebutuhan mahasiswa tidak teridentifikasi dengan baik, serta situasi nyata di lapangan yang tidak sekedar menggambarkan situasi dalam teori. Mahat (1998), dan Chapman & Orb (2000), menyimpulkan dari hasil penelitiannya bahwa banyak mahasiswa mengalami kesulitan dan mengalami kondisi yang memicu stres saat berhadapan dengan masalah - masalah nyata selama menjalani pembelajaran profesi. Seperti halnya mahasiswa profesi psikologis dan mahasiswa kedokteran dimana manusia sebagai objek pelayanan, mahasiswa keperawatan juga mengalami kondisi yang memungkinkan terjadinya stres. Penelitian yang dilakukan oleh Hadiyanto (2006) , didapatkan data sebanyak 3% mahasiswa mengalami stres berat dan akan bertambah jika institusi pendidikan tidak melakukan pencegahan. stres pada mahasiswa keperawatan. Jenjang program profesi ners adalah program yang harus ditempuh setelah mahasiswa menyelesaikan program akademik. Pada program profesi pembelajarannya lebih ditekankan pada pelaksanaan praktek klinik baik di tatanan klinik maupun komunitas. Mahasiswa program ners tidak saja berasal dari mahasiswa reguler (lulusan SMA – jalur A), namun juga dari para mahasiswa yang sudah bekerja di institusi 2
pendidikan maupun pelayanan dan mereka merupakan lulusan SPK maupun D3 keperawatan (dikenal dengan lintas jalur – jalur B). Menurut peneliti hal ini menarik, karena mahasiswa jalur B masih memiliki motivasi dan semangat mencari ilmu yang tinggi. Karakteristik yang beragam tersebut memungkinkan akan memicu terjadinya stres terutama pada mahasiswa keperawatan reguler. Hal ini dapat terjadi karena mahasiswa jalur A sebelumnya tidak pernah memperoleh pengalaman praktik baik di RS maupun di komunitas. Mahasiswa reguler menghadapi peristiwa- peristiwa yang diluar perkiraan saat berhadapan dengan kondisi nyata di klinik karena sebelumnya belum pernah mereka temukan seperti respon klien yang tidak diharapkan, kondisi pasien yang tiba- tiba berubah dan adanya kesenjangan antara teori dengan praktek (Finn, Thorburn & King, 2000). Sementara mahasiswa jalur B telah mendapatkannya ketika mereka belajar di SPK maupun di D3 Keperawatan. Sehingga kalau saja stres terjadi pada mahasiswa jalur B, maka mekanisme untuk beradaptasi pada stres yang terjadi kemungkinan lebih baik jika dibandingkan dengan mahasiswa jalur A. Finn, Thorburn & King (2000) dari hasil penelitiannya di sebuah rumah sakit besar menemukan data bahwa mahasiswa reguler (pemula) lebih idealis. Mahasiswa regular berkehendak apa yang diperoleh selama pendidikan benar- benar yang diaplikasikan di Rumah Sakit, namun kenyataannya tidak terjadi sehingga menyebabkan mahasiswa regular mengalami stress. Faktor lain yang memungkinkan
mahasiwa reguler mengalami stres adalah
pemahaman mahasiswa yang terbatas terhadap tugas profesi, lingkungan baru dan pengalaman pertama berinteraksi dengan pasien dan perannya sebagai perawat yang memberikan pelayanan langsung pada pasien, serta keharusan bertanggung jawab pada 3
perawat ruangan. Mahasiswa reguler yang belum memiliki gambaran tentang realitas di lahan praktek menyebabkan mahasiswa merasa tertekan ketika berhadapan dengan pasien, prosedur perawatan, teman sejawat yang sebagian besar belum memahami tujuan pembelajaran dan keterbatasan mahasiswa di lahan praktek membuat mahasiswa reguler stres dan frustasi (Syahreni & Waluyanti, 2007). Mahasiswa profesi ners dari lintas jalur berbeda dengan mahasiswa profesi ners dari kelas reguler. Mahasiswa lintas jalur pada umumnya lebih memiliki pengalaman klinik dibandingkan mahasiswa reguler. Pengalaman yang sudah mereka miliki dapat membantu dalam pelaksanaan praktek profesi, dibandingkan mahasiswa pemula yang belum pernah ke lahan praktek, sehingga mahasiswa lintas jalur cenderung menganggap praktek di Rumah Sakit sebagai suatu kerutinan dan hal yang biasa (Psathas, 2000). Universitas Muhammadiyah Semarang adalah salah satu universitas di Jawa Tengah yang memiliki fakultas ilmu kesehatan dan keperawatan. Fakultas keperawatan UNIMUS telah membuka program ners yang telah meluluskan mahasiswa ners baik dari kelas regular maupun dari kelas lintas jalur. Hingga saat ini mahasiswa program ners di UNIMUS berjumlah 161 mahasiswa yang terdiri dari 28 mahasiswa dari kelas lintas jalur dan 133 mahasiswa kelas regular. Sedangkan untuk angkatan 2009 sendiri jumlah mahasiswa reguler sebanyak 62 orang yang sekarang sedang menjalani praktek klinik di berbagai Rumah Sakit di Semarang (Data mahasiswa,16 Februari 2009). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 02 Januari, 2009, diperoleh data bahwa para mahasiswa program ners UNIMUS ditempatkan di tatanan pelayanan kesehatan (RS) di Semarang, Kendal, dan Kudus. Didapatkan informasi secara verbal dari para mahasiswa regular bahwa dalam melakukan praktik sebagai mahasiswa program Ners selain melakukan asuhan keperawatan kepada klien sesuai 4
kompetensi yang ditetapkan oleh Institusi (UNIMUS), mereka juga harus membuat tugas dalam bentuk Laporan Pendahuluan (LP), makalah seminar dan laporan data kasus. Beberapa diantaranya menyatakan bahwa tugas-tugas yang diberikan tidak jarang menyebabkan para mahasiswa menjadi sangat terbebani (Galih,komunikasi personal,28 Februari 2009). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 9 Mei 2009 pada 10 mahasiswa profesi ners didapatkan 7 (70%) orang mengatakan selama praktek profesi mengalami kelelahan (ngantuk dan capek) hal ini disebabkan karena banyaknya tugas berkaitan dengan laporan pendahuluan, laporan studi kasus dan laporan presentasi seminar, 2 (20%) orang mengatakan praktek profesi menyenangkan karena banyak mendapat pengalaman baru di Rumah Sakit, 1 (10%) mengatakan membosankan karena rutinitas yang monoton. Informasi tambahan lainnya yaitu tidak jarang mahasiswa meminta bantuan temannya untuk mengerjakan tugas, meskipun ada juga yang tetap semangat mengerjakan tugasnya dengan kemampuan yang dimiliki. Stres yang terjadi pada mahasiswa perlu dicarikan solusi penanganan lebih dini agar tidak berkembang menjadi stres yang berat. Hal ini bisa dilakukan dengan pengenalan dan kewaspadaan tentang stres secara tepat sehingga nantinya individu megganggap stres adalah bagian dari tantangan bukan sebagai akhir dari segalanya yang tidak bisa dipecahkan (Sunaryo, 2004). Tindakan inilah yang kemudian dikenal dengan mekanisme koping terhadap stres. Mekanisme koping merupakan suatu mekanisme yang muncul akibat terjadinya stres pada diri inividu yang akan mempermudah terjadinya proses adaptasi. Mekanisme koping sebagai suatu cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan dan respon terhadap situasi yang mengancam 5
(Kelliat, 1998). Namun demikian setiap orang mempunyai pendekatan yang berbeda dalam menanggulangi dan mengatasi stres (Dewe, 1989). Bila mekanisme penanggulangan ini berhasil, maka individu dapat beradaptasi dan tidak menimbulkan gangguan kesehatan, tetapi bila mekanisme koping gagal artinya individu gagal untuk beradaptasi maka akan timbul gangguan kesehatan baik berupa gangguan fisik, psikologis maupun perilaku (Kelliat, 1998). Bila hal ini terjadi pada mahasiswa yang sedang melakukan praktik di tatanan pelayanan kesehatan (RS, komunitas), maka dapat mempengaruhi prestasi dan kualitas kinerja yang dilakukan. Berdasarkan fenomena tersebut perlu dilakukan pengkajian apakah mahasiswa yang mengalami stress lebih ringan mampu melakukan mekanisme koping lebih baik atau sebaliknya. Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang hubungan antara tingkat stres dengan mekanisme koping pada mahasiswa program profesi ners di Universitas Muhammadiyah Semarang.
B. Rumusan Masalah Rumusan masalah penelitiannya adalah adakah hubungan antara tingkat stres pada mahasiswa program profesi ners Regular dengan mekanisme koping pada mahasiswa Universitas Muhammadiyah Semarang?
C. Tujuan Penulisan 1. Mendeskripsikan tingkat stres pada mahasiswa program profesi ners Universitas Regular Muhammadiyah Semarang. 2. Mendeskripsikan mekanisme koping mahasiswa program profesi ners Regular Universitas Muhammadiyah Semarang. 6
3. Menganalisis hubungan antara tingkat stres dan mekanisme koping mahasiswa program profesi ners Regular Universitas Muhammadiyah Semarang.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi mahasiswa profesi Penelitian ini diharapkan mahasiswa mengetahui konsep tentang stress, sehingga mereka akan melakukan mekanisme penyesuaian yang baik dalam menghadapi stress. 2. Bagi institusi pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi institusi pendidikan yang menyelenggarakan program profesi ners, dan dalam menentukan metode pembelajaran program panum (pra klinik) yang efektif dan kondusi sebagai persiapan mahasiswa memasuki kegiatan klinik (program profesi ners). 3. Bagi Rumah Sakit Sebagai bahan kebijakan untuk mempersiapkan kebutuhan mahasiswa
dalam
menjalankan praktek profesi. 4. Bagi peneliti Penelitian ini sebagai sumber pengetahuan bagi peneliti.
E. Bidang Ilmu Penelitian ini termasuk dalam bidang ilmu keperawatan jiwa dan keperawatan komunitas.
7