BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, perkembangan dalam segala bidang kehidupan semakin pesat. Hal tersebut tidak terlepas dari dampak globalisasi. Semuanya terkena dampak tidak terkecuali di Indonesia. Dari hari- kehari pengaruh globalisasi semakin kuat seiring dengan perkembangan manusia. Hal ini mempengaruhi pandangan masyarakat akan pengaruh sebuah informasi dari suatu peristiwa yang konservatif, terjadinya hal tersebut menimbulkan kedewasaan cara berfikir dan memperkaya intelegensi masyarakat dalam memandang sebuah informasi. Hal yang telihat jelas dari dampak globalisasi selain banyaknya pengikisan budaya lokal, teknologi informasi pun menjadi salah satunya. Teknologi informasi adalah teknologi yang menggabungkan komputasi (komputer) dengan jalur komunikasi yang membawa data, suara ataupun video (Williams dan Sawyer, 2007). Masyarakat dengan mudah menyerap informasi karena adanya sistem yang mengikat informasi tersebut yang mempengaruhi kemampuan masyarakat memilih informasi positif yang didapatnya. Inovasi juga dilakukan oleh pemerintah dengan integrasi yang dilandasi teknologi, yaitu electronic government. Menurut Zweers dan Plangue dalam (Hidayat, 2006 : 40) mendefinisikan E-Government sebagai berikut : “E-Government berhubungan dengan penyediaan informasi, layanan atau produk yang disediakan secara elektronis, dengan dan oleh pemerintah, tidak terbatas tempat menawarkan nilai lebih untuk partisipasi pada semua kalangan “. 1
2
Berdasarkan definisi di atas tentang E-Government dapat dipahami bahwa aplikasinya ditujukan agar prosedur ataupun sistem dalam organisasi pemerintah dapat berjalan lebih efisien dan efektif, agar dapat meningkatkan layanan informasi kepada masyarakat / publik, pelaku usaha dan pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan lembaga pemerintah. (Williams dan Sawyer, 2007). Kebutuhan informasi yang sangat cepat dan aktual sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Dan sangat penting demi kelangsungan pendewasaan berfikir setiap pribadi, kelompok masyarakat dan juga pemerintah. Pentingnya perkembangan teknologi informasi yang kita rasakan, pemerintah pun merasakan bahwa penerimaan pajak yang menjadi sumber penghasilan terbesar negara sangatlah penting. Pajak merupakan penerimaan terbesar negara sampai saat ini yang sangat penting bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Menurut Rochmat Soemitro (1988), pajak merupakan penerimaan negara yang akan digunakan untuk pembiayaan umum dari segala kegiatan pemerintah, bahkan pajak juga merupakan salah satu tolak ukur dari keberhasilan perekonomian suatu negara. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia tetap memprioritaskan sektor pajak sebagai tulang punggung penerimaan negara tampak pada Tabel 1.1 berikut.
3
Tabel 1.1 Kontribusi Penerimaan Pajak Terhadap Penerimaan Negara (Triliun Rupiah) Tahun
Penerimaan Negara Penerimaan Pajak
Persentase
2008
981,6
658,7
67,10%
2009
848,8
619,9
73,03%
2010
995,3
723,3
72,67%
2011
1210,6
873,9
72,19%
Sumber : Nota keuangan (Diolah Kembali oleh Penulis) Dari tabel di atas tampak bahwa dari tahun ke tahun penerimaan pajak selalu memberikan kontribusi fluktuatif, namun penerimaan pajak tetap menjadi penerimaan negara terbesar dibandingkan dengan penerimaan lainnya. Direktorat Jenderal Pajak sebagai salah satu institusi pemerintah di bawah Departemen Keuangan yang mengemban tugas untuk mengamankan penerimaan pajak negara dituntut untuk selalu dapat memenuhi pencapaian target penerimaan pajak yang senantiasa meningkat dari tahun ke tahun di tengah tantangan perubahan yang terjadi dalam kehidupan sosial maupun ekonomi di masyarakat. Akan tetapi, realisasi penerimaan pajak dalam lima tahun terakhir, yaitu dari 2007 hingga 2011, hanya tahun 2008 yang melampaui target yang ditetapkan dalam APBN-P. Untuk lebih jelasnya perhatikan Tabel 1.2.
4
Tabel 1.2 APBN-P dan Realisasi Penerimaan Perpajakan (Triliun Rupiah) Tahun
APBN-P
Realisasi
% terhadap APBN-P
2008
609,2
658,7
108,12%
2009
651,7
619,9
95,12%
2010
743,3
723,3
97,31%
2011
878,7
873,9
99,45%
Sumber : Nota keuangan (Diolah Kembali oleh Penulis) Dalam
rangka
mencapai
keberhasilan
penerimaan
pajak
guna
mengamankan penerimaan pajak yang telah ditargetkan, Direktorat Jenderal Pajak melakukan dua pendekatan yaitu kegiatan ekstensi pajak dan kegiatan intensifikasi pajak. Kegiatan ekstesifikasi pajak dimaksudkan untuk menambah jumlah Wajib Pajak terdaftar serta untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak terhadap pemenuhan kewajiban perpajakannya. Sedangkan intensifikasi pajak dimaksudkan untuk mengoptimalkan penerimaan pajak dari Wajib Pajak yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak (Miranda Turusaka Sau, 2012). Penambahan Wajib Pajak baru tersebut tentu saja berpotensi mendongkrak penerimaan keuangan negara dari sektor perpajakan. Dalam empat tahun terakhir, yaitu dari 2008 hingga 2011, jumlah Wajib Pajak terdaftar mengalami peningkatan. Hal ini bias terlihat pada Tabel 1.3.
5
Tabel 1.3 Jumlah Wajib Pajak Terdaftar Jumlah Wajib Pajak
2008
2009
2010
2011
Orang Pribadi
8.388.816
13.949.750
17.327.184
19.913.904
Badan
1.443.570
1.580.287
1.737.459
1.942.811
379.681
434.355
467.984
507.844
10.212.067
15.964.392
19.532.627
22.364.559
Bendahara Jumlah
Sumber : Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2008 – 2011 (Diolah Kembali oleh Penulis) Akan tetapi, peningkatan jumlah Wajib Pajak terdaftar dari tahun ke tahun tersebut masih belum bias mengoptimalkan jumlah penerimaan pajak yang telah ditargetkan. Hal ini dikarenakan masih terdapat ketidakpatuhan dari Wajib Pajak itu sendiri. Ketidakpatuhan tersebut dapat terukur dari masih adanya gap antara jumlah Wajib Pajak terdaftar wajib SPT dan jumlah SPT yang disampaikan sehingga rasio kepatuhan Wajib Pajak dari tahun ke tahun relatif sangat rendah dan tidak jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Seperti dalam empat tahun terakhir ini, yaitu dari 2008 hingga 2011, rasio kepatuhan relative rendah, bahkan tahun 2011 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Hal ini bisa diperhatikan pada tabel 1.4
6
Tabel 1.4 Rasio Kepatuhan Penyampaian SPT Tahunan Tahun
2008
Wajib Pajak terdaftar
6.341.828
2009
2010
2011
9.996.620
14.101.933
17.694.317
2.097.849
5.413.114
8.202.309
9.332.626
33,08%
54,15%
58,16%
52,74%
Wajib SPT SPT Tahunan Rasio Kepatuhan
Sumber : Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2008 – 2011 (Diolah Kembali oleh Penulis) Kesadaran membayar pajak yang biasa disebut “kepatuhan wajib pajak terhadap pajak” merupakan fenomena yang sangat kompleks yang dilihat dari banyak perspektif. Luigi Alberto Franzoni (dalam Surya Manurung, 2013) menyebutkan bahwa kepatuhan atas pajak (tax compliance) adalah melaporkan penghasilan sesuai dengan peraturan pajak, melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) dengan tepat waktu dan membayar pajaknya dengan tepat waktu. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya kepatuhan atas pajak antara lain pembangunan infrastruktur yang tidak merata, banyaknya korupsi yang dilakukan pejabat tinggi, ketidakpuasan masyarakat terhadap fasilitas umum serta pelayanan publik. Dengan mengetahui sama pentingnya teknologi informasi dan penerimaan pajak, maka jajaran Direktorat Jenderal Pajak melakukan berbagai upaya dalam meningkatkan hal tersebut.
7
Pada tahun 2012 jumlah pajak yang terkumpul mencapai Rp 976 triliun atau mengalami pertumbuhan sebesar 19 persen dari tahun sebelumnya. Rata-rata pertumbuhan penerimaan pajak dari tahun 2009 – 2012 mencapai 17 persen. Dengan target pajak sekarang, maka pada tahun 2013 pemerintah mengupayakan adanya pertumbuhan penerimaan pajak sebesar 22 persen. Untuk merealisasikan angka pertumbuhan tersebut, pemerintah menginginkan adanya peningkatan persentase kepatuhan wajib pajak (Surya Manurung, 2013). Persentase tingkat kepatuhan wajib pajak pada tahun 2012 masih tergolong sangat rendah, tidak jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan bahwa orang pribadi yang seharusnya membayar pajak atau yang mempunyai penghasilan diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebanyak 60 juta orang, tetapi jumlah yang mendaftarkan dirinya sebagai wajib pajak hanya 20 juta orang dan yang membayar pajaknya / melapor Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilannya hanya 8,8 juta orang dengan rasio SPT sekitar 14,7 persen. Sementara badan usaha yang terdaftar sebanyak 5 juta, yang mau mendaftarkan dirinya sebagai wajib pajak hanya 1,9 juta dan yang membayar pajak / melapor Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilannya hanya 520 ribu badan usaha dengan rasio SPT sekitar 10,4 persen (Surya Manurung, 2013). Masalah kepatuhan pajak di setiap negara berbeda. Umumnya di negaranegara maju seperti Amerika Serikat kepatuhan pajaknya sudah tinggi, yang ada adalah masalah tindakan manipulasi pajak (tax evasion). Sedangkan di negara-
8
negara berkembang seperti Indonesia masalah kepatuhan pajak yang rendah dan tindakan manipulasi pajak yang cukup tinggi (Surya Manurung, 2013). Kesadaran merupakan unsur dalam manusia dalam memahami realitas dan bagaimana cara bertindak atau menyikapi terhadap realitas. Kesadaran yang dimiliki oleh manusia kesadaran dalam diri, akan diri sesama, masa silam, dan kemungkinan masa depannya. Pemungutan pajak memang bukan suatu pekerjaan yang mudah, disamping peran serta aktif dari petugas perpajakan, juga dituntut kemauan dari para wajib pajak itu sendiri. Dimana menurut undang-undang perpajakan, Indonesia menganut sistem self assessment yang memberi kepercayaan terhadap wajib pajak untuk menghitung, menyetor dan melapor sendiri pajaknya, menyebabkan kebenaran pembayaran pajak tergantung pada kejujuran wajib pajak sendiri dalam pelaporan kewajiban perpajakannya. (Widayanti dan Nurlis, 2010) Pemerintah melakukan reformasi perpajakan yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Pajak merupakan wujud dari reformasi administrasi perpajakan yang telah dilakukan sejak tahun 2002. Penerapan sistem perpajakan modern dilakukan untuk mengoptimalkan pelayanan kepada Wajib Pajak. Penerapan sistem tersebut mencakup aspek-aspek perubahan struktur organisasi dan sistem kerja Kantor Pelayanan Pajak, perubahan implementasi pelayanan kepada Wajib Pajak, fasilitas pelayanan yang memanfaatkan teknologi informasi dan kode etik pegawai dalam rangka menciptakan aparatur pajak yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme (Diana Sari dan Rima Rachmawati, 2010)
9
Menurut Setiyaji dan Amir (2005), administrasi perpajakan diduga sebagai penyebab rendahnya tingkat kepatuhan Wajib Pajak di Indonesia yang berdampak pada tidak optimalnya penerimaan pajak. Perubahan kebijakan perpajakan tidak akan memuaskan hasilnya jika tidak diikuti dengan reformasi administrasi perpajakan. Administrasi perpajakan yang efektif harus menciptakan lingkungan yang mendorong Wajib Pajak secara sukarela mematuhi peraturan yang berlaku. Syarat utama yang harus dipenuhi dalam reformasi administrasi perpajakan adalah penyederhanaan sistem perpajakan sehingga administrasi perpajakan dapat dikelola seefektif dan seefisien mungkin, terlebih di negara dengan tingkat kepatuhan relatif rendah seperti di Indonesia (Setiyaji dan Amir, 2005). Hal – hal yang mengindikasikan efektifitas sistem perpajakan yang saat ini dapat dirasakan oleh wajib pajak antara lain pertama, adanya sistem pelaporan melalui e-SPT dan e- Filling. Wajib Pajak dapat melaporkan pajak secara lebih mudah dan cepat. Kedua, pembayaran melalui e-Banking yang memudahkan wajib pajak dapat melakukan pembayaran dimana saja dan kapan saja. Ketiga, penyampaian SPT melalui drop box yang dapat dilakukan di berbagai tempat, tidak harus di KPP tempat wajib pajak terdaftar. Keempat adalah bahwa peraturan perpajakan dapat diakses secara lebih cepat melalui internet, tanpa harus menunggu adanya pemberitahuan dari KPP tempat Wajib Pajak terdatar. Dan yang kelima, adalah pendaftaran NPWP yang dapat dilakukan secara online
10
melalui e-register dari website pajak.Hal ini akan memudahkan wajib pajak untuk memperoleh NPWP secara lebih cepat. (Widayanti dan Nurlis, 2010). Perubahan mendasar yang berkaitan dengan modernisasi pajak terjadi di awal tahun 2005 yaitu dilaksanakannya jenis pelayanan kepada Wajib Pajak yang baru dalam rangka penyampaian surat pemberitahuan dan penyampaian perpanjangan surat pemberitahuan tahunan menggunakan elektronik, yaitu e filing (Nurul Citra Noviandini, 2012). Menurut Nurul Citra Noviandini (2012), dengan adanya sistem e-filing, para Wajib Pajak akan lebih mudah menunaikan kewajibannya tanpa harus mengantri di Kantor Pelayanan Pajak sehingga dirasa lebih efektif dan efisien. Selain itu, pengiriman data Surat Pemberitahuan (SPT) dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja. Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 47/PJ/2008 Pasal 1 menyebutkan: e-Filing adalah suatu cara penyampaian SPT dan penyampaian Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan secara elektronik yang dilakukan secara online dan real time melalui Penyedia Jasa Aplikasi (ASP). Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis bermaksud untuk melakukan penelitian yang kemudian hasilnya akan dituangkan dalam bentuk skripsi yang berjudul : “PENGARUH
PENERAPAN
E-FILING
TERHADAP
TINGKAT
KEPATUHAN WAJIB PAJAK (Studi Survei Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying)”
11
1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti mengidentifikasikan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana penerapan e-filing. 2. Bagaimana tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan. 3. Seberapa besar pengaruh penerapan e-filing berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud penelitian ini adalah melakukan kajian yang mendalam tentang penerapan e-Government dalam administrasi perpajakan yang diwujudkan dengan pelaporan SPT melalui e-Filing, sehingga diperoleh data dan informasi yang merupakan gambaran nyata mengenai pengaruh e-Filing terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak. Sedangkan tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui penerapan e-filing di Kantor Pelayanan Pajak Bandung Cibeunying; 2. Mengetahui tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan di Kantor Pelayanan Pajak Bandung Cibeunying; 3. Mengetahui seberapa besar pengaruh penerapan e-filing terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak.
12
1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian yang dilakukan penulis ini diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi: 1. Penulis Diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai pengaruh penerapan e-filing terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak dengan memperhatikan secara langsung penerapan teori-teori di dalam dunia bisnis secara nyata. 2. Pembaca Diharapan penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi dan referensi bagi penelitian sejenis. 3. Instansi Terkait Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam menerapkan kebijakan perpajakan secara benar dan konsisten dalam penerapan e-filing untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak yang berimplikasi terhadap penerimaan negara.
1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk memperoleh data sehubungan dengan masalah yang akan dibahas dalam penyusunan skripsi ini, maka penulis akan melakukan penelitian pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2014 sampai dengan selesai.