BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Persaingan dalam segala sektor saat sekarang ini semakin ketat, tidak terkecuali dalam sektor perbankan. Dengan semakin kuat dan stabilnya sebuah perbankan akan memberikan kepercayaan kepada nasabah, kreditur, serta pihak‐pihak lainnya yang berkepentingan dengan jasa perbankan untuk menggunakan jasa perbankan. Salah satu cara yang dapat dilakukan agar perusahaan perbankan dapat lebih sehat, tumbuh berkembang dalam kinerjanya dan dapat memenangkan persaingan serta memperluas usahanya yaitu dengan dilakukannya merger. Perluasan usaha dapat dilakukan dengan ekspansi intern, yaitu menambah kapasitas pabrik, unit produksi, divisi baru, dan sebagainya, tetapi juga dapat dilakukan dengan menggabungkan usaha yang telah ada (merger). Merger atau penggabungan usaha adalah suatu keputusan untuk mengkombinasikan atau menggabungkan dua perusahaan atau lebih menjadi satu perusahaan yang baru (Pringle & Harris, 1987). Prigle & Harris (1987), motif merger meliputi 11 aspek, yakni : cost saving, monopoly power, auditing bankruptcy, tax consideration, retirement planning, diversification, increased debt capacity, undervalued assets, manipulating earning’s per share, management desires, dan replacing inefficient management. Suatu perusahaan besar melakukan merger dengan perusahaan yang level bisnisnya lebih kecil atau setara akan memberikan kesan bahwa perusahaan tersebut memiliki kemampuan lebih, baik
1
dalam aset maupun dalam managerial skill. Dengan melakukan merger, maka kemampuan aset semakin besar, dengan begitu ia akan mampu melakukan operasi pada skala yang lebih ekonomis. Perusahaan hasil merger tersebut dapat menurunkan cost per unitnya, sehingga harga jual barang atau jasa per unit dapat ditekan lebih rendah. Joseph F. Sinkey (1983), menjelaskan motivasi yang mendorong bank untuk melakukan merger, antara lain: pertama untuk mendapatkan kesempatan beroperasi dalam skala usaha yang hemat, kedua guna meningkatkan pangsa pasar, ketiga menghilangkan ketidakefisienan melalui operasional dan pengendalian finansial yang lebih baik, keempat kesempatan menggabungkan sumber daya ataupun pasar yang dimiliki masing‐masing bank. Selain itu masih terdapat beberapa faktor yang mendorong motivasi untuk merger, seperti: upaya diversifikasi, menurunkan biaya dana, dan menaikkan harga saham secara emosi (bootstrapping of earning per share) karena adanya pengumuman akan merger bagi bank publik. Dalam hal ini bank milik pemerintah yang diambil alih kepemilikannya oleh perusahaan dari Malaysia, Commerce International Merchant Bankers (CIMB) adalah PT Bank Niaga Tbk yang memang mengalami persoalan keuangan (modal), akibat adanya sanering atau pemotongan harga uang yang dilakukan Bank Indonesia. Sedangkan bank Lippo sudah diambil alih terlebih dahulu kepemilikannya oleh perusahaan Malaysia, Bumiputera Commerce Holdings Berhad (BCHB). Commerce International Merchant Bankers (CIMB) merupakan anak perusahaan yang dimiliki oleh Khazanah sedangkan Bumiputera Commerce Holdings Berhad (BCHB) merupakan perusahaan inti dalam portofolio investasi Khazanah. Khazanah merupakan perusahaan induk investasi yang dimiliki oleh pemerintah Malaysia yang dipercaya untuk mengelola asset‐aset milik
2
pemerintah Malaysia dan untuk melakukan investasi‐investasi strategis. Khazanah memiliki kurang lebih 93% saham Bank Lippo melalui Santubong Investments BV dan Greatville Pte Ltd dan 64% saham Bank Niaga melalui Bumiputera‐Commerce Holdings Berhad (BCHB). Berdasarkan data BI triwulan 1‐2008, nilai aset CIMB Niaga sebesar Rp 54,82 triliun, sedangkan nilai aset Lippo sebesar Rp 39,73 triliun. merujuk pada data BI tersebut, total aset kedua bank setelah merger diperkirakan menjadi RP 94,55 triliun (Pearson, 2008). Bank Indonesia mengeluarkan peraturan tentang single presence policy. Ketentuan ini melarang satu pemegang saham mayoritas memiliki lebih dari satu bank di Indonesia. BI memberikan tiga opsi kepada pemilik saham mayoritas di beberapa bank : melakukan merger, membentuk holding company, atau melepas salah satu kepemilikan banknya. Pilihan tersebut harus disampaikan kepada bank sentral paling lambat akhir tahun 2007 dan dilaksanakan pada 2010. Rencana merger ini juga searah dengan Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dan merupakan langkah positif yang diambil berkaitan dengan planning Bank Indonesia (BI) untuk menciptakan institusi keuangan lokal yang lebih besar dan kuat di Indonesia, sesuai dengan Arsitektur Perbankan Indonesia (API) (Rusdi, 2008). Rencana merger yang dilakukan oleh Commerce International Merchant Bankers Group (CIMBG) akhirnya terealisasi dengan ditandatanganinya perjanjian antara PT Bank Lippo Tbk dan PT Bank Niaga Tbk dengan terbentuknya bank baru dari hasil merger PT Bank Lippo Tbk dan PT Bank Niaga Tbk yaitu PT CIMB Niaga Tbk (Yulyanto, 2008).
3
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengambil judul penelitian Kinerja PT Bank Lippo Tbk dan PT Bank Niaga Tbk : Sebelum dan Bank Cimb Niaga (Sebagai Bank Gabungan). 1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini : Apakah kinerja PT Bank Cimb Niaga Tbk (Sebagai Bank Gabungan) lebih baik dibanding sebelum penggabungan? 1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang ada, maka penelitian yang akan dilakukan
ini bertujuan : menganalisis kinerja PT Bank Lippo Tbk dan PT Bank Niaga Tbk sebelum merger dan Bank Cimb Niaga (Sebagai Bank Gabungan) 1.4 Manfaat Penelitian Dengan dilakukannya penelitian ini maka diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: 1. Investor Informasi merupakan kebutuhan yang mendasar bagi Investor dalam pengambilan keputusan. Informasi dapat mengurangi ketidakpastian yang terjadi,
4
sehingga keputusan yang diambil diharapkan sesuai dengan tujuan yang dicapai. Banyaknya informasi yang dapat diperoleh investor baik informasi yang tersedia di publik maupun informasi pribadi (privat) diharapkan dapat membuat investor lebih selektif dalam melakukan investasi. Salah satu informasi yang ada adalah kinerja dan tingkat efisiensi perusahaan yang melakukan merger. Melalui penelitian ini diharapkan Investor dapat lebih bijaksana dalam mentransaksikan saham perusahaan yang melakukan merger 2. Pemerintah Informasi mengenai kondisi perusahaan dapat dilihat dari kinerja perusahaan dapat dijadikan pemerintah sebagai gambaran kedepan dalam menyusun kebijakan merger pada perusahaan perbankan. 3. Perusahaan Dapat memberikan informasi mengenai kondisi perusahaan sebelum dan sesudah dilakukannya merger sehingga pihak manajemen perusahaan dapat melakukan perencanaan untuk tindakan yang akan dilakukan. 1.5 Batasan Masalah Agar penelitian ini mendapatkan hasil yang optimal, maka penelitian dibatasi pada : 1. Jenis perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang melakukan merger yaitu, PT Bank Lippo Tbk dan PT Bank Niaga
5
Tbk serta bank baru hasil dari merger kedua bank tersebut yaitu, PT Bank CIMB Niaga Tbk. 2. Data yang digunakan : laporan keuangan kuartal periode Juni dan September tahun 2007 untuk PT Bank Lippo Tbk dan PT Bank Niaga Tbk, sedangkan untuk laporan keuangan gabungan kuartal PT Bank Lippo Tbk dan PT Bank Niaga Tbk periode Juni dan September tahun 2008 untuk PT Bank CIMB Niaga Tbk 3. Kinerja perusahaan diukur dengan Cash Ratio (CR), yaitu rasio antara alat likuid dan pinjaman yang harus dibayar, Quick Ratio (QR), yaitu rasio antara aset lancar dan total deposit, Loan to Deposit Ratio (LDR), yaitu rasio antara jumlah kredit yang diberikan dan total dana, kredit likuiditas bank indonesia, modal inti, Loan to Assets Ratio (LAR), yaitu rasio antara total kredit yang disalurkan dan total aset, Earning Per Share (EPS), yaitu rasio antara tingkat laba per satu lembar saham dan tingkat pertumbuhan laba. Return Of Assets (ROA), yaitu rasio antara laba bersih dan total asset. Return On Equity (ROE), yaitu rasio antara laba bersih dengan modal sendiri. Debt to Equity Ratio (DER), yaitu rasio antara total hutang dengan total hutang sendiri dan Debt to Total Assets Ratio (DTAR), yaitu rasio antara total hutang dengan total asset, Operating Expense Ratio (OER), yaitu rasio antara biaya operasional dengan pendapatan operasional, Net Profit Margin (NPM), yaitu rasio antara laba bersih dengan pendapatan operasional
6