BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Teror dan terorisme adalah dua kata yang hampir sejenis yang dalam satu dekade ini menjadi sangat populer, atau tepatnya sejak peristiwa runtuhnya WTC (World Trade Center) tanggal 9 September 2001 yang lalu. Jika kita memasukan kata terorisme pada mesin pencari di internet, maka kita akan mendapati ribuan bahkan jutaan hasilnya, dengan segala latar belakang, pembelaan, tuduhan, perkembangan, dan lain-lainnya. Yang ironisnya, selalu saja menjadi kata sifat dan keterangan dari sebuah agama bernama Islam. Kata teror berasal dari bahasa latin yaitu terrere. Namun di masa Revolusi Perancis, kata teror sendiri juga dikenal dengan sebutan “Le terreur” yang berasal dari bahasa Perancis. Kata tersebut semula hanya dipergunakan untuk menyebut tindakan pemerintah hasil Revolusi Perancis yang mempergunakan kekerasan secara brutal dan berlebihan dengan cara memenggal 40.000 orang yang dituduh melakukan kegiatan anti pemerintah. Selanjutnya kata terorisme dipergunakan untuk menyebut gerakan kekerasan anti pemerintah di Rusia. Maka secara tak langsung kata terorisme sejak awal dipergunakan untuk menyebut tindakan kekerasan oleh pemerintah maupun kegiatan yang anti pemerintah. Terorisme berkembang sejak berabad lampau. Asalnya, terorisme hanya berupa kejahatan murni seperti pembunuhan dan ancaman yang bertujuan untuk mencapai tujuan tertentu. Perkembangannya bermula dalam bentuk fanatisme aliran kepercayaan yang kemudian berubah menjadi pembunuhan, baik yang dilakukan secara perorangan maupun oleh suatu kelompok terhadap penguasa yang dianggap sebagai pelakunya. Pembunuhan terhadap individu ini sudah dapat dikatakan sebagai bentuk murni dari terorisme.
Universitas Sumatera Utara
Sebagai bagian dari fenomena sosial, terorisme jelas berkembang seiring dengan perkembangan peradaban manusia. Cara-cara yang digunakan untuk melakukan kekerasan dan ketakutan juga semakin canggih seiring dengan kemajuan teknologi modern. Proses globalisasi dan budaya massa menjadi lahan subur perkembangan terorisme. Kemudahan menciptakan ketakutan dengan teknologi tinggi dan liputan media yang luas membuat jaringan dan tindakan teror semakin mudah mencapai tujuan. Saat ini, motif terorisme lebih sering dikaitkan dengan dimensi moral yang luas seperti nilai, ideologi, agama, ketidakadilan tatanan dan struktur sosial. Namun tidak dipungkiri, bahwa sekarang ini, Islam diidentifikasikan sedemikian rupa sebagai agama yang mengusung terorisme. Perkembangan Islam, baik secara institusi atau pun individualnya, telah mengkhawatirkan dunia internasional sedemikian rupa tanpa alasan yang jelas sama sekali. Stigma Islam yang melahirkan kekerasan terus dimunculkan setiap hari di berbagai belahan dunia. Hingga umat pun perlahan-lahan mulai percaya bahwa Islam mengusung kekerasan seperti itu, padahal tak sedikitpun agama islam menganjurkan kekerasan. Dalam berperang, Islam telah mengajarkan syarat dan ketentuan seperti tidak sembarangan boleh membunuh, tidak boleh merusak pepohonan, tidak boleh berlebihan, dan sebagainya. Beberapa bulan terakhir, ditengah berkecamuknya suasana politik negeri ini terkait dengan kasus bail-out bank century, kita kembali disuguhi berita perburuan teroris di Pamulang dan Aceh. Dimana teroris di Aceh sekarang ini telah menjadi perbincangan hangat. Di media massa seperti koran, televisi dan lain-lain memuat berita tersebut. Teroris di Aceh ini diduga kuat adalah jaringan Al Qaeda. Seperti yang di katakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono seakan ingin memastikan, keberadaan pemimpin teroris di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam bukanlah asli orang Aceh. Presiden juga merasa yakin, apa yang terjadi di Aceh diindikasikan ada unsur terorisnya.
Universitas Sumatera Utara
Padahal belum lepas dari ingatan kita, berita terorisme terkait dengan kejadian bom di Hotel Ritz Carlton dan JW Marriott pada tanggal 17 Juli 2009 yang lalu tidak hanya membuat sibuk pengamat sosial, politik, keamanan dan budaya tetapi juga para insan olahraga karena tim kesayangannya, klub sepakbola kelas dunia MU (Manchester United) gagal ‘merumput’ di Gelora Bung Karno. Sejak kejadian WTC 9 September itu, dunia pun mulai menyatakan perang terhadap teroris, Say No to Teroris. Slogan-slogan tersebut terus dijejalkan pada masyarakat dan tak lama kemudian dimulailah ‘operasi pembersihan’ di negara-negara yang dituduh sebagai ‘pabrik’ teroris, seperti Irak dan Afganistan (yang mana keduanya merupakan negara muslim). Meskipun pada perkembangan selanjutnya, banyak para ahli yang mulai curiga bahwa ada yang salah dalam cerita tragedi kemanusiaan itu namun masih lebih banyak yang tidak mau mencermati sejarah sehingga dengan mudah mereka menggunakan istilah teroris dan mengaitkannya dengan gerakan Islam radikal, militan, fundamentalis, atau garis keras seperti halnya yang digembar-gemborkan pihak Barat. Hal ini membuat banyak kalangan kebingungan siapa sebenarnya yang teroris itu. Penelitian ini tentu tidaklah cukup refresentatif untuk menjawab pertanyaan itu. Tapi paling tidak bisa memberikan sedikit gambaran bahwa terorisme pada dasarnya adalah sebuah ideologi komunitas tertentu yang melakukan aksi bom bunuh diri sebagai sarana untuk menyampaikan pesan anti Amerika dengan mengatasnamakan agama. Hal ini tentunya menodai citra Islam sebagai agama yang mengajarkan keselamatan dan kedamaian, agama yang rahmatan lil alamiin yang semua aspek ajarannya jika dipahami dan diaplikasikan secara integral dalam kehidupan sehari-hari akan melahirkan pribadi yang mulia, secara pribadi maupun sosial. Karena Islam tidak mengenal konsep jihad dengan makna membunuh ketika berada dalam situasi damai dan ketentraman. Jihad itu maknanya adalah berjuang dalam dimensi
Universitas Sumatera Utara
yang luas, yakni bisa bermakna memperbaiki nasib rakyat, bersedekah, mendirikan sarana pendidikan, mengayomi masyarakat dan berbagai kebajikan lainnya. Kalau kemudian jihad diartikan hanya berperang, itu sudah keliru dan akan melahirkan kekeliruan selanjutnya. Pertanyaan yang juga sering muncul adalah mengapa pelaku bom bunuh diri tersebut yang sering disebut teroris, notabene adalah seorang muslim yang baik, shaleh, rajin shalat, taat menjalankan perintah agama, tidak pernah berbuat onar di masyarakat dan menguasai berbagai pengetahuan termasuk ilmu agama. Untuk menilai kepribadian seseorang tidak hanya bisa dilihat dari satu faktor saja. Sangat kompleks permasalahannya karena manusia adalah mahluk yang dinamis. Bisa jadi ketaatan beragamanya yang perlu dipertanyakan karena secara umum masyarakat Indonesia hanya taat dalam hal ritual saja tanpa penghayatan makna yang mendalam dibalik semua ajaran agama yang dilakukannya. Dan banyak juga ini terjadi karena pengaruh lingkungan dan pergaulan. Terlebih jika dikaitkan dengan kecenderungan usia remaja (13 - 18 tahun) dimana keterikatan terhadap kelompok pergaulan lebih dominan ketimbang terhadap keluarga. Oleh karena itu, untuk mengetahui bagaimana kepribadian para teroris itu terbentuk perlu adanya pendekatan khusus. Masyarakat dan pemerintah harus melakukan kajian psikologis dan psikoanalisa jika ada pelaku-pelaku yang tertangkap. Dan sebagai antisipasi, perlu adanya konseling dan pendidikan yang lebih baik lagi bagi keluarga-keluarga teroris yang mempunyai potensi menjadi teroris juga. Bentengi diri dan keluarga kita dengan memupuk dan mengembangkan nilai-nilai keagamaan dalam keluarga sebagai lingkungan terdekat yang membentuk dan mempengaruhi pribadi dan budi pekerti seseorang. Dan tak kalah penting adalah selektif dalam memilih teman atau lingkungan. Berita-berita mengenai terorisme yang pernah ditayangkan oleh TV One pun, tentu akan mendapatkan tanggapan yang beragam dari penontonnya. Informasi yang tersaji dalam bentuk gambar dan ilustrasi dapat merangsang penonton TV One untuk memberikan
Universitas Sumatera Utara
tanggapan maupun sikap terhadap berita tersebut. Dengan adanya penonton yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda seperti usia, jenis kelamin maupun tingkat pendidikan, memunculkan ketertarikan peneliti untuk melihat fenomena yang terjadi akibat berita terorisme tersebut. TV One yang dipilih oleh peneliti sebagai perwakilan media televisi yang menayangkan berita terorisme dianggap sebagai saluran media televisi yang mampu memenuhi kebutuhan informasi akan suatu berita yang terdepan dalam mengabarkannya. Dalam penyajian berita, TV One dapat menayangkannya secara langsung dari tempat kejadian perkara dimana pun dan kapan pun kejadian tersebut berlangsung. Lokasi penelitian yang peneliti anggap mampu meneliti permasalahan yang ingin diteliti adalah SMA Al-azhar Medan. Penelitian lokasi ini berdasarkan kesesuaian dengan judul yang peneliti angkat. Dimana peneliti ingin mengetahui akan sikap remaja muslim pada sekolah menengah umum yang ada di kota Medan. SMA Al-azhar merupakan salah satu sekolah menengah umum yang tidak hanya diutamakan menguasai ilmu dan teknologi tapi yang paling utama harus dibekali akhlak dan taqwa. Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh berita terorisme di TV One terhadap sikap remaja muslim di SMA Al-Azhar Medan.
I.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut : “Sejauhmanakah berita terorisme di TV One mempengaruhi sikap remaja muslim di SMA Al-Azhar Medan”
Universitas Sumatera Utara
I.3. Pembatasan Masalah Untuk lebih memperjelas dan menghindari ruang lingkup yang terlalu luas, maka perlu dibuat pembatasan masalah.
Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Penelitian mengenai berita terorisme hanya dibatasi pada lembaga penyiaran swasta TV One, karena lembaga penyiaran televisi swasta ini cukup representatif di dalam menyajikan berita-berita mengenai permasalahan terorisme. 2. Objek penelitian yang dipilih adalah siswa SMA Al-azhar Medan, dengan alasan lokasi penelitian dengan tempat tinggal penulis secara geografis cukup ideal sehingga penelitian ini dapat dilakukan. 3. Unit analisis penelitian ditetapkan siswa/siswi kelas 1 dan 2 di SMA Al-azhar Medan tahun ajaran 2009/2010. 4. Penelitian ini layak dilakukan dan dapat diselesaikan tepat pada waktunya dengan alasan ketersediaan dana, dukungan data yang memadai atau mencukupi.
I.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian I.4.1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mencari hubungan pengaruh antara berita terorisme di TV One terhadap sikap remaja muslim di SMA Al-Azhar Medan. 2. Untuk mengetahui sikap remaja muslim di SMA Al-Azhar Medan terhadap pemberitaan terorisme di TV One. 3. Untuk mengetahui tanggapan remaja muslim di SMA Al-Azhar Medan setelah menonton berita terorisme di TV One. Universitas Sumatera Utara
I.4.2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah : a. Secara Akademis, penelitian ini dapat disumbangkan kepada FISIP USU khususnya jurusan ilmu komunikasi dalam rangka memperkaya khasanah penelitian dan sumber bacaan. b. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian khususnya di bidang komunikasi massa. c. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak-pihak yang ingin melakukan penelitian sejenis.
I.5. Kerangka Teori Untuk memecahkan suatu masalah dengan jelas dan sisitematis, dibutuhkan teori-teori sebagai landasan dan kerangka berpikir. Teori berguna sebagai pendukung pemecahan masalah. Menurut Kerlinger (dalam Rakhmat, 2007:6), teori adalah himpunan konstruk (konsep), definisi dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi diantara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut. Adapun teori yang dianggap relevan dalam penelitian ini adalah pengertian berita, nilai berita, syarat berita, televisi sebagai media penyiaran, terorisme, teori S-O-R dan sikap.
I.5.1. Pengertian Berita Berita adalah informasi baru atau informasi mengenai sesuatu yang sedang terjadi, disajikan dalam bentuk cetak, siaran, internet, atau dari mulut ke mulut kepada orang ketiga atau orang banyak. Laporan berita merupakan tugas profesi wartawan, saat berita dilaporkan Universitas Sumatera Utara
oleh wartawan laporan tersebut maka akan menjadi fakta/ide terkini yang dipilih secara sengaja oleh redaksi pemberitaan atau media untuk disiarkan dengan anggapan bahwa berita yang terpilih dapat menarik khalayak banyak karena mengandung unsur-unsur berita. Stasiun televisi biasanya memiliki acara berita atau menayangkan berita sepanjang waktu. Kebutuhan akan berita ada dalam masyarakat, baik yang melek huruf maupun yang buta huruf (http://id.wikipedia.org/wiki/Berita). Banyak orang mendefinisikan berita sesuai dengan sudut pandangnya masing-masing. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa belum ada definisi berita secara universal. Untuk memperkuat penyajian atas peristiwa apa yang sedang kita pantau dan bagaimana menyajikannya, reporter pencari berita harus mempunyai definisi sendiri mengenai lingkup pekerjaannya. Dalam buku Here’s the News yang dihimpun oleh Paul De Maeseneer, berita didefinisikan sebagai informasi baru tentang kejadian yang baru, penting, dan bermakna (significant), yang berpengaruh pada para pendengarnya serta relevan dan layak dinikmati oleh mereka. Defenisi berita tersebut mengandung unsur-unsur yang : a. baru dan penting, b. bermakna dan berpengaruh,
c. menyangkut hidup orang banyak, d. relevan dan menarik. I.5.2. Nilai Berita Nilai berita (news value) merupakan acuan yang dapat digunakan oleh para jurnalis, yakni para reporter dan editor, untuk memutuskan fakta yang pantas dijadikan berita dan memilih mana yang lebih baik. Kriteria mengenai nilai berita merupakan patokan berarti bagi reporter. Dengan kriteria tersebut, seorang reporter dapat dengan mudah mendeteksi mana
Universitas Sumatera Utara
peristiwa yang harus diliput dan dilaporkan, dan mana peristiwa yang tak perlu diliput dan harus dilupakan. Ada sejumlah faktor yang membuat sebuah kejadian memiliki nilai berita, di antaranya adalah : 1. Keluarbiasaan (unusualness) 2. Kebaruan (newness) 3. Akibat (impact) 4. Aktual (timeliness) 5. Kedekatan (proximity) 6. Informasi (information) 7. Konflik (conflict) 8. Orang Penting (prominence) 9. Ketertarikan Manusiawi (human interest) 10. Kejutan (surprising) 11. Seks (sex)
I.5.3. Syarat Berita Wartawan atau reporter tugasnya sama, mencari informasi yang menarik dan akhirnya dapat ditulis menjadi sebuah berita. Tidak mungkin bagus tulisan seorang wartawan atau sebuah reportase yang disampaikan reporter bila dia tidak mengerti sama sekali tentang persoalan yang diinformasikannya. Ada beberapa prinsip dasar yang harus diketahui oleh wartawan atau reporter dalam menulis berita, salah satunya adalah syarat berita. Dapat diketahui bahwa syarat berita harus : a. Fakta b. Obyektif
Universitas Sumatera Utara
c. Berimbang d. Lengkap e. Akurat I.5.4. Televisi Sebagai Media Penyiaran Pada tahun 1952, muncul gagasan untuk mendirikan stasiun televisi di Indonesia. Meskipun jumlah pesawat televisi saat itu masih belum banyak namun sepuluh tahun kemudian yaitu pada tahun 1962 berhasil didirikannya Televisi Republik Indonesia (TVRI). Ada tiga pemikiran yang menjadi dasar berdirinya TVRI. Pertama, secara politis akan menguntungkan pemerintah dalam hal kampanye pemilu. Kedua, dapat membentuk rasa persatuan bangsa Indonesia. Ketiga, bangsa Indonesia akan mendapatkan prestise sebagai bangsa yang modern dengan adanya stasiun televisi. Kemudian pemerintahan orde lama pun berakhir dan digantikan oleh pemerintahan orde baru. Pada pemerintahan ini TVRI memiliki tiga tujuan utama yaitu memajukan kesatuan dan persatuan nasional, memajukan stabilitas nasional dan memajukan stabilitas politik. Dan pada akhir tahun 1980-an, masyarakat mulai jenuh terhadap tayangan TVRI. Hal ini ditangkap oleh beberapa pengusaha yang kemudian mendirikan beberapa stasiun televisi swasta. Media penyiaran sebagai salah satu bentuk media massa memiliki ciri dan sifat yang berbeda dengan media massa lainnya, bahkan di antara sesama media penyiaran, misalnya antara radio dan televisi, terdapat berbagai perbedaan sifat. Media massa televisi meskipun sama dengan radio dan film sebagai media massa elektronik, tetapi mempunyai ciri dan sifat yang berbeda, terlebih lagi dengan media massa cetak seperti surat kabar dan majalah. Media cetak dapat dibaca kapan saja tetapi televisi hanya dapat dilihat sekilas dan tidak dapat diulang.
Universitas Sumatera Utara
Televisi dapat dikelompokkan sebagai media yang menguasai ruang tetapi tidak menguasai waktu, sedangkan media cetak menguasai waktu tetapi tidak menguasai ruang. Artinya, siaran dari suatu media televisi dapat diterima dimana saja dalam jangkauan pancarannya (menguasai ruang) tetapi siarannya tidak dapat dilihat kembali (tidak menguasai waktu). Siaran televisi sesuai dengan sifatnya yang dapat diikuti secara audio dan visual (suara dan gambar) secara bersamaan oleh semua lapisan masyarakat, maka siaran televisi tidak dapat memuaskan semua lapisan masyarakat. Siaran televisi dapat membuat kagum dan memukau sebagian penontonnya, tetapi sebaliknya siaran televisi dapat membuat jengkel dan rasa tidak puas bagi penonton lainnya. Suatu program mungkin disukai oleh kelompok masyarakat terdidik, namun program itu akan ditinggalkan oeh sekelompok masyarakat lainnya. I.5.5. Terorisme Terorisme pada dasarnya merupakan suatu gejala kekerasan yang berkembang sejalan dengan peradaban manusia itu sendiri. Terorisme sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan, ditengarai telah ada sejak zaman Yunani Kuno, Romawi Kuno, dan pada abad pertengahan. Terorisme secara klasik diartikan sebagai kekerasan atau ancaman kekerasan yang dilakukan untuk menciptakan rasa takut dalam masyarakat. Kata teror berasal dari bahasa latin yaitu terrere yang kurang lebih diartikan sebagai kegiatan atau tindakan yang dapat membuat pihak lain ketakutan. Di masa Revolusi Perancis, sekitar tahun 1794 kata teror juga dikenal sebagai kata Le Terreur. Yang pada awalnya kata tersebut dipergunakan untuk menyebut tindak kekerasan yang dilakukan rezim hasil Revolusi Perancis terhadap para pembangkang yang diposisikan sebagai musuh negara. Teror yang dikembangkan oleh pemerintahan pasca Revolusi Perancis adalah dengan cara menghukum
Universitas Sumatera Utara
mati para pegiat anti-pemerintah, dengan memenggal kepala korban di bawah tiang penggal guillotin. Sejak itulah kata teror masuk dalam khasanah bahasa-bahasa di Eropa. Definisi terorisme sendiri sampai saat ini masih menimbulkan silang pendapat. Kompleksitas masalah yang terkait dengan tindakan terorisme, mengakibatkan pengertian terorisme itu sendiri masih diinterpretasikan dan dipahami secara berbeda-beda.
I.5.6. Teori S-O-R Pada awalnya model ini dikenal sebagai model Stimulus – Respon, akan tetapi kemudian De Fleur menambahkan organisme dalam bagiannya hingga menjadi model S-O-R (Stimulus-Organisme-Respon). Teori ini dilandasi oleh suatu tanggapan bahwa organisme menghasilkan perilaku tertentu jika ada kondisi stimulus tertentu pula. Efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Elemen-elemen utama dari teori ini adalah : a. Pesan (Stimulus) b. Penerima (Organisme) c. Efek (Respon) Model ini dirumuskan sebagai berikut :
Stimulus
Organisme : -
Perhatian Pengertian Penerimaan
Respon
Universitas Sumatera Utara
Dapat dilihat pada gambar diatas bahwa respon ataupun perubahan sikap bergantung pada proses terhadap individu. Stimulus yang merupakan pesan yang disampaikan kepada organisme dapat berdampak diterima atau ditolak. Komunikasi yang terjadi dapat berjalan apabila organisme memberikan perhatian terhadap stimulus yang disampaikan kepadanya, sampai pada proses organisme tersebut memikirkannya hingga timbul pengertian dan penerimaan atau mungkin sebaliknya.
I.5.7 Sikap Sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tertentu. Sikap senantiasa diarahkan kepada sesuatu, artinya tidak ada sikap tanpa objek. Sikap diarahkan kepada benda-benda, orang, peristiwa, pemandangan, lembaga, norma dan lain-lain. Manusia tidak dilahirkan dengan sikap tertentu. Sikap dibentuk sepanjang perkembangannya. Peranan sikap di dalam kehidupan manusia sangat besar sebab jika sudah terbentuk pada manusia ia akan turut menentukan cara manusia bertingkah laku terhadap objek-objek sikapnya. Sikap individual dimiliki oleh seseorang, bukan pada sekelompok orang. Interpretasi ini melahirkan pendirian/sikap (attitude) seseorang yaitu apa yang sebenarnya dirasakan oleh seseorang. Sikap juga merupakan opini yang masih tersembunyi di dalam hati seseorang. Sikap mempunyai tiga komponen pembentuk yang secara sederhana dikenal sebagai A (Affect ; perasaan/emosi) – B (behavior ; perilaku) – C (Cognition ; pengertian/keyakinan).
Universitas Sumatera Utara
I.6. Kerangka Konsep Berdasarkan kerangka teori yang mendasari penelitian ini, selanjutnya disusun oleh suatu kerangka konsep yang didalamnya terdapat variabel-variabel dan indikator yang tujuannya menjelaskan masalah penelitian. Dalam penelitian ini terdapat beberapa variabel yang akan diteliti, yaitu : 1. Variabel Bebas (X), merupakan variabel yang mempengaruhi variabel lain. - Variabel bebas dalam penelitian ini adalah berita terorisme di TV One 2. Variabel Terikat (Y), merupakan variabel yang memberikan reaksi/respon jika dihubungkan dengan variabel bebas. - Variabel terikat dalam penelitian ini adalah sikap remaja muslim
I.7. Model Teoritis
Variabel X
Variabel Y
Berita terorisme di TV One
Sikap Remaja Muslim
Gambar 1. Model Teoritis
I.8. Operasionalisasi Variabel Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang ada diatas, maka dibuat operasional variabel untuk membentuk kesamaan dan kesesuaian dalam penelitian, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Variabel Operasional Variabel Teori
Variabel Operasional - Bentuk penyajian
Variabel Bebas (X) Berita terorisme di TV One
- Gaya bahasa - Kejelasan isi berita - Frekuensi penayangan - Narasumber - Presenter - Wawancara
Karakteristik Responden
- Usia - Jenis Kelamin
Komponen Sikap : • Komponen kognitif - Perhatian - Kepedulian - Pengetahuan - Keyakinan Variabel Terikat (Y) Sikap Remaja Muslim
• Komponen afektif - Sikap suka atau tidak terhadap berita terorisme - Mendukung atau tidak mendukung berita terorisme • Komponen behavior - Takut atau tidak takut terhadap terorisme
Universitas Sumatera Utara
I.9. Definisi Operasional Adapun definisi dari variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Variabel Bebas (X), yaitu Berita Terorisme di TV One - Bentuk penyajian adalah tata cara dan letak berita yang disajikan, apakah selalu sebagai headline news atau tidak. - Gaya bahasa adalah di dalam pemberitaan, media massa menggunakan gaya bahasa yang bagaimana sehingga mampu membuat masyarakat memberikan respon, baik verbal maupun non verbal. - Kejelasan isi berita adalah penggunaan kata-kata dalam berita tersebut apakah sangat jelas, sedikit rancu, atau tidak dapat dipahami responden. - Frekuensi penayangan adalah kuantitas berita tersebut muncul di televisi. - Narasumber adalah orang yang terkait dengan rangkaian fakta yang akan diberitakan, yang dimintai keterangan dan pernyataannya oleh seorang wartawan maupun reporter. - Presenter adalah pembaca berita yang harus memiliki keahlian public speaking agar bisa menarik perhatian pemirsa. - Wawancara adalah wawancara yang dilakukan di tempat peristiwa. Biasanya dilakukan dengan pihak-pihak terkait, bisa dari pihak pemerintah yang berwenang maupun masyarakat setempat. 2. Variabel Terikat (Y), yaitu Sikap Remaja Muslim • Komponen kognitif, meliputi : - Perhatian adalah perhatian responden terhadap berita terorisme di TV One. - Kepedulian adalah kepedulian responden terhadap berita terorisme di TV One. - Pengetahuan adalah wawasan responden setelah menonton berita terorisme di TV One.
Universitas Sumatera Utara
- Keyakinan adalah tingkat kepercayaan responden terhadap berita terorisme di TV One. • Komponen afektif, meliputi : - Sikap suka atau tidak terhadap berita terorisme di TV One. - Mendukung atau tidak mendukung berita terorisme di TV One. • Komponen behavior, meliputi : - Takut atau tidak takut terhadap terorisme setelah menonton dan memahami berita terorisme di TV One. 3. Karakteristik Responden - Usia adalah tingkat kedewasaan seseorang yang menonton berita di TV One. - Jenis kelamin adalah penonton remaja pria atau remaja perempuan.
I.10. Hipotesis Hipotesis adalah pernyataan yang merupakan dugaan atau terkaan tentang apa saja yang kita amati dalam usaha untuk memahaminya yang mungkin benar dan mungkin salah. Berdasarkan konsep dan teori sebagaimana yang telah peneliti kemukan diatas maka peneliti akan coba mengemukakan hipotesis penelitian, yakni : Ho :
tidak terdapat hubungan antara berita terorisme di TV One terhadap sikap remaja muslim di SMA AL-Azhar Medan.
Ha :
terdapat hubungan antara berita terorisme di TV One terhadap sikap remaja muslim di SMA Al-Azhar Medan.
Universitas Sumatera Utara