1
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Tingginya Angka Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Kegagalan Upaya Pencegahannya Prevalensi kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) klinis (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan keluhan responden) masih tergolong tinggi baik di tingkat nasional (Depkes RI, 2008; P2PL Depkes RI, 2014), provinsi (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2013) maupun kota (P2PL Dinkes Kota Malang, 2009, 2010, 2011). pemerintah dengan
Beberapa upaya pencegahan DBD telah dilakukan oleh melatih
kader juru pemantau jentik (jumantik) dalam
survei jentik, kampanye PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk), abatisasi, dan melaksanakan fogging (Depkes RI, 2005). Namun upaya tersebut belum optimal dalam menurunkan angka kejadian DBD. Sampai saat ini vaksin dan obat untuk dengue masih terus dikembangkan di samping itu eradikasi Ae. aegypti tidak mungkin dalam waktu dekat. Karena itu upaya pengendalian nyamuk vektor DBD tersebut menjadi pilihan yang tepat untuk pencegahan dengue (Bonet et al., 2007; WHO, 2009; Scott and Morrison, 2010). Namun saat ini pengendalian vektor DBD seringkali dilakukan dengan pendekatan yang terpisah-pisah sehingga memiliki keterbatasan. Untuk itu perlu
2
pendekatan baru yang mengintegrasikan beberapa upaya dan faktor yang lebih memperhatikan
penduduk dan kesehatannya sebagai bagian dari ekosistem
terutama berkaitan dengan penyakit menular. Pendekatan baru ini dikenal dengan nama pendekatan ekosistem atau ecohealth yang dikembangkan di Canada pada 1990an dan berhasil dalam intervensi untuk penyakit DBD (Bazzani et al., 2004; Spiegel et al., 2005; Bonet et al., 2007; Boischio et al., 2009; Suárez et al., 2009; Webb et al., 2010; Arunachalam et al., 2012; Sommerfeld et al., 2012; Wai et al., 2012; Garcı´a-Betancourt et al., 2014).
1.2. Harapan pada Pendekatan Ekosistem untuk Pencegahan DBD Pendekatan mengingat
dengue
yang terintegrasi merupakan
ini
sangat
peristiwa
perlu dipertimbangkan bioantropososial
yang
mempertimbangkan hubungan antara data biologi, epidemiologi, sosial, dan budaya. Peranan vektornya sangat dipengaruhi oleh kondisi ekologis (Bazzani et al, 2004; Suarez et al., 2009). diberikan pada
Namun demikian perhatian besar masih
mekanisme biologis dan ekologis dari transmisi penyakit.
Sementara itu faktor sosial, budaya,
dan ekonomi jarang dipertimbangkan
(Bazzani et al, 2004). Padahal ekosistem yang terjaga akan dapat memberi manfaat atau layanan bagi pangan, air bersih, budaya, dan keragaman hayati. Namun layanan ekosistem dipengaruhi –salah satunya- oleh respon manusia terhadap penyakit yang ditularkan oleh vektor. Beberapa respon terhadap penyakit demam berdarah yang
3
berdampak positif pada layanan ekosistem adalah penggunaan ikan pemangsa larva, surveilans, pelindung diri, manajemen lingkungan, dan pendidikan kesehatan. Budaya manusia, lingkungan sosial, dan perilaku merupakan bagian integral dari keberlanjutan layanan ekosistem (Campbell-Lendrum and Molyneux, 2005).
1.3. Upaya-upaya Pencegahan DBD yang Berdampak Positif pada Ekosistem Penelitian pendahuluan terhadap 19 sampel di Kelurahan Sawojajar Malang pada Agustus 2012 mengenai metode biologis untuk pencegahan perkembangbiakan vektor dengue memperoleh hasil bahwa sebagian besar responden tidak setuju dengan pemanfaatan larva Toxorinchitis dan ikan cupang di bak mandi. Hal ini karena sebagian besar responden berpendapat bahwa ikan cupang dan larva Toxorinchitis berakibat bak mandi menjadi kotor dan sumber penyakit. Sementara itu, pemanfaatan
Bacillus thuringiensis
di bak mandi
disetujui oleh sebagian besar responden asalkan tidak ada efek negatifnya. Manipulasi lingkungan, sebagai upaya manajemen lingkungan dalam pendekatan ekosistem yang menghasilkan perubahan temporer, pada ekosistem kota dapat dilakukan melalui
manajemen sampah padat (WHO, 2009; CEIS,
2005; Purba, 2008; Zuhriyah et al., 2010; Selasa, 2010; Arunachalam et al., 2010; Zuhriyah et al., 2011; Abeyewickreme et al., 2012). Pengelolaan sampah anorganik telah berjalan sejak 2012 di beberapa kelompok masyarakat
di kota
Malang melalui Bank Sampah Malang (BSM) yang dikelola oleh Pemerintah
4
Kota Malang. Namun sampai saat ini kontribusi BSM terhadap pencegahan DBD belum pernah diteliti. Penggunaan
ovitrap/ perangkap telur nyamuk juga telah
berhasil
diaplikasikan di beberapa negara (WHO, 2009; Polson et al., 2002; Santos et al., 2003; Sayono, 2008). Ovitrap lokal telah diaplikasikan di salah satu sekolah di Kabupaten Malang. Namun ovitrap tersebut belum pernah dievaluasi mengenai keberhasilannya
di
wilayah
Malang
meskipun
dalam
penelitian
skala
laboratorium ovitrap meskipun hanya menggunakan air PDAM/ sumur dapat menarik nyamuk Aedes untuk bertelur di ovitrap (Zuhriyah, 2014). Upaya lain yang berdampak positif bagi ekosistem adalah pendidikan kesehatan bagi kelompok yang berpotensi bisa menghasilkan perubahan yang berkelanjutan yaitu siswa sekolah dasar (SD) dan kader kesehatan/ jumantik. Informasi mengenai DBD dan pembiasaan memeriksa jentik melalui buku penghubung diharapkan dapat diteruskan kepada keluarga siswa. Persentase kelengkapan pengisian kalender pemantauan DBD mampu meningkatkan pengetahuan masyarakat pada metode self monitoring (Zuhriyah, 2010). Dalam penelitian ini digunakan buku penghubung DBD karena buku penghubung lebih dikenal oleh sekolah daripada kalender. Dari wawancara dengan petugas kesehatan didapatkan keinginan salah satu petugas puskesmas untuk membekali kader dengan kemampuan melakukan pemetaan di wilayah masing-masing. Pelatihan partisipatif pemetaan faktor risiko DBD secara sederhana dengan melibatkan kader sejauh pengetahuan peneliti
5
belum pernah dilakukan.
Menurut
Bonet
et al.
(2007)
upaya edukasi,
manajemen vektor nyamuk, dan upaya preventif perlu berfokus pada area dan faktor-faktor
yang
dianggap
penting.
Dalam
penelitian
ini
peneliti
mengembangkan sendiri metode pelatihan pemetaan partisipasif DBD. Surveilans jentik oleh kader jumantik juga dinilai belum optimal petugas puskesmas sehingga datanya belum dapat dijadikan sebagai acuan. Karena itu untuk memantau keberhasilan intervensi peneliti melakukan monitoring jentik dengan melibatkan kader jumantik setempat. Keterlibatan kader dalam surveilans jentik ini diharapkan juga dapat memberi gambaran tentang pelaksanaan dan keberlanjutan surveilans jentik oleh kader jumantik.
1.4. Masalah-masalah Terkait Pendekatan Ekosistem Meskipun memiliki dampak positif terhadap layanan ekosistem namun demikian masih terdapat
beberapa masalah yang terkait dengan pendekatan
ekosistem dalam penanggulangan DBD yaitu
keberlanjutan program intervensi
yang melibatkan masyarakat (Bazzani et al., 2004; Spiegel et al., 2005), persepsi tentang dengue (Suarez et al., 2009), adanya persepsi bahwa pencegahan demam berdarah di dalam rumah merupakan tanggung jawab perempuan (Boischio et al., 2009; Carrasquilla and Suárez, 2010; Zuhriyah
et al., 2010), biaya untuk
program yang melibatkan masyarakat (Kay et al., 2010), dan masalah organisasi seperti
tingginya pergantian personil, kurangnya motivasi, buruknya kualitas
inspeksi, dan staf yang kurang berkualitas (Bonet et al, 2007).
6
1.5. Pentingnya Metode Pengorganisasian Masyarakat Karena itu program yang akan melibatkan masyarakat hendaknya memperhatikan metode pengorganisasian masyarakat. Pendidikan kesehatan kepada masyarakat yang dimulai dari kebutuhan yang dirasakan masyarakat kemungkinan besar akan sukses dalam melakukan proses perubahan dan mendorong masyarakat untuk memiliki program (Minkler et al., 2008). Hasil yang diharapkan adalah adanya perubahan perilaku masyarakat yang dapat dinilai dari produk perilakunya secara fisik (Elder and Lloyd, 2006) seperti House Index dan Breteau Index (Winch, 2008 Dalam Halstead, 2008) yang sama efektifnya dengan Pupal Index (Hazni et al., 2009). Salah satu metode yang telah
digunakan dalam pengendalian vektor
DBD adalah Community Deal. Metode ini dilakukan di Kelurahan Panembahan, wilayah kerja Puskesmas Kraton Yogyakarta mulai 2010. Hasilnya adalah terjadinya penurunan jumlah kasus DBD sesudah 2010 hingga pertengahan 2012 (Cakrawati, 2012). Metode ini memiliki ciri penting sebagaimana pendekatan Consensus Organizing yaitu adanya kesepakatan di antara anggota masyarakat. Proses pengorganisasian masyarakat dapat berbeda antara satu lokasi dengan lokasi lainnya. Sejauh pengetahuan peneliti, sampai saat ini efikasi dari perbedaan proses pengorganisasian masyarakat
terhadap dalam pengendalian
vektor DBD yang mengaplikasikan pendekatan ekosistem belum teruji.
7
1.6. Rumusan Masalah Salah satu
masalah
penting
berkaitan dengan keberlanjutan
pengendalian vektor DBD yang mengaplikasikan pendekatan ekosistem adalah kesepakatan masyarakat. Keberlanjutan program pengendalian vektor DBD yang mengaplikasikan pendekatan ekosistem akan berhasil bila proses membangun kesepakatannya baik sehingga menghasilkan komitmen yang tinggi untuk menjalankannya. Untuk menjawab tantangan tersebut maka perlu dilakukan penelitian tentang peran
proses membangun kesepakatan di antara anggota
masyarakat sebagai strategi pemberdayaan masyarakat. Untuk itu ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada layanan ekosistem terhadap budaya. Dengan demikian pertanyaan penelitiannya adalah : “Bagaimana proses pendekatan ekosistem
membangun kesepakatan masyarakat untuk menggunakan dapat memberi dampak positif dalam mengendalikan
vektor DBD?” 1.7. Tujuan Penelitian Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengkaji bagaimana membangun kesepakatan masyarakat untuk menggunakan
pendekatan ekosistem
memberi dampak positif dalam mengendalikan vektor DBD di perkotaan. Secara khusus tujuan yang ingin dicapai adalah untuk :
proses
8
1. Mengkaji bagaimana masyarakat membangun kesepakatan untuk menerima intervensi 2. Mengkaji kekuatan, kelemahan, dan tantangan dalam membangun kesepakatan masyarakat untuk pengendalian vektor DBD dengan pendekatan ekosistem 3. Mengetahui dampak kesepakatan masyarakat untuk pengendalian vektor DBD dengan pendekatan ekosistem terhadap angka kepadatan vektor DBD dan keberlanjutan intervensi 4. Mengkaji
faktor-faktor penting bagi penerimaan dan keberlanjutan intervensi
dengan pendekatan ekosistem untuk pengendalian vektor DBD 5. Mengkaji kontribusi kesepakatan
masyarakat
bagi pilar-pilar pendekatan
ekosistem
1.8. Keaslian Penelitian Penelitian tentang faktor ekologi – biologi – sosial dalam pencegahan DBD telah dilaksanakan dengan strategi, metodologi, dan variabel yang berbeda di beberapa negara (WHO/ TDR/ IDRC, 2008; Arunachalam et al., 2010; Carrasquilla, 2010; Ostearia, 2008; Bonet et al., 2007; Diaz, et al., 2009). Keaslian penelitian ini dapat dilihat pada beberapa aspek yaitu : 1. Intervensi dalam pengendalian vektor DBD yang mengaplikasikan pendekatan ekosistem
ini adalah :
9
a. Penggunaan media pendidikan seperti
buku penghubung
DBD belum
pernah dilakukan terutama di Indonesia b. Pengelolaan sampah anorganik yang berpotensi sebagai tempat perindukan nyamuk Aedes, sebagai alternatif dari ‘mengubur’ dalam slogan 3M, dalam penelitian ini melibatkan Bank Sampah Malang (BSM). c. Pelatihan pemetaan partisipasif
faktor risiko DBD sejauh pengetahuan
peneliti belum pernah dilakukan untuk pencegahan DBD terutama di Indonesia karena dikembangkan sendiri oleh peneliti. d. Penelitian yang pernah dilakukan oleh TAHIJA FOUNDATION dalam melibatkan masyarakat untuk aplikasi SIG masih
belum melibatkan
pendekatan ekosistem di dalamnya. Di samping itu, intervensi yang dilakukan adalah penggunaan Pengendali Pertumbuhan Serangga (Perdana, 2009), sedangkan dalam penelitian ini digunakan ovitrap. Ovitrap juga sangat memotivasi sekolah dalam pengendalian vektor DBD (Bazzani, 2008). Dalam penelitian ini akan digunakan ovitrap lokal yang pernah diaplikasikan di wilayah kerja Puskesmas Kepanjen Kabupaten Malang (Puskesmas Kepanjen, 2011). 2. Kesepakatan masyarakat dalam consensus organizing
yang mengaplikasikan
metode-metode yang bermanfaat bagi ekosistem merupakan metode yang bersifat spesifik lokal dan belum banyak diteliti. Metode Community Deal di Kelurahan Panembahan, Kraton, Yogyakarta belum mengaplikasikan pengendalian vektor DBD dengan intervensi seperti pada penelitian ini.
10
1.9. Manfaat Penelitian 1. Bagi Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar
pengkayaan dalam
membangun kesepakatan di antara anggota masyarakat untuk mengaplikasikan pendekatan ekosistem dan kesepakatan masyarakat dalam pencegahan penyakit menular khususnya DBD. 2. Bagi Program Pemberantasan DBD Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi referensi bagi pemerintah dalam menentukan strategi pemberdayaan masyarakat dan peran/ kontribusi yang mungkin diberikan oleh masing-masing stakeholder dalam pengendalian nyamuk vektor penyakit DBD di Indonesia. 3.
Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi bagian dari rekam jejak peneliti dalam bidang strategi pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan consensus organizing dan pendekatan ekosistem untuk pengendalian vektor DBD.