BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Tanah, tanah merupakan lapisan terluar permukaan bumi yang selalu menjadi perdebatan, ketika esensi akan tanah tersebut menjadi obyek sengketa terhadap persepsi yang berbeda, perbedaan-perbedaan tersebut dapat pula terjadi sebagai akibat dari perjanjian-perjanjian yang telah disepakati namun tidak memenuhi unsur kepastian hukum didalamnya. Obyek hak atas tanah yang menjadi persengketaan yang semestinya mendasarkan atas peraturanperundang-undangan yang berlaku, yakni Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997, serta peraturan-peraturan lainnya yang mengatur hak atas tanah di negara ini. Tanpa hal tersebut maka esensi dari perjanjian dapat dibatalkan serta dapat pula batal demi hukum, baik oleh karena tidak terpenuhinya subyek dalam perjanjian, ketidakseimbangan dalam kesepakatan
perjanjian, tidak terjaminnya
kepastian hukum, maupun asas iktikad baik yang tidak terpelihara oleh masing-masing pihak. Asas iktikad baik serta asas kepastian hukum sebagai obyek syarat sahnya perjanjian, dalam kasus ini menjadi pertimbangan utama untuk menentukan perjanjian tukar-menukar hak atas tanah dapat diselesaikan dengan baik, sebagaimana akibat hukum terhadap asas tersebut yang tidak mempertimbangkan adanya suatu aturan-aturan yang ada menjadikan bahwa perjanjian yang telah dibuat adalah batal demi hukum. perolehan suatu hak
dengan iktikad baik akan tetap menjadi pemegang hak yang sah menurut hukum, asas iktikad baik ini bertujuan untuk melindungi setiap pihak yang bersedia memperoleh hak dari pihak yang terdaftar haknya (dikantor pertanahan), dimana terdaftar di daftar umum/daftar tanah serta mempunyai kekuatan pembuktian yang kuat (sertifikat). Meskipun demikian, setiap perjanjian yang dibuat serta disepakati bersama merupakan sebuah hukum yang mengikat bagi para pihak yang membuatnya, tanpa mengetahui maksud batin masing-masing para pihak yang mengadakan suatu perjanjian. Perjanjian-perjanjian yang berhubungan dengan tanah seperti halnya tukarmenukar tanah menimbulkan suatu akibat yang lebih kompleks daripada perjanjian-perjanjian dengan hak tanggungan lainnya, oleh sebab bahwa tanah merupakan sumber penghidupan yang paling berarti, tempat untuk hidup, tempat untuk menjalankan setiap usaha, maupun tempat untuk bersemayam diakhir hayat, yang seringkali menjadi sumber kepentingan tersendiri bagi pihak-pihak yang ingin memilikinya, meskipun dengan mengedepankan presepsi-presepsi atas iktikad baik yang terkadang melahirkan sebuah sengketa tukar-menukar. Perbedaan persepsi seperti halnya yang terdapat di Desa Balecatur Kabupaten Sleman, bersumber dari pandangan pengertian sebuah perjanjian tertulis yang terpisah dari perjanjian pokoknya. Tukar–menukar akan lebih save bilamana hak yang akan di serahkan nantinya merupakan hak milik dari para pihak sekaligus yang menyerahkannya, yang kemudian diproses untuk dibalik nama terhadap pihak yang menerimanya. Berbeda dengan kasus di atas,
ketidakpahaman hukum menjadikan missing link terhadap perjanjian pokok maupun perjanjian-perjanjian yang menyertainya menjadi keambiguan persepsi diantara para ahli waris. Perjanjian pokok yang dibuat setelah perjanjian pendukung, dan perjanjian pendukung yang perlu untuk ditinjau kepastian hukumnya, serta belum berpindahnya hak kepemilikan atas tanah menjadi alasan terlemah bagi pihak yang membuktikan bahwa perjanjian tersebut adalah benar. Dan dalam hal ini peranan ahli waris sangat besar dalam mempertahankan persepsi kebenaran terhadap iktikad baik sebagai inti dari perjanjian tersebut. Peranan tanda bukti hak atas tanah bukan hanya sertifikat tanah sebagai satusatunya alat bukti hak atas tanah. Adapun kutipan Letter C merupakan bukti hak atas tanah dengan bukti kepemilikan tanah yang minim dalam upaya pendaftaran atas tanah. Letter C ini diperoleh dari kantor desa dimana tanah itu berada, letter C ini merupakan tanda bukti berupa catatan yang berada di Kantor Desa/Kelurahan. Mengenai buku letter C, dalam masyarakat masih banyak yang belum mengerti apa yang dimaksud dengan buku letter C, karena di dalam literatur ataupun perundang-undangan mengenai pertanahan sangat jarang untuk dibahas atau dikemukakan. Mengenai buku letter C ini sebenarnya hanya dijadikan dasar sebagai catatan penarikan pajak. Keterangan mengenai tanah yang ada dalam buku letter C itu sangatlah tidak lengkap dan cara pencatatannya tidak secara teliti dan hati-hati sehingga akan banyak terjadi permasalahan yang timbul nantinya karena kurang lengkapnya data yang akurat dalam buku letter C tersebut. Di samping penulis tertarik untuk
mengetahui lebih lanjut tentang kekuatan kutipan buku letter C dalam memperoleh hak atas tanah prosedur perolehannya.5 Kutipan Letter C terdapat dikantor Kelurahan yang dipegang oleh Lurah, sedangkan Induk dari Kutipan Letter C ada di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan. Masyarakat sebagai pemegang hak atas tanah mempunyai alat bukti berupa girik sebagai alat bukti pembayaran pajak atas tanah. Masyarakat mengenal girik itu sebagai alat bukti kepemilikan tanah yang padahal girik itu merupakan tanda bukti pembayaran pajak atas tanah. Dengan adanya UndangUndang Pokok Agraria yang ditindak lanjuti dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 yang kemudian diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tidak mungkin lagi diterbitkan hak-hak yang tunduk kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ataupun yang akan tunduk kepada hukum adat setempat kecuali menerangkan bahwa hakhak tersebut merupakan hak adat. Mengingat pentingnya pendaftaran hak milik adat atas tanah sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah secara sah sesuai dengan Pasal 23, Pasal 32, dan Pasal 38 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), maka diberikan suatu kewajiban untuk mendaftarkan tanah adat khususnya hak milik Adat.6 Pendaftaran yang dimaksud dalam pendaftaran hak adat sebagai bukti pemilikan hak atas tanah sesuai dengan UUPA, dalam kenyataannya belum optimal. Dalam Pasal 19 UUPA mengharuskan pemerintah untuk mengadakan
5
6
Eddy Suparyono, 2008, Kutipan Buku Letter C Sebagai Alat Bukti Untuk Memperoleh Hak Atas Tanah Di Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur, Thesis, Program Pasca Sarjana Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang, hlm.11 Ibid
pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia, dikarenakan masih minimnya pengetahuan, kesadaran masyarakat tentang pentingnya bukti kepemilikan tanah. Masyarakat dalam lingkungan adat mengganggap bahwa tanah milik adat dengan kepemilikan berupa girik serta Kutipan Letter C yang berada di Kelurahan/Desa merupakan bukti kepemilikan yang sah. Juga masih terjadinya peralihan hak seperti jual beli, hibah, kewarisan ataupun akta-akta yang belum didaftarkan sudah terjadi peralihan hak yang dasar perolehannya dari girik dan masih terjadinya mutasi girik yang didasarkan oleh akta-akta, tanpa didaftarkan di Kantor Pertanahan.7 Setiap peralihan didaftarkan menggunakan akta yang dibuat oleh maupun dihadapan notaris dan ataupun Pejabat Pembuat Akta Tanah. Akta Otentik merupakan alat bukti yang sempurna sehingga tidak membutuhkan alat bukti lain sebagai pembuktian. Berbeda halnya dengan surat perjanjian yang dibuat di bawah tangan oleh para pihak yang dianggap sebagai dasar peralihan tukarmenukar hak atas tanah, serta tanpa adanya kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan, menunjuk bahwa pengetahuan minim yang dimiliki masyarakat berkenaan dengan tukar–menukar tanah, serta peristiwa-peristiwa yang serupa akan terus terjadi. Peristiwa sengketa tukar-menukar tanah menjadi polemik benang kusut yang sukar terurai, suatu hal sebab menjadikannya polemik ialah ketika pemilik tanah atas hak milik dengan alas hak Letter C tersebut telah meninggal dunia,
7
Ibid, hlm.13
dan meninggalkan permasalahan berkaitan dengan tukar menukar tersebut kepada para ahli waris kedua belah pihak. Tukar menukar bidang tanah dilakukan dengan surat perjanjian di bawah tangan, yang telah diakui benar adanya oleh kedua belah pihak serta telah mendapat register dari pihak-pihak yang berwenang, serta mengetahui duduk perkara tukar-menukar tanah yang dilakukan kedua belah pihak tersebut. Berkaitan dengan keaslian surat perjanjian tukar-menukar di bawah tangan yang di tunjukkan oleh ahli waris salah satu pihak yang bersengketa, ialah merupakan duplikat dari surat perjanjian yang ada (fotokopi). Seperti halnya obyek sengketa yang ingin penulis teliti “Tinjauan Yuridis Sengketa TukarMenukar Tanah Yang Dibuat Di Bawah Tangan Di Balecatur Kabupaten Sleman”. Sengketa tersebut menjadi pokok perdebatan oleh para ahli waris dalam upaya pembatalan perjanjian yang telah dibuat terdahulu. Terlebih salah satu pihak ahli waris menyangkal keabsahan surat perjanjian yang ada, serta sebagai akibat tindakan yang menyimpang dari asas iktikad baik yang dilakukan oleh salah satu pihak yang bersengketa. B. Rumusan Masalah Berkaitan dengan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka pokok permasalahan yang penulis rumuskan adalah: a. Apakah surat perjanjian di bawah tangan tersebut adalah sah menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku?
b. Bagaimanakah penyelesaian tukar-menukar yang dilakukan oleh para pihak yang bersengketa? C. Keaslian Penelitian Penelitian tentang “Tinjauan Yuridis Sengketa Tukar-Menukar Tanah Yang Dibuat Di Bawah Tangan Di Balecatur Kabupaten Sleman”. merupakan obyek penelitian yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini dilakukan mengingat bahwa pentingnya permasalahan tentang sengketa pertanahan yang perlu dicarikan jalan keluar. Permasalahan berkenaan dengan tukar-menukar hak atas tanah dengan pembuktian surat perjanjian di bawah tangan merupakan permasalahan yang langka dengan proses yang tidak mudah untuk diselesaikan. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa oleh karena obyek penelitian tersebut menarik untuk digali, maka terdapat pula adanya penulisan karya ilmiah yang memiliki objek penelitian yang serupa. Penulis yakin bahwa obyek penulisan ini adalah berbeda dari penelitian-penelitian yang ada: a. Pertama, Skripsi Perjanjian Tukar Menukar (Barter) Tanah Hak Milik
(Studi
Kasus
Gugatan
Perdata
Nomor:06/Pdt.G/2006/PN.Tembilahan-Riau, yang disusun oleh NURI dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan Tahun 2008, dengan kajian tentang kasus perjanjian tukar menukar tanah hak milik antara Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) dengan H. Eddi Mahmuddin Beta, dan perlindungan hukum yang diberikan terhadap para pihak dalam perjanjian tukar-menukar tanah hak milik tersebut.
b. Kedua, Tesis Perjanjian Tukar Menukar Tanah Gardu Induk (GI) Cikasungka Antara PT. PLN (Persero) Dengan PT. Yorkshire Indonesia (Studi Kasus Perkara No. 58/PDT.G/1995/PN.BB), yang disusun oleh Fitha Inacrosshita Maharani, S.H dari Program Studi Magister Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang Tahun 2009, dengan kajian tentang sah atau tidaknya perjanjian tukar menukar tanah tersebut dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, dasar-dasar pertimbangan hukum untuk menggugat dan mengenai Putusan Pengadilan Negeri dan Putusan Pengadilan Tinggi dapat dikesampingkan pelaksanaannya dengan adanya akta perdamaian. c. Ketiga, Tesis Kajian Hukum Tentang Pelaksanaan Perjanjian Tukar Menukar Aset Tanah Dan Bangunan Negara Antara Depertemen Permukiman Dan Prasarana Wilayah Dengan Badan Hukum Milik Swasta. Yang disusun oleh Roni Pratomo Yudistian, dari Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia Tahun 2005, dengan kajian mengenai syarat-syarat dan pelaksanaan perjanjian tukar menukar aset tanah dan bangunan negara antara depertemen permukiman dan prasarana wilayah dengan badan hukum milik swasta. d. Keempat,
Tesis
Tinjauan
Hukum
Akta
Perdamaian
Yang
Mengenyampingkan Putusan Pengadilan Yang Berkekuatan Hukum Tetap. Yang disusun oleh Rima Nurhayati, dari Program Magister Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang, Tahun 2010.
D. Manfaat dan Tujuan Penelitian 1. Manfaat Penelitian a). Bagi Penulis, untuk memenuhi syarat dalam menyelesaikan program strata dua (2) bidang studi Magister Kenotariatan. Serta untuk memperluas pengetahuan bertalian dengan tukar menukar tanah dengan pembuktian surat perjanjian di bawah tangan, yang dilakukan oleh para ahli waris di Balecatur Kabupaten Sleman. Dengan meninjau surat perjanjian tukar-menukar tersebut apakah sah dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, sebagai dasar bukti tukarmenukar tanah di dalam kasus tersebut. b). Bagi Kalangan Akademis, untuk memberikan sumbangan pemikiran terutama bagi para mahasiswa Fakultas Hukum dan Program Pasca Sarjana bidang hukum maupun kenotariatan lainnya yang berminat untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang sengketa tukarmenukar hak atas tanah tersebut. c). Bagi para pihak, untuk memberikan pemaparan dan penjelasan tentang aturan hukum yang mengatur mengenai perjanjian, maupun aturan-aturan yang berkaitan dengan tukar menukar tanah dengan pembuktian surat di bawah tangan. 2. Tujuan Penelitian Tulisan ini merupakan tugas akhir program Strata Dua (2) bidang studi Magister Kenotariatan yang bertujuan untuk melengkapi salah satu syarat
untuk mencapai gelar Master di bidang Kenotariatan. Sedangkan tujuan penulisan dari penelitian tesis ini adalah: a) Untuk mengetahui penyebab terjadinya sengketa tukar-menukar tanah oleh para ahli waris. b) Untuk mengetahui keabsahan perjanjian di bawah tangan yang dibuat sebagai dasar tukar-menukar oleh pewaris.