BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu dan teknologi terus meningkat dari waktu ke waktu. Hal tersebut berpengaruh pula pada kemajuan teknologi pertanian baik untuk pembangunan desa ataupun pada pembangunan masyarakat itu sendiri. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak hanya sekedar membawa dampak yang kecil bagi masyarakat. Revolusi informasi dan komunikasi telah melahirkan peradaban baru sehingga memudahkan manusia untuk saling berhubungan satu sama lain. Kemajuan teknologi dan informasi ini juga mampu mengatasi jarak ruang dan waktu. Sadar atau tidak, saat ini kita memang telah berada dalam suatu lingkungan atau lingkaran yang sarat akan informasi dan komunikasi. Pesatnya perkembangan teknologi dan komunikasi yang ditandai dengan kehadiran sejumlah piranti komunikasi mutakhir telah memberikan sebagai kemudahan bagi manusia dalam melakukan berbagai aktifitasnya. Setiap orang dapat menolah, memproduksi serta mengirimkan maupun menerima segala bentuk pesan komunikasi di mana saja dan kapan saja tanpa harus terikat ruang dan waktu. Salah satu buah dari perkembangan teknologi ini adalah seberapa besra tingkat peneriamaan informasi teknologi pertanian di dalam komunikasi penyuluhan ataupun Penyuluhan Pembangunan (PP). Seorang Penyuluh Pembangunan (PP) dalam menghasilkan upaya skill dalam melaksanakan Penyuluhan Pembangunan Masyarakat Desa (Penyuluhan PMD) mempunyai tugas yang berat.Tujuan pelaksanaan tugas PP umumnya adalah untuk
Universitas Sumatera Utara
menaikkan kesejahteraan masyarakat desa dan tujuan tersebut paling sedikit mencakup dua hal pokok yaitu : 1. Menyangkut objek dari pembangunan yang sifatnya sering sektoral (penyuluhan kesehatan objeknya adalah kesehatan, penyuluhan pertanian objeknya adalah pertanian). 2. Menyangkut perubahan prilaku dari orang-orang yang disuluh. Untuk mencapai tujuan tersebut tentulah perlu pemanfaatan secara efektif dan efisien sumberdaya (termasuk sumberdana) yang umumnya terbatas di desa. Strategi komunikasi yang tepat akan dapat menjadi landasan operasional dalam pemanfaatan sumberdaya secara efektif dan efisien. Bagaimanakan strategi kumunikasi yang tepat tersebut? Itulah salah satu pertanyaan mendasar yang ingin dibahas dalam permasalahan ini. Namun terlebih dahuluakan dijelaskan mengenai apa dan bagaimana penyuluhan PMD dan Penyuluhan Pembangunan (PP) peran dan masalah yang dihadapinya. Dengan mengetahui misi yang diembannya dan mengenal diri sendiri Penyuluhan Pembangunan diharapkan menjadi terampil mengenalkan ide-ide baru atau inovasi pada masyarakat desa. Defensisi komunikasi
yang
dianut
adalah
defenisi
yang
sederhana
sebagaimana di kemukakan oleh Soreno dan Mortensen (1970) yaitu : “Sebagai satu proses di mana si pengirim (sender) dan si penerima (receiver) dari pesan melaksanakan interaksi dalam konteks social tertentu.” Penyuluh Pembangunan merupakan si pengirim pesan dan masyarakat desan sebagai penerima. Penyuluh PMD sebagai kegiatan yang dilaksanakan penyuluhan pembangunan tidaklah terlepas dari hakikat ilmu pembangunan penyuluhan itu sendiri yaitu sebagaimana didefenisikan oleh Margono Slamet (Hubeis dkk, 1992). “Ilmu
Universitas Sumatera Utara
penyuluhan pembangunan adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari bagaimana pola prilaku pembangunan manusia prmbangunan terbentuk, bagaimana perilaku manusia dapat berubah atau diubah sehingga mau meninggalkan kebiasaan lama dan menggantinya dengan perilaku baru yang berakibat kualitas kehidupan orang yang bersangkuan menjadi lebih baik. Pembanguna masyarakat desa (Community Development) dapat dilihat dari berbagai cara pandang, antara lain Sanders (1958) mengemukakan empat cara pandang, yaitu pembangunan masyarakat desa sebagai proses, metode, program, dan sebagai gerakan. 1. Sebagai proses adalah dengan penekanan kepada apa yang terjadi terhadap masyarakat secara social dan psikologis. 2. Sebagai metode adalah mencakup proses dan tujuan dengan penekanan beberapa tujuan akhir. 3. Sebagai program adalah mencakup metode dan isi dengan penekanan kepada aktifitas. 4. Sebagai gerakan adalah mencakup program dan dinamika emosional dengan penekanan mengenal ide dari pembangunan masyarakay desa. Penyuluhan pertanian dilaksanakan guna meningkatkan pembangunan, melalui aktifitas peyuluhan pembangunan yang jumlahnya jutaan orang dengan nama atau panggilan yang bermacam-macam seperti: peyuluhan lapangan, juru penerang, penyuluh pertanian, penyuluh KB, dan lain-lain. Dan ada pula yang menyebut penyulug pembangunan sebagai agen perubahan (agent of change) atau agen pembangunan (agent of development). Pada umumnya kebanyakan penyuluhan pembangunan tersebut telah pernah memperoleh latihan secara teknis mengenai objek pembangunan yang menjadi tujuan pembangunan yang
Universitas Sumatera Utara
direncanakan. Mangun Wijaya (1979 : 52) pernah mengatakan bahwa, di dalam setiap pembangunan masyarakat , tidak mungkin menolak teknologi, sebab teknologi memiliki hubungan erat dengan sains dan tidak dapat lepas dari struktur-struktur yang ada dalam masyarakat. Pengertian tentang teknologi itu sendiri, bukanlah sekedar alat atau benda (material) yang hanya digunakan. Untuk jangka waktu tertentu saja, melainkan merupakan seluruh perangkat ide, metode, teknik, maupun segala upaya atau kegiatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Teknologi adalah hasil penerapan sistematik dari sains dan merupakan himpunan rasionalitas insani untuk memanfaatkan lingkungan hidup dan mengendalikan gejala-gejala di dalam proses produktif dan ekonomis. Sejalan dengan pengertian yang diberikan terhadap teknologi tersebut, Hayani dan Rutan (1985 : 73) mengemukakan adanya teori perubahan teknologi di dalam pembangunan pertanian. Perubahan teknologi atau penerapan teknologi “baru” disini, dimaksudkan untuk meningkatkan efisien usaha, serta untuk menaikkan nilai tambah, dan produktif yang dihasilkan. Oleh karena itu, tepatlah jika dalam mencanangkan pembangunan bahwa salah satu syarat mutlak dari pembangunan pertanian adalah adanya teknologi usaha tani yang senantiasa berubah. Berlandaskan pada dalil, sepanjang perjalanan sejarah pembangunan pertanian yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia (khususnya sejak era pemerintahan orde baru) senantiasa diupayakan adanya perubahan-perubahan teknologi dalam usaha tani, baik teknologi pra panen maupun teknologi pasca panen. Dalam forum symposium pola pembangunan pertanian yang diselenggarakan oleh PARHEPI pernah mengungkapkan bahwa masalah penting yang sering dikemukakan dalam pembangunan pertanian sampai seberapa jauh teknologi baru
Universitas Sumatera Utara
yang telah berhasil menaikkan volume produksi itu benar-benar dapat menaikkan pendapatan petani dan memperluas kerja (Mardikanto, 1994 : 68). Upaya peningkatan produksi dan pendapatan petani yang ingin dicapai melaui pembangunan pertanian harus selalu memperhatikan pelestarian Sumber Daya Alam (SDA) melalui kegiatan konservasi lahan dan memperhatikan sifat-sifat perkembangan tanaman dan hewan yang diusahakan. Pengalaman menunjukkan bahwa setiap inovasi (teknologi baru) yang ingin diterapkan sebagai upaya perubahan teknologi selalu diikuti dengan konsekuensi pembiayaan yang relative lebih mahal jika dibandingkan dengan teknologi yang sudah ada sebelumnya. Hal ini nampak pada upaya penggunaan benih unggul bersertifikat, penggunaan pupuk buatan, dan penggunaan berbagai pestisida “baru” maupun alatalat atau mesin pertanian. Dilain pihak, setiap inovasi (teknologi baru) seringkali masih mengandung ketidakpastian, baik ketidakpastian secara teknis (kenaikkan hasil yang akan dicapai), ketidakpastian ekonomis (kenaikkan harga jual dari produk yang dihasilkan serta tingkat keuntungan yang akan diperoleh dibanding dengan penerapan teknologi lama), maupun ketidakpastian sosio koltural dan kebijaksanaan pemerintah. Pelayanan public merupakan masalah yang actual untuk dicermati dan memiliki relevansi yang kuat dengan pelayanan prima. Aparatur pemerintah sebagai paradigma baru di era reformasi dan otonomi daerah saat ini. Dalam konteks tersebut, bahwa Undang-Undang no.32 tahun 2004 merupakan pengganti UU no. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan Daerah, maka secara otomatis Undang-Undang yang berlaku sekarang adalah Undang-Undang n0.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Sebagai konsekwensi dari UU tersebut, pemerintah juga sudah mengeluarkan UU no. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Universitas Sumatera Utara
Daerah. Juga lahirnay Kepmendagri no. 13 Tahun 2006 bahwa Kantor Kecamata merupakan Satuan Kerja Perangkat Desa (SKPD). Sebagai akibat reposisi dan perubahan tersebut, adanya penyesuaian dalam organisasi dan tata kerja, koordinasi dan hubungan kerja, serta kewenangan dan tanggung jawab. Dalam kondisi seperti ini sebagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Kantor Camat siap menerima segala kebijakan pemerintah atasan, karena kita selalu memahami segala bentuk perubahan, yang selama ini agen perubahan (agent of change), menjadi Pelayanan masyarakat (Public Servant). Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, Daerah tingkat II Kabupaten Langkat masih bersatatus Assisten Keresidenan
dan Kesultanan (Raja). Assisten
Resuden dijabat seorang Assisten Residen (Ass. Res) yaitu Mr. Morrey berkedudukaan di Binjai, kekuasaanya hanya sekedar mendampingi Sultan Langkat yang berkuasa penuh terhadap penduduk asli (pribumi) berkedudukan di Tanjung Pura. Pada masa itu tercatat ada 3 (tiga) sultan yang pernah memegang kekuasaan yaitu : 1. Sultan pertama adalah sultan Musa Abdul Jalil Rahmatsyah (Sultan Musa Al Hajj) 2. Sultan kedua adalah sultan Abdul Aziz 3. Sultan ketiga adalah Sultan Mahmud Pada waktu Sultan abdul Aziz berkuasa, kedudukan Ass. Res berada di Tanjung Pura, namun pada Sultan Mahmud kedudukannya di Binjai. Adapun jenjang pemerintahan pada waktu itu adalah di bawah “Kesultanan dan Ass. Res” di sebut “Luhak” di pimpin seorang “Pangeran” sedangkan di bawah Luhak disebut “Kejuruan” (Raja Kecil) dipimpin seorang “Datok” selanjutnya di bawah Kejuruan disebut “Distrik” dipimpin oleh seorang Kepala “Distrik” dan di bawah distrik secara
Universitas Sumatera Utara
berjenjang disebut Penghulu Balai Raja Kecil Karo) dan Penghulu biasa tingkat kampung (Desa). Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Komunikasi Penyuluhan Terhadap Tingkat Penerimaan Informasi Teknologi Pertanian di masyarakat kecamatan Tanjung Pura kabupaten Langkat.”
I.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka penulis mengajukan perumusan masalah sebagai berikut, “Apakah komunikasi penyuluhan berpengaruh terhadap tingkat penerimaan informasi teknologi pertanian di masyarakat kecamatan Tanjung Pura kabupaten Langkat ?”
I.3. Pembatasan Masalah Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas sehingga dapat mengaburkan penelitian, maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti, adapun pembatasan masalah yang akan ditelti adalah sebagai berikut : 1. Penelitian terbatas pada pengaruh penyuluhan pertanian. 2. Sampel dalam penelitian ini adalah petani di kecamatan Tanjung Pura kabupaten Langkat. 3. Penelitian ini akan dilakukan mulai bulan Juni 2008.
Universitas Sumatera Utara
I.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian I.4.1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pengaruh komunikasi dalam kegiatan kegiatan penyuluhan pertanian di kecamatan Tanjung Pura kabupaten Langkat. 2. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan petani di masyarakat kecamatan Tanjung Pura kabupaten Langkat tentang teknologi pertanian. 3. Mengetahui penerimaan informasi teknologi pertanian di kalangan petani di kecamatan Tanjung Pura kabupaten Langkat. 4. Untuk
mengetahui
pengaruh
penyuluhan
pertanian
terhadap
tingkat
penerimaan informasi teknologi pertanian di masyarakat kecamatan Tanjung Pura kabupaten Langkat.
I.4.2. Manfaat Penelitian 1. Secara kritis, hasil penulisan penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pikiran dan kontribusi kepada mahasiswa untuk meningkatkan kualitas pengetahuan khususnya dalam ilmu komunikasi dan teknologi. 2. Secara akademis, penelitian ini dapat disumbangkankepada FISIP USU untuk menambah dan memperkaya bahan referensi dan bahan penelitian sebagai sumber bacaan. 3. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan memperluas cakrawala pengetahuan tentang teori-teori ilmu komunikasi.
Universitas Sumatera Utara
I.5. Kerangka Teori Teori menurut Karlinger merupakan himpunan konstruk (konsep) defenisi dan proposisi yang mengemukakan pandangan psistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi dimana variable untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut. (Rakhmat, 1999 : 6). Setiap penelitian memerlukan teori sebagai landasan kerangka berpikir untuk mendukung pemecahan suatu masalah secara sistematis. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang akan memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan dibahas (Nawawi, 1995 : 40).
I.5.1. Komunikasi Kelompok Komunikasi kelompok adalah suatu bidang studi, penelitian dan terapan yang tidak menitikberatkan perhatiannya pada proses kelompok secara umum, tetapi pada tingkah laku individu dalam diskusi kelompok tatap muka yang kecil. Akan tetapi, kalau dinamika-dinamika kelompok merupakan suatu studi tentang berbagai aspek tingkah laku kelompok, maka komunikasi kelompok yang memusatkan perhatiannya pada proses komunikasi dalam kelompok-kelompok kecil (Goldberg, 1985 : 7). Perhatian para ahli komunikasi kelompok terdahulu terhadap teori sangatlah kecil. Walaupun sebagian besar dari mereka mengetahui bahwa teori yang mutlak diperlukan bagi pertumbuhan suatu disiplin ilmu, pengajar komunikasi kelompok terdahulu lebih mengutamakan segi penerapannya. Mereka hanya berusaha mencariatau mengembangkan prinsip tentang suatu diskusi yang baik, prinsip-prinsip yang akan menjadi patokan atau petunjuk bagi pengajar, pelatih, atau anggota-anggota kelompok diskusi dalam meningkatkan keterampilan diskusi (Goldberg, 1985 : 4748).
Universitas Sumatera Utara
Para psikologi Sosial juga mengenal mode. Pada tahun 1960-an, tema utama mereka adalah persepsi sosial. Pada dasawarsa berikutnya, tema ini memudar. Studi tentang pembentukan dan perubahan sikap juga mengalami pasang surut. Pernah menjadi mode sampai tahun 1950-an, memudar pada dasawarsa berikutnya, dan populer lagi pada akhir 1970-an. Begitu pula studi kelompok. Pada tahun 1940-an, ketika dunia dilanda perang, kelompok menjadi pusat perhatian. Setalah perang, perhatian beralih pada individu, dan ini bertahan sampai pertengahan 1970-an. Akhir 1970-an, minat yang tinggi tumbuh kembali pada studi kelompok, dan seperti diramalkan Steiner (1974) menjadi dominan pada pertengahan 1980-an. Para pendidik melihat komunikasi kelompok sebagai metode pendidikan yang efektif. Para manajer menemukan komunikasi kelompok sebagai wadah yang tepat untuk melahirkan gagasan-gagasan kreatif. Para psikiater mendapatkan komunikasi kelompok sebagai wahana untuk memperbaharui kesehatan mental. Para ideolog juga menyaksikan komunikasi kelompok sebagai sarana untuk meningkatkan kesadaran politik-ideologis. Minat yang tinggi ini telah memperkaya pengetahuan kita tentang berbagai jenis kelompok dan pengaruh kelompok pada prilaku kita. Para ahli psikologi juga ahli sosiologi telah mengembangkan berbagai cara untuk mengklasifikasikan kelompok. Di sisni, kita akan menjelaskan empat dikotomi, yaitu : 1. Kelompok Primer dan Skunder, 2. Ingroup dan Outgroup, 3. Kelompok Rujukan dan Keanggotaan, dan 4. Kelompok Deskriptif dan kelompok Prespektif (Rakhmat, 2001 : 141-147).
Universitas Sumatera Utara
I.5.3. Komunikasi Penyuluhan Pada hakikatnya penyuluhan adalah suatu kegiatan komunikasi. Proses yang dialami mereka yang disuluh sejak mengetahui, memahami,meminati, dan kemudian menerapkannya dalam kehidupan yang nyata, dalah suatu proses komunikator yang baik untuk tercapainya hasil penyuluhan yang baik. Seperti mana suatu komunikasi baru berhasil bila kedua belah pihak sama-sama siap untuk itu, demikian pula dengan penyuluhan, suatu perencanaan yang matang, dan bukan dilakukan secara asal-asalan saja. Persiapan dan perencanaan inilah yang hendak dipenuhi dengan menyusun lebih dahulu suatu disain komunikasi penyuluhan. Penyuluhan merupakan proses komunikasi. Sebab, pengertian komunikasi itu sendiri adalah sebuah proses dimana seorang individu (komunikator) menyampaikan lambang-lambang tertentu, biasanya berbentuk verbal untuk mempengaruhi tingkah laku
komunikan.
Akhirnya,
penyuluhan
boleh
ditujukan
untuk
kegiatan
mempengaruhi orang lain.Tetapi dengan pengenalan yang sangat singkat ini saja sebuah lembaga, kelompok atau pun individu tidak dapat begitu saja dengan mudah untuk melakukan kegiatan penyuluhan. Banyak faktor yang mesti diperhatikan dan itu sangat dibutuhkan. Seperti perancang mode misalnya, modal pengetahuan dan keterampilan mengukur, memotong dan menjahit tidaklah cukup untuk menciptakan sebuah pakaian yang mahal. Sebab, hanya dengan kemampuan membuat kecocokan ukuran dan potongan serta rapih caranya menjahit si perancang masih belum dapat diperhitungkan. Tapi apa yang harus dipunyai seorang perancang mode agar karyanya dapat tersohor dan mampu mempengaruhi gaya mode dunia? Salah satu modal yang harus ia miliki adalah kemampuannya mengetahui siapa dan apa kebutuhan khalayaknya. Penghitungan waktu, suasana dan perubahan musim juga merupakan faktor yang harus ia kuasai.Demikian juga dengan penyuluhan, karena merupakan
Universitas Sumatera Utara
sebuah proses komunikasi maka kegiatan itu harus memperhatikan banyak hal agar dapat sukses dan mencapai sasaran. Hal utama yang sangat diperhatikan adalah sama dengan si perancang mode, yakni mengenal siapa dan mengetahui apa kebutuhan khalayak. Seperti juga tentara di medan perang, kalau mereka tidak mengenal medan dan tidak mengetahui siapa dan bagaimana musuhnya si tentara hanya akan memperoleh gelar pahlawan anumerta tetapi tidak akan memperoleh kemenangan. Pun, setelah mengetahui siapa dan apa kebutuhan khalayak sebuah kegiatan penyuluhan tidak serta merta akan langsung langgeng dalam pelaksanaannya. Banyak aksesoris yang harus dilengkapi untuk mendekati khalayak itu. Aksesoris tersebut diperlukan agar proses melakukan perubahan pengetahuan dan kesadaran dapat tercapai. Tetapi ini relatif, karena semua itu tergantung kepada keterampilan yang melakukan. Seorang penyuluh harus terampil mengolah media pendukung. Media komunikasi yang mutlak digunakan dalam kegiatan penyuluhan adalah; komunikasi massa (cetak dan elektronik, komunikasi kelompok dan komunikasi antar pribadi. Semua media itu memiliki keunggulan dan kelemahan.Beberapa atau bahkan banyak orang yang bergiat pada masalah-masalah konservasi sumber daya alam masih memandang kegiatan penyuluhan sebagai sesuatu yang tidak populer. Banyak juga LSM-LSM yang bergerak di bidang konservasi di atas kertas masih mengutamakan hasil capaiannya pada berapa juta hektar kawasan hutan yang harus dikelola untuk kawasan pelestarian alam atau berapa juta spesies yang harus diselamatkan. Tetapi jutaan hektar hutan yang harus dikelola dan jutaan spesies yang harus diselamatkan itu tidak pernah dikomunikasikan kepada masyarakat. Sama seperti HPH yang hanya menjadi milik para pemodal, konservasi pun akhirnya hanya menjadi milik lembaga-
Universitas Sumatera Utara
lembaga dan orang-orang tertentu saja. Masyarakat adalah penonton yang resah dan objek yang empuk. www.conservation.or.id Melihat bentuk dan tujuannya, maka penyuluhan merupakan wujud konkrit dari apa yang sekarang dikenal dengan sebutan komunikasi pembangunan. Suatu bidang yang berkembang pesat sejak penghujung decade 60-an.Dalam arti luas, komunikasi pembangunan meliputi peran dan fungsi komunikasi (sebagai suatu aktivitas pertukaran pesan secara timbal balik) antara semua pihak yang terlibat dalam usaha pembangunan; terutamaantara masyarakat dengan pemerintah, sejak dari proses perencanaan, kemudian pelaksanaan, dan penilaian terhadap hasil pencapaian pembangunan. Sedangkan dalam arti sempit, komunikasi pembangunan yang berasal dari pihak yang memprakarsai pembangunan dan ditujukan kepada masyarakat luas. Kegiatan tersebut bertujuan agar masyarakat yang dituju dapat memahami, menerima, dan berpartisipasi dalam melaksanakan gagasan-gagasan yang disampaikan tersebut. Dalam
melakukan
penyuluhan,
factor
penyampaian
(baca
:
pengkomunikasian) hal-hal yang disuluhkan adalah amat penting. Karena itu penyuluhan menuntut dipersiapkannya lebih dahulu suatu disain, yang secara terperinci dan spesifik menggambarkan hal-hal pokok berikut ini : 1. Masalah yang dihadapi 2. Siapa yang akan disuluh 3. Apa tujuan (objectives) yang hendak dicapai dari setiap kegiatan penyuluhan 4. Pendekatan yang dicapai 5. Pengenbangan pesan 6. Metoda atau saluran yang digunakan 7. Sistem evaluasi “telah terpasang” atau built-in” di dalam rencana keseluruhan kegiatan dimaksud (Nasution, 1990: 10).
Universitas Sumatera Utara
I.5.4. Teknologi Pertanian Teknologi Tepat Guna (TTG) merupakan salah satu bentuk teknologi yang dipakai untuk meningkatkan produk dari usaha kecil menegah, seperti produk yang bersifat kerakyatan. Bermacam-macam mekanisme difusi telah diterapkan oleh penghasil teknologi kepada masyarakat, tetapi tingkat keberhasilannya masih rendah, sehingga masih banyak Teknologi Tepat Guna (TTG) yang dihasilkan tidak dipakai oleh masyarakat alias mubazir. Menyadari hal tersebut di atas, maka tidak berlebihan apabila proses keputusan mendifusikan TTG bagi masyarakat mendapat ruang kajian yang khusus, sehingga dapat dihindari kemubaziran teknologi tersebut. Pertanian merupakan sektor yang menunjukkan keberhasilan dalam proses difusi teknologi. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya teknologi pertanian yang digunakan oleh masyrakat. TTG merupakan salah satu bentuk teknologi yang dipakai untuk meningkatkan produk dari usaha kecil dan menengah, bahkan produk yang bersifat kerakyatan. TTG pada bidang pertanian adalah salah satu contoh dari jenis TTG tersebut, sehingga sudah selayaknya untuk dikembangkan. Hal ini mengingatkan sektor pertanian masih menduduki tempat strategis untuk mengimbangi kebutuhan pangan yang terus meningkat. Terlebih hampir seluruh masyarakat Indonesia menggunakan beras sebagai makanan pokok. Lembaga yang dinilai telah berhasil melakukan proses difusi teknologi tepat guna bidang pertanian tersebut antara lain adalah instansi pemerintah (dalam hal ini Departemen Pertanian) dan instansi nonpemerintah, baik industri maupun LSM. Keberhasilan difusi teknologi pertanian di masyarakat, tidak terlepas dari menisme difusi yang digunakan lembaga pelaku difusi dalam mentransformasikan inovasinya. www.iptek.net.id
Universitas Sumatera Utara
Sudah menjadi ketetapan masyarakat dan bangsa Indonesia bahwa, untuk terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur, diperlukan suatu struktur ekonomi yang seimbang di mana terdapat kemampuan dan kekuatan industri yang maju yang didukung oleh kemampuan dan kekuatan pertanian yang tangguh. Pertanian yang tangguh, merupakan system yang selalu dapat meningkatkan daya produksinya di bawah pengaruh lingkungan biofisik tertentu, sehingga dapat membatasi ketergantungannya yang berlebihan pada pasokan energi komersial. Oleh sebab itu, pertanian yang tangguh harus mampu menerapkan teknologi yang berwawasan tempat dan waktu, dengan keharusan dapat memanfaatkan secara efektif sumber-sumber energi dan bahan-bahan alamiah seperti sinar matahari, air hujan langsung, dan mineral-mineral tanah. Dengan kata lain, pertanian tangguh tidak lagi merupakan usaha sederhana yang dapat dilkasanakan semata-mata dengan cara-cara tradisional atau teknologi konvesional yang statis (sebagai ciri dari pertanian subsistem), tetapi harus berubah menjadi pertanian komersial yang bertumpu pada daya cipta dan pembaharuan yang tergabung di dalam masyarakat industri. Pertanian canggih ialah system pertanian yang bercorak industri dalam hal pengelolaannya, bersifat dinamik dengan memanfaatkan kemajuan menyeluruh dari ilmu dan teknologi, dan membentuk hubungan yang saling bergantung dengan industri. Oleh sebab itu, salah satu pertanian canggih ialah pertanian yang menggunakan teknologi canggih, yaitu teknologi produktif inovatif yang berwawasan tempat dan waktu sesuai dengan perkembangannya. Teknologi canggih pada hakikatnya adalah teknologi yang selalu berkembang, yaitu teknologi yang selalu dapat : 1. Mempertinggi produktifitasnya 2. Memperendah biaya produksinya
Universitas Sumatera Utara
3. Mengurangi atau meniadakan kerugian-kerugian yang ditimbulkan oleh berbagai gangguan alam (fisik maupun biologis) 4. Menyesuaikan diri dengan keadaan tenaga kerja 5. Meringankan pekerjaan-pekerjaan yang biasanya sukar di laksanakan (Mardikanto, 1994: 127).
I.5.5. Divusi Inovasi Termasuk dalam pengertian peran komunikasi secara luas dalam mengubah masyarakat melalui penyebarluasan ide-ide dan hal-hal yang baru adalah kegiatan yang dikenal dengan difusi-inovasi. Difusi merupakan suatu bentuk khusus komunikasi. Menurut Rogers dan Shoemaker (1971), studi difusi mengkaji pesanpesan yang berupa ide-ide ataupun gagasan-gagasan baru. Lalu karena pesan-pesan yang disampaikan itu merupakan hal-hal yang baru, maka dipihak penerima akan timbul suatu derajat resiko tertentu. Hal ini kemudian menyebabkan prilaku yang berbeda (karena adanya hal-hal baru tersebut) pada penerima pesan, dari pada kalau si penerima berhadapan dengan pesan-pesan biasa yang bukan inovasi. Berlangsunganya
suatu
perubahan
social,
diantaranya
disebabkan
diperkenalkannya ataupun dimasukkannya hal-hal, gagasan-gagasan, dan ide-ide yang baru. Hal-hal yang baru tersebut dikenal sebagai inovasi. Masuknya inovasi ke tengah suatu system social terutama karena terjadinya komunikasi antar anggota suatu masyarakat dengan masyarakat yang lain.Dengan demikian komunikasi merupakan faktor yang penting untuk terjadinya suatu perubahan sosial. Melaui saluran-saluran komunikasilah terjadi pengenalan, pemahaman, penilaian yang kelak akan menghasilkan penerimaan ataupun penolakan terhadap suatu inovasi.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Rogers dan Shoemaker (1971) dalam proses penyebarserapan inovasi terdapat unsur-unsur utama yang terdiri dari : 1. Suatu inovasi 2. Yang dikomunikasikan melalui saluran tertentu 3. Dalam suatu jangka waktu 4. Di antara para anggota suatu sistem sosial Segala sesuatu ide, cara-cara, ataupun objek yang dioperasikan oleh seseorang sebagai sesuatu yang baru, adalah inovasi. Baru di sini tidaklah semata-mata dalam ukuran waktu sejak ditentukannya atau pertama kali digunakannya inovasi tersebut. Yang penting, menurut kedua ahli tersebut adalah keberanian subjektif hal yang dimaksud itu merupakan inovasi. Havelock (1973) merumuskan inovasi sebagai segala perubahan yang dirasakan sebagai sesuatu yang baru oleh masyarakat yang mengalaminya (Nasution, 2004 : 125)
I.5.6. Agent Of Change (Agen Perubahan) Usaha-usaha pembangunan suatu masyarakat selalu ditandai oleh adanya sejumlah orang yang mempelopori, menggerakkan, dan menyebarluaskan proses perubahan tersebut, orang-orang itu dalam kepustakaan ilmu-ilmu sosial dikenal dengan sebutan Agent Of Change (Agen Perubahan). Siapakah sebenarnya mereka itu? Apakah motivasi yang menyebabkan mereka bersedia dan tertarik untuk mengemban tugas tersebut? Kopetensi apasaja yang dimiliki orang-orang tersebut sehingga mereka berhasil menjalankan tugasnya? Pertanyaan ini akan dijawab melalui beberapa kajian yang menjelaskan masalah agen perubahan dan tugas-tugasnya.
Universitas Sumatera Utara
Kualifikasi dasar agen perubahan menurut Duncan dan Zaltman merupakan tiga yang utama di antara sekian banyak kompetisi yang mereka miliki, yaitu : 1. Kualifikasi teknis, yakni kopetensi teknis dalam tugas spesifik dari proyek perubahan yang bersangkutan. 2. Kemampuan admisistratif, yaitu persyaratan administrative yang paling dasar dan elementer, yakni kemauan untuk mengolakasikan waktu untuk persoalanpersoalan yang relatif menjelimet (detailed). 3. Hubungan antarpribadi, suatu sifatyang paling penting adalah empathi, yaitu kemampuan seseorang untuk mengidentifikasikan diri dengan oranglain, berbagi akan
perspektif dan perasaan
mereka dengan
seakan-akan
mengalaminya sendiri (Nasution, 2004 : 128). Peran yang manifes dari agen peubahan dapat dilihat dalam tiga perspektif, yaitu sebagai penggerak, perantara, dan penyelesai (accomplisher). Sebagai penggerak, peranan agen perubahan meliputi fungsi-fungsi fasilitator, penganalisa, dan pengembang kepemimpinan. Hampir semua peranan yang manifes dari agen perubahan yang disebutkan di atas tadi mempunyai pasangan yang bersifat laten. Itu berarti selain fungsi-fungsi yang kelihatan secara nyata, agen perubahan juga memilki fungsi-fungsi yang laten, yaitu : Sebagai penngembang kepemimpinan, seorang agen perubahan secara laten dapat berperan selaku orang yang memobolisir atau orang yang membangkitkan kesadaran. Pemobilisasi melakukan kegaitannya dalam rangka stastus quo. Pemobilisasi berguna dalam menghadapi masyarakat yang stastus quodan dalam menghadapi suatu system yang menjadikan masyarakat hanyalah objek dalam mekanisme jurang kesadaran antara pemimpin dan masyarakat, membantu
Universitas Sumatera Utara
pengembangan masyarakat belajar mengajardan membangun nilai-nilai melalui hubungan-hubungan yang dipunyainya (Nasution, 2004 : 131). Menurut Rogers dan Shoemaker setidak-tidaknya ada tujuh tugas utama agen perubahan dalam melaksanakan difusi inovasi yaitu : 1. Menumbuhkan keinginan masyarakat untuk melekukan perubahan. 2. Membina suatu hubungan dalam rangka perubahan (change relationship). 3. Mendiagnosa permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. 4. Menciptakan keinginan perubahan di kalangan klien. 5. Menerjamahkan keinginan perubahan tersebut menjadi tindakan yang nyata. 6. Menjaga kstabilan perubahan dan mencegah terjadinya dropout. 7. Mencapai suatu terminal hubungan (Nasution, 2004 : 133).
I.5.7. Tingkat Penerimaan Informasi Penerimaan terhadap suatu informasidengan adanya inovasi baru oleh suatu masyarakat tidak terjadi secara serempak. Ada anggota masyarakat yang memang sejak lama telah meanti datangnya inovasi (karena sadar akan kebutuhannya). Ada anggota masyarakat yang melihat dulu kiri kanannya dan setelah yakin benar akan keuntungan-keuntungan tertentu yang bakal diperoleh, baru mau menerima inivasi dimaksud. Namun ada pula anggota masyarakat yang sampai akhir tetap tidak mau menerima suatu inovasi atau ide-ide baru (Nasution, 1990 : 17). Rogers dan Shoemaker (1971) mengelompokkan masyarakat penerima menjadi 5 lapisan : 1. Inovator. Yaitu mereka yang sudah pada dasarnya gandrung akan hal-hal baru, dan rajin melakukan percobaan-percobaan.
Universitas Sumatera Utara
2. Penerima dini (early adopter). Lapisan ini merupakan orang-orang yang berpengaruh, tempat teman-temannya bertanya dan mendapatkan keterangan, serta merupakan orang-orang yang lebih maju disbanding orang sekelilingnya. 3. Mayoritas dini (early mayority). Yaitu orang-orang yang menerima suatu inovasi selangkah lebih dahulu dari rata-rata kebanyakan orang lainnya. 4. Mayoritas belakangan (late mayority). Yakni orang-orang yang baru bersedia menerima suatu inovasi apabila menurut penilaiannya semua orang sekelilingnya salah menerima. 5. Laggards. Yaitu lapisan yang paling akhir dalam menerima suatu inovasi. Dalam penerimaan suatu informasi terhadap suatu inovasi, biasanya seseorang melalui sejumlah tahapan yang disebut tahap putusan inovasi, yaitu : 1. Tahap pengetahuan, tahap ini di mana seseorang sadar, tahu, bahwa ada sesuatu inovasi. 2. Tahap bujukan, tahap ketika seseorang sedang mempertimbangkan, atau sedang membentuk sikap terhadap inovasi yang telah diketahuinya tadi,apakah ia menyukainya atau tidak. 3. Tahap putusan, tahap di mana seseorang membuat putusan apakah menerima atau menolak inovasi yang dimaksud. 4. Tahap implementasi, tahap seseorang melaksanakan keputusan yang telah dibuatnya menganai suatu inovasi. 5. Tahap pemastian, tahap seeorang memastikan atau mengkomfirmasikan putusan yang telah diambilnya (Nasution, 2004 : 127).
Universitas Sumatera Utara
1.5.8. Komunikasi Persuasi Persuasi merupakan bagian dari kehidupan kita setiap hari, maka usaha memahami dan menguasai persuasi baik teoritis maupun praktis agaknya merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditunda. Defenisi persuasi menurut : 1. Ronald L. Applbaum dan Karl W.E. Anatol Persuasi adalah proses komunikasi yang kompleks ketika individu atau kelompok mengungkapkan pesan (sengaja atau tidak sengaja) melalui cara verbal dan nonverbal untuk memeperoleh respons tertentu dari individu atau kelompok lain. 2. Winston Bremberk dan William Howell Mendefenisiskan persussi sebagai usaha sadar untuk mengubah pikiran dan tindakan dengan memanipulasikan motif-motif orang ke arah tujuan yang sudah ditetapkan. Dari beberapa defenisi yang dikutip di atas, tampaknya terdapat dua orientasi paradigmatis yang cukup menonjol diamati : a. Ada rumusan-rumusan persuasi yang menitikberatkan pada orientasi sumber atau persuader. Orientasi paradigmatis ini memandang proses persuasi sebagai sesuatu yang linier dan satu arah. Kecenderungan orientasi ini melihat khalayak yang dipersuasi (Persuadee) sebagai benda yang tak berdaya, atau pasif, yang siap menerima manipulasi peran dari pada pembujuk, tanpa melibatkan konteks, dinamika, dan umpan balik penerima pesan. b.
Cenderung melihat persuasi sebagai hasil dinamika aktif dari sumber pesan dan penerima pesan. Komunikasi tidak dipandang sebagai pesan dan penerima pesan. Komunikasi tidak dipandang sebagai sesuatu yang linier, tetapi bersifat circular, yang sangat memperhatikan umpan
Universitas Sumatera Utara
balik, konteks, dan aktivitas si penerima pesan. Antara pemberi pesan dan penerima pesan terjadi proses saling memepengaruhi melalui interaksi dan interellasi antarsesama (Irianta, 1994 : V-VI).
I.6. Kerangka Konsep Kerangka sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil yang dicapai dan dapat mengantar penelitian pada rumusan hipotesa (Nawawi, 1995 : 33). Konsep adalah penggambara secara tepat fenomena yang hendak diteliti, yaksi istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang menjadi perhatian ilmu sosial. Dengan demikian, kerangka konsep adalah hasil pemikiran yang rasional dalam menguraikan rumusan hipotesa, yang sebenarnya merupakan jawaban sementara dari masalah yang diuji kebenarannya. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalisasikan dengan mengubahnya menjadi variabel. Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Variabel bebas (X) Variabel bebas merupakan segala factor atau unsur yang menetukan atau mempengaruhi munculnya variabel kedua yang disebut variabel terikat. Tanpa variabel ini maka variabel berubah, sebagai akan muncul variabel terikat yang berbeda atau yang lain sama sekali tidak muncul (Nawawi, 1995 : 57). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah “Komunikasi Penyuluhan.”
Universitas Sumatera Utara
b. Variabel Terikat (Y) Variabel terikat merupakan sejumlah gejala ataupun faktor maupun unsur yang ada ataupun mincul, dipengaruhi, atau ditentukan oleh adanya variabel bebas (Nawawi, 1995 : 57). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah “Tingkat Penerimaan Informasi Teknologi Pertanian.” c. Variabel Antara (Z) Variabel antara merupakan variabel diantara variabel bebas dan variabel terikat. Berfungsi sebagai penguat atau pelemah hubungan antara variabel bebas da terikat. Variabel antara dalam penelitian ini adalah “Karateristik Responden.”
I.7. Model Teoritis Variabel-variabel yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep dibentuk menjadi suatu model teoritis sebagai berikut :
Variabel Bebas (X)
Variabel Terikat (Y)
Komunikasi Penyuluhan
Tingkat Penerimaan Informasi Teknologi Pertanian
Variabel Antara (Z) Karakteristik Responden
Gambar 1.7.1 Model Teoritis
Universitas Sumatera Utara
I.8. Variabel Operasional Berdasarkan kerangka konsep di atas, maka dibuat operasionalisasi variabel yang berfungsi membentuk kesamaan dan kesesuaian dalam penelitian, yaitu sebagai berikut : Variabel Teoritis 1. Variabel Bebas (X) Komunikasi Penyuluhan
Variabel Operasional a. Frekuensi Berkomunikasi b. Metode Penyajian Pesan c. Jenis Pesan d. Media Yang Digunakan e. Waktu Tepat Dalam Berkomunikasi f. Suasana
2. Variabel Teriakat (Y)
a. Tahap Pengetahuan
Tingkat Peneriamaan Informasi b. Tahap Bujukan Teknologi Pertanian
c. Tahap Putusan d. Tahap Implementasi e. Tahap Pemastian
3. Variabel Antara (Z) Karakteristik Responden
a. Usia b. Pendidikan c. Jenis Kelamin
Universitas Sumatera Utara
I.9. Defenisi Operasional Defenisi
operasional
merupakan
unsur
penelitian
untuk
mengetahui
bagaimana caranya mengukur suatu variable dengan kata lain, defenisi operasional adalah suatu informasi alamiah yang sangat membantu peneliti lain yang akan menggunakan variable yang sama. (Singarimbun, 1995 : 46). Adapun defenisi operasional variable-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Variabel Bebas (Komunikasi Penyuluhan) a. Frekuensi Berkomunikasi Komunikasi penyuliuhan rutin dilakukan di kecamatan Tanjung Pura kabupaten Langkat b. Metode Penyajian Pesan Beberapa metode atau cara yang digunakan dalam berkomunikasi kepada masyarakat yang berdomisili di kecamatan Tanjung Pura kabupaten Langkat. c. Jenis Pesan Inti pesan yang disampaikan oleh penyuluh. d. Waktu Yang Tepat Dalam Berkomunikasi Memilih jam-jam yang tepat didalam berkomunikasi agar audiens tidak bosan untuk mengikuti penyuluhan tersebut e. Suasana Komunikasi penyuluhan akan dilakukan di lapangan atau di dalam ruangan agar kesannya non formal atau formal. f. Media yang digunakan Dalam melaksanakan penyuluhan seorang penyuluh harun mempunyai sarana untuk menyampaikan pesan agar kampanya tersebut berjalan dengan lancar.
Universitas Sumatera Utara
2. Variabel Terikat (Tingkat Penerimaan Informasi Teknologi Pertanian) a. Tahap pengetahuan, tahap ini di mana seseoarang sadar, tahu, bahwa, ada sesuatu inovasi. b. Tahap bujukan, tahap ketika seseorang sedang mempertimbangkan, atau sedan memebentuk sikap terhadap inovasi yang telah diketahuinya tadi, apakah ia menyukai atau tidak c. Tahap putusan, Tahap di mana sesesorang membuat putusan apakah menerima atau menolak inovasi yang dimaksud. d. Tahap implementasi, tahap seseorang melaksanakan keputusan yang telah dibuatnya mengenai suatu inovasi. e. Tahap Pemastian, tahap seseorang memastikan atau mengkomfirmasikan putusan yang telah diambilnya.
3. Variabel Antara (Karakteristik Responden) a. Usia, yaitu usia dari petani yang bertempat tinggal di kicamatan Tanjung Pura kabupaten Langkat. b. Jenis kelamin, yaitu jenis kelamin pria dan wanita yang akan dijadikan responden. c. Pendidikan, yaitu pendidikan terakhir responden.
I.10. Hipotesa Secara etimologis hipotesis dibentuk dari dua kata, yaitu hypo dan thesis. Hypo berarti kurang dan thesis berarti pendapat. Jadi hipotesis merupakan kesimpulan yang belum sempurna, sehingga perlu disempurnakan dengan membuktikan kebenaran hipotesisi itu dengan menguji hipotesis dengan dara di lapangan
Universitas Sumatera Utara
(Bungin, 2001 : 90) Hipotesis adalah suatu pernyataan sementara mengenai sesuatu, yang keandalannya biasanya tidak diketahui. Dengan hipotesis, penelitian menjadi tidak mengembang, karena dibimbing oleh hipotesis tersebut. Hipotesis dalam penelitian ini adalah : Ho : Tidak terdapat pengaruh antara komunikasi penyuluhan dengan tingkat penerimaan informasi teknologi pertanian. Ha : Terdapat pengaruh antara komunikasi penyuluhan dengan tingkat penerimaan informasi teknologi pertanian.
Universitas Sumatera Utara