1
BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Tindak perdagangan manusia terutama pada anak dan wanita (Trafficking) pada masa sekarang kian marak terjadi. Hal ini telah lama berlangsung dari zaman Mesir yang memperdagangkan budak- budak untuk di pekerjakan. Setelah zaman semakin maju hal ini telah dilarang karena melanggar Hak Asasi Manusia yang pada faktanya orang yang telah diperdagangkan itu akan diperlakukan semena-mena dan digunakan tenaganya maupun kemampuannya yang tidak sebanding dengan apa yang ia terima. Berdasarkan bukti empiris, perempuan dan anak-anak adalaha kelompok yang paling banyak diminati korban tindak pidana perdagangan orang, korban perdagangan orang tidak hanya untuk tujuan pelacuran atau bentuk eksploitasi lain misalnya kerja paksa atau pelayanan paksa, perbudakan atay praktik sejenis itu. 1 Berbagai macam modus digunakan oleh para pelaku Tindak Pidana Perdagangkan orang untuk memanipulasi korban agar dapat dijual tanpa sepengetahuan korban. Permasalahan ini perlu dibahas karena ingin mengetahui faktor-faktor penyebab semakin maraknya kasus ini terjadi, siapa orang-orang yang aktif berperan 1
Moh Hatta, Tindak Pidana Perdagangan Orang Dalam Teori Dan Praktek, Liberty Yogyakarta,2012, hal 5
1 Universitas Sumatera Utara
2
dalam kasus ini, siapa yang bertanggung jawab dan bagaimana penyelesaian hukumnya. Seperti laporan dari Malaysia berdasarkan data tahun 1999 dan 2000, di wilayah perbatasan Negara tetangga Malaysia dan Singapura menunjukkan bahwa lebih dari 4.268 orang berasal dari Indonesia dari sejumlah 6.809 orang yang terlibat dalam kejahatan perdagangan wanita di Malaysia sebagai pekerja seks, sedangkan dari hasil pemantauan yang disampaikan oleh US Departemen of State bahwa lebih dari 5 juta buruh migran terdapat 20% merupakan hasil perdagangan wanita dan anak berasal dari Indonesia, adapun Economy and Social Commission On Asia Pasific (ESCAP) melaporkan bahwa Indonesia menempati peringkat tiga atau terendah dalam upaya penanggulangan masalah perdagangan orang. 2 Jadi, dapat dikatakan perdagangan orang itu adalah setiap tindakan atau transaksi dimana seseorang dipindahkan kepada orang lain kepada siapapun atau kelompok demi keuntungan atau dalam bentuk lain. Menurut Maidin Gultom ada beberapa bentuk trafficking manusia termasuk juga yang terjadi pada anak-anak yaitu: 1.
Perdagangan anak dan perempuan dengan tujuan sebagai pembantu rumah tangga;
2. Perdagangan anak perempuan sebagai pekerja di tempat-tempat hiburan atau usaha lain; 3. Perdagangan anak dan perempuan sebagai pekerja seks; 2
Farhana,Aspek Hukum Pedagangan Orang Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,2010, hal 13
2 Universitas Sumatera Utara
3
4. Perdagangan anak perempuan dengan tujuan untuk industri pornografi dengan dalih menjadi model iklan; 5. Eksploitasi anak perempuan untuk diperkerjakan sebagai pengedar obat-obat terlarang; 6. Buruh migran; 7. Perempuan yang dikontrak untuk perkawinan guna mendapatkan keturunan; 8. Perdagangan bayi; 9. Perdagangan dengan tujuan diperkerjakan di jermal; 10. Eksploitasi anak sebagai pengemis; 3 Dikutip dari buku Beliau Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan dimana data menunjukkan di Sumatera Utara daerah korban Perdagangan orang paling banyak terjadi di Medan yaitu sebanyak 47%, Tanjung Balai 19%, Deli Serdang 14%, Luar Sumatera Utara 10%, dan di susul oleh Tebing Tinggi dan Langkat yang mempunyai persantase yang sama yaitu sebanyak 5%. dalam proses perpindahannya korban yang akan diperdagangkan, maka mereka akan dikirim ke daerah transit. Dimaksud dengan Derah Transit itu adalah daerah-daerah tempat singgah sementara para korban sebelum mencapai tempat tujuan mereka sebenarnya. Biasanya di daerah tersebut mempunyai transportasi yang memadai untuk memberangkatkan para korban, untuk di Medan tempat yang dijadikan daerah transit
3
Maidin Gultom,Perlindungan Aditama,Bandung, 2012, hal 59
Hukum
Terhadap
Anak
Dan
Perempuan
,Refika
3 Universitas Sumatera Utara
4
perdagangan manusia adalah Pelabuhan laut Belawan, Bandara Polonia (sebelum dipindahkannya Bandara), Padang Bulan Penginapan 4 Setelah korban perdagangan ini terjebak dan ditipu dengan keadaan yang kenyataannya harus mereka hadapi di tempat yang tidak dikenal mereka harus bekerja untuk menghasilkan uang atau kepuasan orang yang membelinya. mereka juga harus berkerja keras agar dapat memenuhi kebutuhan dirinya sendiri dan agar tidak mendapat perlakuan kasar apabila mereka tidak berkerja untuk menghasilkan uang, maka mereka harus menjalankan perintah dari “tuan” mereka, yang jika dilihat tidak sebanding kerja keras mereka dengan yang mereka terima. selain itu mereka juga menerima perlakuan Non-fisik seperti : 1.
Mulai dari proses rekrut sudah di tipu,diancam dan ditakut-takuti hingga korban terpaksa menurut;
2.
Dipaksa mendatangani surat perjanjian bahwa ia datang ketempat itu dengan keinginan sendiri;
3.
Dipaksa menadatangani surat perjanjian bahwa ketika mereka datang ketempat itu sudah tidak perawan lagi;
4.
Dipaksa mendatangani surat perjanjian bahwa ia mengakui segala biaya yang dikeluarkan selama perjalanan dari tempat asal ketempat asal ketempat itu dan biaya makan di lokasi dianggap hutang dan dibayar dari upah yang ia peroleh dari tamu;
4
Ibid,hal 60
4 Universitas Sumatera Utara
5
5.
Dipaksa mengganti nama, mengelabui bila ada keluarga atau aparat penegak hukum yang datang mencari korban serta KTP/identitas diri lainnya ditahan oleh orang yang membawa;
6.
Dimarahi dengan kata-kata kasar dan jorok bila tidak menurut perintah dari “Tuannya”;
7.
Di beberapa lokasi/hotel/karoke uang dari tamu tidak diterima langsung oleh korban tapi diterima “Tuan” mereka. Korban hanya memperoleh kupon;
8.
“Tuan” sesuka hati menetapkan harga makanan,sewa kamar dan berbagai pembayaran hingga korban terus dililit hutang dan terikat untuk melunasi hutang-hutang tersebut;
9.
Pura-pura diperiksa kedokter (palsu), biasanya si dokter menyatakan korban tidak perawan. Ini adalah upaya papi/mami menipu korban hingga uang yang diterima korban murah sementara dari tamu dibayar mahal dan dikatakan kalau masih perawan;
10.
Perhiasan atau uang yang dimiliki korban diambil secara paksa oleh orang yang membawa dengan alasan dititipkan agar aman;
11.
Dipaksa mandi kembang tujuh rupa atau makan telur hingga korban lupa dengan keluarga dan tidak mau pergi dari lokasi;
12.
Dipaksa membuat surat kepada keluarga bahwa ia telah berkerja dan tidak usah dicari karena akan pulang dalam jangka waktu tertentu seperti satu (1) tahun;
5 Universitas Sumatera Utara
6
13.
Adanya kerjasama antar “Tuan” untuk merotasi korban dari satu loksi ke lokasi lain, baik dalam satu daerah atau antar daerah; 5 Sesungguhnya peran masyarakat dan orang tua menjadi peranan yang penting
untuk menghalangi lajur berkembangnya kasus perdagangan ini. Karena dalam masyarakat pasti hidup norma-norma di dalamnya yang sudah menjadi kebiasaan untuk dipatuhi, yang apabila dilanggar akan mendapatkan sanksi sosial. Sehingga orang atau masyarakat yang didalamnya akan mematuhi peraturan itu dan saling menjaga satu dengan lainnya dan apabila ada masyarakat yang melihat atau mengetahui adanya transaksi perdagangan orang yang terjadi maka akan langsung melaporkannya pada Petugas yang berwenang. dibutuhkannya adanya jalinan silahturahmi yang baik dalam kehidupan bermasyarakat. Peran keluarga dikatakan juga sangat penting karena hanya keluargalah tempat pertama atau tempat yang paling dekat untuk setiap orang. Dengan berada dalam keluarga, orang-orang lebih terasa terlindungi dan orang yang sudah pasti peduli dengan keadaan atau ketidak beradaan kita di rumah. Di Sumatera Utara yang dijadikan tempat transit, tujuan dan asal dari kasus perdagangan orang. Karena Sumatera Utara berada pada posisi yang strategis, karena berdekatan dengan pusat perdagangan yang dikembangkan oleh pemerintah pusat yaitu Batam. Sumatera Utara juga berdekatan dengan Malaysia dan Singapura. Untuk masalah perdagangan anak tujuan pelacuran anak-anak perempuan dari Sumatera Utara acap kali diperdagangakan ke Batam, Tanjung Balai Karimun untuk 5
Ibid , hal 61
6 Universitas Sumatera Utara
7
dijadikan pelacur. Juga dari luar Sumatera Utara khususnya Jawa diperdagangkan ke Sumatera. Di Sumatera ada banyak pusat hiburan dan juga lokalisasi prostitusi. Lokalisasi prostitusi yang terkenal adalah Bandar Baru. Diperkirakan ada sekitar 1000 orang yang diperkerjakan sebagai pelacur dan sebagian besar adalah korban perdagangan orang . Dari hasil survey dan investigasi yang dilakukan oleh Pusat Kajian dan Perlindungan Anak terhadap sejumlah Media Masa lokal dan Laporan Kepolisian Sumatera Utara ditemukan sejumlah kasus perdagangan anak yang berhasil dilaporkan ke polisi dan sejumlah kasus yang berhasil disidangkan kepengadilan. B.
Perumusah Masalah
1. Bagaimana Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang berdasarkam UU No.21 Tahun 2007 di Indonesia dan kaitannya dengan Hak Asasi Manusia? 2. Bagaimana penyelesaian Tindak Pidana Perdagangan Orang sudah Memenuhi rasa keadilan dan sesuai engan Ketentuan Undang-Undang dalam Putusan? (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 806/PID.B/2009/P.N MDN) C.
Keaslian Penulisan Skripsi ini merupakan karya tulis asli yang bisa dibuktikan keasliannya,
skripsi ini membahas tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan unsur penipuan dan pengeksploitasian pada wanita. Dimana penulisan skripsi ini dibuat dengan tujuan untuk menyelesaikan program S1 Fakultas Hukum USU.
7 Universitas Sumatera Utara
8
Penulisan skripsi ini mencari refrensi dan informasi dari buku-buku tentang Hukum Pidana khususnya, Situs-Situs Internet, dan Narasumber yang berhubungan dengan skripsi penulis. Serta keaslian penulisan juga dapat dibuktikan dari adanya penegasan dari pihak bagian administrasi/jurusan hukum pidana. D.
Tujuan dan manfaat penulisan Tujuan kegiatan penelitian ini dilakukan agar dapat menyajikan data yang
akurat sehingga dapat memberi manfaat dan mampu menyelesaikan masalah. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut: a. Untuk mengetahui pengaturan perlindungan hukum terhadap korban perdagangan perempuan (women trafficking) di Indonesia. b. Meneliti apakah dalam prakteknya penyelesaian kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang ini telah sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Untuk memperluas wawasan dan memperdalam pengetahuan Penulis dibidang Hukum Pidana khususnya terkait perlindungan hukum terhadap korban perdagangan Orang (trafficking). Suatu penelitian akan sangat berguna bila hasilnya memberikan manfaat, tidak hanya bagi saya, tetapi juga bermanfaat bagi setiap orang yang menggunakannya. Adapun
manfaat
dari
penelitian
ini
adalah
sebagai
berikut
:
8 Universitas Sumatera Utara
9
1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum pada umumnya, terutama dalam bagian Hukum Pidana. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan literatur kepustakaan hukum pidana tentang perlindungan hukum terhadap korban perdagangan orang (Trafficking). c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan, pedoman, atau landasan teori hukum terhadap penelitian sejenis untuk tahap berikutnya. 2. Manfaat Praktis a. Mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir sistemis dan dinamis, sekaligus untuk mengetahui sejauh mana kemampuan saya dalam menerapkan ilmu hukum yang diperoleh dalam bangku kuliah. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran di bidang hukum bagi setiap pihak yang terkait seperti pemerintah, praktisi hukum, dan akademisi. c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan maupun pola pikir kritis dan dinamis bagi saya serta semua pihak yang menggunakannya dalam penerapan ilmu hukum dalam kehidupan.
9 Universitas Sumatera Utara
10
E.
Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana dalam istilah asing tersebut juga dengan teorekenbaardheid atau criminal responsibility yang menjurus kepada pemidanaan petindak dengan maksud untuk menentukan apakah seseorang terdakwa atau tersangka dipertanggung jawabkan atas suatu tindakan pidana yang terjadi atau tidak. Dalam Pasal 34 Naskah Rancangan KUHP Baru (1991/1992) dirumuskan bahwa pertanggungjawaban pidana adalah diteruskannya celaan yang objektif pada tindak pidana berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku. Secara subjektif kepada pembuat yang memenuhi syarat-syarat dalam undang-undang (pidana) untuk dapat dikenai pidana
karena
perbuatannya
itu.
Sedangkan,
syarat
untuk
adanya
pertanggungjawaban pidana atau dikenakannya suatu pidana, maka harus ada unsur kesalahan berupa kesengajaan atau kealpaan. Pasal 27 konsep KUHP 1982/1983 mengatakan pertanggungjawaban pidana adalah diteruskannya celaan yang objektif ada pada tindakan berdasarkan hukum yang berlaku, secara subjektif kepada pembuat yang memenuhi syarat-syarat undangundang
yang
dapat
dikenai
pidana
karena
perbuatannya
itu.
Konsep Rancangan KUHP Baru Tahun 2004/2005, di dalam Pasal 34 memberikan definisi pertanggungjawaban pidana sebagai berikut: Pertanggungjawaban pidana ialah diteruskannya celaan yang objektif yang ada pada tindak pidana dan secara subjektif kepada seseorang yang memenuhi
10 Universitas Sumatera Utara
11
syarat
untuk
dapat
dijatuhi
pidana
karena
perbuatannya
itu.
Di dalam penjelasannya dikemukakan, Tindak pidana tidak berdiri sendiri, itu baru bermakna manakala terdapat pertanggungjawaban pidana. Ini berarti setiap orang yang melakukan tindak pidana tidak dengan sendirinya harus dipidana. Sistem
Pertanggungjawaban
Pidana
Dalam
Hukum
Pidana
Positif
Pembicaraan mengenai pertanggungjawaban pidana tidak dapat dilepaskan dari pembicaraan
mengenai
perbuatan
pidana.
Orang
tidak
mungkin
dipertanggungjawabkan untuk dipidana, apabila ia tidak melakukan tindak pidana. Pada umumnya, masyarakat sering menggambarkan bahwa dalam menjatuhkan pidana unsur “ tindak pidana” dan “pertanggungjawaban pidana” harus dipenuhi. Gambaran
itu
dapat
dilihat
dalam
bentuk
skema
berikut:
TINDAK PIDANA + PERTANGGUNGJAWABAN = PIDANA Unsur tindak pidana dan kesalahan (kesengajaan) adalah unsur yang sentral dalam hukum pidana. Unsur perbuatan pidana terletak dalam lapangan objektif yang diikuti oleh unsur sifat melawan hukum, sedangkan unsur pertanggungjawaban pidana merupakan unsur subjektif yang terdiri dari kemampuan bertanggung jawab dan adanya kesalahan (kesengajaan dan kealpaan). A. Sistem Pertanggungjawaban Pidana dalam KUHP;
KUHP tidak menyebutkan secara eksplisit sistem pertanggung jawaban pidana yang dianut. Beberapa pasal KUHP sering menyebutkan kesalahan berupa kesengajaan atau kealpaan. Namun, kedua istilah tersebut tidak dijelaskan 11 Universitas Sumatera Utara
12
lebih lanjut oleh undang-undang tentang maknanya. Jadi, baik kesengajaan maupun kealpaan tidak ada keterangan lebih lanjut dalam KUHP. B. SistemPertanggungjawaban Pidana di Luar KUHP;
Untuk
mengetahui
kebijakan
legislatif
dalam
menetapkan sistem
pertanggungjawaban pidana di luar KUHP, Seperti contoh dalam perundangundangan dibawah ini : 1. UU No. 7 Drt. Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi; 2. UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. 3. UU No.35 Tahun tentang Narkotika 2009.
Undang-undang tersebut sengaja dipilih khusus yang menyimpang dari ketentuan KUHP dan KUHAP yang bersifat umum, terutama mengenai subjek delik dan pertanggungjawaban
pidana,
serta
proses
beracara
di
pengadilan.
Dari masing-masing undang- undang tersebut dapat dianalisis kecenderungan legislatif dalam menetapkan sistem pertanggungjawaban pidana sesuai dengan perkembangan sosial ekonomi Masyarakat yang berdampak pada perkembangan kejahatan. Negara-negara
civil
law
maupun
common
law,
umumnya
pertanggungjawaban pidana dirumuskan secara negatif. Hal ini berarti dalam hukum pidana Indonesia, sebagaimana civil law system lainnya, undang-undang justru merumuskan
keadaan-keadaan
yang
dapat
menyebabkan
pembuat
tidak
12 Universitas Sumatera Utara
13
dipertanggungjawabkan. Perumusan pertanggungjawaban pidana secara negatif dapat terlihat dari ketentuan Pasal 44, 48, 49, 50, dan 51 KUHP 6. Kesemuanya merumuskan hal-hal yang dapat mengecualikan pembuat dari pengenaan pidana. Perumusan negatif tersebut berhubungan dengan fungsi represif hukum pidana. Dalam hal ini, dipertanggungjawabkannya seseorang dalam hukum pidana berarti dipidana. Dengan demikian, konsep pertanggungjawaban pidana merupakan syarat-syarat yang diperlukan untuk mengenakan pidana terhadap seorang pembuat tindak pidana. Pertanggungjawaban pidana dapat dihubungkan dengan fungsi preventif hukum pidana. Pada konsep tersebut harus terbuka kemungkinan untuk sedini mungkin pembuat menyadari sepenuhnya konsekuensi hukum perbuatannya. Dengan demikian, konsekuensi atas tindak pidana merupakan risiko yang sejak awal dipahami oleh pembuat. Pertanggungjawaban pidana adalah pertanggungjawaban orang terhadap tindak pidana yang dilakukannya. Tegasnya, yang dipertanggungjawabkan orang itu
6
Pasal 44 ;barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya, disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya (gebrekkige ontwikkeling) atau terganggu karena penyakit (ziekelijke storing), tidak dipidana. Pasal 48 ; barangsiapa yang melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana. Pasal 49 ; barangsiapa terpaksa melakukan perbuatan untuk pembelaan, karena ada serangan atau ancaman serangan ketika itu yang melawan hukum, terhadap diri sendiri maupun orang lain, terhadap kehormatan kesusilaan (eerbaarheid) atau harta benda sendiri maupun orang lain, tidak dipidana. Pasal 50 ; barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undangundang tidak dipidana. Pasal 51 ; barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.
13 Universitas Sumatera Utara
14
adalah tindak pidana yang dilakukannya. Maka, terjadinya pertanggungjawaban pidana karena telah ada tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang. Pertanggungjawaban pidana pada hakikatnya merupakan suatu mekanisme yang dibangun oleh hukum pidana untuk berekasi terhadap pelanggaran atas “kesepakatan menolak” suatu perbuatan tertentu. 7 2. Pengertian Perdagangan Orang Dalam UU No.21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, Pasal 2 merumuskan Tindak Pidana Perdagangan Orang adalah setiap orang yang melakukan perengkrutan,pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan hutang atau member bayaran atau manfaat, walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang melanggar persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut diwilayah Negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.120.000.000,00 dan paling banyak Rp.600.000.000,00. Pengertian perdagangan orang, menyatakan : “setiap orang yang melakukan perekrutan, pengiriman penyeraha terimaan orang dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, penipuan, penculikan, penyekapan, penyalahgunaan
7
http://princemalekrove.blogspot.com/2012/05/pertanggungjawaban-pidana.html diakses pada tanggal 10 juli 2014, pukul 11.15 Wib.
14 Universitas Sumatera Utara
15
kekuasaan, pemanfaatan posisi kerentanan, atau penjeratan hutang, untuk tujuan ,mengeksploitasi atau perbuatan yang dapat tereksploitasi orang tersebut, dipidana karena melakukan tindak pidana perdagangan orang, dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun”. Dalam Protocol to Prevent, suppress and Punish Trafficking in Persons Especially Women and Children Supplementing the United Nation Convention Against Transnational Organized Crime tahun 2000, yang dimaksud dengan perdagangan orang “rekrutment, transportasi, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan seseorang dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentukbentuk tekanan lain, penculikan, pemalsuan, penipuanm atau pencurangan atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, ataupun penerimaan/pemberian bayaran, atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang tersebut untuk dieksploitasi, yang secara minimal termasuk eksploitasi lewat prostitusi atau bentuk-bentuk eksploitasi seksual lainnya,kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek yang menyerupainya, adopsi illegal ataupun pengambilan organ-organ tubuh.” 8 Orang-orang yang dijual umumnya berasal dari daerah miskin dimana peluang untuk mendapatkan penghasilan amat terbatas. Bisa juga mereka berasal dari korban pengungsian atau orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal. Kebanyakan dari mereka masuk ke negara lain dibawa oleh traffickers melalui
8
Kementrian kordinator bidang kesejahteraan rakyat, penghapusan perdagangan orang di Indonesia, (Jakarta,2005), hal.2
15 Universitas Sumatera Utara
16
perbatasan. Karena kontrol yang kurang diperbatasan inilah, mereka bisa dengan leluasa lolos dan masuk ke negara tersebut. Dan berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Sumatera Utara No. 6 tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak menyatakan bahwa : “Perdagangan manusia adalah tindak pidana atau perbuatan yang memenuhi salah satu atau lebih tindak pidana atau perbuatan yang memenuhi salah satu atau lebih unsur-unsur perekrutan, pengiriman, penyerahterimaan perempuan dan anak dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, penipuan, penculika, penyekapan, penyalahgunaan kekuasaan, pemanfaatan posisi rentan, atau penjeratan utang untuk tujuan atau berakibat meneksploitasi perempuan dan anak”. Sedangkan perdagangan anak umumnya dilakukan oleh orang tua yang benarbenar miskin. Alasan mereka menjual anaknya adalah untuk membayar hutang atau untuk mendapatkan uang. Ada juga yang menjual anaknya karena belum siap untuk mengurus anak tersebut sehingga mereka dijual dengan harapan bisa memperoleh masa depan yang lebih baik. Di Afrika Barat, penjualan anak kerap terjadi akibat kematian satu atau kedua orang tuanya yang disebabkan oleh HIV Aids. 9 3. Pengertian Pelaku dan Korban Perdagangan. Undang-Undang tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang yaitu Undang-Undang No. 21 tahun 2007, yang dimaksud dengan pelaku adalah yang terkandung dalam pasal 2 Undang-undang ini, yaitu setiap orang yang melakukan
9
http://duniaclassik.blogspot.com/2013/04/human-trafficking-forced-labor.html, diakses pada tanggal 14 juli 2014, pukul 09.24 Wib
16 Universitas Sumatera Utara
17
perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan hutang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain. Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, ekonomi, dan/atau sosial, yang diakibatkan tindak pidana perdagangan orang. 4. Perkembangan Peraturan PerUUan perdagangan orang di Indonesia. Sebelum masuknya Belanda ke wilayah Indonesia berlaku Hukum Pidana Adat dibidang kepidanaan. Setelah Belanda masuk dan menjajah Indonesia maka terjadi dualisme hukum pidana, yaitu: a. Hukum pidana yang berlaku bagi orang-orang Belanda dan Eropa lainnya, yaitu Wetboek van Strafrecht voor de Eropeanen. b. Hukum pidana yang berlaku bagi orng-orang bumi putera dan golongan Timur Asing (arab, cina, india dan sebagainya), yaitu Wetboek van Strafrecht. Kedua hukum pidana di atas diadakan oleh pemerintah Belanda dengan bersumber pada hukum pidana Prancis, yaitu Code Penal, yang lahir pada masa Napoleon Bonaparte. Pada tahun 1915 diumumkan adanya KUHP yang baru dan KUHP tersebut berlaku 1 januari 1918 bagi semua penduduk di Indonesia dengan menghapus kedua KUHP yang berlaku sebelum tahun 1918. Dalam KUHP ini bersumber langsung dari
17 Universitas Sumatera Utara
18
KUHP Nasional Belanda yang sudah ada sejak tahun 1866 dengan perubahanperubahan untuk diberlakukan di Indonesia. Pada masa pemerintahan Belanda KUHP 1918 ini masih berlaku, kecuali untuk kepentingan pemerintahannya dalam beberapa hal tertentu pemerintah Jepang mengeluarkan juga maklumat-maklumat yang memuat ketentuan pidana. Setelah merdeka dan disahkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 maka berdasarkan pasal II aturan Peralihan UUD 1945, semua lembaga Negara dan peraturan hukum yang ada pada waktu itu. Pada masa agresi militer Belanda terjadi dualisme hukum karena belanda membawa hukum Pidananya dengan nama Wetboek Van Strafrecht Voor Indonesia dan yang berlaku di Indonesia adalah Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsche Indie. Kemudian berakhir dengan dikeluarkannya Undang- Undang Nomor 73 tahun 1958 tentang menyatakan berlakunya UndangUndang Nomor 1 tahun 1946 Republik Indonesia dan mengubah Kitab UndangUndang Hukum Pidana dan kemudian diterjemahkan menjadi KUHP yang digunakan sampai saat ini. F. Metode Penelitian Dalam penulisan ini saya memakai Metode Kajian Hukum Positif yang meliputi dengan cara-cara: 1. Jenis Penelitian
18 Universitas Sumatera Utara
19
Jenis penelitian dalam penulisan hukum ini adalah penelitian hukum normatif (yuridis normatif), dengan cara melakukan penelitian terhadap pustaka (library research). 2. Jenis Data dan Sumber Data a. Jenis Data Penelitian skripsi ini menggunakan jenis data sekunder. Data sekunder yaitu bahan pustaka yang berisikan informasi tentang bahan primer. b. Sumber Data Sumber data sekunder ini mencakup tiga bahan hukum, yaitu : 1) Bahan hukum primer adalah bahan tulisan yang berupa undang-undang, di mana dalam penulisan ini adalah Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Undang Hukum Pidana. 2) Bahan Hukum Sekunder adalah bahan yang diperoleh berasal dari buku, jurnal, artikel, skripsi, dokumen yang diperoleh dari internet, serta hasilhasil penelitian dan tulisan-tulisan dari kalangan ahli hukum. 3) Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus kamus bahasa dan kamus hukum yang relevan dengan skripsi ini.
19 Universitas Sumatera Utara
20
3. Alat Pengumpulan Data Penelitian skripsi ini menggunakan analisis kasus berdasarkan relevansinya dengan permasalahan yang diteliti untuk kemudian dikaji sebgai suatu kesatuan yang utuh juga melakukan penelitian kepustakaan (library research), yaitu dengan mengumpulkan buku-buku atau literatur-literatur yang berkenaan dengan materi skripsi. 4. Analisis Data Adapun metode analisis data yang dilakukan adalah metode kualitatif. Metode kualitatif lebih menekankan kepada kebenaran berdasakan sumber-sumber hukum dan doktrin yang ada, bukan dari segi kuantitas kesamaan data yang diteliti. Penelitian ini dilakukan untuk menjawab permasalahan dengan melakukan penelitian yang bersifat deskriptif analitis yaitu dengan memberikan penjelasan mengenai proses pemeriksaan saksi di pengadilan, serta pemaparan mengenai pertimbangan hakim dalam meringankan dan memberatkan terdakwa dalam putusannya. G. Sistematika Penulisan Sistematika
penulisan
hukum
dalam
penelitian
ini
meliputi
:
BAB I : Pendahuluan Pada bab ini saya menguraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, Keaslian penulisan, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan metode penelitian
yang
digunakan
dalam
penyusunan
penulisan
hukum
ini.
BAB II : Tinjauan Pustaka.
20 Universitas Sumatera Utara
21
Pada bab ini Penulis menguraikan Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang dalam perspektif UU No. 21 Tahun 2007 dan UU No. 39 Tahun 2009 tentang Hak Asasi Manusia serta modus operandi, faktor-faktor terjadinya perdagangan orang, sanksi-sanksi yang mengikatnya serta undang-undang lain yang berhubungan dengan perdagangan orang. BAB III : Pembahasan Dan Hasil Penelitian Pada bab ini Penulis menguraikan mengenai posisi kasus yang dijadikan acuan permasalahan, dakwaan, tuntutan serta putusan dari kasus tersebut (Studi Putusan Pengadilan negeri Medan No.806/PID.B/2009/PN.MDN). Dalam bab ini juga berisi analisa penulis mengenai hasil putusan melalui perspektif hukum, undangundang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang dan undang-undang Hak Asasi Manusia.. BAB IV : Penutup Pada bab ini Penulis menguraikan mengenai kesimpulan yang dapat diperoleh dari keseluruhan hasil pembahasan dan proses meneliti, serta saran-saran yang dapat Penulis kemukakan kepada para pihak yang terkait dengan bahasan penulisan hukum ini.
21 Universitas Sumatera Utara