BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian Sekarang ini, dalam penggunaan anggaran baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah seringkali tercermin dari kinerja organisasi sektor publik yang tergambar tidak produktif, tidak efisien, rendah kualitas, dan miskin kreativitas. Terbukti dari paparan informasi yang terdapat pada harian Bisnis Indonesia yang menyatakan kegemaran terhadap para pejabat instansi pemerintah daerah maupun pusat yang sering melakukan pemborosan, yang berakibat negara terbebani oleh pembiayaan yang meliputi tidak produktif, efektif, dan efisiensi kerja yang mana tentu berdampak pada rendahnya kinerja dari organisasi sektor publik baik pusat atau daerah. (Bahri, 2012). Penerapan anggaran berbasis kinerja merupakan bentuk reformasi anggaran dalam memperbaiki proses penganggaran. Sebelum penerapan anggaran berbasis kinerja diatur dalam Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 yang kini menjadi Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Dampak dari anggaran berbasis kinerja terhadap akuntabilitas pemerintah terkait sebagai fungsi pemberi pelayanan kepada masyarakat menjadikan lingkup anggaran relevan dan penting di lingkungan pemerintah daerah. Melalui reformasi anggaran yang sudah dilakukan oleh pemerintah, tuntutan agar terwujudnya pemerintahan yang amanah dan didukung oleh instansi
1
2
pemerintahan yang efektif, efisien, profesional, dan akuntabel, serta mampu memberikan pelayanan prima dalam proses penyusunan APBD sehingga dapat menciptakan transparansi (Endrayani,Adiputra dan Darmawan, 2014) Mardiasmo (2005:84), menyatakan bahwa sistem anggaran kinerja pada dasarnya merupakan system yang mencakup kegiatan penyusunan program dan tolok ukur kinerja sebagai instrumen untuk mencapai tujuan dan sasaran program. Anggaran berbasis kinerja merupakan suatu system penganggaran yang dapat memadukan perencanaan kinerja dengan anggaran 3 tahunan dimana akan terlihat keterkaitan antara dana yang tersedia dengan hasil yang diharapkan. Sejak tahun 2001 sampai saat kini pemerintah Indonesia telah melakukan reformasi keuangan negara, salah satu jabaran pelaksanaannya adalah penerapan anggaran berbasis kinerja dengan prinsip adanya perlakuan terhadap surplus dan defisit. Hal ini memberikan implikasi yang cukup luas terhadap penyelenggara pemerintahan baik di pusat maupun di daerah, artinya mereka telah dicanangkan bekerja sesuai dengan target yang telah ditentukan sebelumnya, apabila target yang dicapai tidak tercapai sesuai realita yang ada maka anggaran keuangan negara akan mengalami defisit, sebaliknya apabila target yang dicapai realitanya melampaui maka anggaran keuangan negara mengalami surplus. (Tim penulis Depkeu, 2015) Penerapan anggaran berdasarkan kinerja, merupakan bagian tak terpisahkan dalam proses penyempurnaan manajemen keuangan (anggaran negara), yang bertujuan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pelayanan publik serta efektifitas dari pelaksanaan kebijakan dan program. Hal itu bertujuan untuk
3
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, yang berkaitan dengan kebijakan, perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaannya. Untuk mengatasi kelemahan dalam penganggaran dan pengelolaan keuangan, diperlukan penyempurnaan pada landasan konstitusional mengenai pengelolaan anggaran negara, perbaikan sistem penyusunan
anggaran,
pengelolaan
yang
transparan
dan
akuntabilitas
hinggapeningkatan kualitas sumber daya manusia (Mubarak, 2007). Penerapan anggaran berbasis kinerja pada instansi pemerintah di Indonesia sudah dicanangkan melalui pemberlakuan UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan diterapkan secara bertahap mulai tahun anggaran 2005. Pemerintah pun telah mengeluarkan PP No 20/2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan PP No 21/2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL) sebagai operasionalisasi kebijakan penganggaran kinerja.Bahkan, Departemen Keuangan telah mengatur lebih rinci penerapan penganggaran kinerja dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 54/PMK.02/2005 dan membangun aplikasi program komputer RKA-KL. (Tim penulis Depkeu, 2015) Anggaran berbasis kinerja merupakan sistem perencanaan, penganggaran dan evaluasi yang menekankan pada keterkaitan antara anggaran dengan hasil yang diinginkan. Penerapan penganggaran kinerja harus dimulai dengan perencanaan kinerja, baik pada level nasional (pemerintah) maupun level instansi (kementerian/lembaga), yang berisi komitmen tentang kinerja yang akan dihasilkan, yang dijabarkan dalam program-program dan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan. Setiap instansi selanjutnya menyusun kebutuhan anggaran
4
berdasarkan program dan kegiatan yang direncanakan dengan format RKA-KL, yang selanjutnya dibahas dengan otoritas anggaran (Departemen Keuangan, Bappenas, dan DPR). RKA-KL dari keseluruhan kementerian/lembaga menjadi bahan penyusunan RAPBN bagi pemerintah. (Tim penulis Depkeu, 2015) Namun demikian, ternyata dalam implementasinya, penganggaran berbasis kinerja juga mempunyai dampak terhadap organisasi itu sendiri. Adapun dampak penerapan metode pengganggaran berbasis kinerja seperti diungkapkan oleh Diptyana (2007) adalah: 1. Muncul kebutuhan penyimpanan data, baik itu berupa data kualitatif maupun kuantitatif, baikberupa finansial maupun non finansial, karena data akan diolah menjadi informasi, untuk menentukan indikator (ukuran), serta untuk mengevaluasi dan mengambil keputusan pengalokasian dana yang lebih objektif. 2. Muncul kebutuhan mengukur output dan input, serta kelayakan jenis indikator. 3. Biaya yang dikeluarkan lebih menekankan pada aktivitas yang dilakukan oleh si pengguna anggaran, bukan menekankan pada jumlah anggaran yang terpakai. 4. Dibutuhkan sumber daya manusia yang mampu mengidentifikasi indikator dan mampu menganalisis biaya dan data. Terdapat kondisi yang harus disiapkan sebagai faktor pemicu keberhasilan implementasi penggunaan anggaran berbasis kinerja menurut Kawedar, dkk (2008), yaitu:
5
1. Kepemimpinan dan komitmen dari seluruh komponen organisasi. 2. Fokus penyempurnaan administrasi secara terus menerus. 3. Sumber daya yang cukup untuk usaha penyempurnaan tersebut (uang, waktu, orang). 4. Penghargaan (reward) dan sanksi (punishment) yang jelas. 5. Keinginan yang kuat untuk berhasil. Dari kelima kondisi di atas, kepemimpinan dan sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam menunjang keberhasilan organisasi menerapkan anggaran berbasis kinerja. Kesuksesan suatu organisasi atau setiap kelompok dalam suatu organisasi sangat tergantung pada kualitas kepemimpinan. Pemimpin yang sukses senantiasa mengantisipasi perubahan dengan sekuat tenaga memanfaatkan semua kesempatan, memotivasi pengikut mereka untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi, mengoreksi kinerja yang buruk dan mendorong organisasi ke arah sasaran-sasarannya (Bowo, 2008). Fenomena yang terjadi di Kota Solo adalah penerapan anggaran kegiatan yang telah direncanakan, yaitu renovasi pembangunan Masjid Agung yang dianulir. Sementara proyek PJU yang semula tidak direncanakan malah muncul, walau tidak ada dananya dan sampai-sampai dicarikan utang. Di lain pihak, dana pendidikan yang sudah jelas arah dan manfaatnya serta diamanatkan undangundang, malah tidak dianggarkan secara layak. Kalau saja anggaran dengan pendekatan kinerja ini sudah diterapkan, sebenarnya tidak sulit menilai kinerja Wali Kota dan Pemkot Solo. Sebab baik atau buruknya dalam pengelolaan keuangan daerah, indikator dan satuan ukur biaya sudah ditetapkan. Dalam Pasal
6
20 ayat (2) dijelaskan untuk mengukur kinerja keuangan daerah dikembangkan standar analisa belanja, tolok ukur kinerja, dan standar biaya.( Suharno, 2013). Pemerintah Kota Bandung memiliki aset berupa tanah dan bangunan bermasalah senilai Rp 3,6 triliun karena luasnya tak diketahui. Data aset yang bermasalah itu tercantum di dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kota Bandung Tahun 2013 yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan Jawa Barat Laporan itu tuntas dikerjakan akhir Mei 2014. Dari data itu diketahui bahwa penurunan nilai aset yang bermasalah dalam pencantuman luasan hanya sebesar Rp 100 miliar. Dalam LKPD Kota Bandung 2012, nilai aset yang belum diketahui luasannya mencapai Rp 3,7 triliun. Sebelumnya, Rekotomo selaku Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Bandung pernah mengungkapkan, penyertifikatan dilakukan secara bertahap karena keterbatasan anggaran. Targetnya, sebagaimana tercantum dalam RPJMD yang tengah dibahas, dalam lima tahun ke depan, tambahan bidang yang bersertifikat mencapai 564 bidang. Tahun ini, alokasi dana tersedia sebesar Rp 1,3 miliar, (Prawiradiningrat,2014). Kondisi tersebut menggambarkan tidak efektifnya pengendalian, realisasi pengeluaran anggaran tidak sesuai dengan kinerja yang akan dicapai serta pelaksanaan anggaranpun menyimpang dari tujuan yang telah ditetapkan. Penelitian mengenai anggaran berbasis kinerja pernah dilakukan oleh Endrayani, Adiputra dan Darmawan, (2014) yang menguji Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, menunjukkan bahwa penerapan anggaran berbasis kinerja berpengaruh positif dan
7
signifikan terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Penelitian lainnya yang dilakukan Sumantri (2013) menguji Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Badan Layanan Umum Berdasarkan Kualitas SDM menunjukkan hasil penelitian bahwa ada pengaruh kualitas sumber daya manusia dan penerapan anggaran berbasis kinerja. Melihat fenomena yang terjadi dan penelitian sebelumnya maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian, dengan topik “Pengaruh Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Efektivitas Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (Studi Pada Dinas-dinas Kota Bandung)”. Perbedaan penelitian ini adalah pada variabel dependen yaitu efektivitas sistem pengendalian internal pemerintah, alasannya karena anggaran sering kali tidak sesuai dengan kinerja sehingga diperlukan pengendalian internal yang efektif.
1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dikemukakan, maka
penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut : 1.
Bagaimanakah anggaran berbasis kinerja pada Dinas-dinas Kota Bandung.
2.
Bagaimanakah efektivitas sistem pengendalian internal pemerintah pada Dinas-dinas Kota Bandung.
3.
Seberapa besar pengaruh anggaran berbasis kinerja terhadap efektivitas sistem pengendalian internal pemerintah pada Dinas-dinas Kota Bandung.
8
1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1 Maksud Penelitian Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian di atas, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui anggaran berbasis kinerja dan efektivitas sistem pengendalian anggaran pada Dinas-dinas Kota Bandung.
1.3.2 Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris mengenai: 1.
Pelaksanaan anggaran berbasis kinerja pada Dinas-dinas Kota Bandung.
2.
Efektivitas Sistem Pengenalian Internal Pemerintah pada Dinas-dinas Kota Bandung.
3.
Seberapa besar pengaruh anggaran berbasis kinerja terhadap efektivitas Sistem Pengendalian Internal Pemerintah pada Dinas-dinas Kota Bandung.
1.4
Manfaat Penelitian Adapun penelitian yang dilaksanakan dalam penyusunan proposal ini
diharapkan akan dapat memberikan manfaat antara lain sebagai berikut : 1.
Bagi Penulis Dapat menjadi suatu tambahan pengetahuan yang berharga serta penulis dapat lebih memahami pengaruh anggaran berbasis kinerja terhadap efektivitas pengendalian anggaran.
9
2.
Bagi Akademik Diharapkan hasil penelitian dan pembahasan ini dapat dijadikan sumbangan pemikiran dan bahan referensi awal bagi mahasiswa, khususnya jurusan akuntansi serta untuk mata kuliah Akuntansi Sektor Publik.
3.
Bagi Pembaca dan Pihak Lain Hasil penelitian yang terbatas ini diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat dan pengetahuan mengenai anggaran berbasis kinerja.
1.5
Lokasi dan Waktu Penelitian Dalam penyusunan proposal ini penulis melakukan penelitian pada Dinas
di Kota Bandung. Waktu penelitian direncanakan bulan Desember 2015 sampai dengan selesai.