BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk hidup yang berakal akan selalu berusaha meningkatkan kualitas hidupnya. Berbagai industri didirikan guna menghasilkan produk yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan manusia tersebut. Secara luas, aktivitas manusia memberi pengaruh terhadap kondisi lingkungan. Selain itu, jumlah kendaraan bermotor akibat aktivitas transportasi juga meningkat. Jumlah pohon sebagai media pengurang efek CO2 turut berkurang akibat meningkatnya kebutuhan lahan masyarakat, baik untuk tempat tinggal maupun area industri. Kegiatan tersebut mendorong terjadinya urban heat island yang mengarah pada pemanasan global. Efek pemanasan global kian terasa di berbagai wilayah di bumi. Indikasi pemanasan global dapat ditunjukkan oleh adanya data peningkatan suhu rata-rata dunia sebesar 0,3 °C – 0,6 °C (Bratasida dalam Suwedi, 2005). Perubahan suhu udara akibat pemanasan global yang berdampak langsung terhadap atmosfer da hidrosfer antara lain pergeseran musim, banjir dan tanah longsor, kekeringan dan bencana alam, serta siklon tropis dan angin ribut. Selain itu, terjadi kenaikan suhu atmosfer yang menyebabkan es kutub, terutama di Kutub Selatan, mencair. Pemanasan global juga turun menyumbang dampak terhadap geosfer. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia akan mengalami bencana besar dengan
1
berkurangnya luas daratan akibat kenaikan permukaan air laut. Menurut para ahli oseanografi, sampai tahun 2060 Indonesia akan kehilangan sekitar 200 pulau-pulau kecil akibat fenomena ini. Garis pantai akan bergeser ke arah daratan sehingga luas daratan menjadi lebih kecil. Pulau Jawa sebagai pulau terpadat jumlah penduduknya akan mengalami bencana besar jika tidak ada upaya menanggulangi pemanasan global. Pulau Jawa diprediksi akan mengalami penyusutan daratan seperti pada Gambar I.1 berikut.
Gambar I.1 Prediksi Penyusutan Pulau Jawa pada Tahun 2070 Sumber: Wardhana, 2010 Upaya penanggulangan urban heat island maupun pemanasan global sangat beragam. Ushada (2011) menyatakan bahwa cara yang paling sederhana adalah melakukan cool pavement, yaitu melakukan penyiraman tanaman atau pelataran dengan air. Selanjutnya, pemanasan global dapat diatasi dengan pengurangan emisi industri dan penghijauan. Penghijauan sangat penting dilakukan untuk mengurangi efek pemanasan global. Sridjono et. al. (2001) menyatakan penanaman sekelompok tanaman yang
2
berkerapatan tinggi merupakan perlindungan dalam mengurangi suhu tinggi pada siang hari. Cara lain mengatasi pemanasan global adalah menggunakan greening material. Secara definisi, greening material adalah suatu produk menggunakan tumbuhan dengan media tanah atau nontanah pada area yang tidak termanfaatkan, seperti dinding, atap bangunan, dan lain sebagainya. Dengan mempertimbangkan jumlah ketersediaan tanah yang semakin menipis, tindakan greening material merupakan pilihan berpotensi tinggi. Greening material dikembangkan di berbagai negara maju, misalnya di Jepang dan negara-negara Eropa. Greening material tidak hanya berfungsi sebagai bahan penghijauan, tetapi bernilai tambah sebagai pelapis bahan bangunan dengan prinsip sebagai bio-towel yang dapat memperlancar aliran keluar masuk udara dalam suatu sistem. Selain itu, greening material juga dapat menurunkan suhu ruang sehingga berpotensi menggantikan air conditioner. Oleh karena itu, greening material memiliki daya tarik (affectivity) untuk penduduk Jepang dan Indonesia (Ushada dan Murase, 2009 dan 2011) sehingga berpotensi untuk diaplikasikan di Indonesia. Secara khusus, degradasi lahan terbuka hijau di Kawasan Rawan Bencana Merapi mengalami peningkatan pascaerupsi Gunung Merapi tahun 2010. Padahal, ruang terbuka hijau di kawasan lereng Merapi merupakan daerah penyangga untuk wilayah sekitarnya, seperti Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Terkait dengan kondisi ini, Dr Mirwan Ushada mengembangkan penelitian bertajuk “Pengembangan Tumbuhan Lumut sebagai Greening Material untuk Mendukung Program Agro-
3
ekowisata di Kawasan Rawan Bencana Merapi”. Penelitian ini dilakukan dalam empat tahap, yaitu perancangan produk, identifikasi kebutuhan, pengujian kebutuhan teknis dan penentuan desain konsep, serta uji kelayakan konsep (Ushada et. al., 2012). Desain konsep greening material di Gunung Merapi mengarah pada penggunaan greening material pada atap bangunan, yaitu berupa green roof, yang selanjutnya pada penelitian ini disebut atap bangunan ramah lingkungan.
Tahap
pengujian
konsep
dilakukan
dengan
menguji
performansi atap tersebut. Sebelum diterapkan secara langsung di masyarakat, atap bangunan ramah lingkungan yang dirancang harus mampu menahan sejumlah air (water holding capacity) atau lebih dikenal sebagai perfromansi hidrologis. Selain dari aspek hidrologis, performansi atap bangunan ramah lingkungan ini dinilai dari performansi fotosintesisnya. Sebab, performansi fotosintesis menjadi parameter performansi atap pada aspek
penghijauan
guna
menyegarkan
udara
dan
menimbulkan
kenyamanan. Tumbuhan yang digunakan sebagai greening material merupakan lumut jenis Sphagnum sp. Lumut jenis ini berbentuk seperti spons ringan yang dapat menyerap air dan mineral sebanyak 10 hingga 20 kali berat keringnya. Air akan diikat kuat meskipun terkena angin ataupun panas matahari. Dengan karakteristik seperti ini, diharapkan Sphagnum sp. mampu bertahan pada saat musim kemarau sehingga sangat mendukung aplikasinya
4
sebagai greening material pada atap bangunan. Gambar I.2 berikut menunjukkan Sphagnum sp. pada kondisi basah maupun kering.
Gambar I.2 Sphagnum sp. Segar (Kanan) dan Kering (Kiri) Jika melihat karakteristik desain konsep atap bangunan ramah lingkungan maupun karakteristik Sphagnum sp., maka perlu dilakukan simulasi implementasi penggunaan atap tersebut. Pada penelitian ini dilakukan simulasi penggunaan tumbuhan lumut sebagai greening material dalam skala laboratorium dengan menggunakan metode Taguchi. Metode Taguchi merupakan metodologi baru dalam bidang teknik yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas produk dan proses. Konsep quality robustness pada metode Taguchi bermaksud mendesain produk yang tangguh pada tingkat off line quality. Tahap pada konsep ini ialah perancangan sistem, perancangan parameter, dan perancangan toleransi. Terdapat tiga tools utama yang digunakan pada konsep ini, yaitu Orthogonal Array, Signal to Noise Ratio, dan Analysis of Variance. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi performansi atap bangunan ramah lingkungan. Selanjutnya, dilakukan penentuan skala prioritas faktor-faktor tersebut selama simulasi penggunaannya untuk menjaga performansi atap tersebut. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan analisis tentang peformansi atap bangunan
5
ramah lingkungan dalam hal kemampuannya mengikat air dan menjaga kesegaran udara. Selain itu, dapat digunakan sebagai informasi dan pertimbangan penerapan tumbuhan lumut sebagai greening material di wilayah agro-ekowisata di lereng Gunung Merapi.
B. Rumusan Masalah Penggunaan lumut sebagai bahan greening material pada green roof merupakan hal yang baru di Indonesia. Salah satu parameter kinerja green roof adalah kemampuan atap hijau tersebut untuk menahan air (water holding capacity) dan berfotosintesis. Oleh karena itu, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah penentuan faktor yang mempengaruhi dan besar pengaruhnya terhadap performansi atap bangunan ramah lingkungan.
C. Batasan Masalah 1. Lingkup penelitian berupa pengujian performansi atap bangunan ramah lingkungan pada skala laboratorium menggunakan confined space. 2. Objek penelitian yang dikaji dibatasi pada analisis performansi hidrologis dan fotosintesis atap bangunan ramah lingkungan. 3. Objek penelitian yang digunakan adalah tumbuhan lumut yang diperoleh dari proses aklimatisasi dan kultivasi pada skala laboratorium. 4. Aspek penilaian performansi hidrologis meliputi kadar air, runoff depth, retention depth, retention percentage, dan time to start of runoff.
6
5. Aspek penilaian performansi fotosintesis meliputi laju transpirasi, laju fotosintesis, dan serapan CO2.
D. Tujuan Penelitian 1. Melakukan pengujian performansi atap bangunan ramah lingkungan dengan tujuan jangka panjang untuk komersialisasi 2. Menentukan prioritas faktor ketebalan busa dan densitas lumut terhadap performansi atap bangunan ramah lingkungan 3. Menentukan kombinasi faktor optimal untuk menjaga performansi atap bangunan ramah lingkungan
E. Luaran yang Diharapkan Prototipe atap bangunan ramah lingkungan dengan performansi yang tinggi
F. Manfaat Penelitian 1. Memberikan bahan pertimbangan penerapan greening material berbasis tumbuhan lumut di wilayah agro-ekowisata lereng Merapi 2. Memberikan alternatif metode penghijauan yang efektif dan mudah diterapkan oleh masyarakat umum
7