1 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pekerjaan dan keluarga adalah dua unsur yang paling penting dalam kehidupan individu. Pemenuhan tanggung jawab antara pekerjaan dan keluarga membutuhkan sebagian besar waktu dan tenaga dari seorang individu. Dalam menyeimbangkan peran ganda antara pekerjaan dan keluarga sering kali meningkatkan terjadinya konflik interpersonal dan intrapersonal antar individu, yang selanjutnya dapat mengakibatkan work-family conflict atau konflik pekerjaan-keluarga. Konflik pekerjaan-keluarga merupakan bentuk konflik antar peran dimana tuntutan dari satu domain (pekerjaan atau keluarga) tidak sesuai dengan tuntutan peran yang berasal dari domain lain (keluarga atau pekerjaan) (Greenhaus & Beutell, 1985). Konflik pekerjaankeluarga ini bersifat dua arah, yaitu konflik yang kemungkinan muncul dari domain pekerjaan (work-to-family conflict) dan konflik yang dapat muncul dari domain keluarga (family-to-work conflict) (Greenhaus & Beutell, 1985). Pentingnya sebuah keluarga dan pekerjaan bagi kehidupan pribadi seseorang
sering
ketidaksesuaian
kali
menimbulkan
sebuah
diantara
keduanya.
Beberapa
konsekuensi hasil
dari
jika
ada
penelitian
menunjukkan bahwa konflik pekerjaan-keluarga sering kali menimbulkan dampak negatif bagi karyawan dan merugikan organisasi. Misalnya hasil penelitian oleh Netemeyer, Boles, & McMurrian (1996) dan Eby, Casper, Lockwood, Bordeaux, & Brinley (2005) yang menyebutkan bahwa konflik pekerjaan
keluarga
mempengaruhi commit to komitmen user
organisasional,
turnover
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
intention, serta tingkat kehadiran dalam bekerja. Dari segi individu karyawan, konflik pekerjaan-keluarga juga menimbulkan dampak negatif
seperti
rendahnya kepuasan kerja dan kepuasan keluarga, serta mengakibatkan seseorang mengalami kesulitan dalam menjalin sebuah hubungan (Howard & Boles, 2003; Hsu, 2011; dan Eby et al., 2005). Belakangan ini, penelitian mengenai dukungan sosial yang bersumber dari keluarga, atasan, maupun rekan kerja juga mulai banyak dilakukan (Hsu, 2011; Halbesleben, 2009; Bateman, 2009; O’Driscoll, Brough, & Kalliath, 2004). Salah satu alasannya adalah karena hasil dari penelitian menunjukkan bahwa dukungan sosial dari rekan kerja dapat mengurangi tingkat stres, membuat karyawan lebih puas dengan pekerjaannya, serta menurunkan niat untuk keluar dari perusahaan (Bateman, 2009). Penelitian lain menunjukkan tentang fungsi dari dukungan sosial sebagai variabel moderator dengan hasil yang menyatakan bahwa dukungan yang diterima dari rekan kerja dapat mengurangi
pengaruh
negatif
dari
konflik
pekerjaan-keluarga
dan
meningkatkan kepuasan keluarga (Rathi & Barath, 2013; Hsu, 2011). Hal tersebut menunjukkan bahwa dukungan rekan kerja dapat memberikan efek moderasi, yaitu memperlemah hubungan negatif antara konflik pekerjaankeluarga dengan kepuasan keluarga. Dengan adanya dampak negatif yang ditimbulkan dari konflik pekerjaan-keluarga seperti menurunnya kepuasan kerja dan keluarga, diperlukan upaya untuk menanggulanginya, yaitu salah satunya dengan memanfaatkan dukungan rekan kerja. Dalam dunia kepolisian, waktu yang dihabiskan dengan rekan kerja relatif lebih banyak, sehingga keberadaan rekan kerja diharapkan dapat mengurangi dampak negatif dari konflik pekerjaan-keluarga tersebut.
commit to user
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penelitian mengenai konflik pekerjaan-keluarga lebih banyak dilakukan terutama di negara barat seperti Amerika, Inggris, dan Kanada (Hasan, Dollard & Winefield, 2010). Namun beberapa penelitian juga telah dilakukan di negara timur seperti di Cina, Hongkong, Singapura, dan pada penelitian sebelumnya yang dilakukan di India. Hal ini menjadi menarik untuk dikaji lebih lanjut mengenai bagaimana hasil dari penelitian yang akan dilakukan di Indonesia. Dengan adanya penelitian ini akan menambah literatur mengenai konflik pekerjaan-keluarga pada negara timur. Penelitian sebelumnya (Rathi & Barath, 2013) menganalisis hubungan konflik pekerjaan-keluarga dengan kepuasan kerja dan keluarga serta efek moderasi dari dukungan sosial (rekan kerja). Rathi & Barath (2013) mengindikasikan bahwa pada saat pekerja memiliki tuntutan kerja yang menghambat pemenuhan peran di keluarga, maka hal tersebut akan mempengaruhi perilaku kerja yang kemudian menurunkan kepuasan kerja. Begitu pula sebaliknya, saat tuntutan peran di kehidupan keluarga menghambat penyelesaian pekerjaan, maka hal tersebut akan menyebabkan pekerjaan menjadi tidak maksimal dan pada akhirnya mengurangi kepuasan kerja. Selain itu, hasil dari penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa tingginya konflik pekerjaan-ke-keluarga dan konflik keluarga-ke-pekerjaan secara signifikan berkorelasi negatif dengan kepuasan kerja. Penelitian tersebut juga menyebutkan adanya efek moderasi dari dukungan rekan kerja terhadap hubungan antara konflik pekerjaan-ke-keluarga dan konflik keluargake-pekerjaan pada kepuasan keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa tingginya konflik pekerjaan-ke-keluarga dan konflik keluarga-ke-pekerjaan tidak terlalu
commit to user
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengakibatkan turunnya kepuasan keluarga jika dukungan sosial yang diterima dari rekan kerja meningkat. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Rathi & Barath (2013). Rathi & Barath (2013) dalam penelitiannya mengemukakan hubungan antara konflik pekerjaan-keluarga pada kepuasan kerja dan keluarga serta efek moderasi dari dukungan sosial yang diterima dari rekan kerja dimana responden yang diambil adalah personil polisi di India bagian selatan. Kriteria responden yang dipilih dalam penelitian tersebut adalah personil polisi berpangkat rendah atau junior di India. Dalam penelitian ini, lokasi penelitian dilakukan di kantor polisi yang termasuk dalam ruang lingkup Polresta Surakarta, dengan responden yang diambil adalah personil polisi yang berada dilingkup wilayah hukum Polresta Surakarta yang telah menikah. Seperti pada penelitian sebelumnya (Rathi & Barath, 2013), responden yang dipilih adalah personil polisi karena memiliki tingkat stress yang tinggi, beban kerja yang berat, sering ditugaskan secara berpindahpindah, harus bersedia bekerja 24 jam dalam sehari, serta tidak mendapatkan dukungan dan perhatian dari atasan. Hal ini pada umumnya serupa dengan kondisi kepolisian di Indonesia yang sering kali mendapatkan tugas atau target dan tekanan yang berat dari atasan, harus siap ditugaskan 24 jam dalam sehari, dan mendapatkan gaji yang dinilai tidak sebanding dengan kerja keras yang telah dilaksanakan. Tekanan psikologis yang dialami di kepolisian, sering kali memicu konflik pekerjaan-keluarga dan menimbulkan dampak negatif yang sangat fatal yaitu seperti adanya kasus bunuh diri (Indonesia Police Watch, 2013).
commit to user
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, pengayoman,
menegakkan dan
hukum,
pelayanan
serta
kepada
memberikan masyarakat
perlindungan, dalam
rangka
terpeliharanya keamanan dalam negeri (Anonim, 2013). Dalam hal ini, Polresta Surakarta termasuk dalam wilayah hukum Polda Jawa Tengah. Sedangkan Polresta Surakarta meliputi Polsek Jebres, Polsek Laweyan, Polsek Serengan, Polsek Banjarsari, dan Polsek Pasar Kliwon. Penelitian mengenai konflik pekerjaan-keluarga pada personel polisi relatif belum banyak terksplorasi. Choi & Kim (2012) melakukan penelitian pada karyawan front liner hotel berbintang lima, Hassan & Winefield (2010) meneliti karyawan swasta dan pegawai negeri, Halbesleben (2009) memilih pemadam kebakaran sebagai responden, dan Boyar et. al. (2008) mengambil responden dari karyawan universitas. Sedangkan pada kenyataannya, personel polisi peka terhadap variasi yang luas dari tekanan pekerjaan atau penyebab stress. Menurut Terry; Stratton, dalam Yusuf (2009), penyebab stres ini dapat dikelompokkan dalam kategori berikut: 1. Luar departemen polisi, yang meliputi keputusan pengadilan yang tidak menguntungkan, tidak adanya dukungan masyarakat dan potensi kekerasan warga bahkan ketika berhadapan dengan penyelidikan lalulintas rutin, serta pertengkaran rumah tangga;
commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Sumber internal, yang meliputi gaji rendah, kemajuan karir yang terbatas, pengembangan atau perangsang profesional yang kecil, dan tidak adanya dukungan administratif; 3. Penyebab stres yang berasal dari peran polisi itu sendiri, termasuk perputaran shift, kerja administratif yang berlebihan, dan harapan publik bahwa polisi harus bisa menjadi semua hal terhadap semua orang. Akibat dari menghadapi stres untuk periode waktu yang panjang menimbulkan konsekuensi negatif bagi fisik, psikologis, dan kesejahteraan emosional polisi. Stres juga dapat mempengaruhi stabilitas hubungan keluarga
secara
merugikan,
meliputi
berselisih
masalah
keuangan,
perpisahan, dan perceraian yang merupakan gejala ketegangan dan tekanan polisi (Yusuf, 2009). Studi mengenai stres dalam konteks keluarga polisi menunjukkan:
1. Antara 10 dan 20 persen dari semua isteri polisi tidak puas dengan pekerjaan sebagai pelaksana hukum dan berharap suami mereka mengejar jalur pekerjaan lain (Rafky; Stenmark, David, Linda, John, dan Steven, dalam Yusuf, 2009). 2. Pergeseran jam kerja dan panggilan kerja tiba-tiba dirasa mengganggu rencana jangka panjang keluarga dan karir pasangannya (Maynard dan Maynard, dalam Yusuf, 2009). 3. Isteri polisi merasa bahwa promosi departemental sangat politis, sehingga mereka beranggapan bahwa jasa individu hanya sedikit mempengaruhi promosi (Stenmark et al., dalam Yusuf, 2009).
commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Selain beberapa penyebab stres di atas, polisi di Indonesia juga mendapatkan dukungan yang sangat kecil dari rakyat. Masyarakat Indonesia menganggap sebagian besar anggota kepolisian sebagai pelanggar hukum, arogan, korup, tidak adil, tidak serius dalam penanganan kasus kriminal dan sewenang-wenang. Selama tiga bulan pertama tahun 2013, terdapat 21 anggota Polri yang 5 diantaranya adalah perwira terlibat 17 kasus pelanggaran berat meliputi penyalahgunaan narkoba, penganiayaan, salah tembak, pemerkosaan, dan perzinaan. Penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan 21 polisi ini akibat buruknya sistem pengawasan internal di kepolisian dan tidak maksimalnya pengawasan atasan terhadap jajaran bawah (Indonesia Police Watch, 2013). Kasus pelanggaran yang muncul membuat citra kepolisian menjadi negatif di mata masyarakat Indonesia.
Di
Indonesia,
polisi
sering
kali
menerima
perlakuan
tidak
menyenangkan dari masyarakat karena rasa tidak puas terhadap sikap dan kinerja mereka. Rasa tidak puas ditunjukkan dengan adanya sikap nekat masyarakat melawan aparat kepolisian yang meningkat pada tahun 2012 dibanding tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2010 terdapat 20 kantor polisi yg dirusak dan dibakar rakyat, kemudian pada tahun 2011 ada 65 fasilitas Polri yg dirusak dan dibakar masyarakat. Peningkatan tajam terlihat pada tahun berikutnya, yaitu sebanyak 85 fasilitas Polri yang dibakar dan dirusak masyarakat di sepanjang 2012. Sebagian besar aksi perusakan tersebut dikarenakan rasa tidak senang masyarakat terhadap sikap arogan polisi dan pemihakan polisi pada pihak-pihak lain yang berkepentingan (Indonesia Police
commit to usertindakan nekat dari masyarakat Watch, 2013). Pandangan negatif dan
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Indonesia yang ditujukan kepada anggota kepolisian, menambah beban dan tingkat stres yang dialami oleh personil polisi.
Tekanan berat psikologis yang dialami polisi jajaran bawah juga menimbulkan dampak negatif lainnya, seperti kasus bunuh diri. Indonesia Police Watch (2013) menyatakan bahwa hal tersebut dilatar belakangi adanya persoalan rumah tangga, tekanan dan pemberian target yang berat dari atasan, tuntutan untuk bersedia berada di lapangan selama 24 jam, sulitnya mengikuti pendidikan kenaikan pangkat meski sudah bekerja keras, dan permasalahan kecilnya gaji serta tunjangan yang diterima. Polisi jajaran bawah sering mengeluhkan masalah pendapatan yang kecil dan tidak sesuai dengan kebutuhan hidup. Kerja keras yang tidak kenal waktu dengan gaji yang kecil, kerap kali membuat konflik rumah tangga dengan istri dan menyebabkan personel polisi sering merasa frustasi (Indonesia Police Watch, 2013). Temuan ini didukung juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Ryan & Sagas (2009) yang menyatakan bahwa rendahnya kepuasan akan gaji yang diterima menimbulkan dampak negatif yaitu munculnya konflik pekerjaankeluarga yang muncul dari domain pekerjaan atau yang biasa disebut konflik pekerjaan-ke-keluarga.
commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Banyaknya permasalahan yang harus dihadapi personil polisi menyebabkan munculnya berbagai masalah di lingkungan pekerjaan maupun di domain keluarga. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih mendalam, yang akan dituangkan dalam bentuk rencana penelitian dengan judul “Pengaruh Konflik Pekerjaan-keluarga pada Kepuasan Kerja dan Keluarga dengan Efek Moderasi dari Dukungan Rekan Kerja (Studi pada Personil Polisi Polresta Surakarta)”.
commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, berikut adalah permasalahan yang dapat dirumuskan:
1. Apakah konflik pekerjaan-ke-keluarga berpengaruh negatif pada kepuasan kerja? 2. Apakah konflik pekerjaan-ke-keluarga berpengaruh negatif pada kepuasan keluarga? 3. Apakah konflik keluarga-ke-pekerjaan berpengaruh negatif pada kepuasan kerja? 4. Apakah konflik keluarga-ke-pekerjaan berpengaruh negatif pada kepuasan keluarga? 5. Apakah dukungan rekan kerja memoderasi hubungan antara konflik pekerjaan-ke-keluarga dan kepuasan kerja? 6. Apakah dukungan rekan kerja memoderasi hubungan antara konflik pekerjaan-ke-keluarga dan kepuasan keluarga? 7. Apakah dukungan rekan kerja memoderasi hubungan antara konflik keluarga-ke-pekerjaan dan kepuasan kerja? 8. Apakah dukungan rekan kerja memoderasi hubungan antara keluarga-ke-pekerjaan dan kepuasan keluarga?
commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Tujuan Penelitian Setiap penelitian yang akan dilakukan tentunya memiliki tujuan yang ingin dicapai. Terkait dengan hal tersebut, berikut adalah beberapa tujuan yang ingin penulis capai terkait dengan penelitian yang akan dilakukan: 1. Menganalis hubungan negatif konflik pekerjaan-ke-keluarga terhadap kepuasan kerja. 2. Menganalisis hubungan negatif
konflik pekerjaan-ke-keluarga terhadap
kepuasan keluarga. 3. Menganalisis hubungan negatif konflik keluarga-ke-pekerjaan terhadap kepuasan kerja. 4. Menganalisis hubungan negatif konflik keluarga-ke-pekerjaan terhadap kepuasan keluarga. 5. Menganalisis efek moderasi dukungan rekan kerja pada hubungan antara konflik pekerjaan-ke-keluarga dan kepuasan kerja. 6. Menganalisis efek moderasi dukungan rekan kerja pada hubungan antara konflik pekerjaan-ke-keluarga dan kepuasan keluarga. 7. Menganalisis efek moderasi dukungan rekan kerja pada hubungan antara konflik keluarga-ke-pekerjaan dan kepuasan kerja. 8. Menganalisis efek moderasi dukungan rekan kerja pada hubungan antara keluarga-ke-pekerjaan dan kepuasan keluarga.
commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat tertentu bagi beberapa pihak terkait sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai antara lain: 1. Bagi Akademisi Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi wacana ilmiah dalam pengembangan ilmu pengetahuan, dan juga dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian pada bidang yang sama. 2. Bagi Instansi Dengan adanya penelitian ini diharapkan instansi kepolisian dapat mengetahui hubungan konflik pekerjaan-keluarga yang dapat berpengaruh pada kepuasan kerja dan keluarga serta kaitannya dengan dukungan dari rekan kerja. Melalui pemahaman ini diharapkan dapat membantu instansi kepolisian untuk mengambil tindakan yang diperlukan guna mengurangi dampak negatif dari konflik pekerjaan-keluarga. 3. Bagi Peneliti Hasil yang disajikan dari penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan
tambahan
pengetahuan
mengenai
hubungan
konflik
pekerjaan-keluarga dan kepuasan kerja maupaun keluarga serta kaitannya dukungan rekan kerja. Selanjutnya diharapkan teori-teori yang dipelajari dan diperoleh selama ini mampu diterapkan peneliti dalam dunia sumberdaya manusia yang nyata. 4. Penelitian mendatang Penulis berharap penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi pihak lain yang ingin melakukan penelitian pada bidang yang sama.
commit to user